• Tidak ada hasil yang ditemukan

Corporate Hedging Policy Analysis and It’s Impact on Firm Value : An Empirical Study of Indonesian Stock Exchange

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Corporate Hedging Policy Analysis and It’s Impact on Firm Value : An Empirical Study of Indonesian Stock Exchange"

Copied!
254
0
0

Teks penuh

(1)

MUSHLIHATUN NUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

dan Pengaruhnya terhadap Nilai Perusahaan : Studi Empiris pada Bursa Efek Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2013

(4)

ABSTRACT

MUSHLIHATUN NUR. Corporate Hedging Policy Analysis and It’s Impact on Firm Value : An Empirical Study of Indonesian Stock Exchange. Supervised by ABDUL KOHAR IRWANTO and MUHAMMAD SYAMSUN.

The purpose of this study is to investigate the relationship between firm value, financial distress, underinvestment cost , economic exposure and corporate hedging with foreign currency derivatives (FCD) for 186 Indonesian companies listed on the Indonesian Stock Exchange (IDX) over the period 2007-2011. Using data from the annual reports, we find strong evidence linking the decison to hedge and the firm value for the overall sample. Data analysis methods using Structural Equation Modelling (SEM) with the program Linear Structural Relationship (LISREL). This research find that foreign currency hedging is positively correlated with the value of firm. The results suggest that while firm size and the exposure to exchange rate through foreign sales are two important factors determining the decision to hedge, the exposure to exchange rate through foreign sales is the sole factor affecting the extent of hedging. Due to positive economic exposure to the value of the company, the study recommends an increased in productivity export company to improve their performance. And also for the industrial sector that using the external financing in foreign currency should implement hedging policy.

(5)

oleh ABDUL KOHAR IRWANTO dan MUHAMMAD SYAMSUN.

Teori Manajemen Risiko memberikan beberapa penjelasan mengenai penggunaan derivatif sebagai sarana hedging oleh perusahaan-perusahaan untuk mengurangi fluktuasi arus kas, laba maupun nilai perusahaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara nilai perusahaan, fluktuasi nilai tukar dan kebijakan hedging perusahaan. Hubungan ini teramat penting karena hedging terhadap fluktuasi nilai tukar telah menjadi standar internasional bagi perusahaan yang beroperasi dengan valuta asing dan telah terbukti bahwa hedging telah berhasil mengurangi dan bahkan membatasi eksposur nilai tukar.

Data yang digunakan adalah data sekunder dan diperoleh melalui studi dokumentasi yang bersumber dari Bank Indonesia, Bursa Efek Indonesia, dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD) yang diterbitkan oleh Institute for Economics and Financial Research (ECFIN). Ukuran sampel yang diperoleh adalah 930 observasi yang berasal dari 186 perusahaan yang mencakup periode tahun 2007-2011, dimana masing-masing perusahaan memiliki jumlah observasi yang sama. Pada penelitian ini ada empat variabel laten bebas, yaitu variabel Kebijakan Hedging (HEDG), Economic Exposure (EXP), Financial Distress (FD), dan Underinvestment Cost (UC). Variabel Kebijakan Hedging (HEDG) juga merupakan variabel terikat dari variabel Economic Exposure (EXP), Financial Distress (FD), dan Underinvestment Cost (UC). Berdasarkan rancangan penelitian yang ada, maka penelitian ini menggunakan model analisis SEM (Structure Equation Modelling) dengan menggunakan program LISREL.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa instrumen derivatif valuta asing yang paling banyak digunakan adalah swap, dan kemudian diikuti oleh forwards dan option. Nilai perusahaan merupakan variabel endogeneus yang dipengaruhi oleh kebijakan hedging dan memiliki R2 sebesar 0,33. Sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel nilai perusahaan dijelaskan sebesar 33 persen oleh variabel kebijakan hedging dan economic exposure sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lainnya.Koefisien parameter untuk kebijakan hedging terhadap nilai perusahaan adalah sebesar 0,94 dan nilai t-statistik sebesar 5,85. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan hedging berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Nilai perusahaan akan cenderung tinggi pada perusahaan yang melakukan hedging secara optimal. Sehingga, untuk meningkatkan nilai perusahaan, perlu dilakukan upaya-upaya yang mengarahkan pada optimalisasi kebijakan hedging perusahaan.

Karena economic exposure berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, penelitian ini merekomendasikan peningkatan produktivitas ekspor perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya. Dan juga bagi sektor industri yang menggunakan pembiayaan dari luar perusahaan maka untuk membiayai investasinya jika menggunakan pinjaman dalam bentuk valuta asing sebaiknya melakukan hedging.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

MUSHLIHATUN NUR

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Manajemen

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

terhadap Nilai Perusahaan : Studi Empiris pada Bursa Efek Indonesia

Nama : Mushlihatun Nur

NIM : H251100151

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M.Sc Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Manajemen Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Agr

(10)
(11)

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini adalah Hedging dengan judul Analsis Kebijakan Lindung Nilai dan Pengaruhnya terhadap Nilai Perusahaan : Studi Empiris pada Bursa Efek Indonesia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M.Sc dan bapak Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc selaku komisi pembimbing, bapak Dr. Mukhamad Najib, S.TP, MM selaku penguji dari program studi Ilmu Manajemen dan bapak Ir. Tubagus Nur Ahmad Maulana, MSc,MBA,PhD selaku dosen penguji luar komisi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pihak Pusat Referensi Pasar Modal di Bursa Efek Indonesia yang telah membantu selama pengumpulan data dan referensi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, keluarga serta seluruh sahabat Manajemen angkatan 2010 atas segala doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2013

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banyumas pada tanggal 28 Desember 1986 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari ayah Bachroen dan ibu Parwinah. Penulis lulus pendidikan jenjang SD pada tahun 1998 di SD Negeri Sudagaran I Banyumas. Tahun 2001 lulus dalam jenjang pendidikan SLTP di SLTP Negeri I Banyumas dan tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri I Banyumas. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED), lulus tahun 2009. Semasa kuliah penulis aktif di Forum Studi Ekonomi Islam (FoSEI) Fakultas Ekonomi dan berkesempatan mengikuti Co-op programme yang diselenggarakan oleh PT. TELKOM Indonesia untuk bekerja di Telkom Kandatel Purwokerto.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

1. PENDAHULUAN ... ... 1

1.1. Latar Belakang ... ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... ... 5

1.4. Kegunaan Penelitian ... 6

1.5. Batasan Penelitian.... ... 6

2. TINJAUAN PUSTAKA ... ... 7

2.1. Pendekatan Teoritis ... ... 7

2.1.1. Pengertian Hedging ... 7

2.1.2.Sejarah dan Konsep Hedging ... 8

2.1.3.Manfaat dan Kegunaan Hedging ... 11

2.1.4. Perlu atau Tidaknya Melakukan Hedging ... 12

2.1.5.Motif Hedging ... 13

2.2. Foreign Economic Exposure ... 14

2.2.1.Indikator Economic Exposure ... 15

2.2.2.Indikator Financial Distress ... 17

2.2.3.Indikator Underinvestment Cost ... 18

2.3. Kebijakan Hedging dan Manajemen Risiko ... 20

2.3.1. Indikator Kebijakan Hedging ... 20

2.4. Manajemen Risiko dan Nilai Perusahaan ... 22

2.4.1.Indikator Nilai Perusahaan ... 24

2.5. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 26

2.6. Pendekatan Analisis ... 31

2.6.1.SEM dengan LISREL ... 31

2.6.2.Konsep Dasar SEM ... 32

3. METODE PENELITIAN ... 37

3.1. Kerangka Pemikiran ... 37

3.2.Perumusan Hipotesis ... 39

3.3.Metode Penelitian ... .... 39

3.4. Jenis dan Sumber Data ... 39

3.5. Variabel Penelitian ... 41

3.5.1.Klasifikasi Variabel ... 41

3.5.2.Definisi Operasional Variabel ... 42

3.6. Metode Analisis Data ... 45

3.6.1.Prosedur SEM ... 45

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

(14)

4.1.2. Hedger Sub Sektor Pertambangan ... 57

4.1.3. Hedger Sub Sektor Industri Dasar dan Kimia ... 57

4.1.4. Hedger Sub Sektor Aneka Industri ... 58

4.1.5. Hedger Sub Sektor Industri Barang Konsumsi ... 59

4.1.6. Hedger Sub Sektor Infrastruktur dan Transportasi ... 59

4.1.7. Hedger Sub Sektor Perdagangan ... 60

4.2.Tingkat Economic Exposure ... 60

4.3.Variabel Penelitian ... 63

4.4. Analisis dan Hasil Penelitian ... 64

4.4.1. Pengembangan Model Teoritis ... 65

4.4.2. Pengembangan Diagram Jalur ... 66

4.4.3. Konversi Diagram Jalur ke Persamaan ... 67

4.4.4. Memilih Matriks Input dan Estimasi Model ... 69

4.4.5. Menilai Masalah Identifikasi ... 69

4.4.6. Pengolahan Data Single Step ... 71

4.5.Temuan dan Interpretasi ... 80

4.5.1. Hipotesis ... 80

4.5.2. Kaitan Temuan dengan Teori ... 82

4.6.Implikasi Manajerial ... 85

5. SIMPULAN DAN SARAN ... 87

5.1.Simpulan ... 87

5.2.Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Matriks keputusan hedging ... 12

