DAN BESAR DI PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
OLEH
RIMMAR SIRINGO RINGO
057018024
SEKOLAH PASCASARJANA
KESEMPATAN KERJA PADA INDUSTRI MENENGAH
DAN BESAR DI PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Untuk memperoleh Gelar Magister Sains Pada Program Studi ekonomi Pembangunan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara
OLEH
RIMMAR SIRINGO RINGO
057018024
SEKOLAH PASCASARJANA
PADA INDUSTRI MENENGAH DAN BESAR DI
PROVINSI SUMATERA UTARA
Nama
: RIMMAR SIRINGO RINGO
NIM :
057018024
Program Studi
: EKONOMI PEMBANGUNAN
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Jonni Manurung,MS
Ketua
Drs. Rujiman, MA. Dr. Syaad Afifuddin, M.Ec Anggota Anggota
Dr.Murni Daulay,SE,Msi Prof.Dr.Ir. T. Chairun Nisa H. M.Sc
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Pada Industri Menengah Dan Besar Di Provinsi Sumatera Utara
Oleh : Rimmar Siringo Ringo
Penelitian ini menganalisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Kesempatan kerja pada Industri Menengah dan Besar di Provinsi Sumatera Utara. Dengan variabel-variabel bebas Tingkat Upah, Tingkat Bunga, dan PDRB. Sedangkan variabel terikat adalah kesempatan kerja.
Data yang digunakan data times series tahun 1990 – 2005 dengan metode Ordinary Least Square (OLS).
Nama
: RIMMAR SIRINGO RINGO
NIM :
057018024
Program Studi
: EKONOMI PEMBANGUNAN
Judul :
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA
PADA INDUSTRI MENENGAH DAN BESAR
DI PROVINSI SUMATERA UTARA
Komisi Pembimbing : 1. Dr. Jonni Manurung
2. Drs. Rujiman, MA.
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
Tingkat Upah, Tingkat Bunga, dan PDRB. Sedangkan variabel terikat adalah kesempatan kerja.
Data yang digunakan data times series tahun 1990 – 2005 dengan metode Ordinary Least Square (OLS).
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat bunga memberikan pengaruh negatif sebesar 41.26% dan signifikan, variabel tingkat upah memberikan pengaruh negatif dan signifikan sebesar 22.73%, dan variabel PDRB memberikan pengaruh positif dan signifikan sebesar 6.16% terhadap kesempatan kerja pada sektor Industri skala menengah dan besar di Sumatera Utara.
This research analyse the Factors which is influencing work Opportunity at Big and Middle Industry in North Sumatra , with the free variables of Wage Rate, Interest Rate, and PDRB. While the variable trussed is the work opportunity.
Data that using by data of times series on year 1990 - 2005 with the method of Ordinary Least Square ( OLS).
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul ” Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja pada Industri manufaktur skala menengah dan besar di Provinsi Sumatera Utara”.
Penyusunan tesis ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi kesempatan kerja pada sektor industri manufaktur skala menengah dan Besar di Provinsi Sumatera Utara. Namun penulis menyadari akan kelemahan dan kekurangan baik dalam isi maupun penyusunan kata-kata. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak.
Selama mengikuti pendidikan di Sekolah PascaSarjana dan sampai selesainya tesis ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, arahan, saran maupun dukungan moril baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini, saya dengan tulus hati menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp, A(K), selaku rektor Universitas Sumatera Utara.
Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah PascaSarjana Universitas Sumatera Utara dan Sekaligus Dosen Penguji.
4. Bapak Drs. Syaad Afifuddin, M.Ec, selaku sekretaris Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah PascaSarjana Universitas Sumatera Utara dan Sekaligus Dosen Penguji.
5. Bapak Dr. Jonni Manurung, MS, selaku Dosen Pembimbing I, yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam memberi bimbingan dari awal hingga selesainya tesis ini.
6. Bapak Drs. Rujiman, MA, Selaku Dosen Pembimbing II, yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam memberi bimbingan dari awal hingga selesainya tesis ini.
7. Bapak Kasyful Mahali, SE, M.Si, Selaku Dosen Penguji.
8. Seluruh Bapak/Ibu dosen di Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah PascaSarjana Universitas Sumatera Utara 9. Orang Tuaku yang tercinta, G. Siringo Ringo, dan T. Br.
Friscilla S, Elisa S, dan Deby S. yang telah banyak memberikan semangat, dorongan dan pengorbanan baik secara Spritual dan material mulai dari awal perkuliahan sampai menyelesaikan Tesis ini.
11.Rekan-rekan di Magister Ekonomi Pembangunan, khususnya rekan-rekan angkatan IX yang telah memberikan motivasi, saran maupun dukungann kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
12.Kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu penulis semenjak awal perkuliahan hingga dapat menyelesaikan studi ini.
Akhir kata, semoga Tuhan memberikan balasan yang setimpal atas seluruh amal dan budi baik mereka. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan, Amin.
Medan, Agustus 2007
Nama : Rimmar Siringo Ringo, S.Si Tempat dan Tanggal Lahir : Holbung, 20 Juni 1974
Agama : Kristen
Status : Menikah
Alamat : Jl. Pemasyarakat Gg. Cemara No. 2 Helvetia- Sukadono
Pekerjaan : Dosen
Nama Orang Tua Lelaki : G. Siringo Ringo Perempuan : T. Br Sigalingging Nama Istri : Hotni Ida Simanjuntak
- Friscila - Elisa - Deby
Pendidikan Formal :
1. SD Negeri Holbung, Kec Sitio-tio, Kab. Samosir , lulus tahun 1987 2. SMP Negeri Sabulan, Kec. Sitio-tio, Kab. Samosir , Lulus tahun 1990 3. SMA Swasta St. Thomas-3 Medan, Lulus tahun 1993
4. Unika St. Thomas, FMIPA, lulus tahun 1999
Pengalaman Bekerja :
1. Tahun 1998, Mengajar di SMA Swasta St. Thomas-1 & 2, di jalan S.Parman Medan, sampai tahun 2003
2. Tahun 2002, Sebagai Dosen Tetap Yayasan STMIK Sisingamangaraja XII, sampai sekarang
Abstrak ... i
Kata Pengantar... ii
Daftar Riwayat Hidup ... iv
Daftar Isi ... v
Daftar Tabel ... vii
Daftar Gambar ... viii
Daftar Singkatan ... ix 2.1. Pengertian Ketenagakerjaan ... 8
2.2. Upah Tenaga Kerja... 12
2.3. Industri Besar dan Menengah ... 19
2.4. Pengertian Investasi... 27
2.5. Tingkat bunga dalam Investasi ... 30
2.6. Pengaruhi Investasi Terhadap Perekonomian ... 32
2.7. Penelitian Sebelumnya ... 35
2.8. Kerangka Pemikiran ... 36
2.9. Hipotesis ... 37
BAB III: METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 38
3.2. Jenis dan Sumber Data ... 38
3.3. Metode Analisis ... 39
3.4. Definisi Operasional ... 40
3.5. Uji Kesesuaian Model ... 41
3.6. Uji Penyimpangan Klasik... 43
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perkembangan investasi Pada Industri Manufaktur di Sumatera Utara... 46
4.1.3. Tingkat Upah dan Tingkat Bunga manufaktur
skala menengah dan besar ... 49
4.2. Analisis Penggunaan Tenaga kerja Industri manufaktur skala menengah dan besar ... 53
4.2.1. Model Penggunaan Tenaga kerja ... 54
4.2.2. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 61
4.3. Implikasi kebijakanUpah dan Tingkat bunga ... 65
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 73
5.2. Saran ... 74
Tabel Judul Halaman
Tabel 4.1. Data Tenaga Kerja (L), Tingkat Upah(W), PDRB Industri Manufaktur Skala Menengah danBesar di
Provinsi Sumatera Utara ... 48
Tabel 4.2. UMP Sumatera Utara tahun 1999-2005 ... 50
Tabel 4.3. Hasil Estimasi ... 53
Tabel 4.4. Koefisien Korelasi Parsial ... 61
Tabel 4.5. Hasil Estimasi Uji Multikolinieritas ... 62
Tabel 4.6. Hasil Estimasi Uji Autokorelasi Dengan LM Test... 63
Tabel 4.7. Hasil Estimasi J-B Test ... 64
Tabel 4.8. Hasil Uji Heterosdendastisitas ... 65
Gambar Judul Halaman
PMA = Penanaman Modal Asing
PMDN = Penanaman Modal Dalam Negeri PDRB = Produk Domestik Regional Bruto UMP = Upah Minimum Propinsi
PHK = Pemutusan Hubungan Kerja UK = Usia Kerja
ILO = International Labour Organization SAKERNAS = Survey Angkatan Kerja Nasional MP = Mencari Pekerjaan
AK = Angkatan Kerja
BAK = Bukan Angkatan Kerja UK = Usia Kerja
TPAK = Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja KFM = Kebutuhan Fisik Minimum
BPS = Badan Pusat Statistik PDB = Produk Domestik Bruto ICOR =
FDI =
OLS = Ordinary Least Square
BLUE = Best Linier Unbiased Estimator JB Test = Jarque-Bera Test
LM Test = Lagrange Multiplier Test
VIF =
TOL =
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Provinsi Sumatera Utara sebagai bagian integral dari negara kesatuan Republik Indonesia juga melaksanakan pembangunan daerah seperti Provinsi-Provinsi lainnya di Indonesia. Konteks pembangunan Sumatera Utara tentunya menentukan anggaran pembangunan yang tidak sedikit. Pemerintah daerah Sumatera Utara dalam menyediakan modal untuk keperluan mempercepat proses pembangunan membuka diri pada arus modal pihak swasta, baik swasta nasional maupun swasta asing untuk berinvestasi di daerah Sumatera Utara.
