• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Hasil Penelitian 1.Informan 1 1.Informan 1

1. Tema Utama Empat Informan

Alasan Terjadinya Kekerasan dalam

Berpacaran

Bentuk Kekerasan dalam Berpacaran Dampak

Kekerasan dalam Berpacara

n

Fisik Psikis Ekonomi Seksual

LD - Pacar LD marah dan memukul LD karena LD merasa cemburu terhadap wanita lain - Sikap kasar yang memang dimiliki oleh pacarnya - Mengagung-agungkan pacarnya

- Sikap yang tidak tegas dalam mengambil keputusan untuk berpisah - Dipukul - Ditampar - Ditendang -Diancam - Memar - Takut TD - Perasaan cemburu akibat cara berpakaian yang seksi - Mengetahui pacarnya berbohong - Perasaan emosi karna terus-menerus mendapatkan perilaku kekerasan hingga berbalik melakukan perlawanan - Ditampar - Dicekik - Didorong hingga terjatuh -Diancam - Takut

selalu bersama DP dapat bergaul dengan teman-temannya JT - Komunikasi dengan wanita lain menimbulkan kemarahan - Saling tidak memberi izin untuk bergaul bersama teman-teman - Dikekang - Dimaki dengan kata-kata kasar - Tertekan

D. Pembahasan

Pada penelitian ini, keempat informan menjalin relasi berpacaran dengan lawan jenis dan telah melakukan premarital sex intercourse dengan pasangannya.Berdasarkan penelitian yang telahdilakukan, ditemukan bahwa keempat informan mengalami kekerasan baik secara fisik dan psikis dalam hubungan berpacaran yang mereka jalani. Hal ini terlihat dalamrelasi berpacaran yang LD jalani. Dalam hal ini LD menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh pasangannya.Bentuk kekerasan yang LD alami berupa kekerasan secara fisik. Pada beberapa bagian tubuh LD pukulan yang didapatnya meninggalkan bekas. LD diperlakukan kasar oleh pacarnya dengan alasan sikap cemburu yang LD rasakan teralu berlebihan dan LD juga merasa bahwa premarital sex intercourse merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya tindak kekerasan dalam hubungannya.

Tidak jauh berbeda dengan yang dialami oleh TD dalam hubungannya, TD juga menjadi korban kekerasan dari pasangannya. Bentuk kekerasan yang TD alami berupa kekerasan secara fisik. Bentuk kekerasan pertama yang TD dapatkan di awal hubungannya ialah tamparan. TD merasa bahwa sikap kasar yang dilakukan oleh pasangannyadiakibatkan oleh perasaan cemburu oleh pasangan TD yang begitu besar terhadap dirinya. Misalnya,pada saat TD berpakaian terbuka, pacar TD akan merasa cemburu karena banyak laki-laki lain yang memperhatikan TD. Tamparan pertama diawal hubungan yang TD dapat

menjadi permulaan sikap kasar pacarnya, hingga akhirnya bentuk kekerasan yang paling parah yang TD rasakan ketika pacarnya mencekik dan mendorong dirinya hingga terjatuh.

Hal berbeda ditunjukkan oleh kedua informan laki-laki. Dalam hal ini, DP sebagai informan laki-laki tidak mengalami kekerasan dalam bentuk fisik. Kekerasan yang DP alami berupa kekerasan secara psikis. Hal ini berawal sejak DP dan pacarnya melakukan premarital sex intercourse. Pacar DP kemudian ingin selalu bersama-sama dengan dirinya dan hal tersebut membuat DP tertekan. Walaupun pacar DP tidak melarang dirinya untuk bermain bersama teman-temannya, namun perilaku pacar DP membuatnya tetap tidak dapat bergaul dengan teman-temannya karena pacar DP selalu berada dikost DP. Secara tidak langsung, DP menjadi merasa tidak enak jika harus meninggalkan pacarnya sendirian dikost milik DP. Hal ini kemudian mengakibatkan ruang gerak DP menjadi terbatas.

