• Tidak ada hasil yang ditemukan

Temuan – Pemeriksaan, Penetapan dan Penagihan Pajak Tidak Sesua

Mengakibatkan Potensi Pajak Tidak Dapat Ditetapkan, Ketetapan Pajak Daluwarsa, dan Piutang Pajak Daluwarsa Tanpa Tindakan Penagihan Aktif Sebesar Rp243,67 Miliar

LKPP Tahun 2014 (audited) menyajikan saldo Piutang Pajak per 31 Desember 2014 sebesar Rp91.774.168.360.216,00. Nilai Piutang Pajak per 31 Desember 2014 berdasarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan adalah sebesar Rp44.520.591.164.294,00 berasal dari nilai bruto sebesar Rp91.774.168.360.216,00 dikurangi penyisihan piutang tak tertagih sebesar Rp47.253.577.195.922. Saldo tersebut turun sebesar Rp11.466.081.073.617 dari saldo Piutang Pajak per 31 Desember 2013 (audited) yang disajikan sebesar Rp103.240.249.433.833,00. Piutang pajak tersebut

merupakan piutang negara kepada WP berdasarkan peraturan perundang-undangan

perpajakan yang berlaku, tetapi sampai dengan berakhirnya TA 2014 belum dilakukan pelunasan oleh WP.

Salah satu dokumen yang menjadi dasar dalam pencatatan piutang pajak adalah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Untuk tahun 2008 dan sesudahnya, DJP dapat menerbitkan SKPKB dalam jangka waktu lima tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak. Namun untuk sebelum tahun 2008, DJP dapat menerbitkan SKPKB dalam jangka waktu sepuluh tahun.

Setelah adanya pengakuan piutang, selanjutnya DJP melakukan tindakan penagihan. Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita. Penagihan pajak bersifat aktif apabila pegawai DJP telah melakukan tindakan pencegahan, penyitaan, penyanderaan, dan pelelangan.

Pemerintah tidak dapat melakukan penagihan apabila utang pajak telah melewati masa daluarsa. Berdasarkan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, hak untuk melakukan penagihan pajak mengalami daluwarsa setelah melampaui waktu lima tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.

Hasil pemeriksaan secara uji petik atas LHP DJP, data penerbitan SKPKB dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) tahun 2014, serta data piutang pajak pada ALPP menunjukkan permasalahan sebagai berikut.

a. DJP tidak dapat menetapkan potensi pajak sebesar Rp11.763.751.839,00 karena telah

daluwarsa pada saat LHP diterbitkan.

1) Potensi pajak sebesar Rp4.411.144.186,00 berasal dari hasil pemeriksaan oleh

KPP Pratama Tegal terhadap dua WP yaitu A30 dan A31.

Sehubungan dengan potensi pajak tersebut, pemeriksa pajak menjelaskan bahwa WP tidak kooperatif dalam proses pemeriksaan sehingga pemeriksa pajak kesulitan untuk mendapatkan data perpajakan. Pemeriksa pajak kemudian menempuh upaya lain yaitu meminta ijin untuk membuka rekening bank WP kepada Bank Indonesia. Namun, perijinan untuk memperoleh data rekening bank membutuhkan waktu yang lama. Berdasarkan data tersebut, pemeriksa pajak

BPK LHP SPI – LKPP TAHUN 2014 44 menemukan kekurangan pembayaran PPN masa pajak di Tahun 2009 sebesar Rp4.411.144.186,00 tetapi tidak dapat ditetapkan karena telah daluwarsa.

2) Potensi pajak sebesar Rp7.352.607.653,00 berasal dari hasil pemeriksaan oleh

Tim Optimalisasi Penerimaan Negara atas WP PT A32.

Hasil pengujian terhadap dokumen LHP dan KKP atas WP PT A32 menunjukkan bahwa atas WP tersebut telah dilakukan pemeriksaan khusus (all taxes) oleh Tim Optimalisasi Penerimaan Negara berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) Nomor PRIN-024/PJ.0401/KP.0105/OPN/2012 tanggal 26 September 2012.