Di tinjau dari sumber daya alam yang dimiliki, daerah Sumatera Utara mempunyai peluang yang sangat besar untuk aktivitas penanaman modal, baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Hal ini dikarenakan tersedianya berbagai bahan mentah dari hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan yang kesemuanya dapat dipergunakan untuk pengembangan sektor industri manufaktur.
Dengan adanya penanaman modal yang dilakukan pihak swasta baik yang datang dari luar negeri maupun dalam negeri, diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan akan menciptakan multiplier effect, dimana kegiatan tersebut akan merangsang kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya dan pada akhirnya akan memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Kesempatan kerja tidak hanya menyangkut permasalahan bidang ekonomi, melainkan permasalahan di bidang sosial, terutama di masa-masa krisis ekonomi beberapa waktu yang lalu. Permasalahan kesempatan kerja sebenarnya bukan hanya menyangkut bagaimana ketersedian lapangan kerja bagi angkatan kerja, akan tetapi mempertanyakan apakah lapangan kerja yang ada cukup mampu memberi imbal jasa yang layak bagi pekerja.
758 ribu jiwa terkategori mencari kerja dan tidak bekerja (pengangguran terbuka).
Angkatan kerja yang telah bekerja tersebut tersebar di sektor-sektor ekonomi yang ada dan sebagian besar berada di sektor industri, perdagangan, dan keuangan. Kondisi ini sejalan dengan kontribusi sektor ekonomi terhadap PDRB Sumatera Utara. Ketersediaan lapangan kerja tidak terlepas dari kegiatan pembangunan sub sektor industri di Sumatera Utara. Perkembangan sektor industri ini dapat di lihat dari jumlah usaha dan kegiatan investasi yang dilakukan, baik dalam bentuk investasi domestik maupun Penanaman Modal Asing (PMA) dari tahun ke tahun terjadi peningkatan, baik dalam bentuk jumlah usaha maupun perluasan kapasitas usaha yang sudah ada.
Peningkatan investasi akan meningkatkan kesempatan kerja dan peningkatan upah akan menurunkan kesempatan kerja. Klasifikasi industri besar dan menengah menghasilkan konstribusi terhadap PDRB yang lebih besar dibandingkan dengan klasifikasi industri kecil dan mikro. Akan tetapi klasifikasi industri kecil dan mikro menghasilkan daya serap tenaga kerja lebih besar dibandingkan dengan klasifikasi industri besar dan menengah.
kenaikan, maka umumnya para pelaku bisnis akan menahan diri dalam melakukan investasi. Penurunan nilai investasi ini akan berdampak terhadap berkurangnya aktivitas usaha dari para pelaku bisnis. Berkurangnya aktivitas usaha ini sekaligus juga akan berdampak terhadap berkurangnya penggunaan tenaga kerja.
Pada dasarnya jumlah lapangan kerja yang tersedia menggambarkan kemampuan unit-unit usaha dalam menyerap tenaga kerja sedangkan kesempatan kerja menggambarkan besarnya permintaan akan tenaga kerja dalam suatu perekonomian. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi akan menentukan daya serap kesempatan kerja.
untuk mendorong penciptaan lapangan kerja baru. Ini berarti bahwa perbaikan upah akan meningkatkan produktivitas.
Bagi pengusaha upah dipandang sebagai beban sehingga mendorong pengusaha untuk bertindak rasional, yaitu dengan menetapkan upah sama dengan nilai marginal productivity of labor. Namun dengan adanya kebijaksanaan pemerintah yang menuntut pengusaha untuk memperhitungkan Kebutuhan fisik minimum pekerja dalam menetapkan upah (Upah Minimum Provinsi ) telah menyebabkan tingkat upah rata-rata pekerja meningkat.
1.2. Perumusan Masalah
Berkaitan dengan latar belakang dan kenyataan di atas, maka permasalahan pokok yang ingin dibahas dalam studi ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh tingkat upah terhadap kesempatan kerja industri manufaktor skala menengah dan besar di Provinsi Sumatera Utara. 2. Bagaimana pengaruh tingkat bunga terhadap kesempatan kerja
industri manufaktor skala menengah dan besar di Provinsi Sumatera Utara.
3. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap kesempatan kerja industri manufaktor skala menengah dan besar di Provinsi Sumatera Utara.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari permasalahan-permasalahan tersebut diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis faktor-faktor tingkat upah, tingkat bunga dan Produk Domestik Regional Bruto industri manufaktor skala menengah dan besar terhadap kesempatan kerja pada industri manufaktor besar dan menengah di Provinsi Sumatera Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Dari tujuan penelitian diatas hasil pemikiran ini akan bermanfaat sebagai:
1. Masukan kepada pihak pengambil keputusan, baik yang berhubungan dengan kesempatan kerja, tingkat upah, tingkat bunga dan PDRB. 2. Penyedia data dan informasi pengaruh tingkat upah, tingkat bunga dan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian ketenagakerjaan
Untuk membahas masalah kesempatan kerja berarti harus memahami
tentang konsep ketenagakerjaan yang umum berlaku, diantaranya adalah
sebagai beriku :
1. Tenaga kerja (Manpower) atau penduduk usia kerja (UK) adalah
penduduk dalam usia kerja (berusia 15 tahun ke atas) atau jumlah
seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang
dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka
mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Penerapan penduduk usia
kerja di atas 15 tahun adalah setelah ILO (International Labour
Organization) mengintruksi agar batas awal usia kerja adalah setelah
15 tahun. Sedangkan statistik Indonesia sejak tahun 1971 batas usia
kerja adalah bilamana seseorang sudah berumur 10 tahun atau lebih.
Semenjak dilaksanakannya SAKERNAS 2001, batas usia yang semula
10 tahun atau lebih dirubah menjadi 15 tahun atau lebih mengikuti
defenisi yang dianjurkan ILO.
2. Angkatan kerja (Labor force), adalah bagian dari tenaga kerja yang
produksi barang dan jasa. Dalam hal ini adalah penduduk yang
kegiatan utamanya selama seminggu yang lalu bekerja (K), atau
sedang mencari pekerjaan (MP). Untuk kategori bekerja apabila
minimum bekerja selama 1 jam selama seminggu yang lalu untuk
kegiatan produktif sebelum pencacahan dilakukan. Mencari pekerjaan
adalah seseorang yang kegiatan utamanya sedang mencari pekerjaan,
atau sementara sedang mencari pekerjaan dan belum bekerja minimal 1
jam selama seminggu yang lalu. Jadi angkatan kerja dapat
diformulasikan melalui persamaan identitas sebagai berikut AK = K +
MP. Penjumlahan angka-angka angkatan kerja dalam bahasa ekonomi
disebut sebagai penawaran angkatan kerja (labour supply). Sedangkan
penduduk yang berstatus sebagai pekerja atau tenaga kerja termasuk ke
dalam sisi permintaan (labour demand).
3. Bukan angkatan kerja (unlabour force), adalah penduduk yang berusia
kerja (15 tahun ke atas), namun kegiatan utama selama seminggu yang
lalu adalah sekolah, mereka bekerja minimal 1 jam selama seminggu
yang lalu, tetapi kegiatan utamanya adalah sekolah, maka individu
tersebut tetap masuk kedalam kelompok bukan angkatan kerja. Mereka
yang tercatat lainnya jumlahnya tidak sedikit dan mungkin sebagian
besar masuk ke dalam transisi antara sekolah untuk melanjutkan ke
Angkatan Kerja (BAK). Jadi jumlah Usia Kerja (UK) apabila dilihat
melalui persamaan identitas adalah berikut
UK = AK + BAK
4. Tingkat partisipasi angkatan kerja (labour force participation rate),
adalah menggambarkan jumlah angkatan kerja dalam suatu kelompok
umur sebagai persentasi pendidik dalam kelompok umur tersebut, yaitu
membandingkan angkatan kerja dengan tenaga kerja. Untuk
menghitung Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dapat
digunakan rumus sebagai berikut :
TPAK = AK/UK x 100%
Formulasi diatas dapat digunakan dalam menentukan besarnya TPAK
menurut jenis kelamin. Analisis TPAK ini identik dengan analisis
penawaran angkatan kerja.
