• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TEMUAN PENELITIAN

B. Temuan Hasil Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti memilih informan yang sesuai dengan fokus penelitian sebagai sumber data penelitian. Adapun nama-nama informannya adalah sebagai berikut:

Daftar nama informan

No Nama Keterangan

54

2. Faisol Al Faruq Ustadz

3. Nuril Arvah Santri

4. Syawal Riyanto Santri

5. Aditya Kurniawan Santri

1. Ustadz Pondok PesantrenAsta’in a. Abdullah Al-Bazi

Ustadz yang bernama Abdullah Al-Bazi ini sudah tak asing lagi namanya di Pondok PesantrenAsta’in. Beliau adalah sosok ustadz yang tegas dalam mendidik santri-santrinya, selain menjadi Ustadz beliau juga menjadi Kepala sekolah di SMP Islam Terbuka Bumi Madania Tingkir Lor Salatiga,dan juga menjadi Khotib Jumat di Masjid Al-Fudlola Tingkir Lor Salatiga setiap hari Jumat wage.

Keuletannya di dalam mengembangkan Pondok Pesantren Asta’in yang beliau lakukan selama kurang lebih 13 tahun semata- mata hanya inginmengamalkan ilmu dan mendidik santri yang berkualitas. Kegigihan yang dilakukan oleh ustadz ini tidak bisa diragukan lagi, karena pengetahuan beliau tentang dunia mengajar sudah sangat luas. Ustadz yang sering dipanggil dengan sebutan Pak Woh ini mempunyai keinginan yang tinggi, bahwasanya santri yang belajar di Pondok PesantrenAsta’in harus bisa menjadi santri yang berkualitas dan di butuhkan olehmasyarakat. Selain itu beliau juga mengajarkan tentang kejujuran, kapanpun dan dimanapun mereka berada.

55 b. Ustadz Faisol Al Faruq

Ustadz Faisol yang memiliki nama panjang Faisol Al Faruq merupakan sosok ustadz favorit bagi kalangan santri, beliau selain pandai juga terkenalsebagai ustadz yang pendiam dan sabar dalam mendidik santri santrinya. Banyak santri yang senang sekali kalau di ajar ustadz alumni Pondok Pesantren Dawar Boyolali ini, selain itu cara berkomunikasi waktu mengajar sangat mudah untuk difahami alias tidak mbulet.

Ustadz yang merupakan keturunan langsung dari almarhum KH. Fadlun ini mempunyai hobi bermain sepak bola dan bulu tangkis, selain itu setiap kegiatan belajar mengajar beliau selalu memberikan motivasi dan arahan kepada santri-santrinya dengan tutur kata yang halus sehingga membuat santri-santri senang dalam mengikuti pelajaran. Ustadz yang akrab dipanggil Gus Sol ini mempunyai keinginan agar santrinya pandai dalam membaca dan memahami makna Al-Qur’an, selain itu beliau berharap kelak santrinya mau mengamalkan apa yang sudah di dapatkannya dari belajar di Pondok Pesantren Asta’in ini. Sehingga ilmu yang sudah didapatnya menjadi ilmu yang bermanfaat.

2. Santri Pondok Pesantren Asta’in a. Nuril Arvah

Santri yang berasal dari Lampung Sumatera ini lahir pada 20 Mei 1994, dia memiliki postur tubuh yang cukup tinggi dan hitam

56

manis. Dia merupakan santri yang sangat patuh pada ustadznya, tapi disisi lain kalau sudah bermain sama temanya sampai-sampai lupa waktu dan sering telat dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Itulah kebiasaan santri sekarang, walaupun dia patuh tapi kalu sudah bergaul sama teman semuanya akan mudah berubah. Selain itu dia juga termasuk santri yang sangat cerdas, setiap materi yang disampaikan oleh ustadznya pasti dia langsung meresponya dan apabila dia tidak faham akan materi yang disampaikan oleh ustadznya dia tidak segan-segan untuk menanyakannya. Dari situlah banyak ustadz yang sayang sama dia.

