• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV GAMBARAN UMUM

4.3.2. Tenaga Kerja

Masyarakat Kota Sukabumi memiliki mata pencaharian yang beragam, mulai dari bidang primer, sekunder dan tersier. Berikut merupakan persentase penduduk menurut tenaga kerja.

5% 15% 8% 29% 6% 4% 32% 1% Tenaga Profesional Tenaga Kepemimpinan

Pejabat Pelaksana dan Tenaga Tata Usaha

Jenis Tenaga Penjualan

Tenaga Tata Usaha (administrasi Pertanian

Produksi TNI dan Lainnya

Sumber : BPS Jabar (diolah)

Gambar 4. Persentase Penduduk 10 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Kota Sukabumi (2006)

Berdasarkan pada Gambar 2 diatas dapat dilihat bahwa jenis pengusahaan yang menjadi mata pencaharian terbesar masyarakat Kota Sukabumi adalah produksi yakni mencapai 32.58 persen dan jenis tenaga penjualan sebesar 29.21 persen. Sedangkan sektor pertanian yang notabene sebagai mata pencaharian utama sebagian besar penduduk Indonesia, hanya mencapai 4 persen dari penduduk Kota Sukabumi.

4.4. Infrastruktur

Perkembangan infrastruktur menunjang perkembangan suatu wilayah meskipun infrastruktur fisik saja tidak cukup, masih ada hal lain seperti faktor kelembagaan dan kesadaran masyarakat yang harus dipenuhi dalam rangka menunjang kemajuan wilayah. Akses terhadap infrastruktur dan sarana pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan ekonomi menentukan peningkatan dalam bidang-bidang tersebut. Dalam meningkatkan peningkatan kualitas SDM, pemerintah kota melaksanakan apa yang disebut penataan ulang SD. Dari jumlah SD 177 sekolah diharapkan pada tahun 2003 menjadi 121 sekolah yang merupakan jumlah ideal dibandingkan dengan jumlah murid di Kota Sukabumi. Beberapa SD yang tidak efektif, misalnya karena kekurangan guru atau murid, akan dialihkan ke sekolah lain atau dijadikan satu sekolah binaan dengan sistem manajemen berbasis sekolah. Kota Sukabumi juga memiliki sarana pendidikan yang memadai, terutama untuk pendidikan dasar dan menengah, dengan 177 SD, 46 SLTP, dan 41 SLTA. Pendidikan tinggi yang ada secara kualitas dan kuantitas belum memadai untuk menampung lulusan SLTA. Siswa yang ingin menempuh pendidikan tinggi harus melanjutkan ke perguruan tinggi di Bandung, Bogor, dan Jakarta. Dengan potensi sekitar 5.000 lulusan SLTA dari Kota Sukabumi dan

12.000 lainnya dari kabupaten, perguruan tinggi berkualitas sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Fasilitas kesehatan yang dimiliki oleh Kota Sukabumi tahun 2008 terdiri dari 4 unit rumah sakit yakni 1 rumah sakit pemerintah dan 3 rumah sakit swasta, ditambah 18 unit puskesmas pembantu, posyandu, 4 unit klinik bersalin, puskesmas dengan 2 tempat perawatan, 13 puskesmas tanpa tempat perawatan, 449 unit posyandu, 40 unit apotek, 27 unit toko obat, dan 68 unit pengobatan tradisionil.

4.5. Aspek Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu elemen penting pembangunan dan perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Pendidikan juga berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup individu dan masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat maka akan semakin baik kualitas sumber dayanya. Komponen pendidikan atau pengetahuan diukur dari kombinasi angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah dari penduduk 15 tahun keatas. Diketahui bahwa pada Tahun 2000 Angka Melek Huruf menunjukkan angka 98,04% dan berdasarkan data dari BPS pada Tahun 2006 telah mencapai sebesar 99,08%.

Data pencapaian APM pada Tahun 2006 dapat digambarkan sebagai berikut : pencapaian APM tingkat SD/sederajat sebesar 97.05%. APM tingkat SMP/sederajat sebesar 82.92%, dan APM tingkat SMU/sederajat adalah sebesar 58.46%. Sedangkan untuk Pencapaian Angka Partisipasi Kasar (APK) merupakan perbandingan penduduk seluruh umur yang bersekolah pada tingkat pendidikan tertentu terhadap kelompok umur tertentu pada tingkat pendidikan tertentu. Data indikator pencapaian APK diseluruh jenjang sekolah yang ada di Kota Sukabumi

pada Tahun 2006, yaitu : pencapaian APK tingkat SD/sederajat pada Tahun 2006 sebesar 105.85%. APK tingkat SMP/sederajat pada Tahun 2006 sebesar 100.90 %. APK tingkat SMU/sederajat pada Tahun 2006 sebesar 98.51 %.

