• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5. Temuan dan Interpretasi

Berikut ini akan dilakukan analisa terhadap hasil penelitian berupa hasil pengujian hipotesis dan pengujian kesesuaian model

4.5.1. Hipotesis

Hipotesis yang diusulkan dianalisa berdasarkan persamaan model struktural. Dari empat hipotesis terbentuk dua persamaan model struktural yang dapat dilihat pada persamaan dalam gambar 20.

a. Hipotesis 2

Dengan nilai t yang besarnya -0,72 di bawah batas kritis maka pengaruh yang diberikan EXP terhadap HEDG terbukti negatif dan tidak signifikan. Nilai koefisien variabel laten EXP sebesar -0,20 yang berarti variabel laten EXP memperikan pengaruh sebesar 20 persen terhadap kebijakan hedging perusahaan (HEDG)

Dari analisa terhadap persamaan yang dihasilkan LISREL 8.71, ditemukan bahwa persamaan tersebut signifikan secara statistik dan disimpulkan

bahwa H1 diterima. Hal ini berarti kebijakan hedging perusahaan dipengaruhi sebesar 20 persen oleh tingkat eksposur ekonomi diantaranya tingkat internasionalisasi perusahaan. Semakin besar tingkat ekspor perusahaan hal ini juga akan mendorong besarnya kebijakan hedging perusahaan.

b. Hipotesis 3

Pada hasil persamaan di atas, terlihat bahwa nilai t variabel FD berada di atas nilai batas kritis yaitu -2,84 sehingga variabel FD terbukti berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap HEDG. Koefisien yang dimiliki sebesar -1,12 yang berarti tekanan finansial yang dihadapi perusahaan memberikan pengaruh negatif terhadap kebijakan hedging perusahaan (HEDG). Karena signifikan secara statistik maka H3 terbukti dan diterima.

Hasil dari H3 membuktikan bahwa kebijakan hedging perusahaan dipengaruhi secara negatif oleh financial distress atau tekanan finansial yang dialami perusahaan. Dengan adanya finansial distress seperti kesulitan membayar hutang, tingkat kebangkrutan dan likuiditas perusahaan yang tinggi akan membuat perusahaan mengurangi tingkat hedging-nya.

c. Hipotesis 4

Hasil persamaan struktural yaitu pengaruh UC terhadap HEDG menunjukkan bahwa variabel UC memiliki pengaruh yang positif dan tidak signifikan secara statistik terhadap HEDG yang ditunjukkan dengan nilai t sebesar 0,043. Koefisien yang dimiliki UC sebesar 0,012 yang berarti variabel laten UC memberikan pengaruh sebesar 1,2 persen terhadap HEDG

Jadi hipotesis H4 terbukti dan diterima. Hal ini berarti kurangnya investasi pada proyek yang berisiko rendah semakin menekan tingkat hedging

perusahaan sebesar 1,2 persen. Karena pemegang saham menolak melakukan investasi pada proyek yang menguntungkan namun berisiko kecil dan tidak terjadi pemindahan nilai dari pemegang saham kepada kreditur. Sehingga perusahaan akan mengurangi biaya hedgingnya.

d. Hipotesis 5

Dari persamaan struktural kedua terlihat bahwa variabel laten HEDG memiliki pengaruh yang signifikan terhadap VALUE karena memiliki nilai t

sebesar 5,85. Koefisien yang dimiliki HEDG sebesar 0,94 bararti bahwa variabel laten HEDG memberikan pengaruh positif terhadap VALUE.

Jadi Hipotesis 5 terbukti dan diterima. Hal ini berarti kebijakan hedging

perusahaan menggunakan instrumen derivatif memberikan pengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Jika perusahaan melakukan hedging dengan instrumen derivatif maka pasar akan memberikan nilai lebih terhadap perusahaan. Nilai perusahaan tersebut direfleksikan dalam nilai kapitalisasi pasar, besarnya nilai Q- Tobin dan Return on Equity perusahaan. Dengan kata lain penggunaan instrumen derivatif untuk hedging semakin meningkatkan kepercayaan investor terhadap perusahaan.