Nuril adalah seorang santri yang tak mudah putus asa dalam belajar, walaupun dia belum bisa ataupun belum faham akan materi yang disampaikan oleh ustadznya dia akan berusaha semaksimal mungkin untuk bisa. Dan inilah suatu kebiasaan yang biasanya dilakuakan oleh santri yang cukup tinggi dan berkulit hitam manis ini. b. Syawal Riyanto

Santri yang kelahiran di Magelang 4 Juni 1995 biasanya akrab dipanggil Syawal ini adalah santri yang aktif alias jarang apsen dalam belajar mengaji, walaupun dia tidak begitu memperhatikan disaat ustadznya menjelaskan, akan tetapi dia masih mau disuruh untuk menulis dan menyalin apa yang disampaikan oleh ustadznya.

Di sisi lain santri yang senang makan mie instan ini juga memiliki tugas untuk mengumandangkan adzan sebelum kegiatan

57

sholat berjamaah, dia juga mempunyai rasa percaa diri yang luar biasa, kalau ditunjuk oleh ustadznya untuk kedepan dia tidak pernah merasa malu walaupun dia belum bisa untuk menjawab atau belum bisa membaca tilawatinya dengan lancar, akan tetapi dia tidak menghiraukan semua itu dan dia bangga sudah di suruh ustadz untuk maju ke depan.

c. Aditya Kurniawan

Sesosok santri yang biasanya di panggil dengan panggilan Wawan ini lahir di Boyolali 11 Desember 1997. Peneliti menjadikan dia sebagai informan karena santri ini merupakan santri yang lumayan aktif dalam mengaji, selain itu santri ini sangat tanggap dalam menerima materi dari ustadznya.

Santri yang akrap dipanggil Wawan ini juga masih duduk di bangku sekolah, Dia bersekolah di SMK N 3 Salatiga ini sangat senang bisa mengaji di Pondok Pesantren Asta’in, dia bisa menimba ilmu, bisaberkumpul dengan teman-temannya selain itu dia ingin sekali bisa membaca Alqur’an dengan benar dan lancar . Selain membaca dan memahami Alqur’an dia juga ingin mendalami ilmu keislaman. Dari keinginan itulah yang menjadikan ia senang untuk berangkat mengaji.

Obyek dari penelitian ini lebih pada komunikasi Interpersonalyang dilakukan oleh ustadz dengan santrinya selama berinteraksi di kelas secara langsung, disaat pelajaran mengaji dimulai. Hal tersebut sinyalir karena peneliti

58

mempunyai keingintahuan untuk hubungan komunikasi yang terjadi antara ustadz dengan santri yang bertemu secara langsung di dalam kelas, ketika pelajaran mengaji di mulai.

1. Cara Ustadz Membangun Komunikasi Interpersonal dengan Santri

Berikut hasil penelitian dan observasi yang telah dilakukan secara langsung di lapangan mengenai bagaimana cara komunikasi interpersonal ustadz terhadap santri. Penelitian ini dilakukan di Pondok pesantren Asta’in yang berada di Desa Tingkir Lor Salatiga.

Setiap harinya ustadz berhadapan dan berkomunikasi dengan santri, baik itudalam kegiatan belajar-mengajar maupun dengan santri yang melanggar peraturan, baik itu dari segi pangamalan ibadahnya maupun dalam penggunaan bahasanya. Selain itu ustadz dan santri juga berkomunikasi seperti kegiatan muhadloroh yang diadakan seminggu sekali dan kegiatan muthola'ah yang dilaksanakan setiap pagi. Interaksi antara ustadz dengan santri ini merupakan bentuk komunikasi interpersonal, karena komunikasi yangdilakukan bersifat dialogis yang memungkinkan adanya pertukaran informasi dan feed back antara ustadz dengan santri.

Dari hasil wawancara dengan beberapa ustadz di Pondok pesantren Asta’in mengenai cara ustadz membangun komunikasi interpersonal dengan santri penulis menemukan beragam jawaban dari beberapa ustadz yang telah di wawancarai, antara lain:

Menurut penuturan Ustadz Faisol Al Faruq

“Dalam proses kegiatan belajar mengajar pertama saya mengondisikan santri agar santri tidak ramai. Sebelum pelajaran

59

dimulai saya akan menanyakan kabar anak-anak hari ini.” (Al Faruq, Wawancara,2 Maret 2017)

Tidak begitu berbeda dengan Ustadz Faisol, Ustadz Abdullah menuturkan:

“Saya mengondisikan santri agar santri tidak ramai. Sebelum pelajaran dimulai saya akan menanyakan kabar anak-anak, tidak jarang saya memberikan rasa humor agar santri lebih rilex dalam pelajaran.”

