B
M
PADA P
K
BAHASA
NPR
U
METAFO
PERUMP
KAJIAN P
A INGGR
NI NYOMAROGRAM
UNIVERSI
DE
ORA KON
PAMAAN
PENERJ
RIS-BAH
AN TRI SUKPASCAS
ITAS UDA
ENPASAR
2015
NSEPTU
N INJIL
JEMAHA
HASA IN
KARSIHARJANA
AYANA
R
UAL
L LUKAS
AN
NDONESI
A
S:
IA
B
M
PADA P
K
BAHASA
NPR
PR
U
METAFO
PERUMP
KAJIAN P
A INGGR
NI NYOMA NIMPROG
ROGRAM
ROGRAM
UNIVERSI
DE
ORA KON
PAMAAN
PENERJ
RIS-BAH
AN TRI SUK M 129017100GRAM DO
M STUDI L
PASCAS
ITAS UDA
ENPASAR
2015
NSEPTU
N INJIL
JEMAHA
HASA IN
KARSIH 08OKTOR
LINGUIST
ARJANA
AYANA
R
UAL
L LUKAS
AN
NDONESI
TIK
A
S:
IA
ii
METAFORA KONSEPTUAL
PADA PERUMPAMAAN INJIL LUKAS:
KAJIAN PENERJEMAHAN
BAHASA INGGRIS-BAHASA INDONESIA
Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor pada Program Doktor, Program Studi Linguistik,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI NYOMAN TRI SUKARSIH NIM 1290171008
PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI LINGUISTIK PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
iii
Lembar Pengesahan
DISERTASI INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 17 SEPTEMBER 2015
Promotor,
Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A. NIP 19530107 198103 1002
Kopromotor I,
Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A.,Ph.D. NIP 19561024 198303 1 002
Kopromotor II,
Prof. Dr. Aron Meko Mbete. NIP 19470723 197903 1002
Mengetahui
Ketua Program Doktor (S3) Linguistik Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. Aron Meko Mbete NIP 19470723 197903 1002
Direktur
Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K). NIP 195902151985102001
iv
Disertasi ini telah diuji pada Ujian Tertutup Tanggal 17 September 2015
Panitia Penguji Disertasi Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No. : 3698/UN.14.4/HK/ 2015
Tanggal 28 Agustus 2015
Ketua : Prof. Dr. Drs. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A. Anggota :
Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A. (Promotor) Prof. Drs. Ketut Artawa, Ph.D. (Kopromotor I) Prof. Dr. Aron Meko Mbete (Kopromotor II) Prof. Drs. Made Suastra, Ph.D.
Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A. Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum. Prof. Dr. Ni Nyoman Padma Dewi, M.A.
v
Pernyataan Bebas Plagiat
Nama : Ni Nyoman Tri Sukarsih NIM : 1290171008
Program Studi : Program Doktor, Program Studi Linguistik
Judul Disertasi : Metafora Konseptual pada Perumpamaan Injil Lukas: Kajian Penerjemahan Bahasa Inggris-Bahasa Indonesia
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah/disertasi ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, Desember 2015 Yang Membuat Pernyataan,
vi
Konvensi Penulisan Pemetaan Konseptual
Dalam teori metafora konseptual, Lakoff dan Johnson (1980) dan Lakoff (1993) menuliskan PK dengan huruf kapital, misalnya ARGUMENT IS WAR, termasuk penulisan sebuah konsep dengan huruf besar, misalnya konsep WAR, UP-DOWN, JOURNEY. Konvensi itu juga diterapkan oleh para peneliti metafora yang mengadopsi teori konseptual (Knowles dan Moon, 2006). Oleh karena konvensi itulah, peneliti juga menerapkan penulisan PK dengan huruf kapital.
x
ABSTRAK
METAFORA KONSEPTUAL
PADA PERUMPAMAAN INJIL LUKAS:
KAJIAN PENERJEMAHAN
BAHASA INGGRIS-BAHASA INDONESIA
Penelitian ini bertujuan mengkaji aplikasi penerjemahan metafora konseptual dalam teks perumpamaan Injil Lukas dan strategi penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan metafora konseptual dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.
Kajian dilakukan dengan menggunakan empat pendekatan, yaitu pendekatan kognitif, pendekatan berbasis korpus, model komparatif, dan strategi penerjemahan. Metode kualitatif berupa analisis teks digunakan untuk menganalisis terjemahan sebagai sebuah produk yang didasarkan pada sebuah korpus paralel yang berasal dari Alkitab Terjemahan Baru versi Lembaga Alkitab Indonesia tahun 2008 berbahasa Inggris korpusteks sumber) dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia (korpus teks target). Identifikasi penggunaan ungkapan metaforis dalam kedua sub-korpus itu dilakukan dengan reduksi data, yakni data berupa teks perumpamaan dalam Injil Lukas yang telah terkumpul diseleksi, disederhanakan, dan diabstraksikan, dilanjutkan dengan sajian data,yaitu suatu rakitan organisasi informasi dan deskripsi yang berupa interpretasi teks dengan menggunakan pemetaan konseptual dan dianalisis dengan teori penerjemahan metafora, langkah selanjutnya diambil simpulan dari analisis tersebut.
Temuan baru dalam penelitian ini yaitu: rekonstruksi pemetaan konseptual dilakukan terhadap metafora konseptual orientasional, ontologis dan struktural. Temuan analisis memperlihatkan kurang paralelnya pengategorian metafora konseptual yang dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson. Ranah sumber sering memetakan gagasan melebihi gagasan yang ada dalam ranah target. Temuan lainnya, yaitu terdapat 20 jenis metafora yang setelah dipetakan secara konseptual ditemukan18 jenis pemetaan konseptual yang meliputi ketiga kategori metafora konseptual, yakni tiga jenis metafora orientasional, lima jenis metafora ontologis, dan sepuluh jenis metafora struktural. Kemunculannya menunjukkan kecenderungan penulis teks sumber menggunakan metafora struktural untuk menjelaskan berbagai konsep, prinsip-prinsip kebenaran Kristiani dalam teks bidang religi dalam realitas kehidupan. Untuk mengatasi masalah penerjemahan metafora konseptual, penerjemah menerapkan tiga metode penerjemahan yang berorientasi pada bahasa target berdasarkan sejumlah prosedur penerjemahan metafora konseptual dan teknik penerjemahan yang digunakan, yaitu metode komunikatif, metode penerjemahan adaptasi, dan metode penerjemahan idiomatik. Dapat disimpulkan bahwa penerjemah mengadopsi ideologi domestikasi ketika menerjemahkan metafora konseptual dalam teks perumpamaan Injil Lukas dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.
xi
Relevansi temuan penelitian ini dengan temuan penelitian terkait adalah penerjemahan teks perumpamaan Injil Lukas (sebagai salah satu bentuk teks khusus yang memiliki fungsi informatif) juga cenderung lebih mengutamakan ciri, bentuk, dan makna teks target sebagai wujud dari ketiga metode penerjemahan serta ideologi domestikasi yang dianut. Simpulan dalam penelitian ini turut memperkuat temuan penelitian sebelumnya tentang teori metafora konseptual yang lebih dikenal dengan pendekatan kognitif serta strategi penerjemahan yang meliputi ideologi penerjemahan, metode penerjemahan, prosedur penerjemahan metafora, dan teknik penerjemahan.
xii
ABSTRACT
CONCEPTUAL METAPHOR IN THE PARABLES ON THE GOSPEL OF LUKE: A TRANSLATION STUDY
OF ENGLISH - INDONESIAN
This study aims at exploring the application of conceptual metaphors in the parable texts found in the Gospel of Luke and various strategies applied in the translation of conceptual metaphors from English into Bahasa Indonesia.
The research utilizes four approaches: cognitive approach, corpus-based approach, comparative models, and translation strategies. Qualitative methodin the form of text analysis is used to analyze the translation product based on a parallel corpus derived from the English version of the New Living Translation Bible published in 2008 by Lembaga Alkitab Indonesia (text source sub-corpus) and its translation into Bahasa Indonesia (target textsub-corpus). Metaphorical expressions in both sub-corpus were identified using data reduction technique in the form of parable texts found in the Gospel of Luke, which were collected, selected, simplified and abstracted. Subsequently, data is presented in one organized unit of information, described in the form of text interpretation by means of conceptual mapping, analyzed with translation theories on translating metaphors, before ultimately conclusions can be inferred from this analysis.
