• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.1. Tenaga kerja Industri Manufaktur di Provinsi

Berdasarkan data kependudukan dan ketenagakerjaan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja merupakan gambaran keadaan penduduk yang bekerja dan mencari pekerjaan, sedangkan di kelompok lainnya dikategorikan sebagai penduduk usia kerja yang tidak aktif secara ekonomi, seperti masih sekolah, mengurus rumah tangga ataupun kegiatan lainnya.

Tinggi laju pertumbuhan angkatan kerja dibandingkan pertumbuhan kesempatan kerja akan berdampak pada tingginya angka pengangguran. Menurut Badan Pusat statistik Sumatera Utara, laju pertumbuhan angkatan kerja di Sumatera utara selama periode tahun 1990 – 2005 sebesar 1,59 persen per tahun, sedangkan laju pertumbuhan kesempatan kerja hanya mencapai 0.63 persen per tahun. Pengangguran terbuka yang dalam hal ini diartikan sebagai mereka yang tidak bekerja atau tidak punya pekerjaan tetapi sedang mencari pekerjaan cenderung mengalami kenaikan dari tahun 1990 sebesar 7.02 persen telah mencapai 14,85 persen di tahun 2005. Hal ini disebabkan oleh tekanan ekonomi dan keterbatasan memperoleh kesempatan pendidikan bagi penduduk usia muda. Untuk tingginya pengangguran terdidik yang selalu dikonotasikan pada ketidaksesuaian antara keahlian pencari kerja dan lowongan yang ditawarkan. Selanjutnya mengenai setengah pengangguran yang disini didefinisikan karena jam kerja kurang, dimana di Indonesia cut off point jam kerja normal yang biasa digunakan adalah 35 jam

mengakibatkan banyaknya unit usaha yang berusaha tidak melakukan PHK besar-besaran, tetapi melakukan pengurangan 1 jam kerja karyawannya akibat berkurangnya kapasitas produksi.

Tabel. 4.1. Data Tenaga Kerja (L), UMP(W), Bunga (R), PDRB Industri Manufaktur Skala Menengah dan Besar di Provinsi Sumatera Utara Tahun Perkembangan Tenaga Kerja L (orang) UMP W (Rp/Thn) Bunga R (persen/Thn) PDRB (Rp Milyar/Thn) 1990 147,865 1,956,000 20.30 1,915.91 1991 147,865 2,040,000 19.30 2,210.52 1992 166,659 2,100,000 18.80 2,731.45 1993 189,521 2,160,000 16.34 4,482.16 1994 191,516 2,244,000 14.25 5,529.48 1995 181,952 2,280,000 14.51 6,489.82 1996 181,865 2,280,000 15.08 7,629.60 1997 174,120 2,340,000 15.37 9,073.37 1998 170,109 2,400,000 19.39 14,915.46 1999 169,954 2,520,000 20.97 19,536.50 2000 169,347 2,808,000 16.35 18,139.49 2001 158,108 4,083,600 17.11 20,807.20 2002 158,598 5,574,000 15.54 23,201.30 2003 152,389 6,060,000 17.50 26,131.97 2004 152,907 6,444,000 14.10 29,946.90 2005 160,634 7,200,000 14.98 35,555.03 Sumber : BPS Sumatera Utara, BI, Dipnakertrans

4.1.2. Nilai Tambah Industri Manufaktur Skala Menengah dan Besar

Perkembangan pendapatan regional yang dicerminkan oleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang turut memberi andil dalam pertumbuhan produksi masing-masing sektor. Perkembangan PDRB dari tahun ke tahun dapat mencerminkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah.

Pendapatan regional atau PDRB menggambarkan kemampuan suatu daerah untuk menciptakan output (nilai tambah) pada suatu waktu tertentu. PDRB dapat dilihat dari dua sisi pendekatan yaitu sektoral dan pengguna. PDRB dari sisi sektoral merupakan penjumlahan seluruh komponen nilai tambah yang mampu diciptakan diperlukan investasi yang relatif besar sehingga investasi menjadi sumber pendapatan regional.