2. Penelitian terdahulu ... 28

3. Jumlah perusahaan dan sampel pada sektor primer dan sekunder ... 40

4. Operasionalisasi variabel penelitian ... 43

5. Jenis industri perusahaan hedger dan jenis derivatif valuta asing Yang dimiliki oleh perusahaan hedger periode tahun 2007-2011 ... 53

6. Perbandingan variabel antara hedger dan non-hedger tahun 2007-2011 ... 55

7. Jumlah hedger dan jenis instrumen derivatif sub sektor pertanian ... 57

8. Jumlah hedger dan jenis instrumen derivatif sub sektor pertambangan .. 57

9. Jumlah hedger dan jenis instrumen derivatif sub sektor Industri dasar dan kimia ... 58

10. Jumlah hedger dan jenis instrumen derivatif sub sektor Aneka industri ... 58

11. Jumlah hedger dan jenis instrumen derivatif sub sektor Industri barang konsumsi ... 59

12. Jumlah hedger dan jenis instrumen derivatif sub sektor infrastruktur dan transportasi ... 59

13. Jumlah hedger dan jenis instrumen derivatif sub sektor Perdagangan ... 60

14. Perusahaan perusahaan yang terkena economic exposure tahun 2007 .... 61

15. Perusahaan perusahaan yang terkena economic exposure tahun 2008 .... 61

16. Perusahaan perusahaan yang terkena economic exposure tahun 2009 .... 61

17. Perusahaan perusahaan yang terkena economic exposure tahun 2010 .... 62

18. Perusahaan perusahaan yang terkena economic exposure tahun 2011 .... 63

19. Statistik deskriptif variabel indikator sampel perusahaan ... 64

20. Bangunan model teoritis dan konstrak dimensinya ... 65

21. Overall model fit ... 72

22. Pengujian validitas ... 73

23. Pengujian reliabilitas ... 75

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Grafik perubahan kurs, ekspor dan inflasi di Indonesia

Tahun 2005-2011 ... 2

2. Perbandingan konseptual antara transaction exposure, operating exposure, dan accounting exposure ... 15

3. Tujuan dan risiko korporat ... 23

4. Pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen ... 33

5. Simbol dalam diagram jalur ... 34

6. Efek dekomposisi dalam SEM ... 36

7. Kerangka pemikiran ... 38

8. Rancangan diagram jalur penelitian ... 46

9. Hedger berdasarkan sub sektor tahun 2007-2011 ... 55

10. Hedger berdasarkan instrumen derivatif tahun 2007-2011 ... 56

11. Diagram jalur hubungan kausal kebijakan hedging dan Nilai perusahaan ... 66

12. Hasil diagram jalur pada model awal ... 70

13. Diagram jalur setelah modifikasi ... 70

14. Diagram jalur untuk nilai measurement error ... 75

15. Diagram jalur untuk nilai-t EXP, FD, UC, HEDG dan VALUE ... 77

16. Hasil reduced from equation output LISREL ... 78

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar istilah ... 95

2. Daftar sampel perusahaan ... 98

3. Normal scores ... 105

4. Perhitungan construct reliability dan variance extract ... 110

5. Output LISREL model awal ... 111

6. Output LISREL setelah respesifikasi ... 116

(17)

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan perekonomian dunia saat ini semakin dinamis dan cepat berubah mengikuti perkembangan teknologi dan informasi. Globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan ditandai oleh semakin tajamnya tingkat persaingan antar perusahaan, antar industri, bahkan antar negara. Kemajuan teknologi dan globalisasi yang mencirikan kondisi ekonomi dunia saat ini dan masa depan mendorong proses percepatan perubahan yang signifikan di lingkungan bisnis dan industri.

Salah satu ciri dari era globalisasi yang sedang kita hadapi adalah adanya perdagangan bebas. Perdagangan bebas diwarnai dengan semakin meningkatnya persaingan serta fluktuasi harga pasar yang membuat ketidakpastian dunia usaha semakin meningkat baik bagi perusahaan maupun negara yang terlibat dalam perdagangan antar negara. Dengan demikian, maka suatu perusahaan maupun negara dituntut untuk mampu mengembangkan agar mampu bersaing di dunia internasional.

Perdagangan antar dua negara berbeda dengan perdagangan yang terjadi dalam satu negara yang hanya memakai satu mata uang, karena untuk perdagangan dua negara memakai dua mata uang yang berbeda. Adanya transaksi dengan mata uang yang berbeda dapat menimbulkan risiko keuangan bagi perusahaan akibat adanya perubahan kurs mata uang. Risiko tersebut dapat dihindari dengan melakukan transaksi tunai. Namun tidak semua transaksi yang terjadi pada perusahaan dapat dilakukan secara tunai, akibatnya akan timbul hutang dan piutang dalam mata uang asing. Sehingga apabila terjadi perubahan nilai tukar valuta asing, perusahaan akan mengalami kerugian atau keuntungan akibat perubahan tersebut. Risiko ini juga akan dihadapi oleh para importir maupun eksportir serta perusahaan-perusahaan yang bertransaksi atau mempunyai kewajiban dan aktiva dalam bentuk mata uang asing.

(18)

kurs valuta asing, memonitor kinerja perusahaan terhadap risiko kerugian yang ditimbulkan oleh fluktuasi valuta asing, serta merancang strategi untuk menghindari kerugian dari risiko fluktuasi valuta asing. Untuk itu sangat penting artinya bagi perusahaan termasuk di sektor publik untuk menerapkan strategi lindung nilai (hedging ) untuk menghindari risiko kerugian akibat fluktuasi valuta asing.

Salah satu penentu kebijakan hedging perusahaan adalah tingkat ekspor. Dari tingkat ekspor yang dilakukan oleh perusahaan kita dapat melihat tingkat keterlibatan bisnis internasional yang dilakukan oleh suatu perusahan. Dari laba yang dihasilkan melalui transaksi luar negeri tersebut maka apabila didenominasi dalam mata uang negara yang bersangkutan (dalam hal ini adalah Rupiah), maka jika dihubungkan dengan fluktuasi kurs maka akan terjadi perubahan. Perubahan akan bernilai positif jika mata uang negara asal mengalami depresiasi, sebaliknya apabila mata uang negara asal perusahaan mengalami apresiasi maka perusahaan akan mengalami kerugian. Jorion (1990) dan Allayanis (2001) menunjukkan bahwa depresiasi USD berhubungan positif dengan ekspor.

Sumber : Data diolah,2012

Gambar 1 Grafik perubahan kurs, ekspor dan inflasi di Indonesia tahun 2005-2011

(19)

fluktuasi nilai tukar USD terhadap rupiah. Pada Bulan September 2005, saat Rupiah terdepresiasi dan inflasi bergerak turun, ekspor justru mengalami kenaikan. Hal ini juga berulang pada Bulan Oktober 2008 bersamaan dengan terjadinya krisis finansial 2008. Akibat krisis keuangan ini para investor di bursa saham menarik dananya dan nilai tukar rupiah terhadap USD mencapai level Rp 12.000,00 per 1 USD. Namun sebaliknya pada Januari 2006 ketika rupiah terapresiasi dan inflasi merangkak naik, nilai pergerakan ekspor terlihat menurun.

Perusahaan yang tidak melakukan ekspor, atau dapat dikatakan merupakan perusahaan domestik murni juga terkena dampak exposure. Lim dan Wang (2007) menyatakan bahwa perusahaan domestik murni akan terpengaruh fluktuasi kurs mata uang (terkena economic exposure). Kurs akan mempengaruhi daya saing dari produk-produk impor, serta permintaan terhadap ekspor dari perusahaan lokal. Zainal (2008) juga menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa volatilitas yang cenderung menurun pada periode penelitian ternyata telah diikuti dengan menurunnya volume ekspor dari komoditas primer dan sektor manufaktur.

Konsep dan implementasi dari strategi hedging membutuhkan komitmen keuangan, fisik dan sumberdaya yang menimbulkan biaya bagi perusahaan. Menurut teori hedging perusahaan yang dikembangkan Smith and Stulz (1985), biaya ini dapat ditetapkan hanya jika terbentuk kondisi pasar modal tidak sempurna dimana hedging perusahaan dapat mengurangi eksposur dan menambah nilai perusahaan. Banyak penelitian menunjukkan dalam kondisi seperti apa dan bagaimana perusahaan menggunakan instrumen derivatif yang bertujuan untuk hedging. Pertanyaan kunci bagi pemegang saham bagaimanapun bukan pada efektifitas derivatif mata uang asing dalam mengontrol risiko nilai tukar, melainkan pada bagaimana hedging bisa meningkatkan nilai (value) perusahaan. Bukti yang telah dihasilkan menunjukkan bahwa pembentukkan nilai perusahaan tergantung pada bagaimana keputusan perusahaan untuk melakukan hedging terhadap nilai tukar.