Pemeriksaan dilakukan untuk Tahun Pajak 2009 terhadap seluruh kewajiban pajak. Hasil pemeriksaan pajak atas WP tersebut dilaporkan dalam LHP dengan Nomor LAP.40/TOPN/PJ.0401/2014 tanggal 27 Agustus 2014. Berdasarkan pemeriksaan terhadap KKP pemeriksa DJP diketahui permasalahan sebagai berikut.

Di dalam KKP pemeriksa DJP diketahui bahwa pemeriksa melakukan koreksi atas penyerahan BBM/Diesel Fuel kepada PT A34 periode bulan Juni – Desember 2009 sebanyak 90.564.528 liter senilai US$7,700,495.00 atau senilai Rp73.738.014.923,00 yang belum dikenakan/ dipungut PPN. Sesuai kontrak (Deed of Amandement and Restatement of Stategic Agreement) tanggal 9 Februari 2009 antara PT A32, PT A33 dan PT A34 butir 7.8 (a) dinyatakan: the company shall supply diesel fuel to the PSC at the rate of nine cents ($0,09) per liter for the term of this agreement……

…….in such event the rate to be used for the set off for fuel supply shall be eight cents ($0,08) per liter.

Berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut, pemeriksa DJP tidak melakukan koreksi atas penyerahan BBM bulan Januari s.d Juni 2009 dikarenakan telah daluwarsa ditetapkan dengan potensi penerimaan negara sebesar Rp7.352.607.654,00. Seharusnya atas potensi penerimaan negara tersebut tidak daluwarsa mengingat jangka waktu pemeriksaan yang lama. Pemeriksaan dimulai sejak tanggal 26 September 2012 dan seharusnya bisa diselesaikan pada bulan Januari 2014 dengan jangka waktu 15 bulan.

b. Sebanyak 670 ketetapan senilai Rp28.347.845.390,00 diterbitkan melewati jangka

waktu daluwarsa penetapan

Berdasarkan database ALPP (Penagihan), DJP telah menerbitkan ketetapan pajak sejumlah 137.539 ketetapan senilai Rp33.846.241.427.583,00 dan USD650,864,292.00 selama TA 2014 dengan rincian sebagai berikut.

Tabel 17 Penerbitan SKP Tahun 2014 berdasarkan Databases ALPP (Penagihan)

Kurs Jumlah SKP Nilai SKP Nilai SKP Disetujui Nilai SKP Tidak Disetujui IDR 137.356 33.846.241.427.583,00 12.298.334.823.906,00 21.547.906.603.677,00

USD 183 650,864,292.00 31,787,032.00 619,077,260.00

Total 137.539

Hasil pengujian atas data penerbitan SKPKB dan SKPKBT Tahun 2014 menunjukkan permasalahan sebagai berikut.

1) Terdapat 136 SKPKB/T senilai total Rp3.081.944.153,00 yang diterbitkan

BPK LHP SPI – LKPP TAHUN 2014 45 BPK telah melakukan pengujian data dengan membandingkan antara tahun pajak dan tanggal terbit SKPKB dan SKPKBT. Hasil pengujian menunjukkan sebanyak 136 SKPKB senilai total Rp3.081.944.153,00 diterbitkan melewati jangka waktu penetapan yang telah ditentukan dalam undang-undang.

Selanjutnya, hasil konfirmasi menunjukkan bahwa penerbitan ketetapan tersebut telah melewati jangka waktu yang ditentukan undang-undang diantaranya

disebabkan hal-hal sebagai berikut.

a) WP termasuk dalam kategori WP tidak patuh. Berdasarkan himbauan AR, WP

tetap tidak mau membayar pajaknya. Atas kondisi tersebut, AR menerbitkan SKP berdasarkan hasil verifikasi. Setelah terbitnya SKP, WP mau mengakui adanya hutang dengan membuat pernyataan pengakuan memiliki hutang pajak. Atas dasar tersebut SKP tetap diterbitkan walaupun sudah daluwarsa penetapan.

b) Berdasarkan verifikasi ditemukan data konkret berupa konfirmasi faktur

pajak dan data WP yang tidak menyampaikan SPT Masa PPN.

