• Tidak ada hasil yang ditemukan

Matriks 4.22 Pernyataan informan tentang rutinitas pemeriksaan dan pengobatan hipertensi

5.1.1 Tenaga Kesehatan

Pelaksanaan posbindu dilakukan oleh kader yang telah ada yang dibina oleh tenaga kesehatan, yang bersedia menyelenggarakan posbindu, telah dilatih secara khusus, dan difasilitasi untuk melakukan pemantauan faktor risiko peyakit tidak menular di masing-masing kelompok atau organisasinya. Adapun kriteria kader posbindu antara lain berpendidikan minimal SLTA, mau dan mampu melakukan kegiatan berkaitan dengan posbindu (KEMENKES RI, 2013).

Puskesmas Padang Bulan memiliki tenaga kesehatan khusus yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan program posbindu di wilayah kerja puskesmas. Penanggung jawab terdiri

posbindu. Saat ini kader posbindu di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan terdapat masing-masing 3 (tiga) kader per posbindu.

Tenaga pelaksana meliputi kader dalam pelaksanaan posbindu idealnya adalah berjumlah 5 orang yang memiliki tugas dan bagian masing-masing yaitu sebagai kader koordinator, kader penggerak, kader pemantau, kader konselor/edukator, dan kader pencatat (KEMENKES, 2013). Oleh karena itu tenaga pelaksana Posbindu yang meliputi tenaga kesehatan dan kader di posbindu wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan masih belum mencukupi. Hal ini tentunya mempengaruhi pelaksanaan kegiatan program yaitu hasil yang tidak maksimal.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada kepala puskesmas Padang Bulan terkait tenaga kesehatan posbindu, beliau menjawab sebagai berikut :

“Tenaga pelaksana posbindu di puskesmas ini sudah sangat bagus ya, tapi ibu lihat dari laporan yang ada, tingkat kehadiran peserta posbindu yang hipertensi masih sangat sedikit.” (Matriks 4.9; Informan 1)

Pernyataan ini juga dikuatkan dengan pernyataan petugas posbindu dan kader yang menangani pemeriksaan posbindu, yaitu sebagai berikut :

“Kalau tenaga pelaksana posbindu, kakak dibantu dengan kader yang sudah mengikuti pelatihan (refresing kader) tentang posbindu ini.” (Matriks 4.10; Informan 3)

“Tenaga pelaksana posbindu selalu lengkap yah...ada dokter, petugas puskesmas dan kami para kader yang membantu pelaksanaan.” (Matriks 4.10; Informan 4)

Pernyataan ini juga diperkuat dengan pernyataan peserta posbindu, yaitu sebagai berikut :

“Petugasnya banyak, jadi gak kelamaan nunggu giliran. Dokternya juga ramah, enak ditanya-tanya.

Petugasnya semua bagus. Dokternya juga pintar menjelaskan kalau ditanya-tanya sederhana jawabannya, jadi mudah pahamlah.”

Berdasarkan hasil penelitian pelaksanaan program posbindu pelatihan terhadap tenaga kesehatan sudah dilakukan. