• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Pada Industri Menengah dan Besar di Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Pada Industri Menengah dan Besar di Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

DAN BESAR DI PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

OLEH

RIMMAR SIRINGO RINGO

057018024

SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

KESEMPATAN KERJA PADA INDUSTRI MENENGAH

DAN BESAR DI PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Sains Pada Program Studi ekonomi Pembangunan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH

RIMMAR SIRINGO RINGO

057018024

SEKOLAH PASCASARJANA

(3)

PADA INDUSTRI MENENGAH DAN BESAR DI

PROVINSI SUMATERA UTARA

Nama

: RIMMAR SIRINGO RINGO

NIM :

057018024

Program Studi

: EKONOMI PEMBANGUNAN

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Jonni Manurung,MS

Ketua

Drs. Rujiman, MA. Dr. Syaad Afifuddin, M.Ec Anggota Anggota

Dr.Murni Daulay,SE,Msi Prof.Dr.Ir. T. Chairun Nisa H. M.Sc

(4)

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Pada Industri Menengah Dan Besar Di Provinsi Sumatera Utara

Oleh : Rimmar Siringo Ringo

Penelitian ini menganalisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Kesempatan kerja pada Industri Menengah dan Besar di Provinsi Sumatera Utara. Dengan variabel-variabel bebas Tingkat Upah, Tingkat Bunga, dan PDRB. Sedangkan variabel terikat adalah kesempatan kerja.

Data yang digunakan data times series tahun 1990 – 2005 dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

(5)
(6)

Nama

: RIMMAR SIRINGO RINGO

NIM :

057018024

Program Studi

: EKONOMI PEMBANGUNAN

Judul :

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA

PADA INDUSTRI MENENGAH DAN BESAR

DI PROVINSI SUMATERA UTARA

Komisi Pembimbing : 1. Dr. Jonni Manurung

2. Drs. Rujiman, MA.

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(7)

Tingkat Upah, Tingkat Bunga, dan PDRB. Sedangkan variabel terikat adalah kesempatan kerja.

Data yang digunakan data times series tahun 1990 – 2005 dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat bunga memberikan pengaruh negatif sebesar 41.26% dan signifikan, variabel tingkat upah memberikan pengaruh negatif dan signifikan sebesar 22.73%, dan variabel PDRB memberikan pengaruh positif dan signifikan sebesar 6.16% terhadap kesempatan kerja pada sektor Industri skala menengah dan besar di Sumatera Utara.

This research analyse the Factors which is influencing work Opportunity at Big and Middle Industry in North Sumatra , with the free variables of Wage Rate, Interest Rate, and PDRB. While the variable trussed is the work opportunity.

Data that using by data of times series on year 1990 - 2005 with the method of Ordinary Least Square ( OLS).

(8)

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul ” Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja pada Industri manufaktur skala menengah dan besar di Provinsi Sumatera Utara”.

Penyusunan tesis ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi kesempatan kerja pada sektor industri manufaktur skala menengah dan Besar di Provinsi Sumatera Utara. Namun penulis menyadari akan kelemahan dan kekurangan baik dalam isi maupun penyusunan kata-kata. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak.

Selama mengikuti pendidikan di Sekolah PascaSarjana dan sampai selesainya tesis ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, arahan, saran maupun dukungan moril baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini, saya dengan tulus hati menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp, A(K), selaku rektor Universitas Sumatera Utara.

(9)

Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah PascaSarjana Universitas Sumatera Utara dan Sekaligus Dosen Penguji.

4. Bapak Drs. Syaad Afifuddin, M.Ec, selaku sekretaris Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah PascaSarjana Universitas Sumatera Utara dan Sekaligus Dosen Penguji.

5. Bapak Dr. Jonni Manurung, MS, selaku Dosen Pembimbing I, yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam memberi bimbingan dari awal hingga selesainya tesis ini.

6. Bapak Drs. Rujiman, MA, Selaku Dosen Pembimbing II, yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam memberi bimbingan dari awal hingga selesainya tesis ini.

7. Bapak Kasyful Mahali, SE, M.Si, Selaku Dosen Penguji.

8. Seluruh Bapak/Ibu dosen di Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah PascaSarjana Universitas Sumatera Utara 9. Orang Tuaku yang tercinta, G. Siringo Ringo, dan T. Br.

(10)

Friscilla S, Elisa S, dan Deby S. yang telah banyak memberikan semangat, dorongan dan pengorbanan baik secara Spritual dan material mulai dari awal perkuliahan sampai menyelesaikan Tesis ini.

11.Rekan-rekan di Magister Ekonomi Pembangunan, khususnya rekan-rekan angkatan IX yang telah memberikan motivasi, saran maupun dukungann kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

12.Kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu penulis semenjak awal perkuliahan hingga dapat menyelesaikan studi ini.

Akhir kata, semoga Tuhan memberikan balasan yang setimpal atas seluruh amal dan budi baik mereka. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan, Amin.

Medan, Agustus 2007

(11)

Nama : Rimmar Siringo Ringo, S.Si Tempat dan Tanggal Lahir : Holbung, 20 Juni 1974

Agama : Kristen

Status : Menikah

Alamat : Jl. Pemasyarakat Gg. Cemara No. 2 Helvetia- Sukadono

Pekerjaan : Dosen

Nama Orang Tua Lelaki : G. Siringo Ringo Perempuan : T. Br Sigalingging Nama Istri : Hotni Ida Simanjuntak

- Friscila - Elisa - Deby

Pendidikan Formal :

1. SD Negeri Holbung, Kec Sitio-tio, Kab. Samosir , lulus tahun 1987 2. SMP Negeri Sabulan, Kec. Sitio-tio, Kab. Samosir , Lulus tahun 1990 3. SMA Swasta St. Thomas-3 Medan, Lulus tahun 1993

4. Unika St. Thomas, FMIPA, lulus tahun 1999

Pengalaman Bekerja :

1. Tahun 1998, Mengajar di SMA Swasta St. Thomas-1 & 2, di jalan S.Parman Medan, sampai tahun 2003

2. Tahun 2002, Sebagai Dosen Tetap Yayasan STMIK Sisingamangaraja XII, sampai sekarang

(12)

Abstrak ... i

Kata Pengantar... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar ... viii

Daftar Singkatan ... ix 2.1. Pengertian Ketenagakerjaan ... 8

2.2. Upah Tenaga Kerja... 12

2.3. Industri Besar dan Menengah ... 19

2.4. Pengertian Investasi... 27

2.5. Tingkat bunga dalam Investasi ... 30

2.6. Pengaruhi Investasi Terhadap Perekonomian ... 32

2.7. Penelitian Sebelumnya ... 35

2.8. Kerangka Pemikiran ... 36

2.9. Hipotesis ... 37

BAB III: METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 38

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 38

3.3. Metode Analisis ... 39

3.4. Definisi Operasional ... 40

3.5. Uji Kesesuaian Model ... 41

3.6. Uji Penyimpangan Klasik... 43

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perkembangan investasi Pada Industri Manufaktur di Sumatera Utara... 46

(13)

4.1.3. Tingkat Upah dan Tingkat Bunga manufaktur

skala menengah dan besar ... 49

4.2. Analisis Penggunaan Tenaga kerja Industri manufaktur skala menengah dan besar ... 53

4.2.1. Model Penggunaan Tenaga kerja ... 54

4.2.2. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 61

4.3. Implikasi kebijakanUpah dan Tingkat bunga ... 65

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 73

5.2. Saran ... 74

(14)

Tabel Judul Halaman

Tabel 4.1. Data Tenaga Kerja (L), Tingkat Upah(W), PDRB Industri Manufaktur Skala Menengah danBesar di

Provinsi Sumatera Utara ... 48

Tabel 4.2. UMP Sumatera Utara tahun 1999-2005 ... 50

Tabel 4.3. Hasil Estimasi ... 53

Tabel 4.4. Koefisien Korelasi Parsial ... 61

Tabel 4.5. Hasil Estimasi Uji Multikolinieritas ... 62

Tabel 4.6. Hasil Estimasi Uji Autokorelasi Dengan LM Test... 63

Tabel 4.7. Hasil Estimasi J-B Test ... 64

Tabel 4.8. Hasil Uji Heterosdendastisitas ... 65

(15)

Gambar Judul Halaman

(16)

PMA = Penanaman Modal Asing

PMDN = Penanaman Modal Dalam Negeri PDRB = Produk Domestik Regional Bruto UMP = Upah Minimum Propinsi

PHK = Pemutusan Hubungan Kerja UK = Usia Kerja

ILO = International Labour Organization SAKERNAS = Survey Angkatan Kerja Nasional MP = Mencari Pekerjaan

AK = Angkatan Kerja

BAK = Bukan Angkatan Kerja UK = Usia Kerja

TPAK = Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja KFM = Kebutuhan Fisik Minimum

BPS = Badan Pusat Statistik PDB = Produk Domestik Bruto ICOR =

FDI =

OLS = Ordinary Least Square

BLUE = Best Linier Unbiased Estimator JB Test = Jarque-Bera Test

LM Test = Lagrange Multiplier Test

VIF =

TOL =

(17)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Provinsi Sumatera Utara sebagai bagian integral dari negara kesatuan Republik Indonesia juga melaksanakan pembangunan daerah seperti Provinsi-Provinsi lainnya di Indonesia. Konteks pembangunan Sumatera Utara tentunya menentukan anggaran pembangunan yang tidak sedikit. Pemerintah daerah Sumatera Utara dalam menyediakan modal untuk keperluan mempercepat proses pembangunan membuka diri pada arus modal pihak swasta, baik swasta nasional maupun swasta asing untuk berinvestasi di daerah Sumatera Utara.