4.5.2. Kaitan Temuan dengan Teori

Hasil penelitian untuk hipotesis 1 yang menghasilkan secara keseluruhan dari perusahaan-perusahaan sampel terdapat sekitar 30,11 persen atau 56 perusahaan yang secara signifikan terkena economic exposure. Perusahaan sampel secara signifikan terkespos oleh fluktuasi kurs Rupiah terhadap USD dengan tingkat yang berbeda-beda. Tanda negatif pada besaran economic exposure

mengindikasikan bahwa terdepresiasinya kurs Rupiah terhadap USD memberi dampak negatif bagi perusahaan, dan sebaliknya economic exposure yang positif mengindikasikan terdepresiasinya kurs Rupiah memberikan dampak positif bagi perusahaan.

Berdasarkan pengujian diperoleh rata-rata tingkat economic exposure

secara keseluruhan yang dihadapi perusahaan sebesar -0,090. Hal ini, secara rata- rata dapat dikatakan bahwa depresiasi Rupiah terhadap USD memberi dampak negatif bagi perusahaan. Economic esposure terjadi pada perusahaan yang melakukan ekspor maupun tidak. Perusahaan yang melakukan ekspor terkena

economic eksposure dikarenakan aliran kas masuk yang berasal dari aktifitas ekspornya akan mengalami peningkatan jika Rupiah mengalami depresiasi terhadap USD. Sebaliknya, akan berkurang jika Rupiah mengalami apresiasi USD. Selain itu tereksposnya perusahaan ekspor juga dikarenakan perusahaan menggunakan hutang luar negeri. Arus kas keluar perusahaan akan semakin besar

jika Rupiah mengalami depresiasi, dan sebaliknya akan semakin kecil jika Rupiah mengalami apresiasi.

Perusahaan yang tidak melakukan ekspor, atau dapat dikatakan merupakan perusahaan domestik murni juga terkena dampak eksposur. Hung dalam Madura (2006) menyatakan bahwa perusahaan domestik murni akan terpengaruh fluktuasi kurs mata uang. Kurs akan mempengaruhi daya saing dari produk-produk import, serta permintaan terhadap ekspor dari perusahaan lokal. Selain itu, menurut Bukit (2001) dengan terdepresiasinya kurs Rupiah terhadap USD akan mendorong inflasi. Dengan kenaikan angka inflasi tersebut maka biaya pembelian bahan baku untuk kegiatan operasi perusahaan semakin naik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perusahaan domsetik murni secara tidak langsung terkena economic exposure. Dari uraian di atas diperoleh hasil bahwa dengan semakin melemahnya kurs Rupiah terhadap USD maka daftar perusahaan- perusahaan yang terekspos oleh fluktuasi kurs semakin meningkat. Hal ini dimungkinkan bahwa perusahaan-perusahaan maupun para investor belum sepenuhnya mampu mengatasi fluktuasi kurs Rupiah terhadap US Dollar.

Secara keseluruhan dengan melihat tingkat proporsi economic exposure

negatif yang terus menerus mengalami penurunan dari tahun 2007 sampai 2010 namun meningkat di tahun 2011, maka perusahaan cenderung mengalami kerugian jika Rupiah terdepresiasi oleh USD. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin besar fluktuasi kurs Rupiah terhadap USD, makaperusahaan akan semakin tinggi untuk terkena economic exposure. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2005) dan He (1998).

Hasil penelitian untuk Hipotesis 2 menghasilkan koefisien konstruk sebesar -0,20 yang berarti kebijakan hedging perusahaan dengan menggunakan instrumen derivatif dipengaruhi sebesar 20 persen oleh economic exposure yang dialami oleh perusahaan. Pengaruh economic exposure terhadap kebijakan hedging perusahaan adalah tidak signifikan karena memiliki nilai t yang tidak cukup besar yaitu -0,72. Hasil hipotesis ini menyatakan bahwa penelitian ini mendukung adanya pengaruh negatif namun tidak signifikan antara economic exposure perusahaan terhadap kebijakan hedging perusahaan menggunakan

instrumen derivatif valuta asing. Hal ini sejalan dengan hasil dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu Allayannis dan Ofek (2001), Mardsen dan Prevost (2005) dan Rogers (2002).