Namun pada sisi yang lain, setiap melakukan investasi, para investor akan melihat terlebih dahulu berapa besar laju pertumbuhan pendapatan regional (PDRB) Propinsi Sumatera Utara yang terus meningkat selama kurun waktu 1990 – 2005, sedangkan total investasi yang masuk ke Sumatera Utara untuk kurun waktu yang sama mengalami perkembangan yang cukup fluktuatif, sehingga untuk melihat hubungan kedua variabel tersebut secara deskriptif melalui data yang tersedia sangat sulit dilakukan.

4.1.3. Tingkat Upah dan Tingkat Bunga Industri Manufaktur Skala Menengah dan Besar

Sejak bergulirnya era reformasi tahun 1998, pola hubungan industrial mengalami perubahan yang semakin memungkinkan bagi pekerja untuk memperjuangkan berbagai haknya. Kebebasan untuk menyuarakan berbagai keluhan seperti kesehatan dan keselamatan kerja, perlakuan uang tidak adil, serta berbagai upaya peningkatan kesejahteraan termasuk penentuan upah

dengan 2005 upah minimum Propinsi Sumatera Utara meningkat dengan pesat. Seperti terlihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. UMP Sumatera Utara tahun 1999 – 2005 Upah minimum Provinsi

Tahun Nominal (Rp/tahun) Pertumbuhan (%)

Tingkat Bunga (persen /tahun) 1999 2,520,000 15.23 20.97 2000 2,808,000 20.69 16.35 2001 4,083,600 20.95 17.11 2002 5,574,000 34.06 15.54 2003 6,060,000 36.27 17.50 2004 6,444,000 8.84 14.10 2005 7,200,000 11.73 14.98

Sumber :Dinas Tenaga kerja Provinsi Sumatera Utara

Peningkatan upah minimum ini sebenarnya dapat meningkatkan kemampuan para pekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya, namun peningkatan UMP yang terlalu cepat dan tinggi berpotensi merangsang kesempatan kerja, terutama pekerja formal di Sumatera Utara. Kondisi ini akan menimbulkan di lema bagi Pemerintah Sumatera Utara, disatu sisi apakah upah minimum akan terus ditingkatkan yang sebenarnya hanya menguntungkan sebagian kecil pekerja dengan mengorbankan pekerja lainnya di sektor tertentu, atau perhatian di fokuskan pada penciptaan kesempatan kerja baru yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan sebagian besar penduduk di Sumatera Utara.

Pasar tenaga kerja di Sumaetra Utara, seperti juga provinsi lainnya mencerminkan struktur lapangan kerja dan perekonomian yang dualistic. Hal ini ditanda dengan adanya sector tradisional (informal) yang besar di satu sisi, dan sektor modern (formal) di sisi lainnya. Apabila dibandingkan upah minimum yang diterima pekerja di sektor modern, secara umum upah sektor informal lebih rendah dan seringkali tidak menentu. Dengan demikian pekerja sektor formal sebenarnya masih lebih baik dibandingkan dengan sektor informal, dan biasanya pekerja di sekror formal tidak akan mudah terjerumus ke tingkat hidup di bawah garis kemiskinan.

Berkaitan dengan perbandingan pekerja sektor formal dan informal tersebut, maka perumusan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Sumatera Utara harus mengutamakan fleksibelitas pasar tenaga kerja. Kebijakan pada tenaga kerja uang fleksibel akan mendorong kesempatan kerja kepada industri yang padat kerja. Dengan jumlah angkat kerja yang ada dan tingkat upah minimum yang telah ditentukan oleh pemerintah Sumatera Utara, maka kebijakan tenaga kerja yang fleksibel tersebut akan mempermudah semua orang untuk melakukan kegiatan ekonomi termasuk kemudahan bagi tenaga kerja untuk berpindah pekerjaan dari pekerjaan yang kurang produktif ke pekerjaan yang lebih produktif.