New findings emerged from this study, namely reconstruct the theory of conceptual metaphor coined conducted for orientational, ontological, and structural conceptual metaphors. Based on the conceptual mapping (CM), the novelty of this analysis shows the lack of parallel between the categorization of conceptual metaphor stated by Lakoff and Johnson. Source domain that can be applied in several target domains, as well as the target domain can be applied in several source domains. Other findings, there are twenty types of metaphor conceptually mapped, were discovered encompassing all three categories of conceptual metaphor, i.e., orientational metaphor, ontological metaphors, and structural metaphor. The occurrence of all three types of conceptual metaphor indicates the tendency of the author of source text (ST)to use structural metaphors to explicate various concepts,the principles of in Christianity in religious text within the realities of life. Secondly, to overcome the problems of translating conceptual metaphors, the translators applied three methods closely oriented towards target language (TL) based on a number of conceptual metaphors translation procedures. Translation techniques employed include the communicative translation method, the adaptation translation method, and the idiomatic translation method. It can be established that the translators adopted domestication ideology when translating conceptual metaphors in the parable texts found in the Gospel of Luke from English into Bahasa Indonesia.
xiii
The relevance of the current findings with the findings of related studies has to do with the translation of parable texts from the Gospel of Luke as a form of special text with informative function but also with strong preference towards the characteristics, the form and the meaning of the source text within the target text, as a manifestation of the three translation methods applied and domestication ideologies adopted. The conclusion of the current study also reinforces the findings of previous studies on conceptual metaphor theory known as the cognitive approach, as well as translation strategies that include translation ideology, translation methods, metaphor translation procedures and translation techniques.
xliv DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM ……… i PRASYARAT GELAR ………. ii
LEMBAR PENGESAHAN ……….. iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……… iv
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ……… v
KONVENSI PENULISAN PEMETAAN KONSEPTUAL ………... vi
UCAPAN TERIMA KASIH ………. vii
ABSTRAK ……….. x
ABSTRACT ……… xii
RINGKASAN ………. xiv
DAFTAR ISI ……….. xIiv DAFTAR TABEL ………. xIivii DAFTAR BAGAN ………. DAFTAR GAMBAR ……….. xIviii xIix DAFTAR SINGKATAN ……… I DAFTAR LAMPIRAN ………. Ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………... 1 1.2 Rumusan Masalah ………... 16 1.3 Tujuan Penelitian ………... 17 1.3.1 Tujuan Umum ………... 17 1.3.2 Tujuan Khusus ………... 18 1.4 Manfaat Penelitian ………... 18 1.4.1 Manfaat Teoretis ………... 19 1.4.2 Manfaat Praktis ………... 19
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ………... 20
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka ………... 21
2.2 Konsep ………... 27
2.3 Landasan Teori ………... 30
2.3.1 Teori Semantik ………... 31
2.3.2 Teori Metafora Konseptual ………... 33
2.3.2.1 Kategori metafora konseptual ………... 41
2.3.2.2 Komponen metafora konseptual ………... 51
2.3.3 Teori Penerjemahan ………... 55
2.3.3.1 Strategi penerjemahan ………... 56
2.3.3.2 Prosedur penerjemahan metafora ………... 63
xlv
2.3.3.4 Ideologi penerjemahan ………... 71
2.4 Model Konseptual ………... 75
2.5 Model Penelitian ………... 76
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Landasan Filosofis ………... 80
3.2 Metode Penelitian ………... 81
3.3 Jenis dan Disain Penelitian ………... 83
3.4 Jenis dan Sumber Data ………... 83
3.5 Instrumen Penelitian ………... 86
3.6 Teknik Pengumpulan Data ………... 86
3.6.1 Metode Observasi ………... 87
3.6.2 Metode Wawancara ………... 90
3.6.3 Metode Dokumentasi ………... 90
3.6.4 Validasi Data ………... 90
3.7 Analisis Data ………... 91
3.8 Penyajian Hasil Analisis Data ………... 92
BAB IV METAFORA KONSEPTUAL DALAM PERUMPAMAAN INJIL LUKAS 4.1 Pengantar ………... 93
4.2 Kategori Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas ………... 93
4.2.1 Metafora Orientasional ………... 94
4.2.2 Metafora Ontologis ………... 105
4.2.3 Metafora Struktural ………... 4.3 Perumpamaan dalam Injil ………. 118 151 4.4 Penutup ………... 160
BAB V PENERJEMAHAN METAFORA KONSEPTUAL PERUMPAMAAN INJIL LUKAS 5.1 Pengantar ………... 163
5.2 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Konseptual ………... 164
5.3 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Orientasional ………... 165
5.3.1 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Buah ………... 166
5.3.2 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Garam ………... 170
5.3.3 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Status Sosial ………... 173
5.3.4 Ringkasan Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Konseptual Orientasional………... 178 5.4 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Ontologis ………... 179
5.4.1 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Pohon ………... 180
5.4.2 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Kain ………... 185
5.4.3 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Anggur ………... 188
5.4.4 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Domba ………... 191
5.4.5 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Mata ………... 194
xlvi
5.5 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Struktural ………... 198
5.5.1 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Bangunan ………... 199
5.5.2 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Benih ………... 202
5.5.3 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Tumbuhan ………... 206
5.5.4 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Pelita ………... 210
5.5.5 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Doa ………... 212
5.5.6 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Pelita ………... 216
5.5.7 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Jamuan Makan ………... 220
5.5.8 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Kasih Sayang ………... 224
5.5.9 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Kasih ………... 231
5.5.10 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Garam ………... 237
5.5.11 Ringkasan Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Konseptual Struktural …... 240
5.6 Metode Penerjemahan Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas …... 242
5.7 Penutup ………... 246
BAB VI IDEOLOGI PENERJEMAHAN METAFORA KONSEPTUAL PERUMPAMAAN INJIL LUKAS 6.1 Pengantar ………... 249
6.2 Ideologi Penerjemahan ………... 250
6.3 Ideologi Penerjemahan Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas 251 6.3.1 Ideologi Domestikasi Penerjemahan Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas………... 252 6.3.2 Ideologi Foreignisasi Penerjemahan Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas ………... 263 6.4 Penutup ………... 264
BAB VII TEMUAN BARU PENELITIAN 7.1 Pengantar ………... 266
7.2 Temuan Teoretis ………... 266
7.3 Temuan Empiris ………... 275
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN 8.1 Simpulan ………... 281
8.2 Saran ………... 286
DAFTAR PUSTAKA ………. 288
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS ……… 296
xlvii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Metafora Konseptual dan Tujuan ………. 37
Tabel 2.2 Koherensi Metaforis ………. 48
Tabel 3.1 Perumpamaan Dua Macam Dasar ………. 88
Tabel 4.1 Metafora Orientasional ………. 94
Tabel 4.2 Metafora Ontologis ……… 105
Tabel 4.3 Metafora Struktural ……… 119
Tabel 4.4 Arah Benih dalam Perumpamaan Seorang Penabur ………. 122
Tabel 4.5 Interpretasi Perumpamaan Seorang Penabur ………. 128
Tabel 5.1 Daftar Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas ……….. 164
Tabel 5.2 Metafora Buah ……… 166
Tabel 5.3 Metafora Garam ………. 170
Tabel 5.4 Metafora Status Sosial ……… 173
Tabel 5.5 Metafora Pohon ………. 180
Tabel 5.6 Metafora Kain ………. 185
Tabel 5.7 Metafora Anggur ………. 189
Tabel 5.8 Metafora Domba ………. 192
Tabel 5.9 Metafora Mata ………. 195
Tabel 5.10 Metafora Bangunan ………. 199
Tabel 5.11 Metafora Benih ……….. 203
Tabel 5.12 Metafora Tumbuhan ………... 207
Tabel 5.13 Metafora Pelita ……… 211
Tabel 5.14 Metafora Doa ……….. 213
Tabel 5.15 Metafora Pelita ……… 217
Tabel 5.16 Metafora Jamuan Makan ……… 220
Tabel 5.17 Metafora Kasih Sayang ………... 225
Tabel 5.18 Metafora Kasih ………... 231
Tabel 5.19 Metafora Garam ………. 238
Tabel 5.20 Penggunaan Teknik Penerjemahan ………. 244
Tabel 6.1 Penerapan Teknik Transposisi (Pergeseran Struktur) sebagai Ideologi Domestikasi …... 255
Tabel 6.2 Penerapan Teknik Transposisi (Pergeseran Struktur) sebagai Ideologi Domestikasi …… 256
Tabel 6.3 Penerapan Teknik Transposisi (Pergeseran Unit) sebagai Ideologi Domestikasi ………. 257
Tabel 6.4 Penerapan Teknik Transposisi (Manasuka) sebagai Ideologi Domestikasi ……….. 257
Tabel 6.5 Penerapan Teknik Amplifikasi Linguistik sebagai Ideologi Domestikasi ………. 258
Tabel 6.6 Penerapan Teknik Berorientasi pada BT sebagai Ideologi Domestikasi ……….. 260
xlviii DAFTAR BAGAN Halaman 2.1 Model Konseptual ……….. 76 2.2 Model Penelitian ……… 77 5.1 Model Strategi Penerjemahan Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas 248
xlix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Korespondensi antara Konsep theory dan building (Lakoff dan Johnson, 1980) …….. 36 2.2 Relasi Objek, Makna, dan Citra (Newmark, 1988) ……… 39 2.3 Diagram V (Newmark, 1988:45) ………... 68
l DAFTAR SINGKATAN BS : Bahasa Sumber BT : Bahasa Target FIL : Filemon KOL : Kolose
KIS : Kisah Para Rasul
LAI : Lembaga Alkitab Indonesia LUK : Lukas MAT : Matius MAR : Markus PB : Perjanjian Baru PK : Pemetaan Konseptual PL : Perjanjian Lama RSa : Ranah Sasaran RSu : Ranah Sumber TB : Terjemahan Baru TIM : Timotius
TSa : Teks Sasaran TSu : Teks Sumber YOH : Yohanes
li
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Pengategorian Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas ………... 299 2. Strategi Penerjemahan Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas ……. 310 3. Data Informan ……….. 315 4. Instrumen Penelitian ………. 316
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur kehadapan Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat dan anugerah-Nya saja disertasi yang berjudu l“Metafora Konseptual pada Perumpamaan Injil Lukas: Kajian Penerjemahan Bahasa Inggris-Bahasa Indonesia”ini dapat terselesaikan dengan baik. Atas rahmat-Nya pula dihadirkan-Nya sejumlah hamba-hamba-Nya yang dengan tulus dan sabar telah membantu dan membimbing penulis selama proses perkuliahan sampai perancangan dan penulisan disertasi ini. Untuk itu, perkenankan penulis pada kesempatan yang baik ini menyampaikan penghargaan, dan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada yang terhormat:
Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD-KEMD, selaku Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K), selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Asiten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A dan Asisten Direktur II Prof. Made Sudiana Mahendra, Ph.D. Program Pascasarjana Universitas Udayana, atas bantuan dan informasi yang diberikan, dan kepada seluruh staf Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Prof. Dr. Aron Meko Mbete beserta bapak Dr. A.A. Putu Putra, M.Hum., selaku ketua dan sekretaris Program Doktor Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Udayana, dan bapak Prof. Dr. Drs. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A., selaku Pembimbing Akademik penulis, yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan, baik secara formal maupun informal.
Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A, selaku promotor yang dengan terus-menerus meyakinkan penulis bahwa kesulitan akan terlewati melalui kerja keras. Beliau juga telah membimbing dan mengarahkan penulis untuk memahami teks dengan teori yang relevan bagi penulis yang berkutat pada tataran linguistik terjemahan. Berbagai ide cemerlang yang beliau paparkan memperkaya pengetahuan dan menguatkan konsep belajar sepanjang hayat.
Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D. dan bapak Prof. Dr. Aron Meko Mbete, selaku Kopromotor, yang selalu penulis sibukkan dengan kegundahan, perubahan persepsi, penataan gagasan, masalah penulisan dan hal-hal lainnya. Banyak masukan dan ide cemerlang yang penulis terima dalam proses bimbingan, sekaligus menyadarkan kekeliruan persepsi penulis selama ini. Penulis mengakui bahwa kesabaran dan ketulusan beliau membimbing patut dijadikan teladan.
Prof. Dr. Drs. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A., Prof. Drs. I Made Suastra, Ph.D., Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A., Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum., dan Prof. Dr. Ni Nyoman Padma Dewi, M.A., sebagai penguji, yang dengan setia membaca dan
viii
mengkritisi penelitian ini sejak tahap proposal. Penulis menyadari masukan dan saran yang diberikan member kontribusi positif bagi kesempurnaan disertasi ini.
Seluruh staf pengajar pada Program Doktor Linguistik Universitas Udayana: Prof. Dr. Aron Meko Mbete, Prof. Dr. I Gusti Made Sutjaya, M.A., Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, S.U., Prof. Dr. N.L. Sutjiati Beratha, M.A., Prof. Drs. Ketut Artawa, Ph.D., Prof. Dr. Drs. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A., Prof. Drs. I Made Suastra, Ph.D., Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A., Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum.,Prof. Dr. I Ketut Riana, S.U., Prof. Dr.I WayanPastika. M.S., Prof. Dr. Nyoman Suparwa, M.Hum., Dr. Ni Made Dhanawaty, M.S., Dr. A.A. Putu Putra, M.Hum., Prof. Dewa Komang Tantra, M.Sc., Ph.D, Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum., dan Dr. I Nyoman Sedeng, M.Hum., yang telah banyak memberikan pembelajaran berharga baik secara formal maupun secara informal.
Dr. Frans I Made Brata, M.Hum., atas bimbingan dan arahan serta diskusi panjang yang sering terjalin mampu memberikan wawasan, persepsi, dan penguatan tersendiri bagi kepercayaan diri penulis.
Seluruh staf administrasi bapak I Nyoman Sadra, S.S., Ida Bagus Suanda, I.G.A. Putu Supadmini, Komang Tiani, S.E., I Ketut Ebuh, S.Sos dan para pustakawan di Perpustakaan Linguistik atas bantuan mereka yang tulus memudahkan penyelesaian studi penulis.
Para informan kunci, Pdt. I Made Subiakta, S.Th., Pdt. I Nyoman Nasiun, S.Th, Pdt. I Nyoman Suanda, M.Min, Komang Tri Sutrisna Agustia, S.S., M.Hum, Ni Luh Kurniasih, S.P., yang dengan sukarela ambil bagian dalam proses penelitian yang penulis lakukan.
Teman-teman seperjuangan karyasiswa program Doktor Linguistik yang masih berjuang menyelesaikan disertasi Ni Made Diana Erfiani, S.S., M.Hum, Ni Ketut Dewi Yulianti, S.S., M.Hum., Putu Chrisma Dewi, S.S, M.Hum, Agus Darma Yoga Pratama, S.S., M.Hum, Yohanes Kristianto, S.Pd., M.Hum, Dra. A.A. Kade Sri Yudari, M.Si, Dra. Ni Made Suwari Antari, M.Hum, Kadek Eva Krishna Adnyani, S.S., M.Si, Dra. Ida Ayu Iran Adhiti, M.Si, Iswanto, S.Th, M.Hum, Drs. Gregorius Sudaryono, M.Hum, Robert Marseng, M.Hum, Dra. Yemi Septiyarti, M.Hum, Barth B. Kainakaimu.
Suami I Made Sudarsana Adi, B.A., dan dua pemudi tercinta kebanggaan ibu Ni Putu Lindawati, S.S., Ni Made Rai Purwa Sani. Pengorbanan dan dukungan tiada henti pada akhirnya mengantarkan ke babak baru. Rasa hormat dan terimakasih juga ditujukan kepada almarhum ayah, ibu serta mertua dan seluruh anggota keluarga yang telah mendukung penulis.
ix
Dr. dr. Made Nyandra Sp. KJ., M. Repro, FIAS, selaku Rektor Universitas DhyanaPura, Dr. IGusti Bagus Rai Utama, S.E., M.Agr, M.A, I Made Darmayasa, S.E., M.M, selaku Wakil Rektor Universitas DhyanaPura, Gusti Ngurah Joko Adinegara, S.E., M.A selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Humaniora, Dra. Adri Supriyati, selaku ketua LPPM Universitas Dhyana Pura, I Made Elia Cahaya, SH.,S.Pd., M.Pd., I Putu Pranatha Sentosa, S.E., M.Pd., Putu Chris Susanto, B.A., MBA., M.Ed yang telah banyak membantu.
Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, S.U, Pdt. Anwar Tjen, Ph.D (ketua penerjemah Alkitab LAI) atas pemberian buku-buku yang begitu banyak secara cuma-cuma, kiranya kemurahan tersebut memberikan sumbangsih bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Yayasan Dhyana Pura, khususnya bapak Pdt. Dr. Wayan Mastra, atas kesempatan dan bantuan finansial yang diberikan sehingga penulis dapat melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, tanpa bantuan tersebut cita-cita studi lanjut akan tetap menjadi mimpi yang menggenangi asa.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini merupakan karya maksimal yang sudah dilakukan yang tentu saja memerlukan pendalaman dan penyempurnaan lebih lanjut. Olehkarenaitu, segala kekurangan dalam penelitian ini merupakan keterbatasan penulis semata. Kiranya disertasi ini bermanfaat bagi pembaca atau peneliti berikutnya. Semoga Tuhan Yang Mahakasih senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian disertasi ini.
Denpasar, Desember 2015
xiv
RINGKASAN
METAFORA KONSEPTUAL PADA PERUMPAMAAN INJIL LUKAS:
KAJIAN PENERJEMAHAN
BAHASA INGGRIS-BAHASA INDONESIA
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Fenomena yang dikaji dalam penelitian ini adalah tentang metafora konseptual dalam perumpamaan Injil Lukas berbahasa Inggris diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.Terkait dengan hal ini, metafora yang dimaksudkan di sini adalah metafora yang lingkupnya tidak sebatas hanya menyangkut bahasa, tetapi juga menyangkut nalar dan tindakan (Malmkjaer, 2010: 62-64).