(20)

yang telah berkembang sampai saat ini menggunakan ketidaksempurnaan pasar untuk menerangkan motif perusahaan melakukan hedging. Ketidak sempurnaan pasar yang disebutkan dalam literatur seperti Smith dan Stulz (1985), DeMarzo dan Duffie (1995), Breeden dan Viswanathan (1996), dan Culp (2001) antara lain adalah : pajak penghasilan korporasi, biaya-biaya transaksi, termasuk biaya kepailitan dan biaya keagenan, serta asimetri informasi.

Penelitian Suriawinata (2004) menemukan bukti bahwa kebijakan hedging yang dilakukan perusahaan merupakan value enhancing activity atau aktivitas untuk meningkatkan nilai perusahaan, dimana terbukti bahwa pasar memberikan nilai lebih terhadap perusahaan-perusahaan yang melaksanakan program hedging. Namun demikian, berdasarkan rekomendasi yang diberikan, keputusan untuk melakukan hedging saja kurang memadai, yang lebih penting lagi adalah menentukan jumlah nilai nosional instrumen derivatif valuta asing yang diperlukan untuk mengatasi eksposur valuta asing yang ada.

1.2.Perumusan Masalah

Penelitian mengenai eksposur nilai tukar pada berbagai sektor industri yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dilakukan oleh Kurniawati dan Anggraeni (2005). Penelitian ini menghasilkan 35 dari 164 perusahaan secara signifikan terkena eksposur ekonomi, semua variabel-variabel penelitian memiliki pengaruh signifikan terhadap eksposur ekonomi, firm size mempunyai pengaruh negatif terhadap eksposur ekonomi tetapi tidak signifikan, export ratio dan quick ratio secara parsial mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat eksposur ekonomi, debt to equity ratio secara parsial mempunyai pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap eksposur ekonomi, earning variability secara parsial berpengaruh negatif terhadap eksposur ekonomi, dan book to market value secara parsial mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap eksposur ekonomi.

(21)

juga didorong oleh adanya kemungkinan bahwa penggunaan derivatif mata uang asing menjadi tidak efektif dan gagal mengurangi eksposur atau bahkan menjadi kontraproduktif sehingga justru meningkatkan eksposur dan merusak kinerja perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah Return saham perusahaan secara signifikan terekspos oleh fluktuasi kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika?

2. Apakah economic exposure berpengaruh terhadap kebijakan hedging perusahaan?

3. Apakah financial distress berpengaruh terhadap kebijakan hedging perusahaan?

4. Apakah underinvestment cost berpengaruh terhadap kebijakan hedging perusahaan?

5. Apakah kebijakan hedging perusahaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengidentifikasi apakah return saham perusahaan sektor primer dan sekunder di BEI secara signifikan terkena economic exposure?

2. Menganalisis faktor-faktor yang merefleksikan economic exposure serta pengaruhnya terhadap kebijakan hedging perusahaan sektor primer dan sekunder

3. Menganalisis hubungan antara financial distress dengan kebijakan hedging perusahaan sektor primer dan sekunder

4. Menganalisis hubungan antara underinvestment cost dengan kebijakan hedging perusahaan sektor primer dan sekunder

(22)

Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Membuktikan hubungan antara nilai perusahaan dengan kebijakan hedging perusahaan.

2. Memberikan acuan dalam penelitian empiris mengenai hedging dan pengaruhnya terhadap nilai perusahaan di Indonesia.

1.5. Batasan Penelitian

Penulis memfokuskan rencana penelitiannya dengan memberikan batasan ruang lingkup pembahasannya sebagai berikut:

1. Objek penelitian meliputi perusahaan-perusahaan sektor primer dan sekunder yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dan mempunyai laporan keuangan lengkap periode tahun 2007-2011.

2. Harga saham harian diambil dari harga penutupan saham perusahaan dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

3. Standar pengelompokkan perusahaan sektor primer dan sekunder menyesuaikan standar yang ditetapkan Indonesian Capital Market Directory (ICMD).

(23)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1.Pendekatan Teoritis

2.1.1. Pengertian Hedging

Dengan adanya risiko fluktuasi nilai tukar, manajemen perusahaan yang memiliki transaksi internasional berusaha untuk menghindari maupun mengurangi kerugian dari fluktuasi nilai tukar tersebut. Adapun tindakan yang dilakukan pihak manajemen salah satunya dengan menggunakan teknik lindung nilai atau disebut hedging. Hedging berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu “hedge” yang berarti pagar. Kata hedging ini telah menjadi bagian dari perbendaharaan kata dalam manajemen keuangan terutama dalam hal yang berkaitan dengan pembatasan dan pengendalian risiko keuangan.

Menurut Madura (2006) hedging adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi sebuah perusahaan dari exposure nilai tukar. Exposure terhadap fluktuasi nilai tukar adalah sejauh mana sebuah perusahaan dapat dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar.

Shapiro (2007) menjabarkan bahwa hedging adalah :

“Hedging a particular currency exposure means establishing an offsetting currency position such that whatever is lost or gained on the original currency exposure is exactly offset by a corresponding foreign exchange gain or lost on the currency hedge.”

Artinya hedging atas suatu risiko mata uang berarti membuat suatu posisi mata uang yang berlawanan sedemikian rupa sehingga kerugian atau keuntungan dari risiko mata uang yang semula dihapuskan oleh keuntungan dan kerugian dari mata uang yang di-hedge tersebut.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian dasar dari hedging adalah melindungi perusahaan dari risiko kerugian akibat pergolakan nilai tukar atau suku bunga. Dengan hedging berarti perusahaan mengambil posisi yang menghindari perusahaan dari akibat fluktuasi nilai aset tertentu.

(24)

melakukan lindung nilai, atau melakukan lindung nilai secara selektif.

2.1.2. Sejarah dan Konsep Hedging

Istilah hedging atau lindung nilai umumnya lebih dikenal dalam rangka transaksi yang terkait dengan perbankan. Sebenarnya, hedging ini juga banyak dipakai pada transaksi perdagangan komoditas. Dalam sejarahnya selanjutnya, CBOT (Chicago Board of Trade) yang dibentuk tahun 1848 oleh para pengusaha pertanian di Amerika digunakan sebagai solusi atas fluktuasi harga komoditas biji-bijian (grains). Saat itu diperkenalkan transaksi forward contract yang kemudian berkembang menjadi futures contract (kontrak berjangka). Hal ini merupakan salah satu cikal bakal sistem hedging mulai berkembang.

Lalu pada tahun 1949, Alfred Winslow Jones, seorang akademisi dan jurnalis, menulis sebuah artikel di Fortune tentang model baru dalam peramalan keuangan. Karena terpikat atas subjek tulisannya tersebut maka ia mencoba melakukan model tersebut dengan mendirikan AW Jones. Dasar investasi pendekatan Jones adalah dengan menjual saham pendek lainnya untuk melindungi saham panjang terhadap risiko pasar yang timbul. Yang kemudian timbul istilah dana hedging.

Sejak era Jones tersebut maka banyak berdiri entitas-entitas baru yang bergerak di bidang pengelolaan dana hedging. Tetapi pada era tersebut yang menjadi komoditas hedging adalah pasar saham.

Pada era 1990-an baru lah berkembang hedging pada valuta asing. Fenomena yang terkenal adalah hal yang dilakukan oleh George Soros yang terkenal dengan quantum fund. Spekulasi yang dilakukan oleh Soros pada tahun 1992 pada mata uang Inggris yaitu Poundsterling telah menyebabkan guncangan hebat bagi ekonomi Inggris. Sehingga memaksa Inggris untuk menarik diri sementara dari mekanisme nilai kurs demi menstabilkan mata uangnya dengan biaya yang sangat besar tentunya. Pada tahun 1998, Soros dituding sebagai biang keladi terjadinya krisis di asia dan menghancurkan tiang ekonomi negara asia yang dibangun dalam puluhan tahun.

(25)

yang merupakan kebutuhan yang vital bagi keberlangsungan ekonomi suatu negara. Misalnya perdagangan minyak bumi dan proyek-proyek pembangunan serta juga komoditas pertanian yang merupakan kebutuhan utama hampir bagi setiap negara.

Dalam hal ini kita bisa melihat negara Jepang. Jepang sebagai salah satu negara termaju di Asia merupakan negara dengan mobilitas transaksi internasional yang tinggi. Tidak hanya dalam bidang industri dan teknologi, bidang pertanian Jepang telah berkembang dengan pesat. Perkembangan dengan baik ini telah mendorong futures market komoditas sebagai media untuk melakukan hedging komoditas berkembang dengan pesat. Hedging dilakukan bukan hanya melakukan lindung nilai dengan mata uang saja tetapi juga dilakukan dengan melindungi nilai suatu komoditas dengan komoditas lain yang pergerakan harganya relatif stabil dalam periode waktu tertentu. Alternatif hedging yang dilakukan di Jepang ini diharapkan mempunyai nilai lebih dibandingkan hedging valuta asing karena setiap negara dapat meng-hedge menggunakan komoditas yang banyak diproduksi di negara asalnya sendiri dimana dengan sendirinya pergerakan nilai komoditas tersebut dapat dikendalikan.