Sapaan tadi disampaikan langsung kepada santrinya ketika berada di dalam kelas dan hampir setiap hari dilakukan, karena dengan begitu ustadz akan tau kabar santri-santrinya saat ini.

Komunikasi antaraustadz dan santridi lakukan secara tatap muka. Saat di tanya apakah sebelum berangkat madrasah para ustadz mempersiapkan terlebih dahulu materi-materi yang akan disampaikan? Berikut pemaparan dari beberapa ustadz:

“iya, saya konsep dulu cara penyampaian materinya dengan baik, sebagaimana kebutuhan santrinya. Saya sebagai ustadz membuat konsep supayasantri itu faham akan materi yang saya sampaikan.” (Al faruq, Wawancara, 2 Maret 2017)

Di sini dapat dilihat bahwa ustadzPondok Pesantren Asta’in selalu mempersiapkan dengan baik materi yang akan di sampaikan kepada para santrinya sehingga memudahkan santri untuk memahami materi yang telah di berikan, dan mempermudah dalam proses belajar mengaji.

Namun hal lain disampaikan oleh ustadzAbdullah Al-Bazi bahwa: “sebelum mengajar saya tidak mengkonsep materi yang akan saya sampaikan, karena prosedur untuk mengajar sudah ada di dalam strategi pembelajaran. Sehingga sebelum saya mengajar saya sudah

60

tau apa yang nantinya harus saya sampaikan kepada para santri. ”(Al-Bazi, 2 Maret 2017)

Apa yang telah disampaikan oleh ustadz tersebut dibuktikan oleh peneliti saat melakukan observasi dimana ustadz saat mengajar di dalam kelas. Dalam pertemuan tersebut membahas tentang materi hari itu dan memberi tambahan hafalan surat-surat pendek. Setelah itu ustadz memulai pelajaran mengaji.

2. Implementasi Komunikasi Interpersonal dalam Menananmkan Nilai-nilai Akhlak

Terkadang seseorang menilai orang lain saat kita berkomunikasi secara tatap muka, entah itu sesuai dengan kenyataannya atau tidak. Mulai dari penampilan, cara orang tersebut berbicara, cara menatapnya dan bersikap dihadapannya.

Tidak sedikit santri yang curhat (tukar pikiran), beliaupun menanggapi dengan antusias apa yang dikeluhkan oleh para santrinya baik tentang keadaan pondok, teman-teman maupun para pengurus pondok pesantren. Setelah menanggapi keluhan beliau memberikan nasehat dan motivasi kepada satrinya. Hal ini yang membedakan Pondok Pesantren Asta’in Tingkir Lor Salatiga dengan pondok pesantren lainnya. Dimana ustadz adalah ayah dan juga sahabat bagi santrinya. Beliau sangat memperhatikan keadaan santri- santrinya. Sehingga terjalin hubungan yang sangat dekat antara ustadz dan para santrinya.

61

Hal ini sesuai dengan penuturan Ustadz Faisol Al Faruq sebagai berikut:

”Aktivitas saya dengan santri, seperti ayah dan anak. Ditengah-tengah kesibukan, saya menyempatkan diri saya untuk mengontrol keadaan santri pada sore dan malam hari semua itu saya lakukan untuk lebih dekat dengan santri-santri. Sore hari adalah waktu dimana sebagian santri setelah kegiatan mengaji datang ke rumah saya untuk sekedar bermain dan bercanda bareng dengan anak saya yang masih kecil, tidak sedikit santri-santri yang curhat sama saya sekitar masalah dengan temannya, pengurus, ustadz dan ada juga yang curhat tentang keadaan pesantren. Sebagai ayah saya berikan anak-anak solusi yang tepat dengan masalah yang mereka sampaikan. Semua ini saya lakukan agar anak-anak lebih terbuka akan masalah yang dihadapi. Selain itu, hal ini dilakukan agar apa yang dilaporkan oleh para pengurus kepada saya tentang santri tidak terjadi kesalahpahaman dengan apa yang saya dengar langsung dari anak-anak”.

Keberhasilan kegiatan ini terlihat, bahwa tidak adanya jarak antara seorang pendidik dengan para santri. Hal ini akan menumbuhkan sikap saling percaya antara komunikator (Ustadz Faisol Al Faruq) dan komunikan (santri) sehingga melahirkan suatu sikap simpatik santri dan masyarakat sekitar terhadap Ustadz faisol.