4.6. Aspek Kesehatan

Seperti hal nya aspek pendidikan, kesehatan juga merupakan aspek penting yang menentukan kualitas manusia disuatu daerah. Indikator yang menggambarkan kualitas kesehatan masyarakat yaitu Angka Harapan Hidup (AHH) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Angka Harapan Hidup (AHH) Kota Sukabumi mengalami peningkatan setiap tahunnya, terlihat dari data Tahun 2003 telah mencapai 71,24 tahun, dan tahun 2007 menurut data dari BPS nilai AHH adalah 71,8 Tahun, sedangkan Angka Kematian Bayi tercatat pada tahun 2007 sebesar 6.7 per 1000 kelahiran. Secara absolut jumlah kematian bayi pada Tahun 2007 adalah 39 bayi dari 6698 bayi lahir.

Kondisi kesehatan masyarakat Kota Sukabumi juga tercermin dari aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Aksesibilitas kesehatan dapat terlihat salah satunya dari banyaknya rasio tenaga medis, dokter, dan jumlah tenaga perawat dan bidan dengan jumlah penduduk Kota Sukabumi. Pada Tahun 2007 Rasio jumlah penduduk dengan tenaga medis, jumlah dokter, dan jumlah perawat dan bidan masing-masing adalah 3898 orang, 2210 orang, dan 487 orang. Artinya satu tenaga medis, dokter, dan tenaga perawat dan bidan melayani 3898 orang, 2210 orang, dan 487 orang.

Kondisi kesehatan masyarakat Kota Sukabumi juga dapat dilihat dari

Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak - Persentase cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan baru mencapai

22,85%, ibu hamil resiko tinggi yang dirujuk telah mencapai 81,79%. Cakupan kunjungan bayi telah mencapai 100%.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik dan Sosial Ekonomi Keluarga

Karakteristik dan sosial ekonomi keluarga yang ditanyakan pada survey ini meliputi status perkawinan, pekerjaan, status pendidikan dan distribusi usia. Sedangkan untuk identitas responden dari awal survey sudah ditentukan yaitu Ibu Rumah Tangga.

5.5.1. Umur Responden

Dari hasil survey didapat umur responden termuda 21 tahun , dan yang tertua 63 tahun. Umur responden terbanyak adalah 25–38 tahun yaitu berjumlah 61,9 persen (26 orang) dan jumlah yang paling sedikit adalah di bawah umur 25 tahun yaitu 2.4 persen (satu orang) untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Umur Responden

No Umur Jumlah %

1 < 25 1 2

2 25 – 38 26 62

3 >38 15 36

Total 42 100

Berdasarkan tabel di atas bila dilihat usia produktif dari responden pada survey ini sebesar 62 persen lebih respondennya merupakan usia produktif. Umur responden berpengaruh pada tinggi rendahnya kontak masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Semakin tinggi atau semakin tua umur seseorang, maka

angka kesakitan semakin tinggi sehingga kontak terhadap pelayanan kesehatan semakin tinggi pula. Hal ini berimplikasi pada tinggi rendahnya premi asuransi yang harus dibayarkankan. Berdasarkan penelitian, 62 persen penduduk Kota Sukabumi merupakan usia produktif. Ini berimplikasi pada besaran premi asuransi yang dibayarkan adalah menengah atau tidak terlalu tinggi.

5.5.2. Status Perkawinan

Pada Tabel berikut (Tabel 5) dijelaskan mengenai status perkawinan dari responden.

Tabel 5. Status Perkawinan Responden

No Status Perkawinan Jumlah %

1 Kawin 36 85,7

2 Belum Kawin 0 0

3 Janda 6 14,3

Total 42 100

Berdasarkan pada tabel di atas dapat dilihat bahwa sebesar 85,7 persen responden dalam survey ini berstatus kawin, dan sebesar 14,4 persen berstatus Janda. Sementara responden yang belum pernah kawin dalam survey ini tidak ditemukan. Status perkawinan seseorang menentukan pola penyakit yang diderita. Masyarakat yang memiliki belum kawin memiliki pola penyakit yang berbeda dengan yang berstatus kawin. Resiko untuk hamil, melahirkan, seksiologi akan dialami oleh masyarakat yang memiliki status kawin. Hal ini menyebabkan perbedaan frekuensi kontak terhadap pelayanan kesehatan, perbedaan tindakaan yang diperlukan, dan tentu saja ini berimplikasi juga pada perbedaan pembayaran premi.