Madura (2006) menjelaskan jika suatu perusahaan internasional memutuskan untuk melakukan hedging sebagian atau seluruh eksposur transaksinya, maka perusahaan dapat memilih berbagai teknik hedging berikut: a. Lindung Nilai Futures

Suatu perusahaan yang membeli kontrak futures mata uang memilik hak untuk menerima sejumlah mata uang tertentu pada kurs yang telah ditetapkan pada tanggal tertentu. Sebagai lindung nilai utang masa depan dalam mata uang asing, perusahaan dapat membeli kontrak futures dalam mata uang yang akan diperlukan dalam jangka pendek. Dengan memiliki kontrak ini, perusahaan telah menetapkan jumlah dalam mata uang asal yang diperlukan untuk melunasi utang. b. Lindung Nilai Forward

(26)

lebih kecil. Selain itu, perusahaan dapat meminta kontrak forward dalam jumlah yang tepat sama dengan jumlah yang diinginkan, sementara kontrak futures memiliki jumlah unit mata uang yang standar.

c. Lindung Nilai Pasar Uang

Lindung nilai pasar uang melibatkan mengambil posisi di pasar uang untuk menutup posisi utang atau piutang di masa depan. Terdapat dua jenis yakni, lindung nilai pasar uang atas utang dan lindung nilai pasar uang atas piutang. Lindung nilai pasar uang atas utang dilakukan jika perusahaan memiliki kelebihan kas, perusahaan dapat membuat deposito jangka pendek dalam mata uang asing yang akan dibutuhkannya di masa depan. Sedangkan lindung nilai pasar uang atas piutang dilakukan dengan meminjam dalam mata uang tersebut sekarang dan mengkonversinya menjadi dolar. Piutang yang diterima akan digunakan untuk melunasi pinjaman tersebut.

d. Lindung Nilai Opsi Mata Uang

Opsi mata uang memiliki karakteristik yang berbeda dengan jenis lindung nilai yang sebelumnya yaitu mengisolasi perusahaan terhadap dampak negatif dari pergerakan kurs tetapi membuat perusahaan dapat memanfaatkan dampak positif dari pergerakan kurs. Opsi beli mata uang memberikan hak untuk membeli sejumlah mata uang tertentu dengan harga tertentu (exercise price) selama suatu periode waktu tertentu. Namun tidak ada kewajiban bagi pemiliknya untuk membeli pada harga tersebut ketika kurs spot mata uang ternyata lebih rendah dari harga exercise price-nya.

Opsi jual mata uang memberikan hak untuk menjual sejumlah mata uang tertentu pada harga tertentu selama suatu periode waktu tertentu. Perusahaan dapat menggunakan opsi jual sebagai lindung nilai piutang dalam mata uang asing, karena opsi ini menjamin adanya harga tertentu yang digunakan untuk menjual mata uang dari pelunasan piutang.

e. Kontrak Forward Jangka Panjang

(27)

maka bank hanya memilih konsumen yang dapat dipercaya.

f. Swap Mata Uang

Swap dapat memiliki berbagai bentuk. Salah satu bentuk swap mata uang melibatkan dua perusahaan yang memiliki kebutuhan jangka panjang yang berbeda. Utuk menciptakan swap mata uang, perusahaan mengandalkan perantara keuangan yang dapat memenuhi kebutuhannya. Bank-bank besar dan perusahaan investasi menggunakan pialang yang bertindak sebagai perantara swap.

g. Pinjaman Paralel

Pinjaman paralel melibatkan pertukaran mata uang antara dua pihak, dengan perjanjian untuk menukar kembali mata uang tersebut dengan kurs tertentu, pada suatu tanggal tertentu di masa depan. Pinjaman paralel mencerminkan dua swap mata uang, satu kali swap saat penandatanganan kontrak pinjaman dan swap lainnya pada tanggal tertentu di masa depan. Pinjaman paralel dianggap akuntan sebagai pinjaman, dan karenanya disajikan pada laporan keuangan.

2.1.3. Manfaat dan Kegunaan Hedging

Manfaat utama dari hedging adalah untuk melindungi perusahaan dari risiko kerugian akibat fluktuasi nilai tukar seperti yang dikatakan oleh Shapiro (2007): “The basic value of hedging, therefore is to protect a company unexpected exchange rate change.”

Dengan melakukan hedging, maka suatu perusahaan akan dapat menetapkan secara pasti jumlah hutang yang harus dibayar maupun jumlah tagihan yang akan diterima di masa yang akan datang. Dengan melakukan hedging, berarti perusahaan tidak akan dipengaruhi lagi oleh fluktuasi nilai tukar yang terjadi di pasar, sehingga dengan demikian perusahaan akan dapat menetapkan secara lebih akurat anggaran perusahaan yang selanjutnya bermanfaat dalam penetapan strategi dan kebijakan perusahaan.

(28)

tempo.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hakekat hedging yang menguntungkan adalah, perusahaan dapat mengubah kondisi ketidakpastian yang dihadapi menjadi kondisi yang lebih pasti, karena dengan melakukan hedging maka risiko fluktuasi mata uang telah dialihkan kepada pihak lain, dalam hal ini adalah pihak yang menjual hedging (kontrak).

Hedging merupakan suatu perlindungan terhadap gerakan yang berlawanan dari nilai tukar. Hedging, dengan demikian adalah suatu bentuk jaminan yang membantu untuk mengurangi risiko kerugian.Hedging sangat bermanfaat bagi perusahaan atau negara yang beroperasi dan sering bertransaksi menggunakan suku bunga atau nilai tukar. Menghadapi suku bunga yang cenderung naik dan nilai tukar berfluktuatif, kebutuhan hedging juga dirasakan semakin besar, khususnya bagi perusahaan yang kerap melakukan ekspor dan impor.

2.1.4. Perlu atau Tidaknya Melakukan Hedging

Setiap perusahaan yang melakukan transaksi internasional tentu akan mempunyai penerimaan (receivable) dan pengeluaran (payable) dalam berbagai valas. Untuk menentukan apakah perlu dilakukan hedging atau tidak atas receivable atau payable dalam suatu valas, yang pelu diperhatikan adalah fluktuasi (apresiasi/ depresiasi) valas tersebut berdasarkan matriks di bawah ini : Tabel 1 Matriks keputusan hedging

Hedging Valas (Foreign Exchange)

Apresiasi (FR>SR) Depresiasi (FR<SR)

Receivable (inflow) Tidak Perlu (-) Perlu (-)

Payable (outflow) Perlu (+) Tidak Perlu (+)

Matriks di atas menjelaskan bahwa bila perusahaan memiliki receivable dalam suatu valas yang akan apresiasi (Forward Rate > Spot Rate), hedging tidak perlu dilakukan. Sebaliknya jika valas tersebut akan depresiasi (Forward Rate < Spot Rate), hedging perlu dilakukan.

(29)

apresiasi (Forward Rate > Spot Rate), maka hedging perlu dilakukan. Sebaliknya jika valas tersebut depresiasi (Forward Rate < Spot Rate), maka hedging tidak perlu dilakukan.

2.1.5. Motif Hedging

Tufano (1996), menguraikan teori-teori motif hedging oleh perusahaan menjadi dua kelompok, yaitu (1) kelompok teori motivasi hedging yang berdasarkan pada paradigma maksimisasi kekayaan pemegang saham (shareholders wealth maximization), dan (2) kelompok teori motivasi hedging yang berdasarkan pada paradigma maksimisasi utilitas manajer (managers utility maximization).

Teori-teori motif hedging yang termasuk dalam paradigma pertama adalah : (1) hipotesis insentif atau penghematan pajak, (2) hipotesis pengurangan biaya-biaya transaksi yang berkaitan dengan risiko kepailitan, (3) hipotesis peningkatan debt capacity yang juga meningkatkan debt-tax shield dan (4) hipotesis pengurangan permasalahan under-investment dan asset substitution sehubungan dengan agency problem antara pemegang saham dan kreditur. Sedangkan teori-teori motif hedging yang termasuk di dalam kelompok paradigma managers utility maximization adalah : (1) hipotesis perilaku risk aversion dari manajer yang kekayaannya tidak well-diversified, dan (2) hipotesis signaling reputasi, kemampuan dan kompetensi manajer.

Meskipun penelitian-penelitian empiris memberikan hasil yang beragam, namun secara umum dapat dikatakan bahwa kebijakan hedging perusahaan lebih dimotivasi oleh keinginan untuk memaksimumkan kekayaaan pemegang saham (shareholder wealth maximization) daripada memaksimumkan utilitas manajer. Dengan demikian diperlukan penelitian untuk menganalisis apakah perusahaan yang melakukan hedging memiliki nilai pemegang saham yang lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak melakukan hedging. Hal ini sangat krusial di dalam membuktikan relevansi nilai dari kebijakan hedging perusahaan.