5. Tingkat pengangguran (unemployment) adalah angka yang
menunjukkan berapa banyak dari jumlah angkatan kerja yang sedang
aktif mencari pekerjaan yaitu membandingkan jumlah orang yang
mencari pekerjaan dengan jumlah angkatan kerja. Tingkat
pengangguran (TP) dapat dirumuskan sebagai berikut :
TP = MP/AK x 100%.
Jumlah orang yang bekerja tergantung dari besarnya permintaan atau
ekonomi dan tingkat upah. Proses terjadinya penempatan atau hubungan kerja
melalui penyediaan dan permintaan tenagakerja dinamakan pasar kerja.
Besar penempatan (jumlah orang yang bekerja atau tingkat
employment) dipengaruhi oleh faktor kekuatan penyediaan dan permintaan
tersebut. Selanjutnya, besarnya penyediaan dan pemintaan tenaga kerja
dipengaruhi oleh tingkat upah.
Dalam ekonomi Neoklasik bahwa penyediaan atau penawaran
tenagakerja akan bertambah bila tingkat upah bertambah. Ini dilukiskan
dengan garis SS pada gambar 2.1. Sebaliknya permintaan terhadap
tenagakerja akan berkurang bila tingkat upah meningkat. Ini dilukiskan
dengan garis DD.
Gambar 2.1. Penyediaan dan permintaan tenaga kerja E
D S
D
Wi
We
S
Dengan asumsi bahwa semua pihak mempunyai informasi yang
lengkap mengenai pasar kerja, maka teori neoklasik bahwa jumlah
penyediaan tenaga kerja selalu sama dengan permintaan. Keadaan dimana
penyediaan tenaga sama dengan permintaan dinamakan titik euilibrium (titik
E). Dalam hal penyediaan tenaga sama dengan permintaan, tidak terjadi
pengangguran. Dalam kenyataan, titik ekuilibrium itu tidak pernah tercapai
karena informasi memang tidak pernah sempurna dan hambatan-hambatan
institusional selalu ada. (Simanjuntak, 1999).
2.2. Upah Tenaga Kerja
Sistem pengupahan diberbagai negara termasuk di Indonesia, pada
umumnya berada diantara dua ekstrim yaitu Teori nilai dan pertengahan
kelas. Membahas mengenai upah terutama upah minimum sering terjadi
perdebatan, dimana kebanyakan para ekonom menyatakan bahwa kebijakan
peningkatan upah minimum sering menyebabkan terjadinya pengangguran
untuk sebagian pekerja. Namun mereka berpendapat bahwa pengorbanan itu
setimpal untuk mengentaskan kemiskinan kelompok masyarakat lainnya.
Ajaran Karl Marx pada dasarnya berpusat pada tiga hal. Yang pertama
adalah mengenai teori nilai. Marx berpendapat bahwa hanya buruh yang
merupakan sumber nilai ekonomi. Jadi nilai sesuatu barang adalah nilai dari
jasa buruh atau dari jumlah waktu kerja yang dipergunakan untuk
a. Harga barang yang berbeda menurut jumlah jasa buruh yang
dialokasikan untuk seluruh proses produksi barang tersebut.
b. Jumlah jasa kerja yang dikorbankan untuk memproduksi sesuatu jenis
barang adalah kira-kira sama. Oleh sebab itu harganyapun beberapa
tempat menjadi kira-kira sama.
c. Seluruh pendapatan nasional diciptakan oleh buruh, jadi dengan
demikian hanya buruh/pekerja yang berhak memperoleh seluruh
pendapatan nasional tersebut.
Pandangan ini tidak cocok dengan kenyataan. Pertama, walaupun manusia
merupakan faktor yang paling utama dalam proses produksi, namun peranan
faktor modal seperti mesin-mesin ternyata besar. Peranan dari faktor modal
ini tidak dipertimbangkan dalam teori nilai dari marx. Kedua peranan selera
dan pola konsumsi masyarakat ternyata sangat berpengaruh dalam penentuan
harga.
Ajaran kedua dari marx menyangkut pertentangan kelas. Marx
berpendapatan bahwa kapitalis selalu berusaha menciptakan barang-barang
modal untuk mengurangi penggunaan buruh. Dengan demikian akan timbul
pengangguran besar-besaran. Dengan adanya pengangguran yang sangat
besar ini maka dapat pengusaha menekan upah. Konsekwensi dari pada
sistem yang demikian ini maka tiada jalan lain bagi buruh kecuali untuk
Pandangan yang salah mengenai sikap pengusaha atau
setidak-tidaknya mengenai nasib karyawan yang digambarkan demikian jeleknya
dapat dibantah dengan berbagai kenyataan yang dapat disaksikan misalnya
a. Terutama sejak awal abad 20, telah berkembang aliran pendekatan
manusiawi (human approuch) dalam manajemen perusahaan.
Walaupun tujuan utama pendekatan ini adalah untuk meningkatkan
produktivitas kerja karyawan, namun juga ditekankan mengenai
perbaikan, penghasilan, insentif, lingkungan kerja, dan lain-lain.
b. Adanya campur tangan pemerintah dalam penentuan sistem upah dan
secara langsung mengatasi pengangguran melalui proyek-proyek
pemerintah
c. Hadirnya serikat pekerja dan ikut berperan mendampingi pengusaha
dalam menentukan sistem upah.
Yang ketiga sebagai konsekwensi dari dua ajaran Marx teori nilai dan
pertentangan kelas disebut diatas, adalah terbentuknya masyarakat
komunis. Dalam masyarakat ini seseorang tidak menjualkan tenaganya
kepada yang lain, akan tetapi masyarakat itu melalui partai buruh akan
mengatur apa dan berapa jumlah produksi. Dalam masyarakat impian
marx tersebut, setiap orang harus bekerja menurut kemampuannya dan
Implikasi pandangan marx tersebut dalam sistem pengupahan dan
pelaksanaanya :
(i) Bahwa kebutuhan konsumsi tiap-tiap orang macamnya dan
jumlahnya kira-kira sama. Nilai setiap barang yang sama (walaupun
terdapat di tempat yang berbeda) adalah juga sama. Oleh sebab itu,
upah tiap-tiap orang juga kira-kira sama. Dalam hal ini sistem upah
hanya sekedar menjalankan sistem sosial, yaitu memenuhi
kebutuhan konsumtip dari buruh.
(ii) Sistem pengupahan disini tidak mempunyai fungsi pemberian
instentif yang sangat perlu untuk menjamin peningkatan
produktivitas kerja dan pendapatan nasional
(iii) Sistem kontrol yang ketat diperlukan untuk menjamin setiap orang
betul-betul mau bekerja menurut kemampuannya.Ini memerlukan
sentralisasi kekuasaan sistem paksaan yang dipandang bertentangan
dengan asas-asas kemanusiaan.
Upah pada dasarnya merupakan sumber utama penghasilan seseorang,
sebab itu upah harus cukup untuk memenuhi kebutuhan karyawan dan
keluarganya adalah wajar. Kewajaran dapat dinilai dan diukur dengan
kebutuhan hidup minimum atau sering disebut kebutuhan fisik minimum
(KFM) setiap karyawan dapat terpenuhi melalui pekerjaan dari mana dia
memperoleh penghasilan.
Jaminan penghasilan yang lebih baik dari sekedar memenuhi KFM
sangat penting bukan saja dalam rangka kemanusiaan, akan tetapi juga
untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan dan demi kelangsungan
perusahaan. Produktivitas kerja dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
tingkat giji, kesehatan, pendidikan, dan manajemen pimpinan. Namun
bagi karyawan penghasilan kecil, tingkat giji dan kesehatan merupakan
faktor dominan untuk meningkatkan produktivitas kerja. Betapapun
baiknya manajmen, produktivitas kerja karyawan sukar ditingkatkan bila
kondisi giji dan kesehatan karyawan sangat rendah. Sebab itu untuk dapat
meningkatkan produktivitas kerja para karyawan, upah mereka harus
cukup memadai untuk memenuhi KFMnya.
Kelangsungan perusahaan hanya dapat dijamin dengan produktivitas kerja
karyawan yang tinggi. Produktivitas kerja karyawan yang tinggi
memungkinkan pengusaha untuk mengembangkan usahanya dan
memberikan upah yang tinggi bagi karyawannya.
Kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak pekerja Indonesia
berpenghasilan sangat kecil, lebih kecil dari kebutuhan hidup
minimumnya. Rendahnya tingkat penghasilan tersebut dapat terjadi
a. karyawan yang bersangkutan memang mempunyai produktivitas kerja
yang rendah
b. ketidak sempurnaan pasar sehingga pengusaha secara sengaja atau
tidak segaja memberikan upah yang lebih kecil dari nilai hasil kerja
karyawan.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, pemerintah telah mengembangkan
penerapan upah minimum. Sasarannya adalah supaya upah minimum itu
paling sedikit cukup menutupi kebutuhan hidup minimum karyawan dan
keluaragan. Dengan demikian kebijaksanaan penentuan upah minimum
adalah :
a. menjamin penghasilan karyawan sehingga tidak lebih rendah dari suatu
tingkat tertentu
b. meningkatkan produktivitas kerja karyawan
c. mengembangkan dan meningkatkan perusahaan dengan cara produksi
yang lebih efisien.
Sementara itu kajian tentang upah minimum yang dilakukan oleh Carl,
Katz, dan Krueger (dalam Mankiw, 2000) menemukan suatu hasil bahwa
peningkatan upah minimum ternyata malah meningkatkan jumlah pekerja.
Kajian ini dilakukan pada beberapa restoran cepat saji di New Jersey dan
Pennsylvania Amerika Serikat. Dalam kajian ini dijelaskan bahwa
saat yang sama. Menurut teori standar, seperti yang di ungkapkan oleh Brown
(Mankiw, 2000) bahwa ketika pemerintah mempertahankan upah agar tidak
menciptakan tingkat equlibrium, hal itu dapat menimbulkan kekakuan upah
yang menyebabkan pengangguran. Pengangguran ini terjadi ketika upah
berada di atas tingkat yang menyeimbangkan penawaran dan permintaan,
dimana jumlah tenaga kerja yang ditawarkan melebihi jumlah permintaan
tenaga kerja. Oleh sebab itu peningkatan upah minimum mengurangi jumlah
tenaga kerja yang diminta oleh perusahaan, terutama bagi tenaga kerja yang
tidak terdidik dan kurang berpengalaman. Namun kenyataannya dalam kasus
kesempatan kerja di restoran-restoran New Jersey berlawanan dengan teori
standar, dimana kesempatan kerja yang seharusnya menurun dibandingkan
dengan kesempatan kerja di restoran-restoran Pennsylvania, ternyata dari data
yang ada menunjukkan bahwa kesempatan kerjanya semakin meningkat.
Salah satu penjelasan dari pandangan baru mengenai upah minimum
yang kontroversial ini adalah bahwa perusahaan memiliki kekuatan pasar di
pasar tenaga kerja. Sebagaimana diketahui bahwa perusahaan monopsoni
membeli lebih sedikit tenaga kerja pada upah yang lebih rendah dibandingkan
dengan perusahaan kompetitif, berarti dalam hal ini perusahaan mengurangi
kesempatan kerja untuk menekan upah yang harus dibayar. Upah minimum
mencegah perusahaan monopsoni dari melakukan strategi ini dan dengan
2.3. Industri Pengolahan Besar dan Menengah
Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan
kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia atau dengan
tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi, dan barang yang
kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dan sifatnya lebih
kepada pemakai akhir.
Industri sebagai salah satu komponen kegiatan ekonomi nyata,
keberadaannya sangat bergantung pada pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan, dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berlaku bagi kegiatan
ekonomi, seperti : moneter, tingkat suku bunga, kondisi makro, sosial politik
baik nasional, regional maupun global.
Misi pengembangan suatu industri adalah meningkatkan nilai tambah
bahan alam atau bahan setengah jadi, melalui penerapan suatu teknologi
tertentu, menjadi suatu produk yang memiliki daya saing untuk merebut
pangsa pasar, baik pasar domestik maupun di pasar internasional, yang
selanjutnya menjadi andalan pendapatan dalam negeri dan devisa bagi suatu
negara. Karena permintaan untuk barang-barang buatan pabrik adalah sangat
elastis (yaitu, sangat peka terhadap perubahan dalam harga dan pendapatan),
industri tidak menghadapi kendala pasar yang sama seperti yang pertanian
hadapi dan dapat kiranya industri merangsang pertumbuhan yang lebih cepat.
mendorong kewiraswastaan serta talenta yang berhubungan dengan
pengolaan, mempromosikan hasil keterampilan dan menciptakan iklim yang
lebih baik untuk modernisasi untuk keseluruhan masyarakat.
Sedangkan jenis-jenis golongan industri besar dan sedang (BPS, 2004)
yaitu: (1) Industri makanan, minimuman dan tembakau; (2) Industri tekstil,
pakaian jadi dan kulit; (3) Industri kayu, parabot rumah tangga; (4) Industri
kertas, percetakan dan penerbit; (5) Industri kimia, batubara, karet dan
plastik; (6) Industri barang galian bukan logam kecuali minyak bumi dan
batubara; (7) Industri logam dasar; (8) Industri barang dari logam, mesin dan
peralatannya; (9) Industri pengolahan lainnya.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Industri diklasifikasikan atas
dasar penyerapan tenaga kerja, sebagai berikut :
1. Industri Kerajinan, mempunyai 1-4 karyawan
2. Industri kecil, mempunyai 5-19 karyawan
3. Industri Sedang, mempunyai 20-99 karyawan
4. Industri Besar, mempunyai lebih dari 100 karyawan dalam tiap
perusahaan.
Pengeluaran investasi merupakan salah satu komponen PDRB dilihat
dari segi pengeluaran agreggat. Adanya peningkatan dalam stok kapital
akibat pengeluaran inverstasi akan menyebabkan terjadi kenaikan dalam
investasi akan menambah stok kapital dalam masyarakat. Ini berarti terjadi
peningkatan kapasitas produksi, yang selanjutnya akan meningkatkan pula
kemampuan masyarakat dalam menghasilkan output.
Dalam prakteknya, kenaikan output hanya ditentukan oleh kenaikan
stok kapital saja. Output tidak dihasilkan hanya dengan menggunakan kapital
semata, melainkan juga dengan menggunakan faktor-faktor produksi lainnya,
seperti tenaga kerja, Jumlah tenaga kerja yang diperlukan dalam proses
produksi pada suatu saat tertentu turut menentukan tingkat output yang
dihasilkan. Dengan kata lain, suatu proses produksi ditentukan oleh beberapa
faktor produksi secara bersama-sama melalui suatu fungsi produksi
(Sudarsono, 2005).
Dalam hal ini fungsi produksi Neoklasik yang sederhana
mengasumsikan bahwa output hanya dipengaruhi oleh dua faktor produksi
saja, yaitu kapital dan tenaga kerja.
Q = f(K,L) (2. 1)
dimana :
Q = Output K = Kapital
L = Tenaga kerja
Dalam short run diasumsikan bahwa faktor produksi kapital adalah
fixed, sehingga hanya tenaga kerja yang merupakan input variabel. Namun
dalam jangka panjang kapital dapat meningkat melalui kegiatan investasi.
satuan tenaga kerja meningkat, sehingga akan berpengaruh terhadap Produk
marginal tenaga kerja, Produksi rata-rata tiap pekerjaan, Tingkat output
maksimum.
Dengan anggapan bahwa perekonomian selalu berusaha mencapai
kondisi optimal mala penambahan penggunaan kapital melalui kegiatan
investasi, yang berarti meningkatnya kapasitas produksi itu, akan
meningkatkan pula penggunaan tenaga kerja, yang selanjutnya secara
bersama-sama menaikkan tingkat output maksimum yang mungkin dicapai.
Semakin besar penggunaan kapital, akan semakin besar pula output yang
dapat dihasilkan.
Sebenarnya yang dianggap fixed dalam fungsi produksi jangka pendek
bukan hanya faktor kapital, karena keadaan teknologi juga dianggap tidak
berubah dalam jangka pendek. Namun dalam jangka panjang teknologi akan
berubah dengan ditemukannya metode-metode produksi yang baru yang lebih
efisien. Keadaan ini digambarkan oleh Fungsi Produksi Cobb-Douglas yang
mewakili fungsi produksi Neoklasik (Sudarsono, 2000).
Q = A K L (2. 2)
dimana :
A = Indeks perubahan teknologi yang berubah sepanjang waktu = proporsi output yang dihasilkan oleh faktor K
Fungsi produksi ini diasumsikan memiliki beberapa karakteristik
sebagai berikut :
1. Bersifat constant Return To Scale. Ini berarti jika penggunaan kedua
faktor produksi ditingkatkan dalam proporsi yang sama maka output akan
meningkat sebesar proporsi yang sama juga.
2. Produksi tunduk pada Hukum. Hasil Lebih yang menurun (Law of
Dimising Return) yang berarti bahwa walaupun produktivitas pekerja
meningkat dengan bertambahnya kapital namun peningkatan tersebut
semakin lama semakin menurun dengan semakin banyaknya pemakaian
tenaga kerja.
Dalam jangka panjang baik faktor produksi kapital maupun tenaga
kerja adalah merupakan input variabel. Keinginan untuk memperluas
produksi menyebabkan pengusaha menaikkan anggaran biaya produksi yang
direalisasikan dalam bentuk penambahan kapital dan tenaga kerja. Jumlah
tambahan kapital dan tenaga kerja yang digunakan tergantung kepada harga
relatif dari faktor-faktor produksi tersebut.
Kondisi ekuilibrium pada biaya minimum menghendaki ratio
produktivitas marginal tenaga kerja (MPl) dan produktivitas marginal kapital
(MPk) harus sama dengan ratio harga faktor tenaga kerja (w) dan harga faktor
kapital (r), biaya minimum industri manufaktur dibatasi oleh produksi yang
C = r.K + w. L (2. 3A)
Q = A K L (2. 3B)
Fungsi Lagrange dari biaya minimum (2.3A) dan (2.3B) adalah :
C = r.K + w. L -λ[ A K L - Q] (2. 4)
FOC dari (2.4) terhadap stok modal (K), tenaga kerja (L) dan λ akan
menghasilkan persamaan sebagai berikut :
0
Dari persamaan (2.5A) dan (2.5B) diperoleh fungsi expansi path produksi,
yaitu Rasio marginal produktivitas sama dengan rasio harga input:
[
α α−1 β]
= β α β−1Subsitusi persamaan (2.6) ke (2.5C) akan menghasilkan penggunaan
tenaga kerja (L), yaitu :
Q = β
Hal ini berarti terjadi perubahan harga relatif faktor-faktor produksi
⎟
, dan jika fungsi produksi diasumsi bersifat constant return to scale
) 1
(α +β = , maka perluasan kapasitas produksi akibat kegiatan investasi akan
mendorong perluasan penggunaan tenaga kerja dalam proporsi yang sama.
Sebaliknya, jika harga relatif faktor-faktor produksi mengalami perubahan
maka besar tambahan penggunaan tenaga kerja yang dibutuhkan akan
ditentukan oleh besar perubahan itu sendiri.
Dalam membahas masalah kesempatan kerja tidak terlepas dari
pengusaha merupakan derived demand dari output, karena faktor produksi
tersebut merupakan input variabel dalam menghasilkan output. Karenanya
fungsi permintaan tenaga kerja dapat diturunkan dari fungsi laba karena
tujuan produsen adalah memaksimumkan laba, atau dari fungsi biaya karena
tujuan produsen adalah meminimumkan biaya produksi.
Terlepas dari pengaruh harga-harga faktor produksi, permintaan akan
tenaga kerja itu sendiri dibatasi oleh kemampuan peralatan modal untuk
dikombinasikan dengan penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi.
Keinginan untuk meningkatkan produksi menyebabkan pengusaha melakukan
investasi guna memperluas kapasitas produksi (Q), yang selanjutnya akan
meningkatkan produktifitas tenaga kerja (dalam bentuk meningkatkan produk
marginal setiap satuan kerja). Dalam hal ini, untuk mempertahankan,
tercapainya kondisi optimal dalam kegiatan produksi, pengusaha akan
menambah penggunaan tenaga kerja.
Peningkatan investasi berarti menambah kapasitas produksi (Q),
dengan asumsi constant returns to scale, peningkatan investasi secara
langsung akan meningkatkan kapasitas produksi sebesar peningkatan
investasi itu sendiri dan akhirnya meningkatkan penggunaan tenaga kerja
2.4. Pengertian Investasi
Penanaman modal atau lebih sering disebut investasi mempunyai
banyak pengertian yang berbeda diantara para pakar ekonomi. Deliarnov
(2002) mengemukakan bahwa investasi merupakan pengeluaran perusahaan
secara keseluruhan yang mencakup pengeluaran untuk membeli bahan
baku/material, mesin-mesin dan peralatan pabrik serta semua peralatan modal
lain yang diperlukan dalam proses produksi. Pengeluaran untuk keperluan
bangunan kantor, pabrik tempat tinggal karyawan dan bangunan kontruksi
lainnya. Perubahan nilai stok atau barang cadangan sebagai akibat dari
perubahan jumlah dan harga.
Todaro (2000), menyatakan bahwa sumber daya yang akan digunakan
untuk meningkatkan pendapatan dan konsumsi di masa yang akan datang
disebut sebagai investasi. Dengan demikian investasi dapat diartikan sebagai
pengeluaran atau perbelanjaan penanaman-penanaman modal atau perusahaan
untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan
produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan
jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian sehingga investasi disebut juga
dengan penanaman modal atau pembentukan modal.
Menurut Nurkse (Jhingan, 2004) pembentukan modal diartikan bahwa
masyarakat tidak mempergunakan seluruh aktifitas produktifnya saat ini
dilengkapi oleh Kuznets (Jhingan, 2004), yang mana pembentukan modal
juga mencakup pembiayaan untuk pendidikan, rekreasi dan barang mewah
yang memberikan kesejahteraan dan produktivitas lebih pada individu dan
semua pengeluaran masyarakat yang berfungsi untuk meningkatkan moral
penduduk yang bekerja.
Dornbusch dan Fischer (1995) menjelaskan bahwa investasi
merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau
mempertahankan stok barang modal (meliputi pabrik, mesin, kantor dan
produk-produk tahan lama lainnya yang digunakan dalam proses produksi)
digolongkan atas investasi tetap perusahaan, investasi tempat tinggal dan
investasi persediaan. Investasi merupakan unsur PDB yang paling sering
berubah. Ketika pengeluaran atas barang dan jasa turun selama resesi,
sebagian besar dari penurunan itu berkaitan dengan penurunan pengeluaran
investasi (Mankiw, 2000).
Harrod-Domar (Subri,2003) dalam teorinya menyatakan bahwa
investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tetapi juga memperbesar
kapasitas produksi. Kapasitas produksi yang membesar tersebut
membutuhkan jumlah tenaga kerja yang besar pula, dimana dalam kondisi
seperti ini diasumsikan bahwa tenaga kerja meningkat secara geometris dan
selalu full employment.
beli untuk proses produksi. (2) investasi residensial (residential invesment)
mencakup perumahanan baru yang orang beli untuk ditinggali dan yang dibeli
tuan tanah untuk disewakan. (3) investasi persediaan (inventory investment)
mencakup barang-barang yang perusahaan tempatkan digudang termasuk
bahan-bahan dan perlengkapan, barang setengah jadi dan barang jadi
(Mankiw, 2000).
Pertumbuhan ekonomi suatu negara erat kaitannya dengan tingkat
produktivitas penggunaan modal. Dalam perencanaan makro, ICOR dapat
digunakan untuk menaksir besarnya kebutuhan modal yang diperlukan untuk
menghasilkan tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu (Susanti, 1995). Metode
perhitungan ICOR adalah:
PDB G ICOR
I= [1+ ] .……… (2.8)
dimana :
ICOR = Menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi relatif akibat
adanya investasi.
I/PDB = Persentase investasi terhadap PDB.
G=ΔPDB = Laju pertumbuhan ekonomi (PDB)
Angka ICOR yang dianggap memiliki tingkat produktivitas investasi
yang baik berada antara 3 – 4. semakin tinggi ICOR memberikan indikasi
2000).Artinya jika ICOR tinggi maka kebutuhan investasi pada target
pertumbuhan (g) tertentu akan lebih tinggi.
Dari berbagai pendapat tentang defenisi mengenai investasi, dapat
disimpulkan bahwa investasi merupakan suatu pengeluaran sejumlah dana
pemerintah dan pengusaha guna membiayai kegiatan produksi untuk
mendapatkan profit dimasa yang akan datang.
2.5. Tingkat bunga dalam Investasi
Investasi yang tanamkan pada suatu negara atau daerah, ditentukan
oleh beberapa faktor, yang antara lain : tingkat bunga, ekspektasi tingkat
return, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat laba perusahaan, situasi politik,
kemajuan teknologi dan kemudahan-kemudahan dari pemerintah (Kelana,
2000).
Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan
memberikan keuntungan kepada para pemilik modal (investor). Para investor
hanya akan menanamkan modalnya apabila tingkat pengembalian modal dari
modal yang ditanamkan (return of investment), yaitu berupa persentase
keuntungan netto (belum dikurangi dengan tingkat bunga yang dibayar) yang
diterima lebih besar dari tingkat bunga. Seorang investor mempunyai dua
pilihan di dalam menggunakan modal yang dimilikinya yaitu dengan
meminjamkan atau membungakan uang tersebut (deposito), dan
diperoleh adalah lebih besar dari tingkat bunga maka pilihan terbaik adalah
mendepositokan uang tersebut dan akan menggunakannya untuk investasi
apabila tingkat keuntungan yang diperoleh adalah lebih besar dari tingkat
bunga yang akan dibayar.
Ramalan mengenai keuntungan dimasa depan akan memberikan
gambaran pada investor mengenai jenis usaha yang prospektif dan dapat
dilaksanakan dimasa depan dan besarnya investasi yang harus dilakukan
untuk memenuhi tambahan barang-barang modal yang diperlukan.
Dengan bertambahnya pendapatan nasional maka tingkat pendapatan
masyarakat akan meningkat, daya beli masyarakat juga meningkatkan, total
anggregat demand meningkat yang pada akhirnya akan mendorong
tumbuhnya investasi lain (induced invesment).
Semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan, maka akan
mendorong para investor untuk menyediakan sebahagian dari keuntungan
yang diperoleh untuk invetasi-investasi baru.
Kestabilan politik suatu negara akan menjadi pertimbangan tersendiri
bagi investor terutama para investor asing, untuk menanamkan modalnya.
Mengingat bahwa investasi memerlukan jangka waktu yang relatif lama
sehingga stabilitas politik jangka panjang akan sangat diharapkan oleh para
investor.
Dengan adanya temuan-temuan teknologi baru (inovasi), maka akan
semakin banyak kegiatan pembaharuan yang akan dilakukan oleh investor,
sehingga semakin tinggi tingkat investasi yang akan dicapai.
Tersedianya berbagai sarana dan prasarana awal, seperti jalan raya,
listrik dan sistem komunikasi akan mendorong para investor untuk
menanamkan modalnya di suatu daerah. Disamping itu adanya bentuk insentif
yang diberikan pemerintah seperti keringanan-keringanan di dalam
perpajakan (tax holiday). Yaitu suatu keringanan di dalam pembebanan pajak
yang diberikan kepada suatu perusahaan yang mau menanamkan modalnya
agar keuntungan yang diperolehnya ditanamkan kembali kedalam bentuk
investasi baru atau jika perusahaan yang bersangkutan mau dan bersedia
menanamkan investasinya di suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
2.6. Pengaruh Investasi Terhadap Perekonomian
Investasi dalam berbagai bentuknya akan memberikan banyak
pengaruh kepada perekonomian suatu negara ataupun dalam cakupan yang
lebih kecil, daerah. Karena dengan terciptanya investasi akan membawa suatu
negara/daerah pada kegiatan ekonomi tertentu. investasi yang akan berlanjut
barang-barang dan jasa untuk dipasarkan kepada konsumen. Dan interaksi
antara produsen, dalam hal ini investor dan konsumen dalam menawarkan
dan mengkonsumsikan barang-barang atau jasa pada gilirannya akan
menciptakan kemajuan perekonomian dalam suatu negara/daerah.
Pengeluaran investasi merupakan hal yang sering dibahas dalam
ekonomi makro karena pengeluaran investasi menentukan tingkat
pertambahan stok kapital dalam perekonomian, dimana stok kapital ini
sangatlah menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara dalam
jangka panjang (Kelana, 2000).
Investasi yang ditanamkan di dalam suatu perekonomian salah satunya
ditentukan oleh adanya permintaan (demand) dari masyarakat, yaitu berupa
konsumsi atas barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan
sehingga merangsang tumbuhnya investasi-investasi baru. Seperti yang kita
ketahui bahwa pendapatan yang diperoleh masyarakat akan digunakan untuk
konsumsi dan mungkin sebagian lagi akan digunakan untuk ditabung.
Sehingga apabila penggunaan pendapatan untuk konsumsi dilambangkan
dengan C, dan penggunaan pendapatan untuk ditabungkan dilambangkan
dengan I, sedangkan pendapatan yang diterima dilambangkan dengan Y,
maka investasi merupakan bagian dari output agregat, yaitu perumusannya
menjadi Y = C + I.
kemampuan dalam pemupukan modal juga relatif rendah yang disebabkan
oleh lemahnya kemampuan menabung dari masyarakatnya yang tentu saja
akan menciptakan kondisi yang diskondusif bagi terciptanya
lembaga-lembaga keuangan. Pada hal faktor-faktor tersebut sangat diperlukan di dalam
proses pembangunan guna memacu pertumbuhan ekonomi.
Pembentukan modal merupakan faktor yang paling penting dan
strategis di dalam proses pembangunan ekonomi. Pembentukan modal ini
dapat juga disebut sebagai kunci utama menuju pembangunan ekonomi.
Dalam proses pembentukan modal ini, ada tiga tingkatan proses yang
dilewati, yaitu pertama, kenaikan tabungan nyata yang bergantung pada
kemauan dan kemampuan untuk menabung dari masyarakat. Kedua,
keberadaan lembaga kredit dan keuangan untuk menggalakkan dan
menyalurkan tabungan agar dapat menjadi dana yang dapat di investasikan.
Ketiga, penggunaan tabungan untuk tujuan investasi pada barang-barang
modal diperusahaan.
Pembentukan modal juga berarti pembentukan keahlian, karena
keahlian kerapkali berkembang sebagai akibat pembentukan modal.
Pembentukan keahlian jelas merupakan salah satu dampak dari adanya
perkembangan investasi dimana investasi yang terus berkembang akan
menuntut perkembangan teknologi yang ada (Jhingan, 2004).
dengan spread effect yaitu apabila suatu invetasi yang ditanamkan di dalam
suatu daerah membawa perkembangan baik positif bagi daerah lainnya,
seperti tumbuhnya industri-industri pelengkap atau penunjuang bagi industri
utama di daerah pusat investasi.
2.7. Penelitian Sebelumnya
Salah Satu ciri negara sedang berkembang adalah kurangnya modal
atau tabungan yang rendah dan investasi rendah. Untuk itu setiap negara
selalu mengupayakan arus modal masuk ke negara-negara berkembang
termasuk Indonesia sesuai dengan semakin meningkatnya dana yang
dibutuhkan untuk pembangunan terutama untuk pembangunan dibidang
ekonomi.
Rani dan Abdullah (dalam Elfindri dan Bactiar, 2000) dalam
penelitiannya mengemukakan bahwa faktor utama yang menyebabkan
tingginya perluasan kesempatan kerja dalam industri-industri yang
berorientasi eksport adalah karena industri-industri tersebut lebih tepat untuk
mencapai skala ekonomi karena luasnya pasar menyebabkan kegiatan usaha
juga meningkat, sehingga menyebabkan keperluan tenaga kerja untuk jenis
pekerjaan tertentu bertambah dan pekerja-pekerja lebih terkonsentrasi untuk
bekerja dalam jenis pekerjaan tertentu dengan keahliannya.
Syafaat dan Friyatno (2000) meneliti kesempatan kerja di kawasan
kerja yang tercipta dengan pertumbuhan PDRB di kawasan timur Indonesia.
Dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB yang
menurun yang mengakibatkan kesempatan kerja mengalami penurunan.
Dengan kondisi ini disarankan perlu perencanaan pembangunan ekonomi
yang berpijak pada kemampuan sumber daya yang agar struktur ekonomi
mempunyai ketahanan yang tinggi untuk dapat menciptakan kesempatan
kerja.
Rachman (2005) dalam studinya tentang kesempatan kerja di DKI
Jakarta menemukan Faktor upah minimum regional berpengaruh negatif
terhadap kesempatan kerja. Hal ini berarti tingkat upah minimum propinsi di
DKI Jakarta merupakan salah satu masalah pengganggu bagi pengguna
tenaga kerja untuk mempekerjakan para tenaga kerja yang masuk ke bursa
tenaga kerja.
2.8. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan teori dan kajian terdahulu, maka kerangka konseptual
untuk menciptakan kesempatan kerja secara khusus di sektor industri
menengah dan besar perlu adanya pertumbuhan jumlah investasi baik PMDN
maupun PMA. Sebagai pelengkap, variabel upah minimum propinsi, tingkat
suku bunga, PDRB yang mempengaruhi kesempatan kerja. Dari
variabel-variabel bebas yang telah ditampilkan pada tinjauan pustaka, maka gambaran
PDRB
TINGKATUPAH
TINGKAT BUNGA
KESEMPATAN KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR SKALA
MENENGAH DAN DAN BESAR
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian.