(18)

Di tinjau dari sumber daya alam yang dimiliki, daerah Sumatera Utara mempunyai peluang yang sangat besar untuk aktivitas penanaman modal, baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Hal ini dikarenakan tersedianya berbagai bahan mentah dari hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan yang kesemuanya dapat dipergunakan untuk pengembangan sektor industri manufaktur.

Dengan adanya penanaman modal yang dilakukan pihak swasta baik yang datang dari luar negeri maupun dalam negeri, diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan akan menciptakan multiplier effect, dimana kegiatan tersebut akan merangsang kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya dan pada akhirnya akan memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Kesempatan kerja tidak hanya menyangkut permasalahan bidang ekonomi, melainkan permasalahan di bidang sosial, terutama di masa-masa krisis ekonomi beberapa waktu yang lalu. Permasalahan kesempatan kerja sebenarnya bukan hanya menyangkut bagaimana ketersedian lapangan kerja bagi angkatan kerja, akan tetapi mempertanyakan apakah lapangan kerja yang ada cukup mampu memberi imbal jasa yang layak bagi pekerja.

(19)

758 ribu jiwa terkategori mencari kerja dan tidak bekerja (pengangguran terbuka).

Angkatan kerja yang telah bekerja tersebut tersebar di sektor-sektor ekonomi yang ada dan sebagian besar berada di sektor industri, perdagangan, dan keuangan. Kondisi ini sejalan dengan kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB Sumatera Utara. Ketersediaan lapangan kerja tidak terlepas dari kegiatan pembangunan sub sektor industri di Sumatera Utara. Perkembangan sektor industri ini dapat di lihat dari jumlah usaha dan kegiatan investasi yang dilakukan, baik dalam bentuk investasi domestik maupun Penanaman Modal Asing (PMA) dari tahun ke tahun terjadi peningkatan, baik dalam bentuk jumlah usaha maupun perluasan kapasitas usaha yang sudah ada.

Peningkatan investasi akan meningkatkan kesempatan kerja dan peningkatan upah akan menurunkan kesempatan kerja. Klasifikasi industri besar dan menengah menghasilkan konstribusi terhadap PDRB yang lebih besar dibandingkan dengan klasifikasi industri kecil dan mikro. Akan tetapi klasifikasi industri kecil dan mikro menghasilkan daya serap tenaga kerja lebih besar dibandingkan dengan klasifikasi industri besar dan menengah.

(20)

kenaikan, maka umumnya para pelaku bisnis akan menahan diri dalam melakukan investasi. Penurunan nilai investasi ini akan berdampak terhadap berkurangnya aktivitas usaha dari para pelaku bisnis. Berkurangnya aktivitas usaha ini sekaligus juga akan berdampak terhadap berkurangnya penggunaan tenaga kerja.

Pada dasarnya jumlah lapangan kerja yang tersedia menggambarkan kemampuan unit-unit usaha dalam menyerap tenaga kerja sedangkan kesempatan kerja menggambarkan besarnya permintaan akan tenaga kerja dalam suatu perekonomian. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi akan menentukan daya serap kesempatan kerja.

(21)

untuk mendorong penciptaan lapangan kerja baru. Ini berarti bahwa perbaikan upah akan meningkatkan produktivitas.

Bagi pengusaha upah dipandang sebagai beban sehingga mendorong pengusaha untuk bertindak rasional, yaitu dengan menetapkan upah sama dengan nilai marginal productivity of labor. Namun dengan adanya kebijaksanaan pemerintah yang menuntut pengusaha untuk memperhitungkan Kebutuhan fisik minimum pekerja dalam menetapkan upah (Upah Minimum Provinsi ) telah menyebabkan tingkat upah rata-rata pekerja meningkat.

(22)

1.2. Perumusan Masalah

Berkaitan dengan latar belakang dan kenyataan di atas, maka permasalahan pokok yang ingin dibahas dalam studi ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh tingkat upah terhadap kesempatan kerja industri manufaktor skala menengah dan besar di Provinsi Sumatera Utara. 2. Bagaimana pengaruh tingkat bunga terhadap kesempatan kerja

industri manufaktor skala menengah dan besar di Provinsi Sumatera Utara.

3. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap kesempatan kerja industri manufaktor skala menengah dan besar di Provinsi Sumatera Utara.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari permasalahan-permasalahan tersebut diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis faktor-faktor tingkat upah, tingkat bunga dan Produk Domestik Regional Bruto industri manufaktor skala menengah dan besar terhadap kesempatan kerja pada industri manufaktor besar dan menengah di Provinsi Sumatera Utara.

(23)

1.4. Manfaat Penelitian

Dari tujuan penelitian diatas hasil pemikiran ini akan bermanfaat sebagai:

1. Masukan kepada pihak pengambil keputusan, baik yang berhubungan dengan kesempatan kerja, tingkat upah, tingkat bunga dan PDRB. 2. Penyedia data dan informasi pengaruh tingkat upah, tingkat bunga dan

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian ketenagakerjaan

Untuk membahas masalah kesempatan kerja berarti harus memahami

tentang konsep ketenagakerjaan yang umum berlaku, diantaranya adalah

sebagai beriku :

1. Tenaga kerja (Manpower) atau penduduk usia kerja (UK) adalah

penduduk dalam usia kerja (berusia 15 tahun ke atas) atau jumlah

seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang

dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka

mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Penerapan penduduk usia

kerja di atas 15 tahun adalah setelah ILO (International Labour

Organization) mengintruksi agar batas awal usia kerja adalah setelah

15 tahun. Sedangkan statistik Indonesia sejak tahun 1971 batas usia

kerja adalah bilamana seseorang sudah berumur 10 tahun atau lebih.

Semenjak dilaksanakannya SAKERNAS 2001, batas usia yang semula

10 tahun atau lebih dirubah menjadi 15 tahun atau lebih mengikuti

defenisi yang dianjurkan ILO.

2. Angkatan kerja (Labor force), adalah bagian dari tenaga kerja yang

(25)

produksi barang dan jasa. Dalam hal ini adalah penduduk yang

kegiatan utamanya selama seminggu yang lalu bekerja (K), atau

sedang mencari pekerjaan (MP). Untuk kategori bekerja apabila

minimum bekerja selama 1 jam selama seminggu yang lalu untuk

kegiatan produktif sebelum pencacahan dilakukan. Mencari pekerjaan

adalah seseorang yang kegiatan utamanya sedang mencari pekerjaan,

atau sementara sedang mencari pekerjaan dan belum bekerja minimal 1

jam selama seminggu yang lalu. Jadi angkatan kerja dapat

diformulasikan melalui persamaan identitas sebagai berikut AK = K +

MP. Penjumlahan angka-angka angkatan kerja dalam bahasa ekonomi

disebut sebagai penawaran angkatan kerja (labour supply). Sedangkan

penduduk yang berstatus sebagai pekerja atau tenaga kerja termasuk ke

dalam sisi permintaan (labour demand).

3. Bukan angkatan kerja (unlabour force), adalah penduduk yang berusia

kerja (15 tahun ke atas), namun kegiatan utama selama seminggu yang

lalu adalah sekolah, mereka bekerja minimal 1 jam selama seminggu

yang lalu, tetapi kegiatan utamanya adalah sekolah, maka individu

tersebut tetap masuk kedalam kelompok bukan angkatan kerja. Mereka

yang tercatat lainnya jumlahnya tidak sedikit dan mungkin sebagian

besar masuk ke dalam transisi antara sekolah untuk melanjutkan ke

(26)

Angkatan Kerja (BAK). Jadi jumlah Usia Kerja (UK) apabila dilihat

melalui persamaan identitas adalah berikut

UK = AK + BAK

4. Tingkat partisipasi angkatan kerja (labour force participation rate),

adalah menggambarkan jumlah angkatan kerja dalam suatu kelompok

umur sebagai persentasi pendidik dalam kelompok umur tersebut, yaitu

membandingkan angkatan kerja dengan tenaga kerja. Untuk

menghitung Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dapat

digunakan rumus sebagai berikut :

TPAK = AK/UK x 100%

Formulasi diatas dapat digunakan dalam menentukan besarnya TPAK

menurut jenis kelamin. Analisis TPAK ini identik dengan analisis

penawaran angkatan kerja.