c) SKPKB terlambat ditandatangani oleh Kepala Kantor, sedangkan nota

perhitungan atas SKPKB tersebut belum daluwarsa.

d) LHP dan Nothit diterbitkan oleh KPP tempat WP Pusat terlambat disampaikan

kepada KPP tempat WP domisili.

e) Pergantian pemeriksa pada saat masih banyak tunggakan pemeriksaan pada

akhir tahun anggaran 2014.

f) Gangguan komputer dan aplikasi SIDJP error.

g) Kesalahan pemahaman ketentuan perpajakan oleh pemeriksa.

h) Pemeriksaan WP domisili yang pelaksanaannya terlalu dekat dengan tanggal

jatuh tempo.

Penjelasan lebih rinci alasan keterlambatan penetapan SKPKB terdapat pada

Lampiran 3.3.1.

Atas 136 SKPKB tersebut, sebanyak 57 SKPKB telah dilunasi oleh Wajib Pajak sebesar Rp415.298.997,00 dan sebanyak 79 SKPKB masih tercatat sebagai piutang sebesar Rp2.666.645.156,00.

2) Terdapat 534 ketetapan senilai Rp25.265.901.237,00 yang diterbitkan melewati

jangka waktu daluwarsa sesudah berakhirnya masa pajak.

Selain dengan mendasarkan atas Tahun Pajak, BPK juga melakukan pengujian daluwarsa penetapan atas pajak-pajak yang penetapannya sesuai dengan masa

pajak. Hasil pengujian menunjukkan terdapat 534 ketetapan senilai Rp25.266.401.237,00 terdiri dari 533 SKPKB senilai Rp25.265.293.637,00 dan satu SKPKBT senilai Rp607.600,00 yang diterbitkan lebih dari lima tahun sejak masa pajak berakhir. Surat Ketetapan tersebut meliputi ketetapan pajak atas PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Final, PPN dan PPnBM dengan rincian pada Lampiran 3.3.2.

Hasil pengujian terhadap LHP DJP dan KKP pada Kanwil DJP yang menjadi sampel pemeriksaan menunjukkan bahwa atas ketetapan yang daluwarsa tersebut terjadi karena lamanya proses pemeriksaan dengan rincian sebagai berikut.

BPK LHP SPI – LKPP TAHUN 2014 46 Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Tim Optimalisasi Penerimaan Negara (TOPN) melakukan pemeriksaan khusus (all taxes) Tahun Pajak 2009 atas WP PT A35 pada KPP WP Besar Satu. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) Nomor PRIN-010/PJ.0401/OPN/2013 tanggal 22

Maret 2013 dan LHP diterbitkan pada tanggal 29 September 2014 dengan nomor LAP-049/TOPN/PJ.0401/2014.

LHP menunjukkan terdapat koreksi positif terhadap obyek PPh Pasal 23 dan obyek PPh Pasal 26 sebesar Rp15.006.846.831,00 dan Rp99.198.336,00. Atas koreksi tersebut, TOPN mengusulkan penerbitan ketetapan pajak oleh KPP Pratama Tenggarong. KPP Pratama Tenggarong selanjutnya menerbitkan SKPKB atas PPh Pasal 26 Masa September 2009 pada tanggal 01 Oktober 2014 sebesar Rp29.362.707,00 dan SKPKB PPh Pasal 23 Masa November 2009 tanggal 16 Desember 2014 sebesar Rp647.553.064,00. Namun, penerbitan SKPKB tersebut telah daluwarsa. Atas SKPKB tersebut, WP tidak setuju seluruhnya dan belum membayar utang pajak yang ditetapkan.

(2) SKPKB sebesar total Rp1.506.611.341,00 atas Wajib Pajak PT A36

Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Tim Optimalisasi Penerimaan Negara (TOPN) melakukan pemeriksaan khusus (all taxes) Tahun Pajak 2009 atas WP PT A36 pada KPP WP Besar Satu. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan SP2 Nomor PRIN-048/PJ.0401/OPN/2011 tanggal 10 November 2011.