2.8. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan kajian terdahulu, maka hipotesis
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Terdapat pengaruh negatif variabel Tingkat upah terhadap
kesempatan kerja pada Sektor industri menengah dan besar di
Provinsi Sumatera Utara. Ceteris paribus.
2. Tingkat bunga berpengaruh negatif terhadap kesempatan kerja pada
Sektor industri menengah dan besar di Provinsi Sumatera Utara.
Ceteris paribus.
3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh positif
terhadap kesempatan kerja pada Sektor industri menengah dan
METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada pengaruh tingkat upah, tingkat bunga dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap kesempatan kerja pada sektor industri menengah dan besar di Provinsi Sumatera Utara. Dengan menggunakan model ekonometerika sederhana.
3.2. Jenis dan Sumber Data
3.3. Metode Analisis
Analisis yang digunakan adalah analisis ekonometrika dengan mengunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Metode OLS memiliki kemampuan untuk menganalisis pengaruh beberapa variabel independen terhadap variabel dependen, karena OLS memiliki sifat Best Linier Unbiased
Estimator (BLUE).
Analisis regresi ini menggunakan model estimasi berdasarkan beberapa variabel-variabel bebas, yaitu Upah Minimum Provinis (W), Tingkat Bunga (R), PDRB. Adapun fungsi dari kesempatan kerja (L) adalah :
L= β0 *Wβ1 *Rβ2 * PDRBβ3 (3.1.)
Mengingat angka-angka variabel dimaksud memiliki angka yang relatif besar jumlahnya, maka model dimaksud di formulasikan ke dalam bentuk logaritma, sehingga model estimasi yang digunakan adalah sebagai berikut :
Ln L = β0 + β1 Ln W + β2 Ln R + β3 Ln PDRB + ε (3.2)
dimana:
L = Kesempatan kerja pada industri pengolahan skala menengah dan besar (orang)
W = Upah minimum propinsi (Rupiah per tahun) R = Tingkat bunga kredit (persen pertahun)
PDRB = Produk Domestik Regional Bruto industri manufaktur skala menengah dan besar (Rupiah per tahun)
ε = Stochastic term error
β0 = Koefisien atau parameter produktivitas tenaga kerja
β2 = Koefisien atau parameter untuk mengukur pengaruh atau
elastisitas tingkat bunga
β3 = Koefisien atau parameter untuk mengukur pengaruh atau
elastisitas investasi atau peningkatan kapasitas produksi.
Data yang telah dikumpulkan akan disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis dengan metode deskriptif. Model estimasi yang telah ditampilkan sebelumnya akan diregresi untuk melihat pengaruh di antara variabel-variabel bebas dengan variabel terikat dengan paket eviews 4.1, Sebelum melakukan regresi OLS terlebih dahulu dilakukan uji stasioneritas (Manurung, Manurung dan Saragih, 2005).
3.4. Definisi Operasional
Variabel Operasional terdiri dari Tingkat Upah Minimum Provinsi, tingkat bunga, PDRB pada sektor industri pengolahan skala menengah dan besar di provinsi Sumatera utara.
1. Kesempatan kerja, yaitu jumlah tenaga kerja yang dibayar dan bekerja pada industri menengah dan besar di Sumatera utara dalam satuan jiwa.
3. Tingkat bunga, yaitu tingkat bunga pinjaman (kredit) dari perbankan yang disalurkan kepada para pengusaha sebagai sumber modal tambahan (untuk investasi) dalam satuan persen per tahun
4. PDRB (Produk Domestik Regioanl Bruto) yang di maksud total output barang dan jasa yang dihasilkan oleh industri manufaktur skala menengah dan besar atas dasar harga berlaku dalam satuan rupiah per tahun
3.5. Uji Kesesuaian Model
Uji kesesuaian (Test of Goodness Fit) diperlukan untuk mengetahui
apakah model regresi yang terestimasi cukup baik atau tidak. Untuk mengetahui hal tersebut, maka dilakukan pengukuran seberapa dekatnya garis regresi yang terestimasi dengan data (Gujarati, 1999). Pengujian statistik akan dilakukan dengan menganalisis :
1. Uji R2 (Coefficient of Determination)
Uji ini bertujuan untuk menjelaskan seberapa besar variasi dari variabel terikat dapat diterangkan oleh variabel bebas. Apakah R2 = 0, artinya variasi dari variabel terikat tidak dapat diterangkan oleh variabel bebas sama sekali. Sementara apabila R2=1, artinya variasi dari variabel terikat dapat diterangkan 100% oleh variabel bebas. Dengan demikian model regresi akan ditentukan oleh R2 yang nilainya antara 0 dan 1. Koefisien determinsi dirumuskan sebagai berikut :
TSS RSS R2 =1−
Dimana :
RSS = Resedual semu of squares TSS = Total semu of squares 2. Uji t atau t-test (Partial test)
Suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan atau tidak secara partial. Untuk mengetahui signifikan tidaknya koefisien regresi secara partial akan dilihat dan membandingkan antara thit dengan ttab. Statistik T dirumuskan sebagai berikut:
t
3. Uji F atau F-test (overall test)
Suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan atau tidak secara serentak. Untuk mengetahui signifikan tidaknya koefisien regresi secara serentak. Akan dilihat dan membandingkan antara Fhit dengan Ftabl. Statiktik F dirumuskan sebagai
berikut :
T = Jumlah observasi atau pengamatan
3.6. Uji Penyimpangan Klasik
Ada beberapa masalah yang akan terjadi dalam model regresi linier di
mana secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang
telah di tentukan, bahkan dapat menyesuaikan kesimpulan yang diambil dari
persamaan yang terbentuk, untuk itu perlu melakukan uji penyimpangan
asumsi klasik, yang terdiri dari (Manurung, Manurung, Saragih, 2005).
1. Uji Multikolinieritas
Berfungsi untuk mengetahui apakah terjadi hubungan linier yang
perfect atau tidak diantara beberapa atau variabel bebas dari model
estimasi. Uji ini menggunakan angka Variavence Inflating Factor
(VIF) dan Tolerance (TOL) :
2
1 1
ij
R VIF
−
= atau TOL = 1-Rij2 (3.7)
Jika VIF>10 atau TOL >1.0 maka terjadi multikolinier yang serius dan
koefisien regresi tidak efisien.
Adanya multikolinieritas mengakibatkan nilai statistik t kecil akibatnya
hipotesis nol tidak di tolak atau nilai populasi sebenarnya adalah nol.
Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa koefisien determinasi yang
tinggi cenderung mengakibatkan signifikasi statistik t rendah dan
data akan mengakibatkan OLS dan keselahan standar koefisien model
regresi sangat sensitif.
2. Uji Autokorelasi
Berfungsi untuk mengetahui apakah terdapat korelasi stockastic term
error antara periode waktu. Uji ini menggunakan Breusch-Godfrey test
yaitu :
εt = β0 + β1Ln W+ β2Ln R+ β3Ln PDRB+ β4εt-1 + β5εt-2+ Vt (3.8)
Jika X2 =OBS * R2 lebih besar dari X2 Tabel maka Stochastic term dari
persamaan regressi mengalami autokorelasi.
3. Uji Normalitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah normal stockastic term
error atau tidak. Uji ini menggunakan Jarque-Bera Test (J-B Test) yang
membandingkan antara nilai J-B (X2hitung) terhadap X2tabel (Tabel
Chi-Square) Tarque Test dirumuskan sebagai berikut :
⎥
S = Skweness dari stochastic term error
Jika nilai JB-Test lebih besar dari X2 Tabel maka stochastic term error
dari regressi tidak mengikuti distribusi normal.
4. Uji Heteroskedastisitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah stochastic term error
masing-masing pengamatan mempunyai variansi yang sama atau tidak.
Uji ini menggunakan White’s General Heteroskedasticity Test,yaitu :
v
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perkembangan Investasi Pada Industri Manufakur di Sumatera Utara
Penanaman modal merupakan langkah awal bagi kegiatan pembangunan ekonomi di suatu negara. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi yang mencerminkan marak lesunya pembangunan. Dalam upaya menumbuhkan perekonomiannya, setiap negara senantiasa berusaha menciptakan iklim usaha yang dapat menggairahkan investasi.
Perkembangan investasi sektor industri menengah dan besar yang terjadi di Sumatera Utara, seiring dengan situasi perekonomian dan politik, mengalami iklim yang pasang surut. Kecenderungan peningkatan dan penurunan investasi bukan hanya berlangsung pada investasi oleh kalangan masyarakat atau sektor swasta (PMDN dan PMA) namun juga penanaman modal oleh pemerintah.