Di samping sebagai sebuah proses, penerjemahan dalam kajian terjemahan dapat dilihat sebagai sebuah produk (Hatim dan Mason, 1990:3-4). Sebagai sebuah produk, penerjemahan dapat dilihat sebagai sebuah hasil atau sebuah karya terjemahan dari kegiatan menerjemahkan teks dari bahasa sumber (BS) ke bahasa target (BT). Lebih jauh lagi penelitian ini mengkaji produk terjemahan perumpamaan dalam Injil Lukas dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesiadan aspek yang dikaji adalah karya terjemahan (aspek objektif) dan efek yang ditimbulkannya pada pembaca sasaran (aspek afektif). Oleh karena itu, penerjemah sangat memegang peranan penting dalam penerjemahan. Dalam melakukan perannya, penerjemah sering diperhadapkan dengan berbagai masalah dan kesulitan termasuk di dalamnya menerjemahkan ungkapan metaforis sebagai unit terjemahan dan strategi penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah.
Pemilihan objek penelitian yang mendasari kajian tentang manifestasi metafora konseptual dalam teks perumpamaan yang terdapat dalam Injil Lukas dalam disertasi ini adalah pertama, teks perumpamaan yang terdapat dalam Injil menggambarkan aspek dan realitas kehidupan manusia pada zaman Yesus yang
xv
masih sangat relevan dengan kehidupan masa kini. Teks perumpamaan seperti dipaparkan di atas adalah inti dari ajaran Kristus (merupakan prinsip-prinsip kebenaran Kristiani) yang sangat kental dengan muatan budaya dan tentu saja dalam kegiatan pembacaan teks memerlukan interpretasi. Perumpamaan sebagai sebuah teks terdiri atas sistem sigifikansi dan interpretasi harus dilakukan terhadap tanda atau realitas kehidupan yang terjadi. Kedua, walaupun sudah ada yang mengkaji Injil Lukas, belum ada satu pun penelitian mengenai kajian penerjemahan metafora untuk teks perumpamaan yang menggunakan teori metafora konseptual/kognitif yang melihat metafora sebagai sebuah fenomena yang melibatkan pikiran dan tindakan manusia, di samping sebagai sebuah fenomena yang menggunakan bahasa secara figuratif. Kebanyakan penelitian penerjemahan metafora di Indonesia khususnya mempersoalkan penerjemahan teks fiksi (Suryawinata, 1982, Hoed, 1992). Ketiga, penggunaan Injil Lukas yang sangat intensif dan mentradisi dalam peribadatan, baik komunitas Yahudi maupun Kristiani, hingga sekarang ini sudah sepatutnya dikaji lebih mendalam berkaitan dengan peran penerjemahan, yang di dalamnya terjadi penafsiran makna secara terus-menerus.
Perwujudan metafora dapat ditelusuri melalui bahasa atau ungkapan metaforis
(metaphorical expressions) yang digunakan untuk berkomunikasi yang didasarkan
pada sistem konseptual yang sama, setidaknya dalam satu sistem bahasa yang sama. Beberapa pakar kebudayaan berpendapat bahwa metafora melalui pemetaan konseptual bersifat universal (Newmark, 1988; Schäffner, 2004; K vecses, 2005), dan dapat ditemukan dalam semua bahasa dan budaya. Namun, setiap budaya memiliki pemetaan konseptual yang spesifik (Lakoff, 1992:40, 1993:245). Misalnya, konsep Kerajaan Surga (Lukas 13:18) dalam bahasa Inggris diungkapkan melalui pemetaan konseptual (selanjutnya disingkat PK): KINGDOM OF GOD IS A MUSTARD
SEED, seperti pada kalimat Kingdom of God is like a mustard seed. Konsep yang
sama dalam bahasa Indonesia juga dinyatakan dalam bentuk ungkapan metaforis dengan ranah sumber (selanjutnya disingkat RSu) yang sama, yaitu “Kerajaan Allah”
xvi
seperti pada kalimat Kerajaan Allah seumpama biji sesawi. Perbedaan PK dalam
(BS) dengan PK dalam (BT) terletak pada bentuk ungkapan metaforis yang digunakan untuk mengungkapkan konsep yang sama (K vecses, 2002).
Melalui PK, ide atau argumen yang disampaikan sesungguhnya mengikuti pola
tertentu. Oleh karena itu, PK bersifat sistemik (Lakoff dan Johnson, 1980:7). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ada konvensi yang disepakati oleh anggota masyarakat tertentu tentang konsep yang lazim dan yang tidak lazim digunakan dalam berargumentasi secara tertulis. Misalnya, konsep tentang Firman Allah atau Kerajaan Allah lazim disampaikan secara tertulis dalam teks perumpamaan yang terdapat dalam Injil Lukas, seperti yang terdapat dalam Injil Lukas 8:11, yaitu Now
the parable is this: The seed is the word of God, dan dalamLukas 13:21, yaitu Kingdom of God is like a leaven. Melalui kata RSu seed dan kingdom of God masing-masing dapat diformulasikan PK: THE WORD OF GOD IS A SEED, THE KINGDOM OF
GOD IS LIKE A LEAVEN.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan alasan yang melatarbelakangi penelitian ini, masalah dapat dirumuskan sebagai berikut.
(1) Kategori metafora konseptual apa sajakah yang terdapat pada perumpamaan Injil Lukas?
(2) Prosedur, teknik dan metode penerjemahan apa sajakah yang diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan metafora konseptual bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia pada perumpamaan Injil Lukas?
(3) Ideologi penerjemahan apakah yang dianut oleh penerjemah dalam menerjemahkan metafora konseptual dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia pada perumpamaan Injil Lukas?
xvii
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi metafora konseptual dan
mengategorikan jenis-jenis metafora konseptual yang terdapat dalam perumpamaan Injil Lukas. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mendiskripsikan dan menganalisis prosedur, teknik, dan metode penerjemahan dan ideologi penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan metafora konseptual dalam perumpamaan Injil Lukas dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam mengembangkan model kajian pemetaan konseptual metafora serta interpretasinya, memperkaya teori penerjemahan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, khususnya yang menyangkut prosedur, teknik, metode, dan ideologi penerjemahan metafora konseptual. Kontribusi lainnya ialah memperkuat argumen bahwa sistem kepercayaan dan sistem nilai (ideologi) yang dianut oleh penerjemah dan pembaca sasaran akan berpengaruh terhadap metode dan ideologi penerjemahan yang dipergunakan dan hasil terjemahan yang berkualitas.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan kelebihan dan keterbatasan terjemahan metafora konseptual dalam Injil Lukas, yang nantinya bermanfaat dalam memperbaiki terjemahan Injil, menyediakan data dan informasi tentang metafora konseptual bahasa Inggris yang terdapat dalam Injil Lukas dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia, yang dapat dijadikan pijakan dalam meneliti terjemahan Injil, memberikan masukan kepada penerjemah tentang pemetaan konseptual yang perlu dipertimbangkan dalam penerjemahan Injil, memacu peneliti-peneliti lainnya untuk mengkaji kekhasan dan karakteristik bahasa Injil dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
xviii
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Sesuai dengan jangkauan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, ruang lingkup penelitian dibatasi pada: pertama, mengategorikan metafora konseptual menggunakan pemetaan konseptual, yaitu relasi antara RSu dan RSa yang meliputi kategori metafora orientasional, metafora ontologis, dan metafora struktural pada perumpamaan Injil Lukas; kedua, mendiskripsikan dan menganalisis penerapan prosedur, teknik, dan metode penerjemahan metafora konseptual dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia pada perumpamaan Injil Lukas; dan ketiga, penelitian ini juga dibatasi pada ideologi penerjemahan yang dianut oleh penerjemah dalam menerjemahkan metafora konseptual dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia pada perumpamaan Injil Lukas.
2. Kajian Pustaka, Konsep, Landasan Teori, dan Model Penelitian 2.1 Kajian Pustaka
Penelitian ini menggunakan beberapa hasil penelitian dan artikel yang diangkat sebagai kajian pustaka dalam kategori: (a) penelitian terjemahan metafora teks fiksi, teks bidang ekonomi (Hasan, 2000; Karnedi, 2010), (b) penelitian dengan teori terkait (Hartono, 2011), dan (c) penelitian terkait dengan permasalahan (Munazar, 2012; Harmelik, 2012).
2.2 Konsep
Penelitian terjemahan metafora konseptual dalam perumpamaan Injil Lukas ini menggunakan beberapa konsep, yaitu konsep metafora konseptual, konsep strategi penerjemahan, konsep metode penerjemahan, dan konsep ideologi penerjemahan. 1) Metafora Konseptual
Metafora konseptual merupakan cara memahami satu ranah pengalaman (RSa) melalui ranah pengalaman lain yang lebih mudah dipahami atau yang sudah dikenal (RSu). Berdasarkan konsep ini dapat dikatakan bahwa cara seseorang
xix
berpikir, mengalami sesuatu, dan melakukan sesuatu dalam kesehariannya pada dasarnya merupakan aplikasi dari metafora itu sendiri.