5. Tingkat pengangguran (unemployment) adalah angka yang

menunjukkan berapa banyak dari jumlah angkatan kerja yang sedang

aktif mencari pekerjaan yaitu membandingkan jumlah orang yang

mencari pekerjaan dengan jumlah angkatan kerja. Tingkat

pengangguran (TP) dapat dirumuskan sebagai berikut :

TP = MP/AK x 100%.

Jumlah orang yang bekerja tergantung dari besarnya permintaan atau

(27)

ekonomi dan tingkat upah. Proses terjadinya penempatan atau hubungan kerja

melalui penyediaan dan permintaan tenagakerja dinamakan pasar kerja.

Besar penempatan (jumlah orang yang bekerja atau tingkat

employment) dipengaruhi oleh faktor kekuatan penyediaan dan permintaan

tersebut. Selanjutnya, besarnya penyediaan dan pemintaan tenaga kerja

dipengaruhi oleh tingkat upah.

Dalam ekonomi Neoklasik bahwa penyediaan atau penawaran

tenagakerja akan bertambah bila tingkat upah bertambah. Ini dilukiskan

dengan garis SS pada gambar 2.1. Sebaliknya permintaan terhadap

tenagakerja akan berkurang bila tingkat upah meningkat. Ini dilukiskan

dengan garis DD.

Gambar 2.1. Penyediaan dan permintaan tenaga kerja E

D S

D

Wi

We

S

(28)

Dengan asumsi bahwa semua pihak mempunyai informasi yang

lengkap mengenai pasar kerja, maka teori neoklasik bahwa jumlah

penyediaan tenaga kerja selalu sama dengan permintaan. Keadaan dimana

penyediaan tenaga sama dengan permintaan dinamakan titik euilibrium (titik

E). Dalam hal penyediaan tenaga sama dengan permintaan, tidak terjadi

pengangguran. Dalam kenyataan, titik ekuilibrium itu tidak pernah tercapai

karena informasi memang tidak pernah sempurna dan hambatan-hambatan

institusional selalu ada. (Simanjuntak, 1999).

2.2. Upah Tenaga Kerja

Sistem pengupahan diberbagai negara termasuk di Indonesia, pada

umumnya berada diantara dua ekstrim yaitu Teori nilai dan pertengahan

kelas. Membahas mengenai upah terutama upah minimum sering terjadi

perdebatan, dimana kebanyakan para ekonom menyatakan bahwa kebijakan

peningkatan upah minimum sering menyebabkan terjadinya pengangguran

untuk sebagian pekerja. Namun mereka berpendapat bahwa pengorbanan itu

setimpal untuk mengentaskan kemiskinan kelompok masyarakat lainnya.

Ajaran Karl Marx pada dasarnya berpusat pada tiga hal. Yang pertama

adalah mengenai teori nilai. Marx berpendapat bahwa hanya buruh yang

merupakan sumber nilai ekonomi. Jadi nilai sesuatu barang adalah nilai dari

jasa buruh atau dari jumlah waktu kerja yang dipergunakan untuk

(29)

a. Harga barang yang berbeda menurut jumlah jasa buruh yang

dialokasikan untuk seluruh proses produksi barang tersebut.

b. Jumlah jasa kerja yang dikorbankan untuk memproduksi sesuatu jenis

barang adalah kira-kira sama. Oleh sebab itu harganyapun beberapa

tempat menjadi kira-kira sama.

c. Seluruh pendapatan nasional diciptakan oleh buruh, jadi dengan

demikian hanya buruh/pekerja yang berhak memperoleh seluruh

pendapatan nasional tersebut.

Pandangan ini tidak cocok dengan kenyataan. Pertama, walaupun manusia

merupakan faktor yang paling utama dalam proses produksi, namun peranan

faktor modal seperti mesin-mesin ternyata besar. Peranan dari faktor modal

ini tidak dipertimbangkan dalam teori nilai dari marx. Kedua peranan selera

dan pola konsumsi masyarakat ternyata sangat berpengaruh dalam penentuan

harga.

Ajaran kedua dari marx menyangkut pertentangan kelas. Marx

berpendapatan bahwa kapitalis selalu berusaha menciptakan barang-barang

modal untuk mengurangi penggunaan buruh. Dengan demikian akan timbul

pengangguran besar-besaran. Dengan adanya pengangguran yang sangat

besar ini maka dapat pengusaha menekan upah. Konsekwensi dari pada

sistem yang demikian ini maka tiada jalan lain bagi buruh kecuali untuk

(30)

Pandangan yang salah mengenai sikap pengusaha atau

setidak-tidaknya mengenai nasib karyawan yang digambarkan demikian jeleknya

dapat dibantah dengan berbagai kenyataan yang dapat disaksikan misalnya

a. Terutama sejak awal abad 20, telah berkembang aliran pendekatan

manusiawi (human approuch) dalam manajemen perusahaan.

Walaupun tujuan utama pendekatan ini adalah untuk meningkatkan

produktivitas kerja karyawan, namun juga ditekankan mengenai

perbaikan, penghasilan, insentif, lingkungan kerja, dan lain-lain.

b. Adanya campur tangan pemerintah dalam penentuan sistem upah dan

secara langsung mengatasi pengangguran melalui proyek-proyek

pemerintah

c. Hadirnya serikat pekerja dan ikut berperan mendampingi pengusaha

dalam menentukan sistem upah.

Yang ketiga sebagai konsekwensi dari dua ajaran Marx teori nilai dan

pertentangan kelas disebut diatas, adalah terbentuknya masyarakat

komunis. Dalam masyarakat ini seseorang tidak menjualkan tenaganya

kepada yang lain, akan tetapi masyarakat itu melalui partai buruh akan

mengatur apa dan berapa jumlah produksi. Dalam masyarakat impian

marx tersebut, setiap orang harus bekerja menurut kemampuannya dan

(31)

Implikasi pandangan marx tersebut dalam sistem pengupahan dan

pelaksanaanya :

(i) Bahwa kebutuhan konsumsi tiap-tiap orang macamnya dan

jumlahnya kira-kira sama. Nilai setiap barang yang sama (walaupun

terdapat di tempat yang berbeda) adalah juga sama. Oleh sebab itu,

upah tiap-tiap orang juga kira-kira sama. Dalam hal ini sistem upah

hanya sekedar menjalankan sistem sosial, yaitu memenuhi

kebutuhan konsumtip dari buruh.

(ii) Sistem pengupahan disini tidak mempunyai fungsi pemberian

instentif yang sangat perlu untuk menjamin peningkatan

produktivitas kerja dan pendapatan nasional

(iii) Sistem kontrol yang ketat diperlukan untuk menjamin setiap orang

betul-betul mau bekerja menurut kemampuannya.Ini memerlukan

sentralisasi kekuasaan sistem paksaan yang dipandang bertentangan

dengan asas-asas kemanusiaan.

Upah pada dasarnya merupakan sumber utama penghasilan seseorang,

sebab itu upah harus cukup untuk memenuhi kebutuhan karyawan dan

keluarganya adalah wajar. Kewajaran dapat dinilai dan diukur dengan

kebutuhan hidup minimum atau sering disebut kebutuhan fisik minimum

(32)

(KFM) setiap karyawan dapat terpenuhi melalui pekerjaan dari mana dia

memperoleh penghasilan.

Jaminan penghasilan yang lebih baik dari sekedar memenuhi KFM

sangat penting bukan saja dalam rangka kemanusiaan, akan tetapi juga

untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan dan demi kelangsungan

perusahaan. Produktivitas kerja dipengaruhi oleh banyak faktor seperti

tingkat giji, kesehatan, pendidikan, dan manajemen pimpinan. Namun

bagi karyawan penghasilan kecil, tingkat giji dan kesehatan merupakan

faktor dominan untuk meningkatkan produktivitas kerja. Betapapun

baiknya manajmen, produktivitas kerja karyawan sukar ditingkatkan bila

kondisi giji dan kesehatan karyawan sangat rendah. Sebab itu untuk dapat

meningkatkan produktivitas kerja para karyawan, upah mereka harus

cukup memadai untuk memenuhi KFMnya.

Kelangsungan perusahaan hanya dapat dijamin dengan produktivitas kerja

karyawan yang tinggi. Produktivitas kerja karyawan yang tinggi

memungkinkan pengusaha untuk mengembangkan usahanya dan

memberikan upah yang tinggi bagi karyawannya.

Kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak pekerja Indonesia

berpenghasilan sangat kecil, lebih kecil dari kebutuhan hidup

minimumnya. Rendahnya tingkat penghasilan tersebut dapat terjadi

(33)

a. karyawan yang bersangkutan memang mempunyai produktivitas kerja

yang rendah

b. ketidak sempurnaan pasar sehingga pengusaha secara sengaja atau

tidak segaja memberikan upah yang lebih kecil dari nilai hasil kerja

karyawan.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, pemerintah telah mengembangkan

penerapan upah minimum. Sasarannya adalah supaya upah minimum itu

paling sedikit cukup menutupi kebutuhan hidup minimum karyawan dan

keluaragan. Dengan demikian kebijaksanaan penentuan upah minimum

adalah :

a. menjamin penghasilan karyawan sehingga tidak lebih rendah dari suatu

tingkat tertentu

b. meningkatkan produktivitas kerja karyawan

c. mengembangkan dan meningkatkan perusahaan dengan cara produksi

yang lebih efisien.