Pendidikan merupakan komponen yang menggambarkan kualitas manusia. Tingginya pendidikan yang disandang menggambarkan tingginya tingkat pengetahuan yang dimiliki, dan tentu saja gaya hidup dan kualitas kehidupannya lebih baik dari pada masyarakat yang tidak berpendidikan. Hal ini berimplikasi pada tingkat penyediaan sarana pelayanan kesehatan yang harus disediakan. Masyarakat dengan pendidikan tinggi biasanya memiliki tingkat pemilihan sarana pelayanan kesehatan dan tingkat kepuasan terhadap pelayanan yang berbeda (lebih tinggi) dengan masyarakat yang kurang memiliki pendidikan. Berikut dalam Tabel 6 adalah tingkat pendidikan responden.

Tabel 6. Pendidikan Responden

No Jenis Pendidikan Jumlah %

1 Tidak/Belum Sekolah 0 0 2 Tidak tamat SD 3 7,1 3 Tamat SD 17 40,5 4 Tamat SLTP 8 19 5 Tamat SLTA 14 33,4 6 Tamat Akademi 0 0

7 Tamat Perguruan Tinggi 0 0

Total 42 100

Melihat dari tabel di atas , responden dalam survey ini paling banyak adalah mereka yang pernah menamatkan pendidikan pada tingkat SD yakni 40.5 persen, kemudian tertinggi ke dua adalah tamatan SLTA sebesar 33.4 persen. Sisanya adalah tamatan SLTP 19 persen dan dan tidak tamat SD 7.1 persen. Dalam survey ini tidak ditemukan responden yang tidak/belum sekolah. Hal

tersebut memperlihatkan bahwa sarana pelayanan yang harus disediakan untuk kepuasan masyarakat yang maksimal tidaklah terlalu rumit.

5.5.4. Pekerjaaan Responden

Responden yang diwawancarai seluruhnya adalah ibu rumah tangga, dimana aktivitas pekerjaan dapat dilihat dari Tabel 7.

Tabel 7. Jenis Pekerjaan Responden

No Pekerjaan Jumlah %

1 Tidak bekerja 25 59.5

2 Pegawai Negeri Sipil/TNI 1 2.4

3 Karyawan swasta 0 -

4 Petani/berkebun milik sendiri 0 -

5 Nelayan 0 - 6 Wiraswasta/dagang 13 31 7 Buruh/supir/tukang 1 2.4 8 Pensiunan 1 2.4 9 Lain-lain 1 2.4 Total 42 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebesar 59.5 persen responden tidak bekerja dan 31 persen sebagai wiraswasta/dagang, sisanya pensiunan, buruh, PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan lain-lain (guru ngaji) masing- masing sebesar 2.4 persen. Dari hasil wawancara didapatkan bahwa lokasi kerja mereka sebesar 18 persen berada di Kota Sukabumi dan sisanya di luar Kota Sukabumi. Jenis pekerjaan responden memiliki implikasi yang sama dengan tingkat pendidikan masyarakat, yakni berimplikasi pada perbedaan terhadap pemilihan sarana pelayanan kesehatan yang diinginkan. Hal itu berarti semakin

tinggi jenis pekerjaan yang dimiliki, maka tingkat kepuasan terhadap pelayanan sarana pelayanan kesehatan akan semakin tinggi, masyarakat dengan status pekerjaan tersebut lebih memilih sarana pelayanan yang lebih baik. Oleh sebab itu, penyelenggara asuransi perlu memperhatikan sarana seperti apa yang perlu disediakan untuk tingkat kepuasan yang lebih tinggi, meskipun harus menyesuaikan premi yang dikenakan.

5.5.5. Kepemilikan Rumah.

Dari hasil wawancara dengan responden didapatkan bahwa tempat tinggal responden (status kepemilikan rumah) yang didiami seperti terlihat dalam Tabel 8.

Tabel 8. Status Kepemilikan Rumah

No Status Kepemilikan Rumah Jumlah %

1 Rumah sendiri 23 54.8

2 Rumah Keluarga/Orang tua 4 9.5

3 Sewa/Kontrak 15 35.7

Jumlah 42 100

Melihat Tabel 8 di atas, kepemilikan rumah responden sebesar 54.8 persen merupakan rumah milik sendiri, 35.7 persen responden sewa rumah dan sebesar 9.5 persen tinggal di rumah keluarga/orang tua. Berdasarkan pada hasil penelitian tersebut sebagian besar responden yang diambil memiliki rumah sendiri hal ini berimplikasi terhadap kontak masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Masyarakat yang memiliki rumah sendiri memiliki resiko berobat yang tidak terlalu tinggi. Hal tersebut berarti bahwa tingkat kontak terhadap pelayanan kesehatan juga berkurang. Hal tersebut akhirnya mempengaruhi besaran premi yang dibebankan.

Dokumen terkait