2) Strategi Penerjemahan
Konsep strategi dalam penelitian ini identik dengan konsep metode yang digunakan oleh Vinay dan Darbelnet (dalam Venuti (ed.), 2000:84-93), prosedur oleh Newmark (1988:68-93), dan penyesuaian (adjustment) oleh Nida (1964) dan Larson (1998), serta teknik oleh Molina dan Albir (2002), yakni suatu cara mencapai kesepadanan antara TSu dan TSa.
3) Metode Penerjemahan
Metode penerjemahan menurut Newmark (1988) dan Machali (2000) berlaku untuk keseluruhan teks, sedangkan prosedur berlaku untuk kalimat dan satuan-satuan bahasa yang lebih kecil (seperti klausa, frasa, kata). Oleh karena itu, Baker (1991:17) menilai pilihan padanan selalu tergantung tidak hanya pada sistem bahasa atau sistem yang sedang ditangani oleh seorang penerjemah, tetapi juga pada bagaimana cara, baik penulis teks sumber maupun penerjemah, memanipulasi sistem bahasa yang bersangkutan.
4) Ideologi Penerjemahan
Secara etimologis ideologi berasal dari kata ideo berarti gagasan-gagasan dan
logos berarti ilmu. Thompson (2003) dan Storey (2004) menyatakan bahwa ideologi
menunjuk pada kasadaran atau keyakinan atau pendirian tentang pemikiran atau pandangan tertentu. Demikian pula, dalam penerjemahan ada dua ideologi. Pertama, ideologi domestikasi yang menyatakan bahwa terjemahan yang baik adalah terjemahan yang mengacu pada bahasa sasaran. Kedua, ideologi foreignisasi yang menyatakan bahwa terjemahan yang baik adalah terjemahan yang mengacu pada bahasa sumber, atau dengan kata lain, teks terjemahan yang baik adalah teks terjemahan yang masih mempertahankan bentuk-bentuk bahasa sumber termasuk unsur-unsur kulturalnya.
xx
2.3 Landasan Teori
Beberapa teori yang digunakan untuk menjawab dan memecahkan permasalahan dalam penelitian ini adalah teori semantik dari Palmer ( 2001), teori metafora konseptual oleh Lakoff dan Johnson (1980, 1993, 2003), K vecses (2005, 2006); teori penerjemahan dari Newmark (1988), Larson (1998), Vinay & Darbelnet (1958, 2000), Molina dan Albir (2002), teori ideologi penerjemahan dari Venuti (1995), Tymoczko (2003), Hoed (2003), Munday (2007, 2008). Teori semantik dari Palmer (2001) dan teori metafora konseptual yang dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson (1980) dan didukung oleh teori metafora konseptual yang dikembangkan oleh K vecses (2005, 2006) dipergunakan untuk mengkaji aplikasi metafora teks perumpamaan dalam Injil Lukas dan untuk menganalisis permasalahan nomor satu dari penelitian ini. Menurut Lakoff (1993), metafora konseptual bisa juga disebut
conceptual theory of metaphor/conceptual metaphor theory/a cognitive theory of metaphor/the contemporary of metaphor. Esensi metafora adalah bagaimana pembaca
memahami dan mengalami (berdasarkan pengalaman) satu hal (konsep) melalui konsep yang lain, seperti dinyatakan pada kutipan berikut: “the essence of metaphor is
understanding and experiencing one kind of thing in terms of another” (Lakoff dan
Johnson, 1980:5). Dari kutipan tersebut dapat dikatakan bahwa metafora merupakan satu cara bagaimana pembaca memahami satu ranah pengalaman (RSa) melalui ranah pengalaman yang lain yang lebih mudah dipahami atau yang sudah dikenal (RSu). Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa metafora merupakan relasi antar domain dalam sistem konseptual manusia (Lakoff, 1993:203).
Teori penerjemahan khususnya yang dikembangkan oleh Newmark dan ditopang oleh teori penerjemahan lain yang dikembangkan oleh Nida (1964), Vinay dan Darbelnet (1958/2000), Catford (1965), Bassnett-McGuire (1980), Baker (1995), Larson (1998) dipergunakan untuk menganalisis permasalahan nomor dua dan teori penerjemahan yang dikemukakan oleh Tymoczko (2003) dan Hoed (2003) dipergunakan untuk mengkaji permasalahan nomor tiga dari penelitian ini. Teori
xxi
penerjemahan metafora yang dikembangkan oleh Newmark (1988) ditopang oleh teori terjemahan metafora yang dikembangkan oleh Larson (1998) yang dipergunakan untuk menganalisis permasalahan nomor dua dan tiga dalam penelitian ini mencakup (1) prosedur penerjemahan metafora; (2) teknik penerjemahan metafora; (3) metode penerjemahan, dan (4) ideologi penerjemahan.
2.4 Model Penelitain
Model penelitian digambarkan seperti di bawah ini.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menerapkan metode kualitatif berupa analisis teks (textual
analysis), analisis komparatif yang didasarkan pada model komparatif difokuskan Penerjemahan Metafora Konseptual
dalam Perumpamaan Injil Lukas
Metafora Konseptual Penerjemahan Ideologi
Kategori Pemetaan Konseptual Koherensi Korespondensi Analogi Karakteristik Prosedur Teknik Metode Domestikasi Foreignisasi Teori Semantik Teori Metafora Teori
Penerjemahan Ideologi Teori
xxii
pada jenis metafora dari ketiga kategori metafora konseptual (orientasional, ontologis, dan struktural) dalam teks perumpamaan Injil Lukas diterjemahkan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Penelitian kualitatif didukung oleh pendekatan kognitif (yang dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson, 1980) merupakan salah satu pendekatan dalam linguistik kognitif, terutama ranah semantik leksikal yang membicarakan metafora konseptual. Peneliti juga menerapkan metode penelitian berbasis korpus, yakni daftar kata kunci yang merupakan data awal diambil dari baris konkordansi dan contoh penggunaan ungkapan metaforis dalam berbagai konteks dalam bentuk kalimat dan paragraf, diidentifikasi, kemudian dilakukan interpretasi. Signifikansi diperoleh dengan membandingkan subkorpus TSu sebagai subkorpus yang sedang diteliti yang terdapat dalam Injil Lukas (yang menjadi data utama) dibandingkan dengan subkorpus yang ada dalam Injil Matius dan Markus (sebagai korpus pembanding).
4. Hasil Pembahasan
Kategori metafora konseptual diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (1) metafora orientasional; (2) metafora ontologis; dan (3) metafora struktural.Setelah dikategorikan, dilakukan pemetaan konseptual, dilanjutkan dengan analisis strategi penerjemahan yang diterapkan penerjemah yang meliputi, prosedur, teknik, metode dan ideologi penerjemahan.
(1) Pemetaan Konseptual Metafora Orientasional
Metafora orientasional merupakan salah satu kategori metafora konseptual yang mengacu pada konsep spasial/ruang yang menjelaskan wilayah pengetahuan abstrak dengan aspek pengalaman manusia yang membumi terhadap ruang yang nyata. Misalnya, UP-DOWN, IN-OUT, FRONT-BACK, ON-OFF, DEEP-SHALLOW, CENTRAL-PERIPHERAL (Lakoff dan Johnson, 1980:14). Metafora pada data di bawah ini
xxiii
RSu yang merupakan ungkapan metaforis dapat diinterpretasikan melalui PK seperti berikut.
(1) a. The Pharisee stood and prayed thus with himself, “God, I thank You
that I amnot like other men-extortioners, unjust, adulterers, or even as this tax collector. I fast twice a week; I give tithes of all that I possess”. (Lukas 18:11-12)
b. And the tax collector, standing afar off, would not so much as raise his
eyes to heaven, but beat his breast, saying, “God be merciful to me a sinner!” (Lukas 18:13)
Pada data (1a), verba stood yang merupakan bentuk kedua dari verba stand sebagai RSu dari segi bentuk adalah verba informatif. Verba tersebut merupakan entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang membentuk sebagian sistem simbol dari Kekristenan, yakni exalt sebagai RSa, merupakan konsep metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan exalt (Neville, 2001). Konsep stand yang dikonseptualisasikan menjadi exalt sebagai RSa dapat dipetakan melalui PK:EXALT IS DOWN. Dapat dikatakan bahwa, verba stand yang sesungguhnya mengandung makna
harfiah menengadah, secara metafora konseptual, dianalogikan sebagai exalt (meninggikan diri sendiri).
Koherensi metaforis pada ranah sumber dari metafora itu diambil dari kehidupan sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan, yaitu kaum Farisi adalah kelompok orang Yahudi yang mempertahankan dan memegang kuat pengajaran tradisi pada waktu itu. Namun, di samping tendensi kerohanian yang kuat, mereka menjadi arogan dan menekankan formalitas yang berlebihan sampai mengabaikan ketentuan hukum moral yang lebih penting (Hillyer, 1999:299-300). Hal inilah yang menunjuk pada perumpamaan yang terdapat dalam Lukas 18:11-13.