(30)

Weston (2001) menemukan bukti bahwa kebijakan hedging meningkatkan nilai perusahaan. Dengan menggunakan berbagai variabel kontrol diperoleh estimasi bahwa rata-rata nilai perusahaan yang memiliki eksposur valuta asing dan menggunakan derivatif valuta asing adalah sekitar 4,87 persen lebih tinggi daripada nilai perusahaan dengan eksposur yang sama sekali tidak menggunakan derivatif valuta asing.

2.2. Foreign Exchange Exposure

Foreign exchange exposure dapat diartikan sebagai suatu risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan yang timbul akibat fluktuasi kurs mata uang. Risiko valuta ini memberikan pengaruh pada arus kas perusahaan dan pada akhirnya berpengaruh pada nilai perusahaan. Menurut Eiteman et al (2003), foreign exchange exposure dibedakan menjadi 3 bentuk, yaitu : 1). Transaction exposure; 2). Operating exposure ; 3). Accounting exposure.

Transaction exposure mengukur perubahan pada nilai transaksi yang disebabkan oleh perbedaan kurs valas pada saat transaksi disepakati sampai saat transaksi diselesaikan, jadi exposure ini berhubungan dengan transaksi-transaksi yang sudah ada tetapi belum jatuh tempo.

Accounting Exposure, disebut juga translation exposure, yaitu mengukur seberapa jauh laporan keuangan konsolidasi suatu perusahaan MNC dipengaruhi oleh fluktuasi kurs valas. Exposure ini muncul karena kegiatan pembuatan laporan keuangan oleh anak perusahaan (subsidiary) yang dikonsolidasikan oleh perusahaan induk.

Economic Exposure , mengelompokkan economic exposure dan transaction exposure menjadi satu exposure yang disebut economic exposure. Economic exposure pada dasarnya menunjukkan dampak fluktuasi kurs valuta terhadap arus kas perusahaan yang merupakan cerminan nilai perusahaan.

(31)

Gambar 2 Perbandingan konseptual antara transaction exposure, economic exposure, dan accounting exposure

2.2.1. Indikator Economic Exposure

Eksposur ekonomi menunjukkan dampak fluktuasi kurs terhadap arus kas perusahaan di masa depan (Madura 2006). Arus kas perusahaan dapat dipengaruhi oleh perubahan kurs dalam berbagai cara yang tidak langsung terkait dengan transaksi internasional. Karenanya, perusahaan tidak dapat hanya melakukan lindung nilai atas utang atau piutang dalam valuta asing tetapi juga harus berusaha untuk menentukan bagaimana arus kas perusahaan akan dipengaruhi oleh kemungkinan perubahan kurs. Eksposur ekonomi memiliki tiga variabel indikator yaitu Dummy Economic Eksposure (DEE) , Export Ratio (ER) dan Current Ratio (CR) dengan definisi operasional sebagai berikut :

a. Dummy Economic Exposure (DEE)

Pada penelitian ini metode Sensitivity Of Stock Price To Exchange Rate menurut Madura (2006) dapat digunakan untuk merefleksikan economic exposure. Selain menggunakan arus kas, ada juga beberapa perusahaan dan analisis-analisis yang menggunakan harga sahamnya sebagai proxy untuk nilai perusahaan yang merupakan cerminan aliran kas dimasa mendatang, dan besarnya economic exposure dilihat dari sensitivitas harga saham perusahaan terhadap perubahan kurs yang dapat diukur melalui persamaan sebagai berikut :

Dimana :

Rit = Return realisasi saham perusahaan i pada periode ke t

Waktu dimana terjadinya perubahan kurs valuta

Transaction Exposure

Accounting Exposure Economic exposure

(32)

β1i = Koefisien regresi perubahan kurs

ΔRst = Perubahan kurs Rupiah terhadap US Dollar β2i = Koefisienregresi return pasar

Rmt = Return pasar

t = Error term

Dimana besarnya economic exposure yang dihadapi oleh perusahaan ditunjukkan oleh besarnya koefisien regresi β1i.

Tahap selanjutnya adalah mengelompokkan perusahaan menjadi dua kelompok, yakni perusahaan yang signifikan terkena eksposur ekonomi dan perusahaan yang tidak signifikan terkena eksposur ekonomi yang dilihat dari koefisien regresi. Perusahaan yang signifikan mengalami eksposur ekonomi diberi nilai DEE sebesar 1 (satu) dan perusahaan yang tidak signifikan terkena eksposur ekonomi diberi nilai DEE sebesar 0 (nol).

b. Export Ratio (ER)

Ekspor merupakan penjualan yang dilakukan oleh perusahaan diluar negeri. Dari tingkat ekspor yang dilakukan oleh perusahaan kita dapat melihat tingkat keterlibatan bisnis internasional yang dilakukan oleh suatu perusahan. Dari laba yang dihasilkan melalui transaksi luar negeri tersebut maka apabila didenominasi dalam mata uang negara yang bersangkutan (dalam hal ini adalah Rupiah), maka jika dihubungkan dengan fluktuasi kurs maka akan terjadi perubahan. Perubahan akan bernilai positif jika mata uang negara asal mengalami depresiasi, sebaliknya apabila mata uang negara asal perusahaan mengalami apresiasi maka perusahaan akan mengalami kerugian. Jorion (1990), diacu oleh He dan Lilian (1998), menunjukkan bahwa depresiasi US$ berhubungan positif dengan ekspor.

Export ratio sendiri dapat dirumuskan sebagai berikut :

%

c. Current Ratio(CR)

(33)

ringan sampai kesulitan keuangan yang sifatnya parah. Sedangkan menurut Weston et al(1999) bahwa Current Ratio digunakan untuk mengukur penyelesaian jangka pendek. Sejauh mana tagihan kreditur jangka pendek dapat dipenuhi oleh aktiva yang diharapkan dapat dikonversi ke kas dalam jangka waktu yang kira-kira sama dengan jatuh tempo tagihan.

Current Ratio yang terlalu tinggi menunjukkan kelebihan uang kas atau aktiva lancar lainnya dibandingkan dengan yang dibutuhkan sekarang. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

2.2.2. Indikator Financial Distress

Apabila perusahaan lebih banyak menggunakan pendanaan dengan hutang, maka perusahaan tersebut akan menghadapi kemungkinan tekanan finansial (financial distress) yang tinggi pada masa yang akan datang. Tekanan finansial dapat mengakibatkan penurunan penjualan, EBIT, nilai saham, nilai utang dan meningkatkan biaya kepailitan (bankrupty cost). Tekanan finansial bermula pada saat ada indikasi bahwa perusahaan tidak mampu memenuhi jadwal pembayaran utangnya, atau ketika proyeksi arus kas perusahaan menunjukkan bahwa dalam waktu dekat kewajiban-kewajiban pembayaran utang tidak akan dapat dipenuhi. Salah satu akibat dari tekanan finansial adalah kepailitan.

Indikator Financial distress terdiri dari tiga variabel yaitu ROA, DER dan Liability

a. Return on Asset (ROA)

Mengukur seberapa efisien laba dapat dihasilkan dari asset yang digunakan atau dimiliki perusahaan. ROA yang rendah mengindikasikan pendapatan perusahaan yang rendah terhadap jumlah aset yang dimilikinya. Jadi ROA yang rendah jika dibandingkan dengan rata-rata industrinya menunjukkan adanya penggunaan aset perusahaan yang tidak efisien. Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) rumus untuk menghitung ROA adalah sebagai berikut :

(34)

Debt on equity ratio didefinisikan sebagai nilai total hutang jangka panjang dibagi dengan total aktiva. Rasio ini menunjukkan tingkat solvabilitas perusahaan, dimana merupakan gambaran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Dari pernyataan tersebut maka debt on equity ratio dapat dirumuskan sebagai berikut :

%

Smith dan Stulz (1985) mengemukakan bahwa hedging dapat mengurangi risiko kebangkrutan akibat fluktuasi kurs, dan juga mengurangi tingkat biaya ekspektasi dari financial distress. Debt on equity ratio merupakan variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat financial distress perusahaan. Perusahaan dengan tingkat DE Ratio yang tinggi cenderung akan menghadapi tingkat biaya financial distress yang tinggi dan atas faktor inilah perusahaan harus melakukan hedging.

c.Total Liability

Liability merupakan kewajiban atau utang yang dimiliki oleh perusahaan sebagai akibat dari proses kegiatan usaha. Liability dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu current liability atau kewajiban jangka pendek dan long-term liability atau kewajiban jangka panjang. Nilai total liability diambil dari neraca laporan keuangan perusahaan.

2.2.3. Indikator Underinvestment Cost

(35)

PER adalah salah satu ukuran paling dasar dalam analisis saham secara fundamental. PER digunakan oleh para investor untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dimasa yang akan datang. Oleh karena itu maka apabila nilai PER semakin tinggi maka dapat dikatakan perusahaan semakin berisiko. Perhitungan PER dilakukan dengan membagi harga saham dengan Earning per Share (EPS) perusahaan yang tertulis pada laporan keuangan.

b. Market Value (MV)

Market value adalah harga saham yang terjadi di pasar bursa yang ditentukan oleh pelaku pasar. Market value ini ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham barsangkutan di pasar bursa. Market merupakan harga jual saham sebagai konsekuensi dari posisi tawar antara penjual dan pembeli saham sehingga nilai pasar menunjukkan fluktuasi dari harga saham. Market value yang tinggi di satu sisi akan mencerminkan kenaikan laba bagi perusahaan.

