• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DAKWAH AJENGAN SOFWAN ABDUL GHANI PADA PONDOK PESANTREN BAITUL ABDUL GHANI PADA PONDOK PESANTREN BAITUL

TEMUAN DAN ANALISIS

Dalam bab ini penulis membahas dan mengklasifikasikan dakwah yang dilakukan Ajengan Sofwan Abdul Ghoni ke dalam tiga bentuk diantaranya dakwah dalam bentuk tabligh, Aktivitas pengembangan masyarakat, dan Aktivitas menejemen dakwah. Selain itu juga membahas bagaimana pendekatan-pendekatan yang digunakan ajengan Sofwan Abdul Ghoni dalam proses dakwahnya.

A. Aktivitas Tabligh (dakwah bil al-lisan) 1. Mengajar di Pesantren

Sebagaimana dijelaskan di bab iii, ponpes Baitul Burhan membagi santrinya menjadi tiga kelas atau tiga tingkatan. Pengklasifikasian ini berdasarkan tingkat kemampuan santri dalam menguasai pelajaran. Dalam hal ini ajengan Sofwan Abdul Ghoni lebih banyak mengajar di kelas Alfiyah. Adapun kelas yang lain dipegang oleh murid beliau yang sudah terpercaya. Model pengajaran yang banyak digunakan adalah bandungan. Namun terkadang model sorogan pun digunakan, terutama saat setoran, dimana santri membacakan hasil hafalan Alfiyah di depan ajengan Sofwan Abdul Ghoni. Seminggu sekali diadakan pengajian umum yang diikuti oleh santri semua tingkatan. Dalam pengajian ini biasanya ajengan Sofwan Abdul Ghoni membahas kitab Irsyadul Ibad, yang isinya tentang hikmah-hikmah kehidupan, petunjuk, dan nasihat. Disela-sela pembahasan, terkadang beliau memberikan nasihat-nasihat pada para santri.

Kegiatan ini merupakan serangkaian proses dakwah dalam bentuk Aktivitas tabligh yang dilakukan oleh Ajengan Sofwan Abdul Ghoni. Dalam kegiatan itu terjadi proses pemindahan nilai-nilai keislaman (transfer of value), ilmu, dan akhlak dari ajengan Sofwan Abdul Ghoni pada santrinya. Hal ini menunjukan bahwa beliau menggunakan pendekatan pendidikan dalam dakwahnya. karena sejatinya pendidikan merupakan proses transfer of knowledge, transfer of value dan transfer of culture and transfer of religious.1

2. Pengajian Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu di Pesantren

Pengajian ini diadakan seminggu sekali, yaitu malam jum’at untuk bapak-bapak dan hari selasa pagi pengajian ibu-ibu. Jumlah jamaahnya lumayan banyak, jamaah bapak-bapak 150an orang dan ibu-ibu sekitar 200an orang. Umumnya adalah masyarakat sekitar pesantren, tatapi banyak juga dari mereka yang sengaja datang dari luar Karawang, misalnya dari Jakarta, Bekasi, Purwakarta, dan Subang.

Mengenai materi pengajian, Ajengan Sofwan Abdul Ghoni membedakan keduanya. Jika pengajian bapak-bapak materinya berbasis kitab. Jadi bahasannya mengikuti susunan materi pada kitab yang dikaji. Adapun jenis kitab yang dikaji biasanya kitab tafsir, hadits, fiqih, tauhid, dan tasawuf. Selain menjadi pendengar (mustami) jamaah pun diberi kesempatan untuk bertanya. Sementara pengajian ibu-ibu materinya berbasis tematik., modelnya ceramah biasa.

1

Yati Hardiyanti, Arti, Hakekat, dan Dasar Pendidikan, artikel diakses pada 10 september 2014 dari http://haedarakib.files.wordpress.com/2012/01/arti-hakekat-dan-dasar-pendidikan.pdf

Perbedaan model pengajian dan cara penyampaiannya menunjukan kematangan Ajengan Sofwan Abdul Ghoni sebagai seorang da’i sekaligus mubaligh. Beliau memperhatikan betul kondisi jamaah (mad’u) yang dihadapinya, yang berbeda secara ruang maupun waktu. Sehingga proses internalisasi nilai-nilai keislaman yang disampaikan bisa maksimal.