TOPN menerbitkan LHP pada tanggal 23 Januari 2014 dengan Nomor LAP-

006/TOPN/PJ.0401/2014 dan mengusulkan penerbitan ketetapan pajak diantaranya SKPKB PPh Pasal 23 Masa Januari s.d Desember 2009 dan SKPKB PPh Pasal 26 Masa Januari s.d. Desember 2009 kepada KPP WP Besar Dua.

Selanjutnya, KPP WP Besar Dua menerbitkan SKPKB PPh Pasal 23 Masa Maret s.d. Mei 2009 dan Pasal 26 Masa Pebruari s.d. Mei 2009 dengan nilai total sebesar Rp1.506.611.341,00 pada tanggal 18 Juni 2014. Penerbitan SKPKB tersebut melalui tenggat waktu yang lama sehingga utang pajak yang diusulkan TOPN menjadi daluwarsa. Atas ketetapan tersebut, WP tidak setuju seluruhnya dan belum membayar utang pajak yang ditetapkan.

(3) SKPKB sebesar Rp628.348.314,00 atas Wajib Pajak PT A37

Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa KPP WP Besar Dua melakukan pemeriksaan khusus atas WP PT A37 untuk Tahun Pajak 2009. Pemeriksaan

dilakukan berdasarkan SP2 Nomor PRIN-

00219/WPJ.19/KP.0205/RIK.SIS/2013 tanggal 13 Mei 2013 dan LHP diterbitkan pada tanggal 03 September 2014 dengan Nomor LAP-

323/WPJ.19/KP.0205/RIK.SIS/2014.

LHP tersebut menunjukkan terdapat koreksi positif terhadap Pajak Masukan Dalam Negeri sebesar Rp692.714.336,00. Atas koreksi tersebut, pemeriksa pajak mengusulkan penerbitan ketetapan pajak. KPP WP Besar Dua menerbitkan SKPKB pada tanggal 04 September 2014 untuk masa pajak Januari s.d. September 2009. Hal itu menunjukkan bahwa penerbitan SKPKB PPN masa Januari s.d. Agustus dengan nilai total sebesar Rp628.348.314,00 telah daluwarsa. WP telah melakukan pembayaran atas SKPKB tersebut.

BPK LHP SPI – LKPP TAHUN 2014 47

c. Piutang pajak senilai Rp203.565.266.577,00 atas WP yang masih aktif melakukan

pembayaran melalui MPN telah daluwarsa pada Tahun 2014 tanpa dilakukan tindakan penagihan aktif secara memadai oleh DJP

Dari nilai piutang pajak bruto pada DJP sebesar Rp67.750.716.880.930,00, CaLK mengungkapkan terdapat piutang pajak daluwarsa sebesar Rp8.560.247.491.102,00. Hasil uji petik atas data ketetapan pajak (SKP/STP) pada database ALPP Modul Penagihan, terdapat 58.468 ketetapan yang daluwarsa penagihannya pada TA 2014 dengan nilai total Rp797.130.391.640,00 dengan rincian sebagai berikut.

Tabel 18 Daftar Daluwarsa Penagihan per Jenis Pajak

(dalam rupiah) Jenis Pajak Jumlah Saldo Ketetapan

Bunga Penagihan 511 34.648.264.084 PPh Psl.21 9.593 29.161.572.309 PPh Psl.22 52 1.067.475.255 PPh Psl.23 409 32.131.188.780 PPh Psl.25 Badan 15.668 203.960.466.998 PPh Psl.25 OP 9.616 38.449.516.535 PPh Psl.26 25 9.948.686.243 PPh Psl.4 Ayat(2) 450 8.561.180.449 PPN 22.123 438.714.380.888 PPnBM 21 487.660.099 Total 58.468 797.130.391.640

Rincian kegiatan penagihan atas ketetapan yang daluwarsa sebanyak 58.468 ketetapan adalah sebagai berikut.

1) SKP/STP sebanyak 31.553 dengan total nilai Rp142.987.338.663,00 belum

dilakukan tindakan penagihan secara aktif oleh DJP. BPK tidak dapat mengklasifikasikan SKP/STP yang sudah diterbitkan Surat Teguran dan SKP yang belum sama sekali ada tindakan penagihan aktif karena data Surat Teguran tidak lengkap.

