• Tidak ada hasil yang ditemukan

Temuan Teoretis

Dalam dokumen METAFO PAMAAN INJIL JEMAHAN BAHASA (Halaman 41-46)

BAHASA INGGRIS-BAHASA INDONESIA

6. Temuan Baru Penelitian

6.1 Temuan Teoretis

mengacu pada realitas kehidupan pada zaman dahulu yang masih sangat relevan dengan realitas kehidupan masa kini.

(6) Ideologi Penerjemahan

Penerapan prosedur penerjemahan metafora konseptual memiliki kecenderungan berorientasi pada BT, dan kecenderungan yang sama juga terlihat pada penerapan sejumlah teknik penerjemahan TSa yang berorientasi pada BT.Penerapan prosedur penerjemahan metafora konseptual yang berorientasi pada BT dalam TSa tampaknya menggunakan beberapa teknik penerjemahan yang lebih mengutamakan

BT. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penerjemah lebih memilih ideologi domestikasi daripada ideologi foreignisasi ketika menerjemahkan teks perumpamaan pada Injil Lukas dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia.

6. Temuan Baru Penelitian

Temuan baru yang dihasilkan dalam penelitian Penerjemahan Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas ini merupakan novelty yang dibagi menjadi dua, yaitu temuan teoretis dan temuan empiris.

6.1 Temuan Teoretis

Temuan teoretis mengacu pada teori-teori yang diaplikasikan dalam penelitian disertasi adalah: (1) teori metafora konseptual yang berkaitan dengan relasi dan korespondensi RSu dan RSa; (2) teori semantik yang berkaitan dengan makna tanda verbal dan memori semantik; (3) teori terjemahan yang berkaitan dengan prosedur, teknik, metode penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan perumpamaan dalam Injil Lukas; dan (4) ideologi berkaitan dengan teori penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan perumpamaan dalam Injil Lukas.

Peneliti mencoba merekonstruksi teori metafora konseptual yang dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson (1980) dan yang dikembangkan oleh K vecses (2006) melalui beberapa PK. Rekonstruksi tersebut dibuat baik untuk

xxxiii   

metafora konseptual orientasional, metafora konseptual ontologis, maupun matafora konseptual struktural. Rekonstruksi teori yang terdapat pada metafora orientasional dirancang melalui PK: DIE IS DOWN, yang berfungsi untuk menganalogikan kematian sebagai sesuatu yang turun secara vertikal. Demikian pula, PK: EXALT IS DOWN yang merupakan analogi meninggikan diri sendiri sebagai sesuatu yang turun secara vertikal. Sementara itu, PK: HUMBLE IS UP menganalogikan seseorang yang merendahkan diri sendiri sebagai sesuatu yang naik secara vertikal. Rekonstruksi terhadap kategori metafora ontologis juga dilakukan terhadap PK: A MAN IS THE TREE

yang berfungsi untuk menganalogikan pohon dengan manusia. PK: TENET IS

GARMENT merupakan penggunaan ungkapan metaforis untuk menganalogikan kain dengan ajaran. Hal yang sama juga terjadi pada PK: TENET IS WINEyang menganalogikan anggur dengan ajaran. PK: LAMB IS MAN merupakan analogi domba dengan manusia. PK: THE LIGHT IS EYE digunakan untuk menganalogikan mata dengan terang. Peneliti juga merekonstruksi kategori metafora stuktural, yakni metafora yang menjelaskan struktur sebuah konsep dengan cara membandingkannya dengan struktur konsep yang lain pada beberapa PK, seperti PK: FAITH IS A

FOUNDATION merupakan analogi konsep iman dengan dasar bangunan. PK: THE WORD OF GOD IS A SEED mengonseptualisasikan analogi benih dengan firman Tuhan.PK: THE WORD OF GOD IS A PLANT merupakan analogi firman Tuhan dengan tumbuhan. PK: LIFE IN FAITH IS LIGHT secara konseptual merupakan analogi hidup dalam iman dengan terang.PK: FAITH BASIS IS KEEP PRAYING, secara konseptual merupakan analogi berdoa tanpa jemu dengan dasar iman. PK: FAITH OF LIFE IS

WAKEFUL adalah analogi pelita yang terus menyala dengan iman yang hidup. PK:

KINGDOM OF GOD IS GREAT BANQUET jamuan makan besar merupakan struktur konsep yang dinalogikan dengan Kerajaan Allah. PK: GOD IS LOVE, merupakan konsep Tuhan yang dianalogikan dengan kasih, PK: FAITH IS SALT secara konseptual merupakan analogi garam dengan iman.

xxxiv   

Berdasarkan pada pemetaan konseptual (PK), temuan baru analisis memperlihatkan kurang paralelnya pengategorian metafora konseptual yang dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson (1980). Misalnya jenis metafora orientasional dapat dikategorikan ke dalam jenis metafora struktural, dan metafora ontologis ternyata juga dapat dikategorikan ke dalam jenis metafora struktural. Demikian pula, ungkapan metaforis yang sama dapat dipetakan dengan PK yang berbeda. Sebaliknya, satu PK diungkapkan dengan lebih dari satu ungkapan metaforis seperti,PK: THE

WORD OF GOD IS A PLANT, FAITH BASIS IS KEEP PRAYING, FAITH OF LIFE IS WAKEFUL, KINGDOM OF GOD IS GREAT BANQUET, AFFECTION IS WARMTH,

danGOD IS LOVE.

Sementara itu, menurut pandangan K vecses (2006), kaitan antara ranah sumber dan ranah target merupakan hubungan yang berlaku antara ranah sumber yang dapat diberlakukan pada beberapa ranah target, demikian pula satu ranah target mungkin dapat diberlakukan pada beberapa ranah sumber. Hubungan yang berlaku antara ranah sumber yang dapat diberlakukan pada beberapa ranah target disebut ruang lingkup sumber. Misalnya, ranah sumber bangunan selain sesuai diterapkan untuk teori, melalui PK: THEORIES ARE BUILDING sesuai juga untuk kehidupan iman, dalam hal ini, PK: FAITH IS A FOUNDATION.

Demikian pula, ranah sumber tumbuhan, selain sesuai diterapkan untuk ekonomi, melalui PK: ECONOMY IS A PLANT, seperti pada frasa economic growth, sesuai pula untuk ranah sumber firman Tuhan yang diungkapkan melalui PK: THE

WORD OF GOD IS A PLANT. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seseorang menggunakan memori semantiknya dengan mengasosiasikan ciri atau karakteristik entitas yang satu dengan entitas lainnya.

Di samping itu, K vecses (2006) mengatakan bahwa entailment potensial merupakan pemetaan tambahan. RSu sering memetakan gagasan melebihi gagasan yang ada dalam ranah target.Pemetaan tambahan seperti itu disebut

entailment atau inferensi. Entailment potensial terdapat pada PK: FAITH IS SALT yang termasuk kategori metafora stuktural melalui PK: BAD IS DOWN yang termasuk dalam

xxxv   

kategori metafora orientasional. Aspek konsep SALT dan aspek konsep DOWN

(salthas lost its flavor) berada, baik pada ranah sumber maupun pada ranah target. Dari analisis analogi karakteristik ditemukan korespondensi antara komponen

RSa dan RSu. Kesamaan ciri atau karakteristik yang terdapat dalam kedua komponen tersebut menjadi dasar metafora. Berdasarkan korespondensi konseptual ranah mental target dan RSu, secara garis besar, ada kecenderungan yang ditunjukkan oleh kemiripan atau kesamaan ciri antara ranah mental target dengan RSu. Namun, pemilihan suatu ranah sumber tertentu untuk suatu ranah target dilakukan karena didasarkan pada pengalaman yang dirasakan tubuh ketika mengalami kondisi yang dirasakan, misalnya PK: AFFECTION IS WARMTH (data melalui ungkapan fell on his

neck yang bermakna merangkul, dan ungkapan lays it on his shoulders yang

bermakna meletakkannya di atas bahunya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa korespondensi dapat ditunjukkan melalui hubungan kasih sayang dengan kehangatan.

Relasi ontologis antara RSa dan RSu relevan dalam penerjemahan, khususnya konsep keterjemahan metafora. Keterjemahan tidak lagi berkaitan dengan ungkapan metaforis yang terdapat dalam teks sumber (TSu), tetapi berkaitan erat dengan sistem konseptual dalam budaya sumber dan budaya target, karena perbedaan PK dalam BS

dengan PK dalam BT terletak pada bentuk ungkapan metaforis yang digunakan untuk mengungkapkan konsep yang sama. Hal ini sejalan dan turut memperkuat teori metafora konseptual (K vecses, 2002). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendekatan kognitif terhadap metafora memiliki implikasi terhadap teori dan praktik penerjemahan.