Penelitian ini juga membuktikan bahwa variabel indikator yang merefleksikan economic exposure adalah tingkat ekspor perusahaan. Hasil hipotesis kedua membuktikan bahwa kebijakan hedging dipengaruhi oleh

economic exposure yang direfleksikan oleh internasionalisasi perusahaan dilihat dari besarnya rasio ekspor perusahaan. Rasio ekspor ini mempengaruhi tingkat sensitifitas perusahaan terhadap fluktuasi kurs seperti yang dijelaskan dalam hipotesis pertama.

Selanjutnya, sehubungan dengan hipotesis ketiga (H3), koefisien konstruk yang dihasilkan adalah -1,12 yang berarti bahwa kebijakan hedging perusahaan dipengaruhi oleh financial distress. Pengaruh yang sebesar 112 persen ini terbukti signifikan karena nilai t sebesar 2,84 berada di atas batas kritis 1,96. Hipotesis 3 membuktikan adanya pengaruh yang signifikan antara financial distress dengan kebijakan hedging perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Allayannis dan Ofek (2001), Graham dan Rogers (2002) serta Bartram et al.(2004) juga membuktikan bahwa financial distress mempengaruhi kebijakan

hedging yang dilakukan perusahaan. Adanya tekanan finansial karena hutang dan potensi kebangkrutan menjadikan perusahaan akan mengurangi biaya hedgingnya.

Total liability atau hutang merupakan variabel indikator yang paling merefleksikan financial distress perusahaan diikuti oleh ROA dan DER. Dari hipotesis ini dapat disimpulkan bahwa kebijakan hedging perusahaan akan berkurang jika perusahaan mengalami financial distress.

Untuk hipotesis keempat (H4), penelitian ini membuktikan adanya pengaruh yang signifikan antara underinvestment cost dengan kebijakan hedging

yang ditunjukkan oleh nilai t dan koefisien konstruk UC yaitu sebesar 0,012 dan 0,043. Market value memainkan peranan penting dalam merefleksikan

underinvestment cost, diikuti Price Earning ratio.

Dari persamaan struktural terlihat bahwa faktor yang paling mempengaruhi kebijakan hedging perusahaan adalah underinvestment cost, yaitu

kondisi dimana pemegang saham menolak melakukan investasi pada proyek yang menguntungkan tetapi berisiko rendah, sehingga tidak terjadi perpindahan nilai dari pemegang saham kepada kreditor. Dengan hutang berisiko, pemegang saham akan kehilangan nilai jika melakukan investasi berisiko rendah, walaupun investasi itu memiliki NPV positif. Hasil pembuktian Hipotesis 4 sejalan dengan hasil yang diperoleh Tufano (1996), Haushalter (2000) dan Nguyen dan Faff (2003) dimana underinvestment cost mempengaruhi kebijakan hedging

perusahaan.

Untuk Hipotesis kelima (H5), penelitian ini membuktikan adanya pengaruh kebijakan hedging dengan menggunakan isntrumen derivatif valuta asing terhadap nilai perusahaan yang ditunjukkan oleh nilai t yang tinggi sebesar 5,85 dan koefisien konstruk sebesar 0,94. Financial Distress (FD) merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya dalam HEDG diikuti oleh Economic Exposure (EXP) dan Underinvestment Cost (UC). Nilai Perusahaan direfleksikan oleh Market to Book Equity Ratio (MBR) yang mengindikasikan pendapat investor tentang prestasi perusahaan di masa lalu dan prospek untuk masa yang akan datang yang digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan perusahaan. Dari hipotesis ini dapat disimpulkan bahwa nilai perusahaan semakin meningkat jika perusahaan melakukan hedging dengan instrumen derivatif untuk melindungi risiko nilai tukarnya. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Tufano (1996), Graham dan Rogers (2002), Nguyen dan Faff (2003), Dionne dan Triki (2004) serta Bartram et al (2004) yang menyatakan bahwa penggunaan instrumen derivatif dalam rangka hedging akan meningkatkan nilai perusahaan.

Dokumen terkait