4.1.1. Tenaga Kerja Industri Manufaktur Di Provinsi Sumatera Utara
Berdasarkan data kependudukan dan ketenagakerjaan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja merupakan gambaran keadaan penduduk yang bekerja dan mencari pekerjaan, sedangkan di kelompok lainnya dikategorikan sebagai penduduk usia kerja yang tidak aktif secara ekonomi, seperti masih sekolah, mengurus rumah tangga ataupun kegiatan lainnya.
mengakibatkan banyaknya unit usaha yang berusaha tidak melakukan PHK besar-besaran, tetapi melakukan pengurangan 1 jam kerja karyawannya akibat berkurangnya kapasitas produksi.
Tabel. 4.1. Data Tenaga Kerja (L), UMP(W), Bunga (R), PDRB Industri Manufaktur Skala Menengah dan Besar di Provinsi Sumatera Utara
1990 147,865 1,956,000 20.30 1,915.91 1991 147,865 2,040,000 19.30 2,210.52 1992 166,659 2,100,000 18.80 2,731.45 1993 189,521 2,160,000 16.34 4,482.16 1994 191,516 2,244,000 14.25 5,529.48 1995 181,952 2,280,000 14.51 6,489.82 1996 181,865 2,280,000 15.08 7,629.60 1997 174,120 2,340,000 15.37 9,073.37 1998 170,109 2,400,000 19.39 14,915.46 1999 169,954 2,520,000 20.97 19,536.50 2000 169,347 2,808,000 16.35 18,139.49 2001 158,108 4,083,600 17.11 20,807.20 2002 158,598 5,574,000 15.54 23,201.30 2003 152,389 6,060,000 17.50 26,131.97 2004 152,907 6,444,000 14.10 29,946.90 2005 160,634 7,200,000 14.98 35,555.03 Sumber : BPS Sumatera Utara, BI, Dipnakertrans
4.1.2. Nilai Tambah Industri Manufaktur Skala Menengah dan Besar
Pendapatan regional atau PDRB menggambarkan kemampuan suatu daerah untuk menciptakan output (nilai tambah) pada suatu waktu tertentu. PDRB dapat dilihat dari dua sisi pendekatan yaitu sektoral dan pengguna. PDRB dari sisi sektoral merupakan penjumlahan seluruh komponen nilai tambah yang mampu diciptakan diperlukan investasi yang relatif besar sehingga investasi menjadi sumber pendapatan regional.
Namun pada sisi yang lain, setiap melakukan investasi, para investor akan melihat terlebih dahulu berapa besar laju pertumbuhan pendapatan regional (PDRB) Propinsi Sumatera Utara yang terus meningkat selama kurun waktu 1990 – 2005, sedangkan total investasi yang masuk ke Sumatera Utara untuk kurun waktu yang sama mengalami perkembangan yang cukup fluktuatif, sehingga untuk melihat hubungan kedua variabel tersebut secara deskriptif melalui data yang tersedia sangat sulit dilakukan.
4.1.3. Tingkat Upah dan Tingkat Bunga Industri Manufaktur Skala Menengah dan Besar
dengan 2005 upah minimum Propinsi Sumatera Utara meningkat dengan pesat. Seperti terlihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. UMP Sumatera Utara tahun 1999 – 2005
Upah minimum Provinsi
Tahun Nominal (Rp/tahun) Pertumbuhan (%)
Tingkat Bunga (persen /tahun)
1999 2,520,000 15.23 20.97
2000 2,808,000 20.69 16.35
2001 4,083,600 20.95 17.11
2002 5,574,000 34.06 15.54
2003 6,060,000 36.27 17.50
2004 6,444,000 8.84 14.10
2005 7,200,000 11.73 14.98
Sumber :Dinas Tenaga kerja Provinsi Sumatera Utara
Pasar tenaga kerja di Sumaetra Utara, seperti juga provinsi lainnya mencerminkan struktur lapangan kerja dan perekonomian yang dualistic. Hal ini ditanda dengan adanya sector tradisional (informal) yang besar di satu sisi, dan sektor modern (formal) di sisi lainnya. Apabila dibandingkan upah minimum yang diterima pekerja di sektor modern, secara umum upah sektor informal lebih rendah dan seringkali tidak menentu. Dengan demikian pekerja sektor formal sebenarnya masih lebih baik dibandingkan dengan sektor informal, dan biasanya pekerja di sekror formal tidak akan mudah terjerumus ke tingkat hidup di bawah garis kemiskinan.
Berkaitan dengan perbandingan pekerja sektor formal dan informal tersebut, maka perumusan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Sumatera Utara harus mengutamakan fleksibelitas pasar tenaga kerja. Kebijakan pada tenaga kerja uang fleksibel akan mendorong kesempatan kerja kepada industri yang padat kerja. Dengan jumlah angkat kerja yang ada dan tingkat upah minimum yang telah ditentukan oleh pemerintah Sumatera Utara, maka kebijakan tenaga kerja yang fleksibel tersebut akan mempermudah semua orang untuk melakukan kegiatan ekonomi termasuk kemudahan bagi tenaga kerja untuk berpindah pekerjaan dari pekerjaan yang kurang produktif ke pekerjaan yang lebih produktif.
investor yang digunakan sebagai pembanding apakah investasi yang ditanamkan menguntungkan atau tidak. Jika tingkat return dari suatu investasi lebih rendah dari tingkat suku bunga bank maka dapat dikatakan bahwa investasi tersebut tidak menguntungkan.
Tingkat bunga bank sebelum krisis moneter berada dalam suatu tingkat yang relatif stabil dan di bawah 20 persen untuk tingkat suku bunga deposito. Namun semenjak tahun 1997, di mana krisis ekonomi mulai menerpa perekonomian Indonesia yang tentunya juga berdampak pada perekonomian Sumatera Utara, tingkat suku bunga mengalami lonjakan yang sangat tinggi. Peningkatan tingkat suku bunga terjadi pada suku bunga deposito untuk jangka waktu satu bulan, hal ini merupakan upaya Bank Indonesia untuk mengurangi tingkat likuiditas masyarakat. Dengan menekan tingkat likuiditas masyarakat diharapkan pada gilirannya akan mampu menekan gerakan kurs dolar.
Pada awal tahun 1990-an hingga sebelum krisis moneter memperlihatkan perkembangan suku bunga yang relatif stabil pada kisaran di bawah 20 persen. Tetapi tidak demikian dengan perkembangan tingkat investasi di Sumatera Utara baik investasi asing maupun investasi domestik yang mengalami gejolak naik turun.
menurunnya tingkat suku bunga telah menurunkan tingkat investasi total di Sumatera Utara.
4.2. Analisis Penggunaan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Skala Menengah Dan Besar
Untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja, dilakukan analisis regresi berganda. Variabel bebas terdiri dari UMP (W), Bunga (R), dan PDRB (Q). Sedangkan variabel tidak bebas (L) adalah kesempatan kerja.
Tabel. 4.3. Hasil Estimasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Pada Industri Menengah Dan Besar Di Provinsi Sumatera Utara Dengan Metode OLS
Dependent Variable: LOG(L) Method: Least Squares Sample: 1990 2005 Included observations: 16
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 16.01136 0.685446 23.35905 0.0000
LOG(W) -0.227312 0.047069 -4.829332 0.0004
LOG(R) -0.412609 0.100937 -4.087771 0.0015
LOG(PDRB) 0.061636 0.022373 2.754879 0.0174
Pengolahan data hasil penelitian ini menggunakan alat bantu eviews
4.1 for Windows. (Data pengamatan dan variabel penelitian disajikan pada.
Hasil pengolahan data dengan menggunakan eviews 4.1 for Windows diuji dengan teknik ekonometri untuk memastikan apakah terjadi penyimpangan klasik antara lain autocorrelation, multicollinearity, dan heteroscedasticity. Hasil uji model regresi menunjukkan bahwa model estimasi bebas dari
muticollinearity, Heterokedasticity, dan Autocorrelation, dan diperoleh
persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:
Ln L = 16,011 - 0,413 Ln R - 0,227Ln W + 0,062Ln PDRB
t = (23,359) (2,755) (-4,829) (-4,087)
4.2.1. Model Penggunaan Tenaga Kerja
Uji kebaikan sesuai model (Goodness of Fit = R2), pengujian model secara keseluruhan (uji-F) dan pengujian masing-masing koefisien regresi secara parsial (uji-t), dijelaskan sebagai berikut:
Pengujian Kebaikan Sesuai Model (R2)
Koefisien determinasi (R2) sangat dipengaruhi oleh banyaknya variabel
bebas dan banyaknya observasi yang dilakukan. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi (R2), berarti model semakin dapat diandalkan. Jika nilai
koefisien determinasi (R2) terletak antara 0,70 – 1,00 pada umumnya