Laba yang diperoleh perusahaan dipakai untuk keputusan investasi dan operasi. Untuk keputusan investasi, investor lebih menyukai perusahaan yang melaporkan laba yang lebih besar (dengan asumsi perusahaan sama dan berada dalam satu industri). Ini bermakna bahwa perbedaan dalam laba mencerminkan perbedaan kinerja perusahaan yang sesungguhnya dan bukan semata-mata karena perbedaan artifisial sebagai akibat pemilihan teknik-teknik akuntansi. Penentuan besarnya investasi atau alokasi modal dalam persediaan mempunyai efek yang langsung terhadap profit margin perusahaan yang akan direspon oleh investor. Market value yang diambil sebagai data adalah harga penutupan akhir dikalikan dengan jumlah saham yang beredar untuk dirata-rata dalam satu periode. Market value dihitung dengan rumus:

MV = harga saham x jumlah lembar saham beredar Dimana:

Harga saham = harga penutupan (closing price)

(36)

investor yang teraktualisasi dalam harga saham. Secara garis besar nilai pasar perusahaan merupakan harga seluruh saham yang beredar. Harga pasar merupakan harga jual saham sebagai konsekuensi dari posisi tawar antara penjual dan pembeli saham sehingga nilai pasar menunjukkan fluktuasi dari harga saham.

2.3. Kebijakan Hedging dan Manajemen Risiko

Hedging merupakan tindakan perusahaan dalam rangka pengalihan risiko nilai tukar yang dihadapi perusahaan. Risiko nilai tukar merupakan potensi penyimpangan pada hasil atau eksposur yang diharapkan karena fluktuasi nilai tukar. Biasanya risiko nilai tukar dikaitkan dengan potensi penyimpangan pada transaksi atau arus kas, laba akuntansi, dan penyimpangan nilai perusahaan atau kekayaan pemegang saham.

Kebijakan hedging yang dilakukan perusahaan merupakan bagian dari pengelolaan risiko yang akan mempengaruhi strategi dan kondisi perusahaan. Pengelolaan risiko mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Hal ini didorong oleh beberapa faktor yaitu, kompleksitas risiko, kondisi eksternal dan ketersediaan produk pengelola risiko. Terkait dengan risiko nilai tukar, kompleksitasnya terkait pada akibat berantai yang ditimbulkan. Misalnya dampak terhadap peningkatan biaya bahan baku per unit produk sehingga akibat berikutnya adalah kenaikan harga jual produk. Sedangkan untuk kondisi eksternal terkait dengan risiko pasar yang semakin besar bila faktor-faktor ekonomi berfluktuasi dengan besar.

2.3.1. Indikator Kebijakan Hedging

a. Firm Size (SIZE)

Disebut juga ukuran perusahaan adalah logaritma dari total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Disebut juga ukuran perusahaan adalah logaritma dari total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Oleh karena itu firm Size dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut :

Firm Size = LN (Total Aktiva Perusahaan)

(37)

melakukan hedging atas setiap transaksinya dibanding dengan perusahaan yang lebih kecil.

b. Dummy Hedging (DH)

Merupakan variabel yang merepresentasikan keputusan hedging perusahaan. DH bernilai 1 jika perusahaan menggunakan instrumen derivatif dan DH benilai 0 jika perusahaan sampel tidak menggunakan instrumen derivatif. Metode yang digunakan adalah keyword search yaitu mencari kata-kata kunci terkait dengan hedging dan instrumen derivatif yang terdapat pada laporan keuangan perusahaan.

c. Dividend Yield (DY)

Menunjukkan rupiah dividen per lembar yang dibayarkan dari harga saham perusahan per lembarnya. Perhitungan variabel ini mengacu pada hasil penelitian Nance et al (1993). Variabel ini merefleksikan motif hedging perusahaan dimana ketika devidend yield semakin kecil maka perusahaan cenderung tidak melakukan hedging. Dividend yield secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut :

%

d. QuickRatio (QR)

Merupakan variabel yang dapat menunjukkan likuiditas perusahaan. Beberapa aset lebih dekat ke kas dibandingkan aset lainnya. Jika masalah datang, persediaan tidak dapat dijual pada harga berapapun di atas harga obral besar-besaran. Maka manajer sering mengabaikan persediaan dan komponen aset lancar lainnya yang kurang likuid ketika membandingkan aset lancar dengan kewajiban lancar. Sebagai gantinya, mereka memusatkan perhatian pada kas, sekuritas dan tagihan yang belum dibayar pelanggan. Variabel ini telah digunakan oleh peneliti sebelumnya sebagai prediktor eksposur ekonomi yaitu Kurniawati dan Anggraeni (2005).

(38)

Menurut Djohanputro (2008) kaitan antara risiko dan tujuan korporat ditunjukkan dalam Gambar 3. Kekayaan perusahaan dapat diukur dengan berbagai cara. Bagi perusahaan yang sudah go public, ukuran kekayaan sama dengan harga saham dikalikan dengan jumlah saham.

,

Bagi perusahaan yang belum go public (Tbk), nilai kekayaan bisa dihitung dengan berbagai metode penilaian kekayaan (valuation). Secara garis besar, ada empat cara menghitung kekayaan perusahaan. Yaitu pendekatan aset, pendekatan pendapatan, pendekatan relatif dan pendekatan opsi.

Dengan pendekatan aset, nilai kekayaan perusahaan didasarkan atas data yang disajikan dalam neraca yang telah diaudit. Data dalam neraca tersebut dapat digunakan sesuai yang tercatat dalam buku neraca (sehingga disebut nilai buku), atau dilakukan penyesuaian sehingga diperoleh nilai yang lain. Tergantung cara penyesuaiannya, nilai yang diperoleh bisa berupa nilai pasar (market value), nilai likuidasi (liquidation value), atau nilai penggantian (replacement value).

Dengan pendekatan pendapatan, terdapat tiga variabel yang perlu diidentifikasi, seperti ditunjukkan dalam gambar.ketiga variabel tersebut adalah arus kas (cash flow), pertumbuhan arus kas, dan tingkat risiko korporat. Pada dasarnya, nilai saham atau ekuitas adalah free cash flow to equity (FCFE) yang dapat dihasilkan perusahaan setelah arus kas tersebut dihitung nilai kininya (present value).

(39)

Sumber: Djohanputro, 2008

Gambar 3. Tujuan dan risiko korporat

Secara matematis, risiko merupakan pembagi untuk menghitung nilai perusahaan. Semakin tinggi tingkat risiko maka semakin rendah nilai perusahaan. Dan sebaliknya, semakin rendah tingkat risiko maka semakin tinggi nilai perusahaan.

Secara matematis, untuk menghitung nilai perusahaan tingkat risiko dicerminkan dalam bentuk biaya modal (cost of capital) bila ingin menghitung nilai perusahaan, atau biaya ekuitas (cost of equity) bila ingin menghitung nilai ekuitasnya saja. Pada prinsipnya, biaya modal terdiri dari dua komponen utama, yaitu biaya ekuitas (cost of equity) dan biaya pinjaman (cost of debt). Tinggi rendahnya biaya ekuitas ditentukan oleh stabilitas FCFE, dividen, atau laba bersih. Semakin stabil FCFE (dividen, laba bersih) semakin kecil biaya ekuitas.

Maximizing Value of Shareholders

Price of Share

Selling Price of Company

Level of Risk

Growth of Performance/ FCFE Future Financial Performance

Future Operating Cash Flow

(40)

menginvestasikan uangnya di perusahaan tersebut. Dengan demikian, pemegang saham mendapat keuntungan kecil pun merasa cukup. Tetapi bila FCFE, atau dividen, atau laba bersih, berfluktuasi tidak menentu, investor merasa khawatir. Oleh karena itu, mereka menuntut FCFE atau dividen atau laba bersih yang tinggi, supaya merasa aman. Bila sewaktu-waktu kinerja perusahaan turun, hasil buruk tersebut dikompensasi oleh kinerja yang baik.

2.4.1. Indikator Nilai Perusahaan

a. Q-Tobin (TOB)

Untuk mengukur nilai perusahaan ada beberapa rasio yang dapat digunakan, salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah dengan menngunakan Q-Tobin. Rasio ini dikembangkan oleh Tobin dan dinilai dapat memberikan informasi yang paling baik, karena rasio ini dapat menjelaskan berbagai fenomena dalam kegiatan perusahaan seperti terjadinya perbedaan crossectional dalam pengambilan keputusan investasi dan diversifikasi, hubungan antara kinerja manajemen dengan keuntungan dalam akuisisi dan kebijakan pendanaan, dividen dan kompensasi.