3. Mengisi Pengajian Rutin di Luar Pesantren

Pada dasrnya pengajian ini sama dengan pengajian bapak-bapak dan ibu-ibu di dalam pesantren. Perbedaannya hanya pada tempat dan waktu saja. Jika sebelumnya dilakukan di lingkungan pesantren, maka pengajian ini dilakukan di masjid atau majlis ta’lim di luar pesantren. Jadwalnya sebulan sekali. Jika kebetulan Ajengan Sofwan Abdul Ghoni berhalangan, entah karena sakit atau ada keperluan lain, maka beliau menugaskan salah satu dewan pengajar untuk menggantikannya. Tidak ada tarif yang harus dibayar oleh jamah, semua dilakukan secara sukarela. Bahkan terkadang beliau menolak jika ada yang memberinya bayaran.

4. Ceramah Keagamaan

Biasanya dilakukan saat ada undangan dari masyarakat pada moment perayaan hari besar Islam seperti peringatan Maulid nabi Muhammad SAW, Isro Mi’roj, dan Nuzulul Qur’an atau undangan untuk mengisi ceramah pada acara keluarga seperti resepsi pernikahan, sunatan, halal bil halal, dan sebagainya. Tidak hanya di dalam kota, sering juga ada undangan dari luar kota. Dalam kegiatan ceramah seperti ini beliau

tidak pernah membicarakan soal bayaran apalagi menentukan tarif. Kegiatan ceramah seperti ini tidak menjadi prioritas Ajengan Sofwan Abdul Ghoni. Mungkin berbeda dengan kebanyakan da’i pada umumnya. Setiap mubaligh biasanya punya karakter sendiri dalam membawakan ceramah. Ajengan Sofwan Abdul Ghoni termasuk mubaligh dengan karakter lembut dan santun. Beliau termasuk orang yang serius tapi santai. Sehingga dalam membawakan ceramah tidak banyak guyonan-guyonan yang disampaikan, tapi tidak menjenuhkan.2

Secara umum keempat aktiifitas dakwah dalam bentuk tabligh ini (dakwah bil al-lisan) yang dilakukan Ajengan Sofwan Abdul Ghoni mengandung tiga kegiatan pokok. Pertama, kegiatan mengenalkan ajaran-ajaran keislaman (sosialisasi). Kedua, kegiatan menanamkan nilai-nilai keislaman ke dalam diri setiap individu (internalisasi). Ketiga, kegiatan mengekspresikan nilai-nilai keislaman yang sudah tertanam dalam diri sehingga bermanfaat untuk orang lain (eksternalisasi).

B. Aktivitas Pengembangan Masyarakat

1. Usaha Produksi Susu Sari Kedelai Murni

Kegiatan usaha pembuatan Susu sari kedelai murni pondok pesantren Baitul-Burhan sudah berjalan selama tujuh tahun. Dimulai sejak tahun 2007 hingga sekarang. Awalnya Ajengan Sofwan Abdul Ghoni mengutus ustadz Muhammad Zakaria untuk mengikuti pelatihan pembuatan Susu Sari Kedelai Murni yang diselenggarakan oleh dinas sosial kabupaten Karawang. Setelah menguasaicara-caranya akhirnya

2

pesantren mulai memproduksi. Awalnya hanya untuk kebutuhan internal pesantren. Tetapi karena banyaknya permintaan masyarakat, akhirnya produksinya ditingkatkan.

Kegiatan produksi dilakukan oleh 10 orang karyawan, mereka adalah santri ponpes Baitul Burhan. Sedangkan untuk pemasaran melibatkan masyarakat sekitar, para alumni, dan jamaah yang tersebar di beberapa kecamatan diantaranya kecamatan Tempuran, Telagasari, Rawamerta, Wadas, Cilebar, dan Cilamaya. Kegiatan ini tidak melibatkan santri, karena akan menggagu Aktivitasnya di pesantren.

