• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.2 Kajian Pustaka

2.2.8 Temper Tantrum

Secara tersirat, temper tantrum merupakan bagian proses eksplorasi, yaitu suatu tahap perkembangan melatih instrumen tubuh dalam menemukan atau memahami hal baru. Anggota tubuh yang dimiliki anak merupakan instrumen vital. Melalui aktivitasnya anak akan “mengeksperimenkan” secara total instrument tersebut (Puspa Swara, 2001: 25).

Pengertian temper tantrum adalah perilaku marah pada anak-anak prasekolah. Mereka mengekspresikan kemarahan mereka dengan berbaring dilantai, menendang, berteriak, dan kadang-kadang menahan nafas mereka. Tantrum yang alami, terjadi pada anak-anak yang belum mampu menggunakan kata-kata untuk mengekspresikan rasa frustasi mereka, karena tidak terpenuhi

Universitas Sumatera Utara

keinginan mereka. Dikutip Colorado State University Extension, R.J. Fetsch and B. Jacobson mengatakan bahwa tantrum biasanya terjadi pada usia 2 sampai 3 tahun ketika anak-anak membentuk kesadaran diri. Balita belum cukup memahami kata “aku” dan “keinginan dirinya” tetapi sangat mudah untuk tahu bagaimana memuaskan apa yang diinginkan. Tantrum adalah hasil dari energi tinggi dan kemampuan yang tidak mencukupi dalam mengungkap keinginan atau kebutuhan “dalam bentuk kata-kata”.

Tantrum biasanya terjadi pada usia 2 dan 3 tahun, akan mulai menurun pada usia 4 tahun. Mereka biasanya mengalami ini dalam waktu 1 tahun. 23 sampai 83 persen dari anak usia 2 hingga 4 tahun pernah mengalami temper tantrum. Ada banyak sebab temper tantrum. Beberapa penyebab adalah indikator masalah keluarga: disiplin yang tidak konsisten, mengkritik terlalu banyak, orang tua terlalu protektif atau lalai, anak-anak tidak memiliki cukup cinta dan perhatian dari orangtua mereka, masalah dengan pernikahan, gangguan bermain, baik untuk masalah emosional orang tua, pertemuan orang asing, persaingan dengan saudara atau saudari, memiliki masalah dengan bicara, dan penyakit atau sakit. Penyebab umum lainnya termasuk karena rasa lapar atau lelah. (http://www.psikologizone. com/pengertian-sebab-dan-cara-mengatasi-temper-tantrum/065113939).

Setiap anak melewati tahap perkembangannya secara berbeda-beda. Kadangkala orangtua dan lingkungan tidak mengakomodasi kebutuhan psikologis anak secara tepat, sehingga amarah muncul sebagai reaksi ketidakpuasan yang berkepanjangan terhadap lingkungan. Temper tantrum yang biasa dijumpai pada anak balita dan balita berwujud amukan, jeritan, tangisan. Jika ini terjadi pada anak yang sudah pandai berbicara wujudnya dapat berupa kata-kata kasar, bahkan serangan fisik.

Temper tantrum yang terbentuk secara kondisional, misalnya karena si anak sering dipaksa makan pada saat ia sedang asyik bermain. Kemarahan yang awalnya timbul karena anak dihentikan dari aktivitas bermain, beralih pada situasi makan. Atau pada saat si kecil butuh kesempatan untuk membuktikan dirinya sudah mampu memanjat, orangtua justru menghambat gerak dan melarangnya. Selanjutnya, anak akan mengamuk jika merasa tidak atau kurang digubris.

Universitas Sumatera Utara

Demi mencegah kebiasaan ini, dibutuhkan pemahaman orang tua akan kebutuhan psikologis si kecil pada setiap tahap perkembangannya. Sejalan dengan itu orang tua tentu mesti membuat batasan yang dianggap perlu untuk melindungi anak dari hal-hal yang tidak diinginkan. Frekuensi amukan dapat dikurangi dengan menghindari pembatasan yang berlebihan terhadap kebebasan anak, tuntutan yang berlebihan, atau pemberian tugas diluar kemampuannya. Kurangi sikap sewenang-wenang, sebaiknya tidak menerapkan pendidikan yang kaku dirumah (Mulyanti, 2013:84-85).

Baik anak normal atau anak autis dapat mengalami temper tantrum. Temper tantrum ini biasanya dialami oleh anak-anak. Anak autis dapat menjadi tantrum atau merasa panik secara tiba-tiba. Bila ada objek-objek yang dikenal dan digeser dari tempatnya, walaupun sedikit, anak autistik dapat menjadi tantrum atau menangis terus-menerus sampai objek tersebut dikembalikan pada tempatnya (Nevid, 2005: 146). Suatu ciri yang umum pada autistik yaitu kegigihannya terhadap hal yang sama terus (‘insistence of sameness’/‘perserverative’ behavior). Banyak anak yang menjadi sangat berlebihan terhadap suatu rutinitas, yang jika berubah sedikit saja akan menyebabkan mereka bingung/terganggu atau mengamuk. Beberapa contoh, misalnya makan dan atau minum tertentu yang sama terus, memakai pakaian tertentu, ingin melalui jalan yang sama terus. Salah satu penyebabnya adalah ketidakmampuan mereka untuk memahami atau mengatasi situasi yang baru (http://www.kompasiana.com/lizarudy/tanda-dan- gejala-autisme-ayo-bangkit-kalahkan-austisme_55122a56a33311f456ba7ffa).