Sama halnya dengan yang JT sebagai informan laki-laki. Bentuk kekerasan yang dialami oleh JT adalah kekerasan dalam bentuk psikis. Hal ini terlihat dimana pacar JT tidak mengijinkan JT berpergian bersama teman-temannya. Hal ini menimbulkan dampak negatif dalam diri JT karena sikap pacarnya yang sering mengekangnya membuat dirinya juga secara tidak langsung bersikap demikian terhadap pacarnya. Selain itu, saat sedang bertengkar, JT maupun pacarnya akan saling memaki dengan melontarkan berbagai nama hewan. Jadi dalam hal ini, JT maupun

pacarnya, keduanya menjadi pelaku sekaligus korban kekerasan dalam berpacaran.

Kekerasan fisik maupun psikis yang keempat informan alami merupakan jenis berpacaran tidak sehat seperti yang diungkapkan oleh Atmowiloto (dalam Mudjijanti, 2010) bahwa berpacaran tidak sehat merupakan hubungan pertemanan atau persahabatan yang hanya mencari keuntungan, tidak ada tanggung jawab, kurang menghargai teman, hanya sebagai suatu kesenangan saja, melanggar batas-batas yang aman dan meliputi kissing, necking, petting dan intercourse (Dr Irawan, 2010 dalam Pujiati).

Pukulan, tinjuan, mendorong dan tamparan yang kedua informan perempuan alami merupakan kekerasan dalam bentuk fisik seperti yang diungkapkan oleh Luhulima (dalam Safitri, 2013) dimana tindakan seperti memukul, menampar, menendang, mendorong, mencengkeram dengan keras tubuh pasangan, serta tindakan fisik lainnyatermasuk dalam kekerasan secara fisik. Sedangkan, pengekangan dalam hal bergaul serta saling memaki yang kedua informan laki-laki alamimerupakan kekerasan dalam bentuk psikis/psikologis, seperti yang diungkapkan oleh Luhulima (dalam Safitri, 2013) dimana tindakan seperti mengancam, memanggil dengan sebutan buruk, mempermalukan,mencaci maki, menjelek-jelekan, dan berteriak termasuk dalam kekerasan secara psikis/psikologis.

Kekerasan yang dilakukan atau diterima oleh subjek merupakan bentuk pelampiasan atas rasa marah yang mereka atau pasangan mereka

rasakan. Menurut Hardiyani (2013) pada saat marah, individu dapat melakukan tindakan yang merugikan dan merusak diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan fisik sekitarnya. Hardiyani (2013) juga menjelaskan bahwa individu dapat langsung mengekspresikan perasaan marah itu secara agresif yaitu dengan mengekspresikannya secara fisik, seperti mendorong orang lain, memukul, mengancam, maupun secara verbal, seperti makian dan ungkapan-ungkapan yang tidak pantas.

MenurutHickman dkk (dalam Ragil & Margaretha, 2012) marah menjadi alasan utama untuk melakukan kekerasan. Dari sisi perempuan, kekerasan dilakukan sebagai self-defense, sedangkan laki-laki menggunakan kekerasan untuk mengontrol pasangannya. Selain marah, cemburu dan sakit hati juga menjadi alasan melakukan untuk melakukan kekerasan.

Murniati(dalam Yanti, 2012) menyatakan bahwakekerasan hampir selalu terjadi dalam posisi hirarki. Dalam hubungan seperti ini, kelompok yang berada di posisi atas memiliki potensi untuk melakukan tindakan kekerasan atau menindas kelompok yang ada di bawahnya. Struktur dominasi ini terjadi dalam berbagai aspek kehidupan seperti dalam aspek ekonomi (kaya-miskin, majikan-buruh), aspek sosial politik (pemerintah-rakyat), aspek sosial budaya (priayi-kaum papa, pandai-bodoh), aspek religius (agamawan-awam), aspek umur (tua-muda) dan aspek jenis kelamin (laki-laki-perempuan). Dilihat dari aspek jenis kelamin perempuan bisa dikatakan rentan terhadap semua bentuk kekerasan atau

penindasan, hal ini terjadi karena posisinya yang lemah atau karena sengaja dilemahkan baik secara sosial, ekonomi maupun politik. Namun, bukan berarti laki-laki juga tidak mengalami kekerasan, kekerasan dapat terjadi pada siapa saja selama ada salah satu pihak yang lebih mendominasi.