Kini usaha pembuatan Susu Sari Kedelai Murni sudah menjadi salah satu badan usaha pesantren yang paten. Karena dianggap cukup potensial, akhirnya dibentuklah divisi khusus untuk mengelola kegiatan usaha ini. Mereka bertanggung jawab dalam proses produksi dan management pemasarannya. Saat ini yang menjadi koordinator adalah ustad Muhamad Zakaria.

Kehadiran susu sari kedelai murni tidak hanya memberi manfaat secara finansial, tetapi juga dalam menjaga kesehatan santri. Selain itu kehadirannya pun mampu menyerap tenaga kerja meskipun jumlahnya masih sedikit. Selain santri, kegiatan usaha inipun melibatkan masyarakat sekitar. Baik sebagai tenaga produksi maupun marketing. Mereka yang bekerja diwajibkan mengikuti pengajian di pesantren, meskipun hanya seminggu sekali.

Asumsinya jika usaha ini terus berkembang dan menjadi besar, kebutuhan akan tenaga kerja pun pasti semakin banyak. Selain itu mereka

yang bekerja juga mendapatkan bimbingan dan pecerahan pengetahuan keagamaan di pesantren. Jika proses ini terus berlangsung, maka lambat laun akan tercipta sebuah masyarakat yang kuat secara akidah, mandiri secara ekonomi, dan berakhlakul karimah (Khairu Ummah) sebagaimana yang dicita-citakan dalam perjuangan dakwah Islamiyah.

Keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usaha ini sebagian untuk kebutuhan pengembangan pesantren, untuk mensubsidi santri yatim, dan santri kurang mampu. Inilah salah satu wujud dicita-citakan Ajengan Sofwan Abdul Ghoni yaitu menciptakan pesantren yang madiri. Sehingga semua kebutuhan pesantren tercukupi tanpa harus mendapatka sumbangan dari luar.

2. Pertanian

Kegiatan bertani merupakan kegiatan yang sudah dilakukan sejak awal-awal berdirinya ponpes Baitul Burhan. Luas lahan garapannya hanya satu hektar. Sebetulnya sawah ini awalnya milik mertua Ajengan Sofwan Abdul Ghoni yaitu H. Dasman. Kemudian diserahkan pengelolaannya untuk kebutuhan pesantren.

Proses penggarapannya dilakukan sepenuhnya oleh santri secara swadaya. Tidak semua santri ikut menggarap, hanya beberapa dari mereka yang sudah dewasa saja. Meskipun secara keseluruhan prosesnya dilakukan oleh santri mulai dari menebar benih (nyebar), mencabut benih-benih yang sudah tumbuh besar (cabut), menanam benih yang sudah besar berdsarkan pola yang sudah dibuat di atas lahan sawah (tandur), membersihkan tanaman padi dari tumbuhan-tumbuhan liar

(ngarambet), memberi pupuk, dan setersusnya sampai siap dipanen. Tetapi saat panen masyarakatpun boleh ikut memanen. Tentunya dengan sistem bagi hasil.

Dalam sekali panen biasanya menghasilkan padi sebanyak tujuh ton. Hasil panen kemudian digunakan untuk kebutuhan pesantren. Keberadaan sawah sangat membantu pesantren. Selai itu juga sangat membantu santri-santri yang kurang mampu, karena bisa mendapatkan tambahan uang untuk kebutuhan sehari-hari. Sekaligus mereka juga bisa belajar bertani.

3. Poskestren

Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren) merupakan salah satu wujud Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) di lingkungan pondok pesantren, dengan prinsip dari dan oleh warga pondok pesantren, yang mengutamakan pelayanan promotif (peningkatan) dan preventif (pencegahan) tanpa mengabaikan aspek kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan), dengan binaan Puskesmas setempat.3

Pos Kesehatan Pesantren Baitul Burhan berdiri pada tahun 2004. Awalnya merupakan bantuan dari pemerintah provinsi Jawa Barat, berupa bangunan, obat-obatan, dan beberapa peralatan medis. Dalam pelaksanaanya sepenuhnya ditanggung dan dikelola oleh ponpes Baitul Burhan dengan didampingi puskesmas setempat. Termasuk penyediaan obat-obatan, tenaga medis, dan kebutuhan lainnya. Dana untuk

3

Draf Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1 tahun 2013 tentang pedoman penyelenggaraan dan pembinaan Pos Kesehatan Pesantren, diakses pada 13 Agustus 2014 dari http://www.djpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2013/bn163-2013lamp.pdf

mendukung kebutuhan operasional tersebut diperoleh dari dana kesehatan yang dibayar oleh santri sebesar Rp. 5000 setiap bulan.