Sementara itu kajian tentang upah minimum yang dilakukan oleh Carl,

Katz, dan Krueger (dalam Mankiw, 2000) menemukan suatu hasil bahwa

peningkatan upah minimum ternyata malah meningkatkan jumlah pekerja.

Kajian ini dilakukan pada beberapa restoran cepat saji di New Jersey dan

Pennsylvania Amerika Serikat. Dalam kajian ini dijelaskan bahwa

(34)

saat yang sama. Menurut teori standar, seperti yang di ungkapkan oleh Brown

(Mankiw, 2000) bahwa ketika pemerintah mempertahankan upah agar tidak

menciptakan tingkat equlibrium, hal itu dapat menimbulkan kekakuan upah

yang menyebabkan pengangguran. Pengangguran ini terjadi ketika upah

berada di atas tingkat yang menyeimbangkan penawaran dan permintaan,

dimana jumlah tenaga kerja yang ditawarkan melebihi jumlah permintaan

tenaga kerja. Oleh sebab itu peningkatan upah minimum mengurangi jumlah

tenaga kerja yang diminta oleh perusahaan, terutama bagi tenaga kerja yang

tidak terdidik dan kurang berpengalaman. Namun kenyataannya dalam kasus

kesempatan kerja di restoran-restoran New Jersey berlawanan dengan teori

standar, dimana kesempatan kerja yang seharusnya menurun dibandingkan

dengan kesempatan kerja di restoran-restoran Pennsylvania, ternyata dari data

yang ada menunjukkan bahwa kesempatan kerjanya semakin meningkat.

Salah satu penjelasan dari pandangan baru mengenai upah minimum

yang kontroversial ini adalah bahwa perusahaan memiliki kekuatan pasar di

pasar tenaga kerja. Sebagaimana diketahui bahwa perusahaan monopsoni

membeli lebih sedikit tenaga kerja pada upah yang lebih rendah dibandingkan

dengan perusahaan kompetitif, berarti dalam hal ini perusahaan mengurangi

kesempatan kerja untuk menekan upah yang harus dibayar. Upah minimum

mencegah perusahaan monopsoni dari melakukan strategi ini dan dengan

(35)

2.3. Industri Pengolahan Besar dan Menengah

Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan

kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia atau dengan

tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi, dan barang yang

kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dan sifatnya lebih

kepada pemakai akhir.

Industri sebagai salah satu komponen kegiatan ekonomi nyata,

keberadaannya sangat bergantung pada pertumbuhan ekonomi secara

keseluruhan, dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berlaku bagi kegiatan

ekonomi, seperti : moneter, tingkat suku bunga, kondisi makro, sosial politik

baik nasional, regional maupun global.

Misi pengembangan suatu industri adalah meningkatkan nilai tambah

bahan alam atau bahan setengah jadi, melalui penerapan suatu teknologi

tertentu, menjadi suatu produk yang memiliki daya saing untuk merebut

pangsa pasar, baik pasar domestik maupun di pasar internasional, yang

selanjutnya menjadi andalan pendapatan dalam negeri dan devisa bagi suatu

negara. Karena permintaan untuk barang-barang buatan pabrik adalah sangat

elastis (yaitu, sangat peka terhadap perubahan dalam harga dan pendapatan),

industri tidak menghadapi kendala pasar yang sama seperti yang pertanian

hadapi dan dapat kiranya industri merangsang pertumbuhan yang lebih cepat.

(36)

mendorong kewiraswastaan serta talenta yang berhubungan dengan

pengolaan, mempromosikan hasil keterampilan dan menciptakan iklim yang

lebih baik untuk modernisasi untuk keseluruhan masyarakat.

Sedangkan jenis-jenis golongan industri besar dan sedang (BPS, 2004)

yaitu: (1) Industri makanan, minimuman dan tembakau; (2) Industri tekstil,

pakaian jadi dan kulit; (3) Industri kayu, parabot rumah tangga; (4) Industri

kertas, percetakan dan penerbit; (5) Industri kimia, batubara, karet dan

plastik; (6) Industri barang galian bukan logam kecuali minyak bumi dan

batubara; (7) Industri logam dasar; (8) Industri barang dari logam, mesin dan

peralatannya; (9) Industri pengolahan lainnya.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Industri diklasifikasikan atas

dasar penyerapan tenaga kerja, sebagai berikut :

1. Industri Kerajinan, mempunyai 1-4 karyawan

2. Industri kecil, mempunyai 5-19 karyawan

3. Industri Sedang, mempunyai 20-99 karyawan

4. Industri Besar, mempunyai lebih dari 100 karyawan dalam tiap

perusahaan.

Pengeluaran investasi merupakan salah satu komponen PDRB dilihat

dari segi pengeluaran agreggat. Adanya peningkatan dalam stok kapital

akibat pengeluaran inverstasi akan menyebabkan terjadi kenaikan dalam

(37)

investasi akan menambah stok kapital dalam masyarakat. Ini berarti terjadi

peningkatan kapasitas produksi, yang selanjutnya akan meningkatkan pula

kemampuan masyarakat dalam menghasilkan output.

Dalam prakteknya, kenaikan output hanya ditentukan oleh kenaikan

stok kapital saja. Output tidak dihasilkan hanya dengan menggunakan kapital

semata, melainkan juga dengan menggunakan faktor-faktor produksi lainnya,

seperti tenaga kerja, Jumlah tenaga kerja yang diperlukan dalam proses

produksi pada suatu saat tertentu turut menentukan tingkat output yang

dihasilkan. Dengan kata lain, suatu proses produksi ditentukan oleh beberapa

faktor produksi secara bersama-sama melalui suatu fungsi produksi

(Sudarsono, 2005).

Dalam hal ini fungsi produksi Neoklasik yang sederhana

mengasumsikan bahwa output hanya dipengaruhi oleh dua faktor produksi

saja, yaitu kapital dan tenaga kerja.

Q = f(K,L) (2. 1)

dimana :

Q = Output K = Kapital

L = Tenaga kerja

Dalam short run diasumsikan bahwa faktor produksi kapital adalah

fixed, sehingga hanya tenaga kerja yang merupakan input variabel. Namun

dalam jangka panjang kapital dapat meningkat melalui kegiatan investasi.

(38)

satuan tenaga kerja meningkat, sehingga akan berpengaruh terhadap Produk

marginal tenaga kerja, Produksi rata-rata tiap pekerjaan, Tingkat output

maksimum.

Dengan anggapan bahwa perekonomian selalu berusaha mencapai

kondisi optimal mala penambahan penggunaan kapital melalui kegiatan

investasi, yang berarti meningkatnya kapasitas produksi itu, akan

meningkatkan pula penggunaan tenaga kerja, yang selanjutnya secara

bersama-sama menaikkan tingkat output maksimum yang mungkin dicapai.

Semakin besar penggunaan kapital, akan semakin besar pula output yang

dapat dihasilkan.

Sebenarnya yang dianggap fixed dalam fungsi produksi jangka pendek

bukan hanya faktor kapital, karena keadaan teknologi juga dianggap tidak

berubah dalam jangka pendek. Namun dalam jangka panjang teknologi akan

berubah dengan ditemukannya metode-metode produksi yang baru yang lebih

efisien. Keadaan ini digambarkan oleh Fungsi Produksi Cobb-Douglas yang

mewakili fungsi produksi Neoklasik (Sudarsono, 2000).

Q = A K L (2. 2)

dimana :

A = Indeks perubahan teknologi yang berubah sepanjang waktu = proporsi output yang dihasilkan oleh faktor K

(39)

Fungsi produksi ini diasumsikan memiliki beberapa karakteristik

sebagai berikut :

1. Bersifat constant Return To Scale. Ini berarti jika penggunaan kedua

faktor produksi ditingkatkan dalam proporsi yang sama maka output akan

meningkat sebesar proporsi yang sama juga.

2. Produksi tunduk pada Hukum. Hasil Lebih yang menurun (Law of

Dimising Return) yang berarti bahwa walaupun produktivitas pekerja

meningkat dengan bertambahnya kapital namun peningkatan tersebut

semakin lama semakin menurun dengan semakin banyaknya pemakaian

tenaga kerja.

Dalam jangka panjang baik faktor produksi kapital maupun tenaga

kerja adalah merupakan input variabel. Keinginan untuk memperluas

produksi menyebabkan pengusaha menaikkan anggaran biaya produksi yang

direalisasikan dalam bentuk penambahan kapital dan tenaga kerja. Jumlah

tambahan kapital dan tenaga kerja yang digunakan tergantung kepada harga

relatif dari faktor-faktor produksi tersebut.