Brealey dan Myers (2000) menyebutkan bahwa perusahaan dengan nilai Q yang tinggi biasanya memiliki brand image perusahaan yang sangat kuat, sedangkan perusahaan yang memiliki nilai Q rendah umumnya berada pada industri yang sangat kompetitif atau industri yang mulai mengecil. Secara umum Tobin’s Q hampir sama dengan market to book ratio, namun menurut James Tobins (dalam Lang dan Stulz 1994), Tobin’s Q memiliki karakteristik yang berbeda antara lain :

1) Replacement Cost vs Book Value

(41)

replacement cost dengan nilai book value of total assets tidak signifikan sehingga kedua variabel tersebut saling menggantikan.

2) Total Asset vs Total Equity

Market-to-book-value hanya menggunakan faktor ekuitas (saham biasa dan saham preferen) dalam pengukuran. Penggunaan faktor ekuitas ini menunjukkan bahwa market-to-book-ratio hanya memerhatikan satu tipe investor saja, yaitu investor dalam bentuk saham, baik saham biasa maupun saham preferen. Tobins’ Q memberikan wawasan yang lebih luas terhadap pengertian investor. Perusahaan sebagai entitas ekonomi, tidak hanya menggunakan ekuitas dalam mendanai kegiatan operasionalnya, namun juga dari sumber lain seperti hutang, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu, penilaian yang dibutuhkan perusahaan tidak hanya dari investor ekuitas saja, tetapi juga dari kreditor. Semakin besar pinjaman yang diberikan oleh kreditur, menunjukkan bahwa semakin tinggi kepercayaan yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki nilai pasar yang lebih besar lagi. Dengan dasar tersebut, Tobin’s Q menggunakan market value of total asset.

Allayannis dan Weston (2001) menggunakan Q-Tobin sebagai variabel dependen dalam meneliti dampak kebijakan hedging terhadap nilai perusahaan. Menurut Chung dan Pruitt (1994) menyatakan bahwa nilai perusahaan diukur menggunakan Q-Tobin yang dihitung dengan menggunakan rumus :

Q = Nilai Perusahaan

MVE = Nilai Pasar Ekuitas (market Value of Equity) D = Nilai buku dari total hutang

BVE = Nilai buku dari ekuitas (Book Value of Equity)

MVE diperoleh dari hasil perkalian harga saham dan penutupan (closing price) akhir tahun dengan jumlah saham yang beredar pada akhir tahun. BVE diperoleh dari selisih total aset perusahaan dengan total kewajibannya.

b. Market to Book Equity Ratio(MBR)

(42)

Dihitung dengan rumus sebagai berikut :

%

c. Return on Equity (ROE)

Merupakan rasio antara laba bersih setelah pajak terhadap penyertaan modal saham sendiri yang berarti juga untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari saham sendiri yang ditanamkan dalam bisnis. Dengan demikian kegunaan ROE adalah untuk menentukan pemilihan sumber pendanaan investasi, modal sendiri atau modal asing. ROE dihitung sebagai berikut:

EBIT adalah pendapatan bersih sesudah pajak, tetapi kalau ada keuntungan hak minoritas, maka harus ikut diperhitungkan. Dp merupakan dividen dari saham preferen. Shareholders equity merupakan rata-rata dari modal saham awal tahun dan akhir tahun.

d. Harga Saham (PRICE)

Harga saham merupakan salah satu parameter pengukuran kinerja dari sebuah organisasi atau dalam penelitian adalah sebuah perusahaan. Harga saham mengindikasikan seberapa besar saham perusahaan yang bersangkutan diminati oleh masyarakat dan mencerminkan nilai suatu perusahaan. Harga yang digunakan adalah harga penutupan (closing price) per tahun.

2.5. Tinjauan Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan

(43)

untuk semua risiko, Haushalter (2000) untuk risiko komoditi dan Allayannis dan Ofek (2001) untuk risiko nilai tukar. Juga harus diingat bahwa semua uji teori hedging tidak memperhitungkan jenis risiko yang sama. Manajemen risiko untuk nilai tukar tentu saja dipengaruhi oleh faktor yang berbeda dengan faktor yang mempengaruhi risiko suku bunga atau risiko komoditas.

(44)

Tabel 2 Penelitian terdahulu No Peneliti, Tahun dan

Judul 1 George Allayannis dan

JP. Weston (2001) adalah sekitar 4,87% lebih tinggi daripada nilai perusahaan dengan eksposur sama tetapi tidak menggunakan derivatif valuta asing.

- Q-Tobin Alat Analisis dan

penelitian ini tidak

(45)

No Peneliti, Tahun dan Judul Masalah dan Metode 3 Sri Lestari Kurniawati

dan Anggraeni (2005),

(46)
(47)

2.6.Pendekatan Analisis

2.6.1. Structural Equation Modeling (SEM) dengan LISREL

Dari segi metodologi, menurut Wijanto (2008), SEM memainkan berbagai peran, diantaranya, sebagai sistem persamaan simultan, analisis kausal linier, analisis lintasan (path analysis), analysis of covariance structure, dan model persamaan struktural. Meskipun demikian, ada beberapa hal yang membedakan SEM dengan regresi biasa ataupun teknik multivariat yang lain, karena SEM membutuhkan lebih dari sekedar perangkat statistik yang didasarkan atas regresi dan analisis varian.

Gujarati (1995) menunjukkan bahwa penggunaan variabel-variabel laten pada regresi berganda menimbulkan kesalahan-kesalahan pengukuran (measurement errors) yang berpengaruh pada estimasi parameter dari sudut biased-unbiased dan besar kecilnya varian. Masalah kesalahan pengukuran ini diatasi oleh SEM melalui persamaan-persamaan yang ada pada model pengukuran. Parameter-parameter dari persamaan pada model pengukuran SEM merupakan “muatan faktor” atau “factor loadings” dari setiap variabel laten terhadap indikator atau variabel teramati yang terkait. Dengan demikian, kedua model SEM tersebut selain memberikan informasi tentang hubungan kausal simultan di antara variabel-variabelnya, juga memberikan informasi tentang muatan faktor dan kesalahan-kesalahan pengukuran.

Kline dan Klammer (2001) lebih mendorong penggunaan SEM dibanding regresi berganda karena alasan sebagai berikut:

1) SEM memeriksa hubungan di antara variabel-variabel sebagai sebuah unit, tidak seperti regresi berganda yang pendekatannya sedikit demi sedikt (piecemeal)

2) Asumsi pengukuran yang andal dan sempurna pada regresi berganda tidak dapat dipertahankan, dan pengukuran dengan kesalahan dapat ditangani dengan mudah oleh SEM

(48)

4) Interaksi juga dapat ditangani oleh SEM

5) Kemampuan SEM dalam menangani non recursive paths.

Dalam perkembangannya, pengolahan data untuk analisis SEM menjadi mudah dengan bantuan beberapa peranti lunak (software) statistik, seperti LISREL, AMOS, dan SmartPLS. Pada penelitian ini, analisis SEM dilakukan dengan menggunakan bantuan software LISREL 8.71.

2.6.2. Konsep Dasar SEM

Beberapa istilah umum yang berkaitan dengan SEM menurut Wijanto (2008) diuraikan sebagai berikut:

1. Variabel Laten (Latent Variables)

Dalam SEM variabel kunci yang menjadi perhatian adalah variabel laten atau konstruk laten. Variabel laten merupakan konsep abstrak dan hanya dapat diamati secara tidak langsung dan tidak sempurna melalui efeknya pada variabel teramati. SEM mempunyai 2 jenis variabel laten yaitu eksogen dan endogen.

Variabel eksogen selalu muncul sebagai variabel bebas pada semua persamaan-persamaan dalam model. Sedangkan variabel endogen merupakan variabel terikat pada paling sedikit satu persamaan dalam model, meskipun di semua persamaan sisanya variabel tersebut adalah variabel bebas.

2. Variabel Teramati (Observed Variables)

Adalah variabel yang dapat diamati atau dapat diukur secara empiris dan sering disebut sebagai indikator. Variabel teramati merupakan efek atau ukuran dari variabel laten. Pada metode survei dengan menggunakan kuisioner, setiap pertanyaan pada kuisioner mewakili sebuah variabel teramati.

3. Model Struktural

(49)

4. Model Pengukuran

Dalam SEM, setiap variabel laten biasanya mempunyai beberapa ukuran atau variabel teramati atau indikator. Pengguna SEM paling sering menghubungkan variabel laten dengan variabel-variabel teramati melalui model pengukuran yang berbentuk analisis faktor dan banyak digunakan di psikometri dab sosiometri. Dalam model ini, setiap variabel laten dimodelkan sebagai sebuah faktor yang mendasari variabel-variabel teramati yang terkait.

5. Diagram Jalur (Path Diagram)

Diagram jalur adalah sebuah diagram yang menggambarkan hubungan kausal antara variabel. Pembangunan diagram jalur dimaksudkan untuk menvisualisasikan keseluruhan alur hubungan antara variabel. Sebagai contoh, diberikan diagram jalur dari pengaruh Image dan Satisfaction (variabel eksogen) terhadap Loyalitas (variabel endogen). Pada Gambar 4, tanda anak panah (→) menunjukkan pengaruh antara konstrak laten eksogen terhadap konstrak laten endogen.