Keberadaan Poskestren sangat dirasakan manfaatnya tidak hanya oleh warga pesantren, tetapi juga masyarakat sekitar. Disamping jaraknya yang dekat, mereka juga tidak dipungut biaya saat berobat. Karena semua biaya ditanggung oleh pesantren. Hal inilah yang kemudian menjadi perhatian masyarakat, sehingga mereka respek terhadap pesantren. 4

Kegiatan usaha produksi susu kedelai, kegiatan pertanian, atau penyelenggaraan poskestren merupakan proses transformasi nilai keislaman menjadi realitas dalam bentuk kegiatan-kegiatan berbasis masyarakat dan kelembagaan. Sehingga Islam tidak lagi sebatas pengetahuan tetapi melebur menjadi ideologi dalam setiap aspek kehidupan. Dengan cara ini maka kesejahteraan masyarakat terpenuhi dan sikap serta prilaku masyarakat menjadi Islami. Inilah yang disebut dengan umat yang baik (khairu ummah). Disinilah kepiawaian ajengan Sofwan Abdul Ghoni dalam memanfaatkan struktur sosial dan budaya masyarakat untuk tujuan dakwah. Misalnya saja penyelengaraan poskestren, semua sepakat bahwa kesehatan itu penting dan kebutuhan masyarakat akan kesehatan niscaya adanya. Sehingga dengan kehadiran poskestren yang menyediakan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat sekitar, meciptakan hubungan yang baik antara masyarakat dan pesantren. Hasilnya proses dakwah Islamiyah sebagai misi utama ajengan Sofwan Abdul ghoni bisa berjalan lancer.

4

C. Aktivitas Manajemen Dakwah (Menjadi Ketua MUI)

Pada tahun 2004 Ajengan Sofwan Abdul Ghoni diberi kepercayaan menjadi ketua MUI kecamatan Tempuran. Pengangkatan beliau merupakan hasil kesepakatan para ulama setempat. Beliau sudah menjabat selama tiga periode kepengurusan dan akan berakhir tahun 2016. Selain menjabat sebagai ketua MUI kecamatan Tempuran, beliaupun menjadi anggota dewan fatwa MUI kabupaten Karawang. Berkat kepemimpinannya, MUI kecamatan Tempuran terasa lebih hidup dibandingkan dengan yang lain. Sehingga tak heran jika MUI Tempuran selalu dijadikan rujukan. Baik karena program kerjanya yang inovatif maupun fasilitas infrastrukturnya yang lengkap. Selama mejabat banyak program dan kebijakan yang dilakukan diantaranya: 1. Pembentukan Forum Dakwah

Kegiatan ini melibatkan juru-juru dakwah seperti para mubaligh, guru nagaji, dan tokoh agama. Mereka dikumpulkan dalam satu forum untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan dakwah khususnya dakwah dalam pengertian tabligh. Tujuannya agar ada kesepahaman dan keseragaman dalam berdakwah termasuk di dalamnya pendalaman materi dakwah. Sehingga kegiatan dakwah betul-betul dilakukan dengan cara yang baik dan dilakukan oleh orang-orang yang kompeten.

Pelaksanaanya dilakukan dua kali dalam setahun, waktunya tidak ditentukan namun salah satunya dilakukan menjelang bulan Ramadhan. Peserta yang terlibat biasanya sekitar 40 orang dan Semua keperluan acara ini difasilitasi oleh MUI.

2. Bahtslul Masail

Bahtslul Masail adalah kegiatan membahas persoalan-persoalan yang berhubungan dengan keagamaan yang muncul di tengah masyarakat atau yang ramai diperbincangkan. Kegiatan ini diikuti oleh para ulama dan para pimpinan pesantren di kecamatan Tempuran. Selain tempat untuk berdiskusi, berdebat, dan musyawarah, kegiatan ini juga dilakukan sebagai ajang silaturahmi diantara tokoh agama. Biasanya dilakukan dua bulan sekali, tetapi jika ada persoalan yang muncul, saat itu juga kegiatan ini dilakukan.