Kondisi ekuilibrium pada biaya minimum menghendaki ratio

produktivitas marginal tenaga kerja (MPl) dan produktivitas marginal kapital

(MPk) harus sama dengan ratio harga faktor tenaga kerja (w) dan harga faktor

kapital (r), biaya minimum industri manufaktur dibatasi oleh produksi yang

(40)

C = r.K + w. L (2. 3A)

Q = A K L (2. 3B)

Fungsi Lagrange dari biaya minimum (2.3A) dan (2.3B) adalah :

C = r.K + w. L -λ[ A K L - Q] (2. 4)

FOC dari (2.4) terhadap stok modal (K), tenaga kerja (L) dan λ akan

menghasilkan persamaan sebagai berikut :

0

Dari persamaan (2.5A) dan (2.5B) diperoleh fungsi expansi path produksi,

yaitu Rasio marginal produktivitas sama dengan rasio harga input:

[

α α−1 β

]

= β α β−1

Subsitusi persamaan (2.6) ke (2.5C) akan menghasilkan penggunaan

tenaga kerja (L), yaitu :

(41)

Q = β

Hal ini berarti terjadi perubahan harga relatif faktor-faktor produksi

, dan jika fungsi produksi diasumsi bersifat constant return to scale

) 1

(α +β = , maka perluasan kapasitas produksi akibat kegiatan investasi akan

mendorong perluasan penggunaan tenaga kerja dalam proporsi yang sama.

Sebaliknya, jika harga relatif faktor-faktor produksi mengalami perubahan

maka besar tambahan penggunaan tenaga kerja yang dibutuhkan akan

ditentukan oleh besar perubahan itu sendiri.

Dalam membahas masalah kesempatan kerja tidak terlepas dari

(42)

pengusaha merupakan derived demand dari output, karena faktor produksi

tersebut merupakan input variabel dalam menghasilkan output. Karenanya

fungsi permintaan tenaga kerja dapat diturunkan dari fungsi laba karena

tujuan produsen adalah memaksimumkan laba, atau dari fungsi biaya karena

tujuan produsen adalah meminimumkan biaya produksi.

Terlepas dari pengaruh harga-harga faktor produksi, permintaan akan

tenaga kerja itu sendiri dibatasi oleh kemampuan peralatan modal untuk

dikombinasikan dengan penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi.

Keinginan untuk meningkatkan produksi menyebabkan pengusaha melakukan

investasi guna memperluas kapasitas produksi (Q), yang selanjutnya akan

meningkatkan produktifitas tenaga kerja (dalam bentuk meningkatkan produk

marginal setiap satuan kerja). Dalam hal ini, untuk mempertahankan,

tercapainya kondisi optimal dalam kegiatan produksi, pengusaha akan

menambah penggunaan tenaga kerja.

Peningkatan investasi berarti menambah kapasitas produksi (Q),

dengan asumsi constant returns to scale, peningkatan investasi secara

langsung akan meningkatkan kapasitas produksi sebesar peningkatan

investasi itu sendiri dan akhirnya meningkatkan penggunaan tenaga kerja

(43)

2.4. Pengertian Investasi

Penanaman modal atau lebih sering disebut investasi mempunyai

banyak pengertian yang berbeda diantara para pakar ekonomi. Deliarnov

(2002) mengemukakan bahwa investasi merupakan pengeluaran perusahaan

secara keseluruhan yang mencakup pengeluaran untuk membeli bahan

baku/material, mesin-mesin dan peralatan pabrik serta semua peralatan modal

lain yang diperlukan dalam proses produksi. Pengeluaran untuk keperluan

bangunan kantor, pabrik tempat tinggal karyawan dan bangunan kontruksi

lainnya. Perubahan nilai stok atau barang cadangan sebagai akibat dari

perubahan jumlah dan harga.

Todaro (2000), menyatakan bahwa sumber daya yang akan digunakan

untuk meningkatkan pendapatan dan konsumsi di masa yang akan datang

disebut sebagai investasi. Dengan demikian investasi dapat diartikan sebagai

pengeluaran atau perbelanjaan penanaman-penanaman modal atau perusahaan

untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan

produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan

jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian sehingga investasi disebut juga

dengan penanaman modal atau pembentukan modal.

Menurut Nurkse (Jhingan, 2004) pembentukan modal diartikan bahwa

masyarakat tidak mempergunakan seluruh aktifitas produktifnya saat ini

(44)

dilengkapi oleh Kuznets (Jhingan, 2004), yang mana pembentukan modal

juga mencakup pembiayaan untuk pendidikan, rekreasi dan barang mewah

yang memberikan kesejahteraan dan produktivitas lebih pada individu dan

semua pengeluaran masyarakat yang berfungsi untuk meningkatkan moral

penduduk yang bekerja.

Dornbusch dan Fischer (1995) menjelaskan bahwa investasi

merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau

mempertahankan stok barang modal (meliputi pabrik, mesin, kantor dan

produk-produk tahan lama lainnya yang digunakan dalam proses produksi)

digolongkan atas investasi tetap perusahaan, investasi tempat tinggal dan

investasi persediaan. Investasi merupakan unsur PDB yang paling sering

berubah. Ketika pengeluaran atas barang dan jasa turun selama resesi,

sebagian besar dari penurunan itu berkaitan dengan penurunan pengeluaran

investasi (Mankiw, 2000).

Harrod-Domar (Subri,2003) dalam teorinya menyatakan bahwa

investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga memperbesar

kapasitas produksi. Kapasitas produksi yang membesar tersebut

membutuhkan jumlah tenaga kerja yang besar pula, dimana dalam kondisi

seperti ini diasumsikan bahwa tenaga kerja meningkat secara geometris dan

selalu full employment.

(45)

beli untuk proses produksi. (2) investasi residensial (residential invesment)

mencakup perumahanan baru yang orang beli untuk ditinggali dan yang dibeli

tuan tanah untuk disewakan. (3) investasi persediaan (inventory investment)

mencakup barang-barang yang perusahaan tempatkan digudang termasuk

bahan-bahan dan perlengkapan, barang setengah jadi dan barang jadi

(Mankiw, 2000).

Pertumbuhan ekonomi suatu negara erat kaitannya dengan tingkat

produktivitas penggunaan modal. Dalam perencanaan makro, ICOR dapat

digunakan untuk menaksir besarnya kebutuhan modal yang diperlukan untuk

menghasilkan tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu (Susanti, 1995). Metode

perhitungan ICOR adalah:

PDB G ICOR

I= [1+ ] .……… (2.8)

dimana :

ICOR = Menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi relatif akibat

adanya investasi.

I/PDB = Persentase investasi terhadap PDB.

G=ΔPDB = Laju pertumbuhan ekonomi (PDB)

Angka ICOR yang dianggap memiliki tingkat produktivitas investasi

yang baik berada antara 3 – 4. semakin tinggi ICOR memberikan indikasi

(46)

2000).Artinya jika ICOR tinggi maka kebutuhan investasi pada target

pertumbuhan (g) tertentu akan lebih tinggi.

Dari berbagai pendapat tentang defenisi mengenai investasi, dapat

disimpulkan bahwa investasi merupakan suatu pengeluaran sejumlah dana

pemerintah dan pengusaha guna membiayai kegiatan produksi untuk

mendapatkan profit dimasa yang akan datang.

2.5. Tingkat bunga dalam Investasi

Investasi yang tanamkan pada suatu negara atau daerah, ditentukan

oleh beberapa faktor, yang antara lain : tingkat bunga, ekspektasi tingkat

return, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat laba perusahaan, situasi politik,

kemajuan teknologi dan kemudahan-kemudahan dari pemerintah (Kelana,

2000).

Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan

memberikan keuntungan kepada para pemilik modal (investor). Para investor

hanya akan menanamkan modalnya apabila tingkat pengembalian modal dari

modal yang ditanamkan (return of investment), yaitu berupa persentase

keuntungan netto (belum dikurangi dengan tingkat bunga yang dibayar) yang

diterima lebih besar dari tingkat bunga. Seorang investor mempunyai dua

pilihan di dalam menggunakan modal yang dimilikinya yaitu dengan

meminjamkan atau membungakan uang tersebut (deposito), dan

(47)

diperoleh adalah lebih besar dari tingkat bunga maka pilihan terbaik adalah

mendepositokan uang tersebut dan akan menggunakannya untuk investasi

apabila tingkat keuntungan yang diperoleh adalah lebih besar dari tingkat

bunga yang akan dibayar.

Ramalan mengenai keuntungan dimasa depan akan memberikan

gambaran pada investor mengenai jenis usaha yang prospektif dan dapat

dilaksanakan dimasa depan dan besarnya investasi yang harus dilakukan

untuk memenuhi tambahan barang-barang modal yang diperlukan.