Terkait dengan perbedaan penerimaan bentuk kekerasan yang dialami oleh perempuan dan laki-laki dimana perempuan cenderung menerima kekerasan fisik sedangkan laki-laki cenderung menerima kekerasan secara psikis disebabkan karena secara umum tingkat agresifitas laki-laki lebih tinggi dan secara fisik lebih kuat dibandingkan perempuan. Pada saat emosi, laki-laki lebih banyak mengekspresikannya secara fisik (non verbal) dibandingkan perempuan. Di sisi lain, perempuan cenderung mengekspresikannya secara verbal. Maka dari itu, tingkat agresifitas yang lebih tinggi dan kondisi fisik yang cenderung lebih kuat pada laki-laki menjadi faktor pendukung kerentanan laki-laki sebagai pelaku kekerasan.Dalam hal ini, perempuan merasa bahwa dirinya kurang mampu secara fisik untuk melawan laki-laki, maka dari itu perempuan lebih menggunakan verbal maupun cara lain dalam mengekspresikan emosinya kepada pasangan (Yanti, 2012).

Perilaku premarital sex intercourse yang dilakukan oleh para informan merupakan ciri-ciri dari bentuk dari hubungan berpacaran yang negatif. Tisyah dan Rohana (2013) mengemukakan bahwa hubungan berpacaran yang negatif tersebut akan ditandai dengan hubungan

kebersamaan yang buruk atau negatif pula. Hubungan seperti ini adalah hubungan yang dilandasi dengan perasaan memiliki yang begitu kuat sehingga timbul perasaan ingin menguasai. Dalam hal ini, subjek membangun rasa menguasai terhadap pasangannya dan menganggap bahwa pasangannya adalah miliknya secara penuh sehingga apabila pasangan subjek berperilaku di luar harapan subjek, maka hal tersebut akan memicu amarah dari antara kedua pasangan yang kemudian memicu munculnya konflik, dimana apabila kedua pasangan tidak dapat mengatasi konflik tersebut dengan benar maka akan berujung pada kekerasan baik secara fisik maupun psikis.

Kemudian, kekerasan yang dialami oleh keempat informan juga menimbulkan dampak terhadap diri informan baik itu secara fisik maupun psikis. Berdasarkan pernyataan keempat informan, rata-rata kekerasan yang mereka alami berdampak terhadap psikis mereka seperti munculnyaperasaan takut dan tertekan. Perasaan takut dan tertekan ini dipicu karena sikap kasar yang diterima para informan dari pasangan mereka masing-masing yang mengakibatkan informan menjadi tidak bebas bergaul dengan teman-temannya, tidak bebas dalam mengambil keputusan, pikirannya menjadi terganggu dan tidak lagi menjadi perempuanyang percaya diri atau minder karena merasa tidak suci lagi. Beberapa informan menjelaskan bahwa mereka terlalu dikontrol atau dikendalikan oleh pasangan mereka.

Menurut Safitri (2013) sikap yang cenderung mengontrol atau mengendalikandianggap wajar dalam batas-batas tertentu dan selama hal itumasuk akal dan dapat diterima oleh pasangan masing-masing. Namun, apabila semua itu dilakukan secara berlebihan dan terus-menerus, hal tersebut dianggap sebagai hal yangberlebihan dalam menunjukkan kasihsayang sehingga tindakan tersebutlama-kelamaan dirasakansebagai salah satu tindakan kekerasan meski bukan secarafisik.

BAB V

Dokumen terkait