Pemetaan konseptual EXALT IS DOWN dapat berdasarkan kesamaan ciri yang
dimiliki oleh EXALT, yakni berdasarkan kesamaan ciri yang dimiliki oleh orang Farisi
yang meninggikan diri sendiri (EXALT) sebagai ranah sasaran. Korespondensi
xxiv
sumber dan target dapat dijelaskan melalui ungkapan stood yang secara harfiah bermakna menengadah dianalogikan dengan exalt menjadi metafora. Dengan ungkapan stood dapat diinferensikan bahwa pewarta mengonseptualisasikan stood memiliki ciri yang mirip dengan exalt (memuji diri sendiri), yaitu melalui ungkapan “aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai”. Ungkapan-ungkapan tersebut sangat jelas merupakan ungkapan yang memuji diri-sendiri dan merendahkan orang lain (pemungut cukai).
Pada data (1.b), frasa adverbial standing afar off sebagai RSu, yang dari segi bentuk adalah frasa verba,merupakan entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif menghasilkan RSa humble (merendahkan diri sendiri). Makna yang tercipta dari entitas abstrak yang membentuk sebagian sistem simbol dari Kekristenan humble sebagai RSa merupakan konsep metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan
humble (Neville, 2001). Konsep standing afar off yangdikonseptualisasikan menjadi humble sebagai RSa dapat dipetakan melalui PK: HUMBLE IS UP. Dengan kata lain,
dapat dikatakan bahwa frasa adverbial standing afar off yang sebenarnya mengandung makna harfiah ‘berdiri jauh-jauh’, secara metafora konseptual dianalogikan sebagai humble (merendahkan diri sendiri).
Koherensi metaforis pada ranah sumber dari metafora tersebut diambil dari kehidupan sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan, yaitu pemungut cukai (orang Yahudi), pengumpul cukai atau bea demi kepentingan penjajah Romawi karena pada waktu itu Israel dijajah bangsa Romawi atau dapat dikatakan orang Yahudi yang bekerja untuk penjajah. Tugas mereka mencakup pengumpulan persepuluhan dan bermacam-macam pajak langsung. Mereka sejak awal cenderung memeras dan menyelewengkan pajak dan orang yang penuh dosa (bdk. pengakuan yang tersirat dari Zakheus,Lukas 19:8) (Hillyer, 1999:285-286). Hal inilah yang menunjuk pada perumpamaan yang terdapat dalam Lukas 18:11-13.
xxv
Pemetaan konseptual HUMBLE IS UP dapat dilihat bahwa frasa verba standing afar off sebagai RSu yang bersifat abstrak digambarkan, dianalogikan dengan merendahkan diri sendiri (HUMBLE) sehingga berdasarkan kesamaan ciri yang
dimiliki oleh HUMBLE, dimiliki oleh pemungut cukai yang merendahkan diri sendiri (UP) sebagai ranah sasaran. Kesamaan ciri atau karakteristik yang terdapat dalam
kedua komponen makna tersebut menjadi dasar metafora, yakni pemungut cukai yang jauh berdiri di belakang yang bermakna merendahkan diri akan ditinggikan.
Korespondensi konseptual yang ditunjukkan karena hubungan kesamaan ciri antara ranah mental sumber dan target dapat dijelaskan melalui ungkapan standing
afar off yang secara harfiah bermakna berdiri jauh-jauh disandingkan dengan humble
menjadi metafora. Dengan ungkapan standing afar off dapat diinferensikan bahwa pewarta mengonseptualisasikan standing afar off memiliki kesamaan ciri dengan
humble (merendahkan diri sendiri), dan dalam teks tersebut sangat jelas terlihat aspek
merendahkan diri sendiri, yaitu melalui ungkapan “bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini”. Ungkapan-ungkapan tersebut sangat jelas merupakan ungkapan yang merendahkan diri sendiri.
(2) Pemetaan Konseptual Metafora Ontologis
Metafora ontologis lebih mewakili upaya untuk menjelaskan konsep dan pengetahuan yang abstrak dalam kehidupan manusia, seperti kejadian-kejadian, aktivitas, emosi dan gagasan yang diwujudkan dalam kata-kata dan kalimat yang mengarah pada objek dan substansi fisik yang jelas dan nyata secara fisik. Metafora ontologis mengonseptualisasikan pikiran, pengalaman, dan proses atau hal yang abstrak lainnya ke sesuatu yang memiliki sifat fisik.
Metafora pada data (2) termasuk metafora ontologis kain karena a garment ‘kain’ sebagai RSu yang merupakan ungkapan metaforis. Kajian difokuskan pada interpretasi makna dan signifikansi dari cerita (perumpamaan) tersebut.
xxvi
(2) No one puts a piece from a new garment on an old one; otherwise the new makesa tear, and also the piece that was taken out of the
new does not match the old. (Lukas 5:36)
Nomina a garment sebagai RSu dalam kalimat tersebutmerupakan kontainer abstrak dari perspektif linguistik kognitif terbukti dari adanya adverbia onpada frasa
an old one yang secara metafora konseptual melalui entitas konkret dapat lebih
mudah dipahami. Dengan kata lain, kontainer/wadah tersebut melalui PK dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa yang ideal. Pemetaan metafora konseptual a
garment adalah tenet sebagai RSa.
Makna yang tercipta dari kontainer/wadah abstrak yang membentuk sebagian sistem simbol dari Kekristenan adalah tenet sebagai RSa merupakan konsep metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan tenet tersebut (Neville, 2001). Konsep a garment yang dikonseptualisasikan sebagai a tenet RSa dapat dipetakan melalui PK: TENET IS GARMENT. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa garment yang sebenarnya merupakan kain, secara metafora konseptual dianalogikan sebagai
tenet (ajaran). Koherensi metaforis pada ranah sumber dari metafora itu diambil dari
bahasa sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan. Metafora TENET IS GARMENT dapat dipahami bagaimana kain (GARMENT) sebagai
RSu yang bersifat abstrak dibandingkan dengan ajaran (TENET) supaya dipahami
maksud yang terkandung dalam metafora tersebut.
Eksistensi dari garment dapat dikonstruksikan secara esensial dengan dua cara. Pertama, sebagai pemikiran dan tindakan. Kedua, hal tersebut memiliki sense sebagai proses dan bahkan peristiwa atau hasil dari sebuah proses. Sebagai proses ‘tidak ada seorang pun mengoyakkan secarik kain dari baju yang baru dan menambalkannya pada baju yang lama, karena itu menambal lubang pada kain lama dengan memakai kain baru justru akan merusak dan mengoyakkan kain yang ditambal itu’ (Lukas 5:37). Dari proses ini terlihat bahwa terjadi analogi antara garment sebagai RSu dan
xxvii
orang sulit menerima ajaran baru apabila mereka sudah meyakini ajaran lama sebagai paham yang menurut mereka benar.
(3) Pemetaan Konseptual Metafora Struktural
Metafora struktural adalah jenis metafora yang keseluruhan konsep mentalnya yang kompleks distrukturisasikan dalam sekumpulan/seperangkat istilah dan konsep yang lebih konkret. Metafora struktural juga didasarkan pada dua ranah, yakni ranah sumber dan ranah sasaran berdasarkan korelasi sistematis dari pengalaman sehari-hari. Lakoff dan Johnson (2003:5) menegaskan bahwa metafora konseptual struktural bersifat dinamis karena memanifestasikan apa yang sedang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan penggunanya selalu berubah sesuai dengan pikiran, perasaan, dan pengalaman berbeda pada setiap budaya. Jenis metafora ini biasanya menggunakan ekspresi linguistik individual yang beragam.
Dilihat dari bentuknya ungkapan metaforis lamps burning pada data (3) merupakan frasa verba yang termasuk metafora struktural pelita. Interpretasi makna dan signifikansi data (3) dari cerita (perumpamaan), yakni “iman yang hidup/waspada” sebagai simbol dijelaskan dengan Pemetaan Konseptual (PK).