Dengan bertambahnya pendapatan nasional maka tingkat pendapatan

masyarakat akan meningkat, daya beli masyarakat juga meningkatkan, total

anggregat demand meningkat yang pada akhirnya akan mendorong

tumbuhnya investasi lain (induced invesment).

Semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan, maka akan

mendorong para investor untuk menyediakan sebahagian dari keuntungan

yang diperoleh untuk invetasi-investasi baru.

Kestabilan politik suatu negara akan menjadi pertimbangan tersendiri

bagi investor terutama para investor asing, untuk menanamkan modalnya.

Mengingat bahwa investasi memerlukan jangka waktu yang relatif lama

(48)

sehingga stabilitas politik jangka panjang akan sangat diharapkan oleh para

investor.

Dengan adanya temuan-temuan teknologi baru (inovasi), maka akan

semakin banyak kegiatan pembaharuan yang akan dilakukan oleh investor,

sehingga semakin tinggi tingkat investasi yang akan dicapai.

Tersedianya berbagai sarana dan prasarana awal, seperti jalan raya,

listrik dan sistem komunikasi akan mendorong para investor untuk

menanamkan modalnya di suatu daerah. Disamping itu adanya bentuk insentif

yang diberikan pemerintah seperti keringanan-keringanan di dalam

perpajakan (tax holiday). Yaitu suatu keringanan di dalam pembebanan pajak

yang diberikan kepada suatu perusahaan yang mau menanamkan modalnya

agar keuntungan yang diperolehnya ditanamkan kembali kedalam bentuk

investasi baru atau jika perusahaan yang bersangkutan mau dan bersedia

menanamkan investasinya di suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

2.6. Pengaruh Investasi Terhadap Perekonomian

Investasi dalam berbagai bentuknya akan memberikan banyak

pengaruh kepada perekonomian suatu negara ataupun dalam cakupan yang

lebih kecil, daerah. Karena dengan terciptanya investasi akan membawa suatu

negara/daerah pada kegiatan ekonomi tertentu. investasi yang akan berlanjut

(49)

barang-barang dan jasa untuk dipasarkan kepada konsumen. Dan interaksi

antara produsen, dalam hal ini investor dan konsumen dalam menawarkan

dan mengkonsumsikan barang-barang atau jasa pada gilirannya akan

menciptakan kemajuan perekonomian dalam suatu negara/daerah.

Pengeluaran investasi merupakan hal yang sering dibahas dalam

ekonomi makro karena pengeluaran investasi menentukan tingkat

pertambahan stok kapital dalam perekonomian, dimana stok kapital ini

sangatlah menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara dalam

jangka panjang (Kelana, 2000).

Investasi yang ditanamkan di dalam suatu perekonomian salah satunya

ditentukan oleh adanya permintaan (demand) dari masyarakat, yaitu berupa

konsumsi atas barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan

sehingga merangsang tumbuhnya investasi-investasi baru. Seperti yang kita

ketahui bahwa pendapatan yang diperoleh masyarakat akan digunakan untuk

konsumsi dan mungkin sebagian lagi akan digunakan untuk ditabung.

Sehingga apabila penggunaan pendapatan untuk konsumsi dilambangkan

dengan C, dan penggunaan pendapatan untuk ditabungkan dilambangkan

dengan I, sedangkan pendapatan yang diterima dilambangkan dengan Y,

maka investasi merupakan bagian dari output agregat, yaitu perumusannya

menjadi Y = C + I.

(50)

kemampuan dalam pemupukan modal juga relatif rendah yang disebabkan

oleh lemahnya kemampuan menabung dari masyarakatnya yang tentu saja

akan menciptakan kondisi yang diskondusif bagi terciptanya

lembaga-lembaga keuangan. Pada hal faktor-faktor tersebut sangat diperlukan di dalam

proses pembangunan guna memacu pertumbuhan ekonomi.

Pembentukan modal merupakan faktor yang paling penting dan

strategis di dalam proses pembangunan ekonomi. Pembentukan modal ini

dapat juga disebut sebagai kunci utama menuju pembangunan ekonomi.

Dalam proses pembentukan modal ini, ada tiga tingkatan proses yang

dilewati, yaitu pertama, kenaikan tabungan nyata yang bergantung pada

kemauan dan kemampuan untuk menabung dari masyarakat. Kedua,

keberadaan lembaga kredit dan keuangan untuk menggalakkan dan

menyalurkan tabungan agar dapat menjadi dana yang dapat di investasikan.

Ketiga, penggunaan tabungan untuk tujuan investasi pada barang-barang

modal diperusahaan.

Pembentukan modal juga berarti pembentukan keahlian, karena

keahlian kerapkali berkembang sebagai akibat pembentukan modal.

Pembentukan keahlian jelas merupakan salah satu dampak dari adanya

perkembangan investasi dimana investasi yang terus berkembang akan

menuntut perkembangan teknologi yang ada (Jhingan, 2004).

(51)

dengan spread effect yaitu apabila suatu invetasi yang ditanamkan di dalam

suatu daerah membawa perkembangan baik positif bagi daerah lainnya,

seperti tumbuhnya industri-industri pelengkap atau penunjuang bagi industri

utama di daerah pusat investasi.

2.7. Penelitian Sebelumnya

Salah Satu ciri negara sedang berkembang adalah kurangnya modal

atau tabungan yang rendah dan investasi rendah. Untuk itu setiap negara

selalu mengupayakan arus modal masuk ke negara-negara berkembang

termasuk Indonesia sesuai dengan semakin meningkatnya dana yang

dibutuhkan untuk pembangunan terutama untuk pembangunan dibidang

ekonomi.

Rani dan Abdullah (dalam Elfindri dan Bactiar, 2000) dalam

penelitiannya mengemukakan bahwa faktor utama yang menyebabkan

tingginya perluasan kesempatan kerja dalam industri-industri yang

berorientasi eksport adalah karena industri-industri tersebut lebih tepat untuk

mencapai skala ekonomi karena luasnya pasar menyebabkan kegiatan usaha

juga meningkat, sehingga menyebabkan keperluan tenaga kerja untuk jenis

pekerjaan tertentu bertambah dan pekerja-pekerja lebih terkonsentrasi untuk

bekerja dalam jenis pekerjaan tertentu dengan keahliannya.

Syafaat dan Friyatno (2000) meneliti kesempatan kerja di kawasan

(52)

kerja yang tercipta dengan pertumbuhan PDRB di kawasan timur Indonesia.

Dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB yang

menurun yang mengakibatkan kesempatan kerja mengalami penurunan.

Dengan kondisi ini disarankan perlu perencanaan pembangunan ekonomi

yang berpijak pada kemampuan sumber daya yang agar struktur ekonomi

mempunyai ketahanan yang tinggi untuk dapat menciptakan kesempatan

kerja.

Rachman (2005) dalam studinya tentang kesempatan kerja di DKI

Jakarta menemukan Faktor upah minimum regional berpengaruh negatif

terhadap kesempatan kerja. Hal ini berarti tingkat upah minimum propinsi di

DKI Jakarta merupakan salah satu masalah pengganggu bagi pengguna

tenaga kerja untuk mempekerjakan para tenaga kerja yang masuk ke bursa

tenaga kerja.

2.8. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan teori dan kajian terdahulu, maka kerangka konseptual

untuk menciptakan kesempatan kerja secara khusus di sektor industri

menengah dan besar perlu adanya pertumbuhan jumlah investasi baik PMDN

maupun PMA. Sebagai pelengkap, variabel upah minimum propinsi, tingkat

suku bunga, PDRB yang mempengaruhi kesempatan kerja. Dari

variabel-variabel bebas yang telah ditampilkan pada tinjauan pustaka, maka gambaran

(53)

PDRB

TINGKAT

UPAH

TINGKAT BUNGA

KESEMPATAN KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR SKALA

MENENGAH DAN DAN BESAR

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian.

2.8. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan kajian terdahulu, maka hipotesis

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Terdapat pengaruh negatif variabel Tingkat upah terhadap

kesempatan kerja pada Sektor industri menengah dan besar di

Provinsi Sumatera Utara. Ceteris paribus.

2. Tingkat bunga berpengaruh negatif terhadap kesempatan kerja pada

Sektor industri menengah dan besar di Provinsi Sumatera Utara.

Ceteris paribus.

3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh positif

terhadap kesempatan kerja pada Sektor industri menengah dan

(54)

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada pengaruh tingkat upah, tingkat bunga dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap kesempatan kerja pada sektor industri menengah dan besar di Provinsi Sumatera Utara. Dengan menggunakan model ekonometerika sederhana.

3.2. Jenis dan Sumber Data

(55)

3.3. Metode Analisis

Analisis yang digunakan adalah analisis ekonometrika dengan mengunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Metode OLS memiliki kemampuan untuk menganalisis pengaruh beberapa variabel independen terhadap variabel dependen, karena OLS memiliki sifat Best Linier Unbiased

Estimator (BLUE).