2) SKP/STP sebanyak 26.892 dengan total nilai Rp649.638.330.994,00 telah

dilakukan tindakan penagihan sampai dengan Surat Paksa.

3) SKP/STP sebanyak 23 dengan total nilai Rp4.504.721.983,00 telah dilakukan

tindakan penagihan sampai dengan Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP). Pengujian lebih lanjut menunjukkan bahwa atas 58.468 SKP/STP tersebut merupakan piutang pajak dari 41.531 wajib pajak. Selanjutnya BPK melakukan pengujian dengan membandingkan data tersebut dengan data Modul Penerimaan Negara (MPN). Hasil pengujian menunjukkan 7.521 Wajib Pajak dengan piutang pajak sejumlah 11.093 SKP/STP dan total nilai Rp203.565.266.577,00 masih aktif melakukan pembayaran pajak pada tahun anggaran 2014. Rekapitulasi tindakan penagihan dan aktivitas pembayaran melalui MPN atas WP dengan SKP daluwarsa sebagai berikut.

BPK LHP SPI – LKPP TAHUN 2014 48 Tabel 19 Daftar Tindakan Penagihan dan Nilai Piutang Daluwarsa yang WP masih aktif

melakukan pembayaran melalui MPN

(dalam rupiah) Tindakan Penagihan Nilai Piutang Daluwarsa Tahun 2014 Ada Aktivitas melalui MPN di 2014

Belum ada tindakan penagihan/ hanya sampai Surat Teguran 37.141.339.623

Sampai dengan Surat Paksa 162.601.293.130

Sampai dengan SPMP 3.822.633.824

Total 203.565.266.577

Atas wajib pajak yang masih aktif melakukan pembayaran, DJP seharusnya dapat melakukan penagihan aktif sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku tetapi tidak melakukannya sehingga piutang pajak tersebut tidak dapat ditagih kembali.

Permasalahan tersebut tidak sesuai dengan:

a. UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2009 pada:

1) Pasal 13 ayat (1) yang menyatakan bahwa dalam jangka waktu 5 (lima) tahun

setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut:

a) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang

terutang tidak atau kurang dibayar;

b) apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;

c) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);

d) apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak

dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; atau

e) apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau

dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a);

2) Pasal 36A ayat (1) yang menyatakan bahwa pegawai pajak yang karena

kelalaiannya atau dengan sengaja menghitung atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan dikenai sanksi sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

b. UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2000.

Permasalahan tersebut mengakibatkan negara berpotensi kehilangan penerimaan

sebesar Rp243.676.863.806,00 yang terdiri dari:

a. Daluwarsa belum ditetapkan sebesar Rp11.763.751.839,00; b. Daluwarsa penetapan sebesar Rp28.347.845.390,00; dan

BPK LHP SPI – LKPP TAHUN 2014 49

c. Daluwarsa penagihan sebesar Rp203.565.266.577,00.

Permasalahan tersebut disebabkan:

a. Pegawai pajak dan pemeriksa DJP yang terkait dengan penerbitan SKPKB lalai

dalam melaksanakan tugasnya;

b. Proses perolehan data WP dengan cara membuka rekening WP membutuhkan jangka waktu yang lama; dan

c. Pengawasan berjenjang yang dilaksanakan oleh Kepala Seksi Pemeriksaan pada

masing-masing KPP dan Kepala KPP serta Direktur Pemeriksaan dan Penagihan

tidak optimal;

Atas permasalahan tersebut, Menteri Keuangan selaku Wakil Pemerintah menanggapi bahwa akan melakukan penelitian kembali terhadap piutang pajak daluwarsa. Dalam hal hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya piutang pajak daluwarsa maka akan dilakukan upaya persuasif agar wajib pajak mau melakukan pembayaran atas SKP yang diterbitkan baik SKP yang telah daluwarsa penetapan dan penagihan.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Menteri Keuangan selaku Wakil Pemerintah agar menginstruksikan Dirjen Pajak untuk memberikan pembinaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada pemeriksa DJP, Account Representative, supervisor, kepala seksi penagihan dan petugas penagihan pajak, kepala kantor terkait, dan pejabat terkait daluwarsa.