(3) Let yourwaist be girded and yourlamps burning. (Lukas 12:35)
Frasa verba lamps burning pada data (3) sebagai Rsu merupakan entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang secara metafora konseptual melalui entitas konkret serta melalui PK dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa yang ideal. Pemetaan metafora konseptual lamps burning adalah “waspada/ iman yang hidup” sebagai RSa. Konsep lamps burning yang dikonseptualisasikan menjadi faith
of life sebagai RSa dapat dipetakan melalui PK: FAITH OF LIFE IS WAKEFUL. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa lamps burning yang sesungguhnya adalah “pelita yang terus menyala”, secara metafora konseptual dianalogikan sebagai faith of life (iman yang hidup). Klausa waist be girded sebagai RSu juga merupakan entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang dapat dipetakan sebagai be ready to
xxviii
dalam Lukas 12:35 diambil dari kehidupan sehari-hari, yakni orang Yahudi termasuk para hamba, pada zaman dahulu biasa memakai pakaian panjang sampai menutupi tumit kaki. Oleh karena itu, ketika seorang hamba bekerja atau melayani tuannya, ujung pakaiannya diikatkan pada ikat pinggang agar ujung pakaian tersebut tidak menghalangi saat bekerja (Reilling, Swellengrebel, 2005: 432). Dari koherensi ini muncullah ayat yang berbunyi “Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala” (Lukas 12:35). Demikian pula, pelita pada zaman dahulu di Palestina, terbuat dari tanah liat dengan bahan bakar minyak zaitun yang dipakai untuk penerangan. Pemetaan konseptual FAITH OF LIFE IS WAKEFUL dapat dipahami
bagaimana “pelita yang terus menyala” sebagai RSu yang bersifat abstrak digambarkan, karena dibandingkan dengan “iman yang hidup” berdasarkan kesamaan ciri yang dimiliki antara “pelita yang terus menyala’ dan ciri yang dimiliki oleh “iman yang hidup” sebagai RSa. Kesamaan ciri atau karakteristik yang terdapat dalam kedua komponen makna tersebut menjadi dasar metafora yakni “pelita yang terus menyala” yang diacu dalam perumpamaan itu karena minyak di dalam pelita mengalir melalui sumbu, agar pelita itu menyala, sumbu itulah yang dibakar (Throntveit, 2012: 223-224). Demikian pula halnya dengan ungkapan “pinggang yang tetap berikat” yang bermakna selalu siap melayani/bekerja. Analoginya adalah perilaku yang selalu siap melayani merupakan cermin dari iman yang hidup.
(3) Prosedur dan Teknik Terjemahan Metafora Konseptual
Analisis yang dilakukan terhadap strategi penerjemahan metafora wadah
(container metaphor/containment metaphor) sebagai salah satu subkategori metafora
ontologis, yaitu metafora yang digunakan untuk mengungkapkan konsep-konsep abstrak, misalnya ide, emosi, kegiatan sebagai sesuatu yang konkret, seperti objek, benda cair (substance), wadah penampungan (container), atau orang. Pada data berikut terdapat konsep abstrak ide yang dikonkretkan menjadi objek.
PK: A MAN IS LAMB
(4) Go your way; behold I send you as lambs among wolves.(Lukas 10:3) (BS)
xxix
Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala. (Lukas 10:3) (BT)
Dari perspektif prosedur penerjemahan metafora, metafora dalam TSu diterjemahkan menjadi bentuk metafora dalam TSa yangmengacu pada penerjemahan ungkapan metaforis sebagai realisasi PK: A MAN IS LAMB karena “domba” dianalogikan dengan “manusia”, di mana domba dalam konteks ini berfungsi sebagai objek.
Dalam menerjemahkan TSu yang di dalamnya terdapat metafora domba, penerjemah menggunakan sebuah prosedur penerjemahan dan duateknik penerjemahan. Dari aspek prosedur penerjemahan metafora, metafora dalam TSu diterjemahkan menjadi bentuk metafora dalam TSa dengan RSu (citra) yang sama, yaitu lamb, sebagai RSu diinterpretasikan menjadi man sebagai RSa.
Demikian pula, metafora pada data (4) di atas merupakan bentuk gramatikal yang mewakili dua proposisi dalam struktur semantis yang mengkodekan proposisi keadaan. Konsep inti proposisi tersebut merupakan keadaan yang direpresentasikan oleh nomina lambs. Sebuah proposisi terdiri atas sebuah topik, dan sebuah citra (tentang topik). Dari kalimat tersebut terdapat adanya topik--- domba; citra---pengikut Tuhan; titik kemiripan---manusia yang diutus ke tengah-tengah dunia; dan makna nonfiguratif --- pengikut Tuhan yang diutus ke tengah-tengah dunia yang penuh dengan bahaya.Dua teknik penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan data tersebut di atas, yaitu pertama, lambsamongwolves menjadi domba di antara serigala, penerjemah menerapkan teknik penerjemahan
shift atau transposisi, yang tekniknya mengindikasikan perubahan dalam tata bahasa
dari BS ke BT. Penerjemah menerapkan teknik transposisi dengan meniadakan pemarkah “s” atau pemarkah ”s” sebagai penanda nomina jamak dalam BS tidak diterjemahkan, yang nampak pada penerjemahan lambs menjadi domba dan penerjemahan wolves menjadi serigala, walaupun proses transfer tidak mengubah makna dalam pesan teks tersebut. Dengan menerjemahkan terminologi lambs among
xxx
wolves (BS) menjadi domba di antara serigala (BT), penerjemah mengungkapkan terminologi tersebut secara alamiah dan menyesuaikannya dengan struktur bahasa penerima. Penerjemah menerapkan teknik transposisi dengan tidak menerjemahkan pemarkah “s” yang merupakan pemarkah nomina jamak dalam BS. Dapat dikatakan bahwa penerjemah berorientasi pada BT, yang dalam kelaziman BT pemarkah tersebut tidak selalu harus diterjemahkan, yang bertujuan agar hasil terjemahan berterima di kalangan pembaca bahasa target. Kedua, penerjemah menerapkan teknik penerjemahan modulasi, yakni pergeseran sudut pandang untuk menerjemahkan send menjadi mengutus. Verba mengutus dalam bahasa Yunani adalah apostello. Apostello bermakna memberi sebuah perintah untuk dilakukan. Kata ini juga merujuk pada sebuah kegiatan yang sedang dan yang akan dilakukan. Kata apostello merupakan kala present indicative active. Present berarti kegiatan yang sedang dan terus-menerus berlangsung, sedangkan indicative merujuk pada sebuah keterangan/bukti tentang apa yang akan terjadi. Active berarti merujuk pada sebuah aktivitas yang sedang dilakukan. Dalam hal ini TB sangat akurat menerjemahkan verba send menjadi mengutus. Tampaknya, penerjemah lebih merujuk pada bahasa asli (Yunani Koine) dalam menerjemahkan verba ini sehingga pesan teks sampai ke pembaca sasaran sesuai dengan yang diamanatkan oleh bahasa sumber.
(5) Metode Terjemahan Metafora Konseptual
Metode penerjemahan yang dipilih oleh penerjemah dalam menerjemahkan teks perumpamaan Injil Lukas adalah komunikatif dan adaptasi karena teks ini termasuk kategori teks khusus, yakni jenis teks informatif (informative text), yang lebih mengutamakan ketepatan makna, pesan, intensi yang terdapat dalam Tsu. Teks perumpamaan juga termasuk kategori teks imperatif (vocative text) yang berfungsi untuk memengaruhi pembaca untuk melakukan sesuatu, dan teks ekspresif
(expressive text) yang berorientasi pada ungkapan perasaan penulis teks.Selain
metode penerjemahan harfiah dan setia serta semantik melalui penerapan teknik harfiah, teknik transposisi, teknik penambahan unsur leksikal (amplifikasi linguistik),
xxxi
serta teknik transferensi yang lebih berorientasi pada BS, penerjemah juga menerapkan metode penerjemahan komunikatif, yaitu sebuah strategi penerjemahan yang berorientasi pada BT, meskipun penggunaannya lebih sedikit apabila dibandingkan dengan metode penerjemahan harfiah dan transposisi. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan penerapan teknik harfiah, teknik transposisi, dan teknik penambahan unsur leksikal. Berdasarkan penerapan teknik penerjemahan metafora dalam TSu ke dalam TSa ditemukan beberapa teknik penerjemahan
Fenomena penerjemahan lain adalah penerjemah juga menerapkan satu teknik deskriptif ekuivalen disamping modulasi, adaptasi, harfiah, penambahan unsur leksikal sebagai strategi penerjemahan metafora dari TSu ke TSa. Hal ini mengindikasikan bahwa penerjemah juga mengutamakan faktor keterbacaan bagi pembaca sasaran. Hasil analisis menunjukkan bahwa transposisi sebagai salah satu teknik penerjemahan yang berorientasi pada BT cukup efektif dalam penerjemahan teks perumpamaan dalam Injil Lukas. Fenomena penerapan strategi penerjemahan yang cukup menarik meskipun kemunculannya tidak signifikan, yaitu teknik penerjemahan kompensasi yang diterapkan penerjemah. Pada penerapan teknik penerjemahan kompensasi penerjemah memperkenalkan unsur-unsur pesan lekaslah dan tergeraklah hatinya kemungkinan sebagai pengaruh stilistika dalam teks TSa. Fenomena tersebut dapat dipahami dengan dua alasan, yaitu: pertama, penerjemah mungkin menyadari kehadiran metafora konseptual dalam TSu yang memiliki dimensi kultural; dan kedua, konstruksi kalimat TSu yang agak rumit sehingga ada unsur leksikal tertentu dalam sebuah konstruksi frasa, klausa atau bahkan kalimat yang mendapat perhatian lebih dari penerjemah.
Penerapan prosedur penerjemahan dan metode penerjemahan berdasarkan kemunculan penggunaannya sangat relevan dengan genre bahasa religi sebagai salah satu bentuk atau jenis teks yang memiliki fungsi informatif atau pewartaan, yaitu memberi pewartaan tentang prinsip-prinsip kebenaran Kristiani yang
xxxii
mengacu pada realitas kehidupan pada zaman dahulu yang masih sangat relevan dengan realitas kehidupan masa kini.