Analisis regresi ini menggunakan model estimasi berdasarkan beberapa variabel-variabel bebas, yaitu Upah Minimum Provinis (W), Tingkat Bunga (R), PDRB. Adapun fungsi dari kesempatan kerja (L) adalah :

L= β0 *Wβ1 *Rβ2 * PDRBβ3 (3.1.)

Mengingat angka-angka variabel dimaksud memiliki angka yang relatif besar jumlahnya, maka model dimaksud di formulasikan ke dalam bentuk logaritma, sehingga model estimasi yang digunakan adalah sebagai berikut :

Ln L = β0 + β1 Ln W + β2 Ln R + β3 Ln PDRB + ε (3.2)

dimana:

L = Kesempatan kerja pada industri pengolahan skala menengah dan besar (orang)

W = Upah minimum propinsi (Rupiah per tahun) R = Tingkat bunga kredit (persen pertahun)

PDRB = Produk Domestik Regional Bruto industri manufaktur skala menengah dan besar (Rupiah per tahun)

ε = Stochastic term error

β0 = Koefisien atau parameter produktivitas tenaga kerja

(56)

β2 = Koefisien atau parameter untuk mengukur pengaruh atau

elastisitas tingkat bunga

β3 = Koefisien atau parameter untuk mengukur pengaruh atau

elastisitas investasi atau peningkatan kapasitas produksi.

Data yang telah dikumpulkan akan disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis dengan metode deskriptif. Model estimasi yang telah ditampilkan sebelumnya akan diregresi untuk melihat pengaruh di antara variabel-variabel bebas dengan variabel terikat dengan paket eviews 4.1, Sebelum melakukan regresi OLS terlebih dahulu dilakukan uji stasioneritas (Manurung, Manurung dan Saragih, 2005).

3.4. Definisi Operasional

Variabel Operasional terdiri dari Tingkat Upah Minimum Provinsi, tingkat bunga, PDRB pada sektor industri pengolahan skala menengah dan besar di provinsi Sumatera utara.

1. Kesempatan kerja, yaitu jumlah tenaga kerja yang dibayar dan bekerja pada industri menengah dan besar di Sumatera utara dalam satuan jiwa.

(57)

3. Tingkat bunga, yaitu tingkat bunga pinjaman (kredit) dari perbankan yang disalurkan kepada para pengusaha sebagai sumber modal tambahan (untuk investasi) dalam satuan persen per tahun

4. PDRB (Produk Domestik Regioanl Bruto) yang di maksud total output barang dan jasa yang dihasilkan oleh industri manufaktur skala menengah dan besar atas dasar harga berlaku dalam satuan rupiah per tahun

3.5. Uji Kesesuaian Model

Uji kesesuaian (Test of Goodness Fit) diperlukan untuk mengetahui

apakah model regresi yang terestimasi cukup baik atau tidak. Untuk mengetahui hal tersebut, maka dilakukan pengukuran seberapa dekatnya garis regresi yang terestimasi dengan data (Gujarati, 1999). Pengujian statistik akan dilakukan dengan menganalisis :

1. Uji R2 (Coefficient of Determination)

Uji ini bertujuan untuk menjelaskan seberapa besar variasi dari variabel terikat dapat diterangkan oleh variabel bebas. Apakah R2 = 0, artinya variasi dari variabel terikat tidak dapat diterangkan oleh variabel bebas sama sekali. Sementara apabila R2=1, artinya variasi dari variabel terikat dapat diterangkan 100% oleh variabel bebas. Dengan demikian model regresi akan ditentukan oleh R2 yang nilainya antara 0 dan 1. Koefisien determinsi dirumuskan sebagai berikut :

TSS RSS R2 =1−

(58)

Dimana :

RSS = Resedual semu of squares TSS = Total semu of squares 2. Uji t atau t-test (Partial test)

Suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan atau tidak secara partial. Untuk mengetahui signifikan tidaknya koefisien regresi secara partial akan dilihat dan membandingkan antara thit dengan ttab. Statistik T dirumuskan sebagai berikut:

t

3. Uji F atau F-test (overall test)

Suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan atau tidak secara serentak. Untuk mengetahui signifikan tidaknya koefisien regresi secara serentak. Akan dilihat dan membandingkan antara Fhit dengan Ftabl. Statiktik F dirumuskan sebagai

berikut :

T = Jumlah observasi atau pengamatan

(59)

3.6. Uji Penyimpangan Klasik

Ada beberapa masalah yang akan terjadi dalam model regresi linier di

mana secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang

telah di tentukan, bahkan dapat menyesuaikan kesimpulan yang diambil dari

persamaan yang terbentuk, untuk itu perlu melakukan uji penyimpangan

asumsi klasik, yang terdiri dari (Manurung, Manurung, Saragih, 2005).

1. Uji Multikolinieritas

Berfungsi untuk mengetahui apakah terjadi hubungan linier yang

perfect atau tidak diantara beberapa atau variabel bebas dari model

estimasi. Uji ini menggunakan angka Variavence Inflating Factor

(VIF) dan Tolerance (TOL) :

2

1 1

ij

R VIF

= atau TOL = 1-Rij2 (3.7)

Jika VIF>10 atau TOL >1.0 maka terjadi multikolinier yang serius dan

koefisien regresi tidak efisien.

Adanya multikolinieritas mengakibatkan nilai statistik t kecil akibatnya

hipotesis nol tidak di tolak atau nilai populasi sebenarnya adalah nol.

Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa koefisien determinasi yang

tinggi cenderung mengakibatkan signifikasi statistik t rendah dan

(60)

data akan mengakibatkan OLS dan keselahan standar koefisien model

regresi sangat sensitif.

2. Uji Autokorelasi

Berfungsi untuk mengetahui apakah terdapat korelasi stockastic term

error antara periode waktu. Uji ini menggunakan Breusch-Godfrey test

yaitu :

εt = β0 + β1Ln W+ β2Ln R+ β3Ln PDRB+ β4εt-1 + β5εt-2+ Vt (3.8)

Jika X2 =OBS * R2 lebih besar dari X2 Tabel maka Stochastic term dari

persamaan regressi mengalami autokorelasi.

3. Uji Normalitas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah normal stockastic term

error atau tidak. Uji ini menggunakan Jarque-Bera Test (J-B Test) yang

membandingkan antara nilai J-B (X2hitung) terhadap X2tabel (Tabel

Chi-Square) Tarque Test dirumuskan sebagai berikut :

S = Skweness dari stochastic term error

(61)

Jika nilai JB-Test lebih besar dari X2 Tabel maka stochastic term error

dari regressi tidak mengikuti distribusi normal.

4. Uji Heteroskedastisitas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah stochastic term error

masing-masing pengamatan mempunyai variansi yang sama atau tidak.

Uji ini menggunakan White’s General Heteroskedasticity Test,yaitu :

v

(62)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Perkembangan Investasi Pada Industri Manufakur di Sumatera Utara

Penanaman modal merupakan langkah awal bagi kegiatan pembangunan ekonomi di suatu negara. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi yang mencerminkan marak lesunya pembangunan. Dalam upaya menumbuhkan perekonomiannya, setiap negara senantiasa berusaha menciptakan iklim usaha yang dapat menggairahkan investasi.

Perkembangan investasi sektor industri menengah dan besar yang terjadi di Sumatera Utara, seiring dengan situasi perekonomian dan politik, mengalami iklim yang pasang surut. Kecenderungan peningkatan dan penurunan investasi bukan hanya berlangsung pada investasi oleh kalangan masyarakat atau sektor swasta (PMDN dan PMA) namun juga penanaman modal oleh pemerintah.

(63)

4.1.1. Tenaga Kerja Industri Manufaktur Di Provinsi Sumatera Utara

Berdasarkan data kependudukan dan ketenagakerjaan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja merupakan gambaran keadaan penduduk yang bekerja dan mencari pekerjaan, sedangkan di kelompok lainnya dikategorikan sebagai penduduk usia kerja yang tidak aktif secara ekonomi, seperti masih sekolah, mengurus rumah tangga ataupun kegiatan lainnya.

(64)

mengakibatkan banyaknya unit usaha yang berusaha tidak melakukan PHK besar-besaran, tetapi melakukan pengurangan 1 jam kerja karyawannya akibat berkurangnya kapasitas produksi.