3. Program Pelatihan dan Pemberdayaan Remaja Mesjid (P3RM).

Di kecamatan Tempuran ada sekitar 15 kelompok remaja mesjid. Ajengan Sofwan Abdul Ghoni melihat bahwa mereka adalah sebuah potensi besar dalam dakwah islamiyah. Karena mereka bisa masuk ke dalam segmen terpenting dalam kehidupan masyarakat, yaitu pemuda dan remaja. Karenanya perlu ada pelatihan khusus bagi mereka. Maka Ajengan Sofwan Abdul Ghoni melalui MUI kecamatan Tempuran membuat program P3RM.

Kegiatan ini diadakan setiap bulan Muharam dan berlangsung selama 3 hari. Isi kegiatannya berupa pengajian, diskusi, dan penampilan kreatifitas dari masih-masing kelompok. Banyak kalangan yang mendukung dan mengapresiasi kegiatan ini, mulai dari pemerintahan baik tingkat desa maupun kecamatan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan masyarakat tempuran pada umumnya.5

5

A. Kesimpulan

1. Dakwah Ajengan Sofwan Abdul Ghoni diklasifikasikan menjadi tiga bentuk, pertama aktivitas tabligh. Jenis kegiatannya mengajar di pesantren, mengisi pengajian bapak-bapak dan ibu-ibu di dalam dan di luar pesantren, dan ceramah keagamaan. Kedua aktivitas pengembangan masyarakat. Kegiatanya berupa usaha produksi susu sari kedelai murni, penyelenggaraan Poskestren, dan pertanian. Ketiga aktivitas manajemen dakwah yaitu dengan menjadi ketua MUI kecamatan Tempuran.

2. Dakwah Ajengan Sofwan Abdul Ghoni secara umum menggunakan 2 pendekatan dakwah, yaitu pendekatan kultural dan pendekatan struktural. Pendekatan kultural digunakan pada kegiatan yang bersifat seremonial seperti perayaan maulid nabi, muharoman, nuzulul qur’an, dan saat ceramah. Adapun pendekatan struktural lebih banyak digunakan dalam kegiatan pengembangan masyarakat dan manajemen dakwah. hal itu dilakukan Karena mad’u sebagai central of dakwah yang kita hadapi memiliki banyak keberagaman dalam hal budaya, tingkat pendidikan, status sosial, ekonomi, usia, dan jenis kelamin.

3. Kehadiran pondok pesantren Baitul Burhan memiliki peran penting dalam kegiatan dakwah Ajengan Sofwan Abdul Ghoni. Menjadi tempat kegiatan belajar santri, kegiatan pengajian untuk masyarakat umum, kegiatan usaha, kegiatan pelayanan kesehatan, dan kegiatan-kegiatan dakwah lainnya. Selain itu ponpes Baitul Burhan mampu menyatukan

tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, dan pemerintah untuk sama-sama berjuang mendukung kegiatan dakwah.

B. Saran

1. Penelitian ini membahas aktifitas-aktifitas dakwah yang dilakukan Ajengan Sofwan Abdul Ghoni secara umum, sehingga hasilnya tidak begitu mendalam. Kedepan bagi peneliti yang berminat membahas hal yang sama, mungkin akan lebih menarik jika penelitiannya lebih difokuskan pada jenis aktifitas dakwah tertentu. Misalnya aktifitas dakwah bil al-hal nya saja. Karena mungkin hasilnya akan lebih fokus dan mendalam. Selain itu penulis juga tidak menggunakan perspektif keilmuan lain yang mungkin berkaitan, sehingga tidak ada perbandingan.

2. Sejauh pengamatan penulis ponpes Baitul Burhan sudah melakukan peran dan fungsinya dengan sangat baik. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan misalnya saja persoalan dokumentasi pesantren yang sangat minim. Perlu ada upaya pembuatan dan pengelolaan dokumentasi secara lengkap agar tidak terlupakan sejarah di masa-masa yang akan datang.

61

Dokumen terkait