Tantrum dapat terjadi pada saat anak tidak mendapatkan apa yang ia inginkan. Pada anak dengan spektrum autis, tantrum menjadi lebih sulit untuk diredakan karena mayoritas anak dengan spektrum autis mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Mereka sulit mengungkapkan apa yang mereka rasakan, apa yang mereka inginkan, kepada orang-orang yang ada di sekitarnya. Karena kesulitan tersebut, orang tua atau orang dewasa yang berhadapan dengan anak dengan spektrum autis yang sedang tantrum juga kesulitan untuk meredakan tantrum karena mereka belum mengetahui dengan pasti apa penyebab atau pemicu tantrum tersebut. Berdasarkan pengalaman menangani anak dengan spektrum

Universitas Sumatera Utara

autis, hal-hal yang dapat dilakukan saat menghadapi anak dengan spektrum autis yang sedang tantrum diantaranya sebagai berikut:

1. Pada saat anak dengan spektrum autis tantrum, ciptakan ‘safety area’. Pastikan tidak ada anak kecil lain di dekat anak, tidak ada benda tajam ataupun tumpul yang dapat digunakan anak untuk membahayakan orang lain maupun dirinya sendiri.

2. Observasi anak dari jarak aman. Biarkan anak sendiri terlebih dahulu untuk memberikan waktu anak menenangkan dirinya sendiri. Hal ini berlaku jika anak sedang berada di rumah, jika sedang di keramaian atau di tempat umum, segera tarik anak ke area yang sepi dan pastikan anak tidak lepas dari Anda.

3. Netralkan emosi Anda. Ingatlah anak yang sedang Anda hadapi adalah anak dengan spektrum autis. Mereka diberikan keistimewaan untuk berkomunikasi dengan cara yang unik. Kesabaran merupakan kunci utama saat berhadapan dengan anak dengan spektrum autis. Dengan menetralkan emosi, kita juga dapat terhindar dari dampak negatif yang kemungkinan besar terjadi saat menangani anak dengan spektrum autis yang sedang tantrum, seperti jantung berdebar-debar, kepala pening dan sebagainya. Tariklah napas dalam-dalam, berdoa lalu dekatilah anak dengan sikap atau bahasa tubuh yang bersahabat.

4. Tatap mata anak meskipun anak mungkin tidak membalas tatapan mata Anda. Tanyakan keinginannya dalam bahasa yang sederhana, misalnya ‘kamu kenapa?’, ‘kamu mau apa?’ Setelah memberikan pertanyaan, tunggulah beberapa saat untuk menunggu respon anak. Untuk anak dengan spektrum autis yang memiliki kemampuan verbal, mereka mungkin akan mengungkapkan keinginannya dengan sepatah kata ataupun sepotong kalimat, seperti ‘mau makan’, ‘mau jalan-jalan’, ‘mau menggambar’ dan sebagainya. Untuk anak dengan spektrum autis yang belum memiliki kemampuan verbal, Anda dapat menyediakan simbol-simbol yang mewakili aktivitas tertentu, seperti piring untuk makan, gelas untuk

Universitas Sumatera Utara

minum dan sebagainya. Anak dibiasakan untuk menunjuk simbol tertentu untuk mengungkapkan keinginannya.

5. Untuk membentuk perilaku positif pada anak, sebaiknya Anda jangan langsung memenuhi keinginan anak. Untuk tahap perkenalan awal pada peraturan (rules), minimal anak menenangkan dirinya terlebih dahulu baru kemudian berikan apa yang ia inginkan.

6. Jika anak tantrum karena menolak untuk diberikan instruksi tertentu, misalnya belajar membaca atau menulis, ikuti langkah-langkah 1-5 di atas dan saat ditanyakan keinginannya anak misalnya mengungkapkan ia ingin menggambar, mintalah anak untuk menenangkan dirinya, selanjutnya bimbing ia melakukan instruksi yang kita berikan terlebih dahulu dan jelaskan setelah itu baru ia mendapatkan apa yang ia inginkan. Untuk pembentukan perilaku awal, durasi waktu pelaksanaan instruksi, misalnya membaca, sebaiknya tidak terlalu lama dan selanjutnya dapat ditingkatkan seiring dengan berjalannya waktu dengan mengamati perkembangan anak. Pastikan juga sebelum kegiatan atau pemberian instruksi dimulai, kebutuhan dasar anak sudah terpenuhi (makan, minum, kondisi tidak sedang lelah dan sebagainya).

7. Adakalanya kontak fisik dibutuhkan untuk menenangkan anak dengan spektrum autis yang sedang tantrum. Ini terjadi saat anak tantrum dalam keadaan yang sangat hebat sehingga Anda kesulitan mengendalikan mereka dan khawatir anak akan membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. Teknik yang biasanya digunakan adalah teknik sandwich, dengan cara menggulung anak menggunakan kasur lipat atau matras. Pastikan keselamatan anak tetap diperhatikan selama teknik dilakukan; posisi kedua tangan di sisi tubuh, kaki tidak tertekuk dan area kepala sampai mulut tidak tertutup kasur lipat atau matras agar anak tidak mengalami kesulitan untuk bernapas.

Penanganan tantrum pada anak dengan spektrum autis perlu dilakukan sedini mungkin karena akan menyangkut manajemen perilaku anak di masa mendatang. Lebih mudah menangani anak dengan spektrum autis pada masa kecil

Universitas Sumatera Utara

dibandingkan di masa dewasa karena ukuran tubuh, tenaga dan juga sikap yang tidak terbiasa dikendalikan yang terbawa sampai anak dewasa akan lebih besar dan membutuhkan usaha yang lebih dari orangtua atau orang dewasa yang berinteraksi dengan anak (http://terapianak.com/kiat-menangani-anak-dengan- spektrum-autis-saat-tantrum/).

Dokumen terkait