Tabel. 4.1. Data Tenaga Kerja (L), UMP(W), Bunga (R), PDRB Industri Manufaktur Skala Menengah dan Besar di Provinsi Sumatera Utara

1990 147,865 1,956,000 20.30 1,915.91 1991 147,865 2,040,000 19.30 2,210.52 1992 166,659 2,100,000 18.80 2,731.45 1993 189,521 2,160,000 16.34 4,482.16 1994 191,516 2,244,000 14.25 5,529.48 1995 181,952 2,280,000 14.51 6,489.82 1996 181,865 2,280,000 15.08 7,629.60 1997 174,120 2,340,000 15.37 9,073.37 1998 170,109 2,400,000 19.39 14,915.46 1999 169,954 2,520,000 20.97 19,536.50 2000 169,347 2,808,000 16.35 18,139.49 2001 158,108 4,083,600 17.11 20,807.20 2002 158,598 5,574,000 15.54 23,201.30 2003 152,389 6,060,000 17.50 26,131.97 2004 152,907 6,444,000 14.10 29,946.90 2005 160,634 7,200,000 14.98 35,555.03 Sumber : BPS Sumatera Utara, BI, Dipnakertrans

4.1.2. Nilai Tambah Industri Manufaktur Skala Menengah dan Besar

(65)

Pendapatan regional atau PDRB menggambarkan kemampuan suatu daerah untuk menciptakan output (nilai tambah) pada suatu waktu tertentu. PDRB dapat dilihat dari dua sisi pendekatan yaitu sektoral dan pengguna. PDRB dari sisi sektoral merupakan penjumlahan seluruh komponen nilai tambah yang mampu diciptakan diperlukan investasi yang relatif besar sehingga investasi menjadi sumber pendapatan regional.

Namun pada sisi yang lain, setiap melakukan investasi, para investor akan melihat terlebih dahulu berapa besar laju pertumbuhan pendapatan regional (PDRB) Propinsi Sumatera Utara yang terus meningkat selama kurun waktu 1990 – 2005, sedangkan total investasi yang masuk ke Sumatera Utara untuk kurun waktu yang sama mengalami perkembangan yang cukup fluktuatif, sehingga untuk melihat hubungan kedua variabel tersebut secara deskriptif melalui data yang tersedia sangat sulit dilakukan.

4.1.3. Tingkat Upah dan Tingkat Bunga Industri Manufaktur Skala Menengah dan Besar

(66)

dengan 2005 upah minimum Propinsi Sumatera Utara meningkat dengan pesat. Seperti terlihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. UMP Sumatera Utara tahun 1999 – 2005

Upah minimum Provinsi

Tahun Nominal (Rp/tahun) Pertumbuhan (%)

Tingkat Bunga (persen /tahun)

1999 2,520,000 15.23 20.97

2000 2,808,000 20.69 16.35

2001 4,083,600 20.95 17.11

2002 5,574,000 34.06 15.54

2003 6,060,000 36.27 17.50

2004 6,444,000 8.84 14.10

2005 7,200,000 11.73 14.98

Sumber :Dinas Tenaga kerja Provinsi Sumatera Utara

(67)

Pasar tenaga kerja di Sumaetra Utara, seperti juga provinsi lainnya mencerminkan struktur lapangan kerja dan perekonomian yang dualistic. Hal ini ditanda dengan adanya sector tradisional (informal) yang besar di satu sisi, dan sektor modern (formal) di sisi lainnya. Apabila dibandingkan upah minimum yang diterima pekerja di sektor modern, secara umum upah sektor informal lebih rendah dan seringkali tidak menentu. Dengan demikian pekerja sektor formal sebenarnya masih lebih baik dibandingkan dengan sektor informal, dan biasanya pekerja di sekror formal tidak akan mudah terjerumus ke tingkat hidup di bawah garis kemiskinan.

Berkaitan dengan perbandingan pekerja sektor formal dan informal tersebut, maka perumusan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Sumatera Utara harus mengutamakan fleksibelitas pasar tenaga kerja. Kebijakan pada tenaga kerja uang fleksibel akan mendorong kesempatan kerja kepada industri yang padat kerja. Dengan jumlah angkat kerja yang ada dan tingkat upah minimum yang telah ditentukan oleh pemerintah Sumatera Utara, maka kebijakan tenaga kerja yang fleksibel tersebut akan mempermudah semua orang untuk melakukan kegiatan ekonomi termasuk kemudahan bagi tenaga kerja untuk berpindah pekerjaan dari pekerjaan yang kurang produktif ke pekerjaan yang lebih produktif.

(68)

investor yang digunakan sebagai pembanding apakah investasi yang ditanamkan menguntungkan atau tidak. Jika tingkat return dari suatu investasi lebih rendah dari tingkat suku bunga bank maka dapat dikatakan bahwa investasi tersebut tidak menguntungkan.

Tingkat bunga bank sebelum krisis moneter berada dalam suatu tingkat yang relatif stabil dan di bawah 20 persen untuk tingkat suku bunga deposito. Namun semenjak tahun 1997, di mana krisis ekonomi mulai menerpa perekonomian Indonesia yang tentunya juga berdampak pada perekonomian Sumatera Utara, tingkat suku bunga mengalami lonjakan yang sangat tinggi. Peningkatan tingkat suku bunga terjadi pada suku bunga deposito untuk jangka waktu satu bulan, hal ini merupakan upaya Bank Indonesia untuk mengurangi tingkat likuiditas masyarakat. Dengan menekan tingkat likuiditas masyarakat diharapkan pada gilirannya akan mampu menekan gerakan kurs dolar.

Pada awal tahun 1990-an hingga sebelum krisis moneter memperlihatkan perkembangan suku bunga yang relatif stabil pada kisaran di bawah 20 persen. Tetapi tidak demikian dengan perkembangan tingkat investasi di Sumatera Utara baik investasi asing maupun investasi domestik yang mengalami gejolak naik turun.

(69)

menurunnya tingkat suku bunga telah menurunkan tingkat investasi total di Sumatera Utara.

4.2. Analisis Penggunaan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Skala Menengah Dan Besar

Untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja, dilakukan analisis regresi berganda. Variabel bebas terdiri dari UMP (W), Bunga (R), dan PDRB (Q). Sedangkan variabel tidak bebas (L) adalah kesempatan kerja.

Tabel. 4.3. Hasil Estimasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Pada Industri Menengah Dan Besar Di Provinsi Sumatera Utara Dengan Metode OLS

Dependent Variable: LOG(L) Method: Least Squares Sample: 1990 2005 Included observations: 16

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 16.01136 0.685446 23.35905 0.0000

LOG(W) -0.227312 0.047069 -4.829332 0.0004

LOG(R) -0.412609 0.100937 -4.087771 0.0015

LOG(PDRB) 0.061636 0.022373 2.754879 0.0174

(70)

Pengolahan data hasil penelitian ini menggunakan alat bantu eviews

4.1 for Windows. (Data pengamatan dan variabel penelitian disajikan pada.

Hasil pengolahan data dengan menggunakan eviews 4.1 for Windows diuji dengan teknik ekonometri untuk memastikan apakah terjadi penyimpangan klasik antara lain autocorrelation, multicollinearity, dan heteroscedasticity. Hasil uji model regresi menunjukkan bahwa model estimasi bebas dari

muticollinearity, Heterokedasticity, dan Autocorrelation, dan diperoleh

persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:

Ln L = 16,011 - 0,413 Ln R - 0,227Ln W + 0,062Ln PDRB

t = (23,359) (2,755) (-4,829) (-4,087)

4.2.1. Model Penggunaan Tenaga Kerja

Uji kebaikan sesuai model (Goodness of Fit = R2), pengujian model secara keseluruhan (uji-F) dan pengujian masing-masing koefisien regresi secara parsial (uji-t), dijelaskan sebagai berikut:

Pengujian Kebaikan Sesuai Model (R2)

Koefisien determinasi (R2) sangat dipengaruhi oleh banyaknya variabel

bebas dan banyaknya observasi yang dilakukan. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi (R2), berarti model semakin dapat diandalkan. Jika nilai

koefisien determinasi (R2) terletak antara 0,70 – 1,00 pada umumnya

Gambar

Tabel 4.1. Data Tenaga Kerja (L), Tingkat Upah(W), PDRB Industri Manufaktur Skala Menengah danBesar di Provinsi Sumatera Utara ...................................................
Gambar 2.1. ..........................................................................................
Gambar 2.1. Penyediaan dan permintaan tenaga kerja
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebuah tanda adalah semua hal yang dapat diambil sebagai penanda yang mempunyai. arti penting untuk menggantikan sesuatu yang lain, sesuatu yang lain itu

Apakah ada pengaruh model pembelajaran reciprocal teaching (terbalik) terhadap motivasi dan hasil belajar matematika siswa pada materi turunan fungsi atau

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan skripsi

tanaman pangan lahan basah mencapai luas 39.971,78 ha yang terdiri dari 1.350,15 ha (cukup sesuai) dan 38.621,63 ha (sesuai marjinal), ternyata jauh melebihi proyeksi kebutuhan

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan maka peneliti membatasi masalah pada pengaruh rekrutmen dan pemberian kompensasi terhadap

khususnya daerah Mendo Barat Sungailiat dan demam berdarah lokasi (DBD) tertinggi. Babel Data departemen kesehatan menunjukkan peningkatan jumlah penderita demam

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa semua dimensi dari kualitas layanan (tangibles, reliability, responsiveness,

Hal inilah yang perlu mendapat sorotan, bagaimana aplikasi makna syatrah terhadap penentuan arah kiblat di kalangan masyarakat, yang tentunya memaknai lafadz syatrah