Sumber : Yamin dan Kurniawan, 2009

Gambar 4. Pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen

6. Koefisien Jalur

Koefisien jalur adalah suatu koefisien regresi terstandardisasi (beta) yang menunjukkan parameter pengaruh dari suatu variabel eksogen terhadap variabel endogen dalam diagram jalur. Koefisien jalur disebut juga standardized solution. Standardized solution yang menghubungkan antara konstrak laten dan variabel indikatornya adalah faktor loading.

Image 

Satisfaction 

(50)

7. Simbol-Simbol dalam Analisis SEM

Penjelasan simbol-simbol dalam analisis/model SEM divisualisasikan dalam diagram jalur (Output LISREL) berikut.

Sumber: Yamin dan Kurniawan, 2009

Gambar 5. Simbol dalam diagram jalur Keterangan:

ξ (KSI) (ETA) (GAMMA)

(BETA)

λ (LAMDA)

(PHI)

(DELTA)

(EPSILON) (ZETA)

ψ (PSI)

: : :

:

:

: :

: :

:

konstrak laten eksogen konstrak laten endogen

hubungan langsung variabel eksogen terhadap variabel endogen

hubungan langsung variabel endogen terhadap variabel endogen

hubungan langsung variabel eksogen ataupun endogen terhadap indikatornya

kovarian/korelasi antara variabel eksogen measurement error (kesalahan pengukuran) dari indikator variabel eksogen

measurement error dari indikator variabel endogen kesalahan dalam persamaan, yaitu antara variabel eksogen/endogen dan variabel endogen

(51)

(THETA-DELTA)

(THETA-EPSILON) :

:

matriks kovarian simetris di antara kesalahan pengukuran pada indikator-indikator dari variabel eksogen

matriks kovarian simetris di antara kesalahan pengukuran pada indikator-indikator dari variabel endogen

8. Persamaan Matematis dalam SEM

Persamaan matematis model yang telah dijelaskan pada gambar diagram jalur (Output LISREL) adalah.

a. Persamaan model struktural

b. Persamaan model pengukuran variabel eksogen

c. Persamaan model pengukuran variabel endogen

9. Efek Dekomposisi (Pengaruh Total dan Pengaruh Tak Langsung)

Efek dekomposisi terjadi berdasarkan pembentukan diagram jalur yang bisa dipertanggungjawabkan secara teori. Pengaruh antara konstrak laten dibagi berdasarkan kompleksitas hubungan variabel, yaitu:

(52)

b. pengaruh tak langsung (indirect effects) c. pengaruh total (total effects)

Pengaruh total merupakan penjumlahan dari pengaruh langsung dan pengaruh tak langsung, sedangkan pengaruh tak langsung adalah perkalian dari semua pengaruh langsung yang dilewati (variabel eksogen menuju variabel endogen/variabel endogen). Pada software LISREL, pengaruh langsung diperoleh dari nilai output completely standardized solution, sedangkan efek dekomposisi diperoleh dari nilai output standardized total and indirect effects.

Gambar 6. Efek dekomposisi dalam SEM

Pengaruh variabel eksogen (ξ ) terhadap variabel endogen kedua ( 2), yaitu: a. (pengaruh langsung ξ terhadap 2 ) = r1

b. (pengaruh tak langsung ξ terhadap 2 ) = (pengaruh langsung ξ terhadap 1 ) + (pengaruh langsung 1 terhadap 2 ) = r2 + r3

c. (pengaruh total ξ terhadap 2 ) = (pengaruh langsung ξ terhadap 2 ) + (pengaruh tak langsung ξ terhadap 2 ) = r1 + r2 + r3

2

1

(53)

3.

METODE PENELITIAN

3.1.Kerangka Pemikiran

Teori Manajemen Risiko memeberikan beberapa penjelasan mengenai penggunaan derivatif sebagai sarana hedging oleh perusahaan-perusahaan untuk mengurangi fluktuasi arus kas, laba maupun nilai perusahaan. Pada hakekatnya perusahan beroperasi di pasar tidak sempurna, dan teori manajemen risiko yang telah berkembang sampai saat ini menggunakan ketidaksempurnaan pasar untuk menerangkan motif perusahaan melakukan hedging. Ketidaksempurnaan pasar yang disebutkan dalam literatur antara lain adalah ; pajak penghasilan korporasi (corporate income taxes), biaya-biaya transaksi, termasuk biaya kepailitan (bankcruptcy cost) dan biaya keagenan (agency costs), serta asimetri informasi (information asymmetry).

Penyusunan kerangka konseptual dalam penelitian ini diawali dari adanya risiko nilai tukar yang dihadapi perusahaan. Risiko nilai tukar terbagi menjadi tiga jenis yaitu transaction exposure, translation exposure dan economic exposure. Ketiga jenis exposure ini mendorong perusahaan untuk mengambil kebijakan hedging melalui keputusan memakai instrumen derivatif atau tidak. Dari sumber data akan diperoleh dua jenis kelompok perusahaan terkait dengan keputusannnya melakukan hedging dan tidak. Selanjutnya, aktifitas hedging perusahaan akan dikelompokkan sesuai dengan instrumen hedging yang digunakan oleh masing-masing perusahaan.

(54)

Kerangka penelitian ini adalah sebagaimana disajikan pada Gambar 7. berikut

Gambar 7. Kerangka pemikiran

Input Data dan Informasi :

Kurs USD Quick ratio

Tingkat Ekspor DER

Harga Saham Kebijakan Hedging

Total Asset MBR

Total Liability Q-Tobin

Risiko Fluktuasi Nilai Tukar Perdagangan Internasional

Faktor Berpengaruh Yang dapat dikontrol

:kebijakan hedging

Faktor Berpengaruh Yang tidak dapat dikontrol : Inflasi, kurs, suku bunga antar negara

Studi Literatur Data Sekunder

Proses Metodologi dan Analisa:

• Regresi

Stuctural Equation Modelling (SEM)

OUTPUT: Model SEM Pengaruh

Kebijakan Hedging

OUTCOME:

Kebijakan Hedging

mempengaruhi nilai perusahaan

IMPACT:

Penggunaan instrumen derivatif

untuk hedging risiko nilai tukar

(55)

3.2.Perumusan Hipotesis

Hipotesis 1 (H1) : Return saham perusahaan secara signifikan signifikan terkena economic exposure.

Hipotesis 2 (H2) : Terdapat hubungan antara economic exposure dengan kebijakan hedging

Hipotesis 3 (H3) : Terdapat hubungan antara Financial Distress dengan kebijakan hedging

Hipotesis 4 (H4) : Terdapat hubungan antara Underinvestment Cost dengan kebijakan hedging

Hipotesis 5 (H5) : Terdapat hubungan antara kebijakan hedging dengan nilai Perusahaan

3.3.Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatori yakni menganalisis hubungan kausalitas di antara variabel-variabel penelitian dan melakukan pengujian hipotesis. Berdasarkan metode eksplanasi ilmu, penelitian ini merupakan penelitian yang menguji hipotesis dengan cara membangun hipotesis dan menguji secara empirik hipotesis yang dibangun tersebut.

Dilihat dari aspek pengumpulan datanya, penelitian ini adalah penelitian pengamatan (observasional), sebab sifat data berupa bahan yang hanya dapat diobservasi dan tanpa berusaha mendapatkan tanggapan dari pihak lain, dan data penelitian ini berupa peristiwa yang sudah terjadi pada waktu yang lalu.

3.4. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder dan diperoleh melalui studi dokumentasi yang bersumber dari Bank Indonesia, Bursa Efek Indonesia, dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD) yang diterbitkan oleh Institute for Economics and Financial Research (ECFIN).

Gambar

Gambar 2 Perbandingan konseptual antara transaction exposure, economic
Gambar 3. Tujuan dan risiko korporat
Tabel 2 Penelitian terdahulu
Gambar 7. Kerangka pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

We can find this count by subtracting from the total the number of choices which contain 3 or 4 balls of the same color.... Thus the required area is

Rika Yayan Nugraheni. Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Penelitian ini membahas masalah mengenai pemakaian

of weight of the load, not exceeding 4,000 kg, which is not used in the transport of passenger, or for driving a vehicle carrying not exceeding 20 passengers. 2 for driving a vehicle

Histogram menunjukkan jumlah sarang Biwak Komodo aktif (abu-abu) dan jumlah total baik untuk sarang aktif maupun sarang tidak aktif untuk setiap tipe sarang (sarang bukit,

Penyakit yang menyebabkan peningkatan berkepanjangan kadar VLDL dan LDL dalam darah ( misalnya diabetes melitus, nefrosis lipid, hipotiroidisme dan penyakit hiperlipidemia lainnya

mempertimbangkan aspek ekologi, sosio-ekonomi, dan sosial budaya sebagai pelengkap kelayakan teknis dan ekonomi dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Tujuan dan sasaran AMDAL

Tanah dengan KTK tinggi akan lebih mampu menyediakan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dari pada tanah yang memiliki KTK yang rendah... Menambah kemampuan tanah untuk

“ Terima kasih terutama untuk ibu Erida yang sangat membantu dan selalu ada diwaktu kita kebingungan dalam mengerjakan dan memecahkan masalah pada saat pembuatan skripsi,.