Demikian pula, penelitian ini membuktikan bahwa analisis ungkapan metaforis pada tataran kalimat atau paragraf menjadi komponen yang sangat penting karena ungkapan metaforis tersebut sekaligus menjadi unit analisis dalam analisis penerjemahan. PK diperlukan pada tahap analisis TSu, terutama pada tahap pengategorian berbagai jenis metafora konseptual dalam TSu. Ketika analisis masuk pada tahap berikutnya, yakni analisis terjemahan yang melibatkan TSu dan TSa untuk

xxxvi   

mengkaji penerapan strategi penerjemahan, data ungkapan metaforis dalam TSu dan terjemahannya dalam TSa menjadi fokus analisis.

Penelitian ini juga membuktikan bahwa dalam beberapa hal penerjemah lebih mengutamakan makna dan ciri TSu tetap dapat dipertahankan dalam TSa berdasarkan sejumlah teknik penerjemahan yang diterapkan yang menunjukkan ideologi yang diterapkan oleh penerjemah dalam tataran mikroteks turut memperkuat teori yang dikemukakan oleh (Vinay Darbelnet, 1958; Newmark, 1988; Baker, 1992; Molina & Albir, 2005). Hal tersebut dapat dilihat dalam penerapan teknik penerjemahan yang berorientasi pada BT yang masuk dalam kategori direct translation yang dalam penelitian ini tampak pada penerapan teknik penerjemahan harfiah dan transferensi. Di samping itu, penerjemah juga memiliki kecenderungan ciri TSa dalam teks penerjemahan perumpamaan Injil Lukas yang cukup menonjol berdasarkan penerapan teknik penerjemahan yang berorientsi pada BT yang dalam hal ini masuk dalam ketagori oblique translation yang terdapat pada penerapan teknik penerjemahan transposisi, amplifikasi linguistik, modulasi, adaptasi, analisis komponensial, idiomatis, pemadanan fungsional, deskriptif ekuivalen, dan kompensasi.

Apabila dilihat dari penerapan prosedur penerjemahan metafora konseptual, penerjemah memiliki kecenderungan menerjemahkan metafora menjadi bentuk metafora dengan citra yang sama. Namun, ada metafora diterjemahkan menjadi bentuk non metafora dengan citra yang sama, dan ada pula metafora diterjemahkan menjadi bentuk non metafora dengan citra yang berbeda. Temuan penelitin berdasarkan analisis metode penerjemahan menunjukkan bahwa penerjemah cenderung menerapkan metode penerjemahan komunikatif, adaptasi, dan idiomatis sebagai strategi penerjemahan yang berorientasi ke BT.

Penerapan metode penerjemahan komunikatif mencerminkan ideologi penerjemahan yang dianut oleh penerjemah dalam menerjemahkan metafora konseptual dalam perumpamaan Injil Lukas. Secara umum dapat dikatakan bahwa

xxxvii   

teknik penerjemahan, metode dan ideologi penerjemahan secara kolektif mencerminkan strategi penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah ketika mengatasi masalah penerjemahan metafora konseptual dalam teks bidang religi dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia yang dalam konteks ini peneliti melibatkan interpretasi makna lintas budaya, yaitu budaya sumber dan budaya target.

Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat kecenderungan penerapan teknik penerjemahan yang berorientasi pada BT, yaitu penerapan teknik transposisi, amplifikasi linguistik, modulasi, adaptasi, analisis komponensial, idiomatis, pemadanan fungsional, deskriptif ekuivalen, dan kompensasi.Penerapan teknik-teknik penerjemahan tersebut mengindikasikan bahwa penerjemah menganut ideologi domestikasi. Dalam penerjemahan, penerapan teknik-teknik tersebut juga didorong oleh faktor perbedaan sistem bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, di samping perbedaan faktor budaya dan preferensi penerjemah. Bagaimanapun di dalam perumpamaan, gaya bercerita pewarta juga cukup menonjol sehingga penerjemah menerapkan teknik transposisi yang bersifat manasuka yang bertujuan untuk memberikan penekanan topik pembicara dan untuk menunjukkan preferensi stilistik penerjemah.

Dalam dokumen METAFO PAMAAN INJIL JEMAHAN BAHASA (Halaman 41-46)

Dokumen terkait