Seperti penuturan Ustadz Abdullah Al-Bazi, salah satu pengajar di Pondok Pesantren Asta”in Tingkir Lor:

“...Hubungan kami dan Ustadz Faisol sangat dekat, karena beliau selalu membaur dengan para ustadz dan juga dengan para santri. Beliau adalah seorang ayah yang bijak, sehingga santri pun tidak segan lagi untuk menyampaikan pendapatnya dan begitu juga ketika berinteraksi dengan beliau.”

Selain itu terkadang ada santri yang tidak mau memperhatikan ustadz yang sedang menerangkan mereka lebih senang berbicara dengan teman sebelahnya, sikap seorang ustadz yakni:

62

“saya sebagai ustadz akan memberi pengertian bahwa anak yang hebat itu anak yang patuh kepada ustadznya, dan saya akan memberi teladan yang baik sebelum menasehatinya.”(Al Faruq, Wawancara, 2 Maret 2017)

“menenangkan dengan cara memberi teguran, apabila cara ini tidak berhasil maka saya menakut-nakuti santri yang ramai pulangnya terakhir, apabila cara ini tidak berhasil juga saya akan beri hukuman (menjewer telinganya) tapi sewajarnya alias hukuman membagun.”(Al-Bazi, Wawancara, 2 Maret 2017)

Pendapat santri tentang sikap ustadz terhadap santri yang tidak patuh yaitu sebagai berikut:

Menurut penuturan Nuril

“kalau ustadzFaisol Al Faruq, oranya tegas, sering bikin santri senang kalau beliau ngelucu, bisa menjelaskan dengan baik sehingga saya paham dan mengajari saya tentang kejujuran. Sedangkan kalau ustadzAbdullah al-Bazi, oranya penyabar, baik hati ,cara menjelaskannya mudah untuk difahami dan suka menegur saya di waktu saya nakal.”(Arvah, Wawancara, 3 maret 2017)

Sedangkan menurut Syawal

“kalau ustadzFaisol Al Faruq, orangnya tegas kalau saya berbuat nakal langsung di nasehati dan disuruh tenang pada saat saya ramai. Sedangkan kalau ustadzAbdullah Al-Bazi, kalau saya nakal saya langsung di jewer, tapi bagi saya itu jeweran mendidik. Karena dengan begitu saya jadi mengerti kalau saya selama ini selalu diperhatikan, akan tetapi kalau pakek kopyahustadznya kelihatan tambah tampan alias tidak kelihatan jahat.”(Riyanto, Wawancara, 3 Maret 2017)

Senada dengan Nuril dan Syawal, wawan juga mengungkapkan bahwa:

“UstadzAbdullah Al-Bazi itu suka marah-marah pada saat menjelaskan karena santrinya tidak mau memperhatikan, dan kalau

63

ada santri yang nakal biasanya langsung dijewerkemudian di nasehati sedangkan kalau Ustadz Faisol Al Faruqitu orangnya baik, kalau mengajar tidak pernah marah-marah dan kalau santrinya ramai cuma di nasehati dan yang saya suka dari beliau yakni suka bercerita.”(kurniawan, Wawancara, 3 Maret 2017)

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Komunikasi Interpersonal antara Ustadz dan Santri dalam Menanamkan Nilai-nilai Akhlak

Berdasarkan pengamatan dan hasil penelitian yang dilakukan penulis ada beberapa faktor pendukung dan penghambat dalam proses komunikasi interpersonal. Adapun faktor pendukung dan penghambat tersebut adalah:

a. Faktor Pendukung

Faktor pendukung peran komunikasi interpersonal ustadz dalam peningkatan pemahaman santri di Pondok Pesantren Asta’in adalah adanya keakraban ustadz dengan santri yang menjadikanproses belajar mengajarmenjadilebihnyaman,dansantripun dapatlebihmudah memahamiapayangdisampaikan ustadz.Jadidalammemberikan materi ustadz tidakadarasacanggung,begitujugadengansantri, apabila santri belum paham maka santri tidak takut atau canggug dalam bertanya kepada ustadz.