Tingkat bunga merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter untuk mengendalikan jumlah uang beredar sehingga laju inflasi dapat

investor yang digunakan sebagai pembanding apakah investasi yang ditanamkan menguntungkan atau tidak. Jika tingkat return dari suatu investasi lebih rendah dari tingkat suku bunga bank maka dapat dikatakan bahwa investasi tersebut tidak menguntungkan.

Tingkat bunga bank sebelum krisis moneter berada dalam suatu tingkat yang relatif stabil dan di bawah 20 persen untuk tingkat suku bunga deposito. Namun semenjak tahun 1997, di mana krisis ekonomi mulai menerpa perekonomian Indonesia yang tentunya juga berdampak pada perekonomian Sumatera Utara, tingkat suku bunga mengalami lonjakan yang sangat tinggi. Peningkatan tingkat suku bunga terjadi pada suku bunga deposito untuk jangka waktu satu bulan, hal ini merupakan upaya Bank Indonesia untuk mengurangi tingkat likuiditas masyarakat. Dengan menekan tingkat likuiditas masyarakat diharapkan pada gilirannya akan mampu menekan gerakan kurs dolar.

Pada awal tahun 1990-an hingga sebelum krisis moneter memperlihatkan perkembangan suku bunga yang relatif stabil pada kisaran di bawah 20 persen. Tetapi tidak demikian dengan perkembangan tingkat investasi di Sumatera Utara baik investasi asing maupun investasi domestik yang mengalami gejolak naik turun.

Tetapi untuk tahun 1990 yang merupakan suatu anomali ekonomi di Indonesia, dimana dengan meningkatnya tingkat suku bunga telah mendorong

menurunnya tingkat suku bunga telah menurunkan tingkat investasi total di Sumatera Utara.

4.2. Analisis Penggunaan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Skala Menengah Dan Besar

Untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja, dilakukan analisis regresi berganda. Variabel bebas terdiri dari UMP (W), Bunga (R), dan PDRB (Q). Sedangkan variabel tidak bebas (L) adalah kesempatan kerja.

Tabel. 4.3. Hasil Estimasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Pada Industri Menengah Dan Besar Di Provinsi Sumatera Utara Dengan Metode OLS

Dependent Variable: LOG(L) Method: Least Squares Sample: 1990 2005 Included observations: 16

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 16.01136 0.685446 23.35905 0.0000

LOG(W) -0.227312 0.047069 -4.829332 0.0004

LOG(R) -0.412609 0.100937 -4.087771 0.0015

LOG(PDRB) 0.061636 0.022373 2.754879 0.0174

R-squared 0.740108 Mean dependent var 12.02299 Adjusted R-squared 0.675136 S.D. dependent var 0.083587 S.E. of regression 0.047642 Akaike info criterion -3.037884 Sum squared resid 0.027237 Schwarz criterion -2.844737 Log likelihood 28.30307 F-statistic 11.39104 Durbin-Watson stat 1.647019 Prob(F-statistic) 0.000797 Sumber : Data diolah dengan Eviews 4.1

Pengolahan data hasil penelitian ini menggunakan alat bantu eviews

4.1 for Windows. (Data pengamatan dan variabel penelitian disajikan pada.

Hasil pengolahan data dengan menggunakan eviews 4.1 for Windows diuji dengan teknik ekonometri untuk memastikan apakah terjadi penyimpangan klasik antara lain autocorrelation, multicollinearity, dan heteroscedasticity. Hasil uji model regresi menunjukkan bahwa model estimasi bebas dari

muticollinearity, Heterokedasticity, dan Autocorrelation, dan diperoleh

persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:

Ln L = 16,011 - 0,413 Ln R - 0,227Ln W + 0,062Ln PDRB

t = (23,359) (2,755) (-4,829) (-4,087)

Dokumen terkait