(6) Ideologi Penerjemahan
Penerapan prosedur penerjemahan metafora konseptual memiliki kecenderungan berorientasi pada BT, dan kecenderungan yang sama juga terlihat pada penerapan sejumlah teknik penerjemahan TSa yang berorientasi pada BT.Penerapan prosedur penerjemahan metafora konseptual yang berorientasi pada BT dalam TSa tampaknya menggunakan beberapa teknik penerjemahan yang lebih mengutamakan
BT. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penerjemah lebih memilih ideologi domestikasi daripada ideologi foreignisasi ketika menerjemahkan teks perumpamaan pada Injil Lukas dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia.
6. Temuan Baru Penelitian
Temuan baru yang dihasilkan dalam penelitian Penerjemahan Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas ini merupakan novelty yang dibagi menjadi dua, yaitu temuan teoretis dan temuan empiris.
6.1 Temuan Teoretis
Temuan teoretis mengacu pada teori-teori yang diaplikasikan dalam penelitian disertasi adalah: (1) teori metafora konseptual yang berkaitan dengan relasi dan korespondensi RSu dan RSa; (2) teori semantik yang berkaitan dengan makna tanda verbal dan memori semantik; (3) teori terjemahan yang berkaitan dengan prosedur, teknik, metode penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan perumpamaan dalam Injil Lukas; dan (4) ideologi berkaitan dengan teori penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan perumpamaan dalam Injil Lukas.
Peneliti mencoba merekonstruksi teori metafora konseptual yang dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson (1980) dan yang dikembangkan oleh K vecses (2006) melalui beberapa PK. Rekonstruksi tersebut dibuat baik untuk
xxxiii
metafora konseptual orientasional, metafora konseptual ontologis, maupun matafora konseptual struktural. Rekonstruksi teori yang terdapat pada metafora orientasional dirancang melalui PK: DIE IS DOWN, yang berfungsi untuk menganalogikan kematian sebagai sesuatu yang turun secara vertikal. Demikian pula, PK: EXALT IS DOWN yang merupakan analogi meninggikan diri sendiri sebagai sesuatu yang turun secara vertikal. Sementara itu, PK: HUMBLE IS UP menganalogikan seseorang yang merendahkan diri sendiri sebagai sesuatu yang naik secara vertikal. Rekonstruksi terhadap kategori metafora ontologis juga dilakukan terhadap PK: A MAN IS THE TREE
yang berfungsi untuk menganalogikan pohon dengan manusia. PK: TENET IS
GARMENT merupakan penggunaan ungkapan metaforis untuk menganalogikan kain
dengan ajaran. Hal yang sama juga terjadi pada PK: TENET IS WINEyang menganalogikan anggur dengan ajaran. PK: LAMB IS MAN merupakan analogi domba dengan manusia. PK: THE LIGHT IS EYE digunakan untuk menganalogikan mata dengan terang. Peneliti juga merekonstruksi kategori metafora stuktural, yakni metafora yang menjelaskan struktur sebuah konsep dengan cara membandingkannya dengan struktur konsep yang lain pada beberapa PK, seperti PK: FAITH IS A
FOUNDATION merupakan analogi konsep iman dengan dasar bangunan. PK: THE WORD OF GOD IS A SEED mengonseptualisasikan analogi benih dengan firman
Tuhan.PK: THE WORD OF GOD IS A PLANT merupakan analogi firman Tuhan dengan tumbuhan. PK: LIFE IN FAITH IS LIGHT secara konseptual merupakan analogi hidup dalam iman dengan terang.PK: FAITH BASIS IS KEEP PRAYING, secara konseptual
merupakan analogi berdoa tanpa jemu dengan dasar iman. PK: FAITH OF LIFE IS
WAKEFUL adalah analogi pelita yang terus menyala dengan iman yang hidup. PK: KINGDOM OF GOD IS GREAT BANQUET jamuan makan besar merupakan struktur
konsep yang dinalogikan dengan Kerajaan Allah. PK: GOD IS LOVE, merupakan konsep Tuhan yang dianalogikan dengan kasih, PK: FAITH IS SALT secara konseptual merupakan analogi garam dengan iman.
xxxiv
Berdasarkan pada pemetaan konseptual (PK), temuan baru analisis memperlihatkan kurang paralelnya pengategorian metafora konseptual yang dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson (1980). Misalnya jenis metafora orientasional dapat dikategorikan ke dalam jenis metafora struktural, dan metafora ontologis ternyata juga dapat dikategorikan ke dalam jenis metafora struktural. Demikian pula, ungkapan metaforis yang sama dapat dipetakan dengan PK yang berbeda. Sebaliknya, satu PK diungkapkan dengan lebih dari satu ungkapan metaforis seperti,PK: THE
WORD OF GOD IS A PLANT, FAITH BASIS IS KEEP PRAYING, FAITH OF LIFE IS WAKEFUL, KINGDOM OF GOD IS GREAT BANQUET, AFFECTION IS WARMTH,
danGOD IS LOVE.
Sementara itu, menurut pandangan K vecses (2006), kaitan antara ranah sumber dan ranah target merupakan hubungan yang berlaku antara ranah sumber yang dapat diberlakukan pada beberapa ranah target, demikian pula satu ranah target mungkin dapat diberlakukan pada beberapa ranah sumber. Hubungan yang berlaku antara ranah sumber yang dapat diberlakukan pada beberapa ranah target disebut ruang lingkup sumber. Misalnya, ranah sumber bangunan selain sesuai diterapkan untuk teori, melalui PK: THEORIES ARE BUILDING sesuai juga untuk kehidupan iman, dalam hal ini, PK: FAITH IS A FOUNDATION.
Demikian pula, ranah sumber tumbuhan, selain sesuai diterapkan untuk ekonomi, melalui PK: ECONOMY IS A PLANT, seperti pada frasa economic growth, sesuai pula untuk ranah sumber firman Tuhan yang diungkapkan melalui PK: THE
WORD OF GOD IS A PLANT. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seseorang
menggunakan memori semantiknya dengan mengasosiasikan ciri atau karakteristik entitas yang satu dengan entitas lainnya.
Di samping itu, K vecses (2006) mengatakan bahwa entailment potensial merupakan pemetaan tambahan. RSu sering memetakan gagasan melebihi gagasan yang ada dalam ranah target.Pemetaan tambahan seperti itu disebut
entailment atau inferensi. Entailment potensial terdapat pada PK: FAITH IS SALT yang termasuk kategori metafora stuktural melalui PK: BAD IS DOWN yang termasuk dalam
xxxv
kategori metafora orientasional. Aspek konsep SALT dan aspek konsep DOWN
(salthas lost its flavor) berada, baik pada ranah sumber maupun pada ranah target. Dari analisis analogi karakteristik ditemukan korespondensi antara komponen
RSa dan RSu. Kesamaan ciri atau karakteristik yang terdapat dalam kedua komponen tersebut menjadi dasar metafora. Berdasarkan korespondensi konseptual ranah mental target dan RSu, secara garis besar, ada kecenderungan yang ditunjukkan oleh kemiripan atau kesamaan ciri antara ranah mental target dengan RSu. Namun, pemilihan suatu ranah sumber tertentu untuk suatu ranah target dilakukan karena didasarkan pada pengalaman yang dirasakan tubuh ketika mengalami kondisi yang dirasakan, misalnya PK: AFFECTION IS WARMTH (data melalui ungkapan fell on his
neck yang bermakna merangkul, dan ungkapan lays it on his shoulders yang
bermakna meletakkannya di atas bahunya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa korespondensi dapat ditunjukkan melalui hubungan kasih sayang dengan kehangatan.
Relasi ontologis antara RSa dan RSu relevan dalam penerjemahan, khususnya konsep keterjemahan metafora. Keterjemahan tidak lagi berkaitan dengan ungkapan metaforis yang terdapat dalam teks sumber (TSu), tetapi berkaitan erat dengan sistem konseptual dalam budaya sumber dan budaya target, karena perbedaan PK dalam BS
dengan PK dalam BT terletak pada bentuk ungkapan metaforis yang digunakan untuk mengungkapkan konsep yang sama. Hal ini sejalan dan turut memperkuat teori metafora konseptual (K vecses, 2002). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendekatan kognitif terhadap metafora memiliki implikasi terhadap teori dan praktik penerjemahan.
Demikian pula, penelitian ini membuktikan bahwa analisis ungkapan metaforis pada tataran kalimat atau paragraf menjadi komponen yang sangat penting karena ungkapan metaforis tersebut sekaligus menjadi unit analisis dalam analisis penerjemahan. PK diperlukan pada tahap analisis TSu, terutama pada tahap pengategorian berbagai jenis metafora konseptual dalam TSu. Ketika analisis masuk pada tahap berikutnya, yakni analisis terjemahan yang melibatkan TSu dan TSa untuk