Sikap terbuka ustadz dalam menyampaikan materi kepadasantri tanpaadayangdisembunyikan.Antara ustadz dansantri mempunyai sikap keterbukaan yang mendukung terciptanya efektifitas komunikasi interpersonal yang ada di Pondok Pesantren Asta’in. Hal ini sesuai dengan yang diungkapakan oleh Ustadz Faisol, yang mengatakan:

64

“Faktor pendukung dalam berkomunikasi itu dengan adanya keterbukaan antara ustadz dan santri, sehingga komunikasi bisa berjalan efektif. Mungkin itu yang menjadi faktor pendukung dalam berkomunikasi dengan santri.” (Al-Faruq, wawancara, 2 Maret 2017)

Adanyasikapmendukungantara ustadz dansantriuntuk terciptanya komunikasi interpersonal di Pondok Pesantren Asta’in, halinimembuatsemakinakrabantara ustadz dansantridalam berkomunikasidandalambelajarmengajar,sehingga santri dalam menerima pelajaran atau materi dari ustadz akan lebihbersemangat dan lebih mudah memahami.

Jadwal kegitan yang tertib juga menjadipendukungkegiatan komunikasi di Pondok Pesantren Asta’in. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan penulis, pelaksanaan kegiatan berdasarkan jadwal yangsudahditentukan oleh pihak pondok pesantren dapat dilaksanakansecarabaiksesuaidenganproseduryangada.Tingkat

kedislipinansantridapatdikatakanbaik,dimanasantridapat

melaksanakankegiatanberdasarkanjadwalsecaratertib.Ketertiban

melaksanakan kegiatan, tanpa ada rasa keterpaksaan dapat menjadikan santri lebih cepat paham terhadap materi yang disampaikan ustadz, dari situlahperankomunikasiinterpersonal ustadz dalampeningkatan pemahaman agama santri di Pondok Pesantren Asta’in akan terlihat.

b. Faktor penghambat

Faktor penghambat dalam komunikasi yang dilakukan ustadz terhadap santri adalah adanya sikap dan kepribadian santri yang beraneka

65

ragam. Hal ini berdasarkan hasil wawancara yang informan katakan bahwa.

“Faktor yang menjadi kendala dalam berkomunikasi dengan santri yaitu kepribadian maupun perilaku santri yang datang dan masuk di pondok pesantren ini berbeda-beda atau bermacam karakternya. Oleh karena itu bagaimana ustadzmendidik santri ini menjadi lebih baik sesuai dengan yang diharapkan.”(Al-Bazi, Wawancara, 2 Maret 2017) “saya masih merasa canggung dan kurang kepercayaan berkomunikasi, karena ustadz pondok pesantren sangat tegas dan sering memukul santri jika melakukan kesalahan meskipun itu hanya hal kecil sehingga saya takut bahkan untuk berkomunikasi pun dengan pimpinan merasa canggung. berbeda dengan ustadz pengasuh lainnya yang masih bisa untuk diajak santai, karena ustadz lainnya ketika melakukan kesalahan masih diberikan peringatan ataupun nasehat kecuali jika sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal barulah mereka akan berikan hukuman fisik.” (Kurniawan, Wawancara, 3 Maret 2017)

“Saya jarang melakukan bimbingan dengan ustadz, karena tidak ada masalah yang perlu dibahas, kalau sekedar mengobrol sering.” (Riyanto, wawancara, 3 Maret 2017)

“kalau bimbingan membicarakan masalah yang serius jarang karena saya takut mau bercerita, tapi kalau sekedar berkomunikasi biasa sering, malah tiap hari.” (Arvah, wawancara, 3 Maret 2017)

Selain itu faktor orang tua dirumah juga bisa menjadi penghambat komunikasi interpersonal yang terjadi di Pondok Pesantren Asta’in. hal ini berdasarkan hasil wawancara yang informan katakana bahwa.

”Tidak sedikit santri yang bersikap tertutup terhadap teman-teman santri maupun dengan ustadznya, setelah saya lakukan introgasi saya mendapati bahwa ternyata perilaku tertutup santri tersebut dikarenakan permasalahan dengan orang tuanya yang terlalu tegas terhadap anak tersebut.” ( Al-Bazi, Wawancara, 2 Maret 2017)

Tidak berbeda yang diungkapkan oleh Ustadz Faisol Al Faruq

“Terkadang orang tua menjadi faktor penghambat karena ada seorang santri yang curhat keepada saya mengenai orang tuanya sehingga dia menjadi pendiam.” (Al Faruq, Wawancara, 2 Maret 2017)

66

BAB IV

Dokumen terkait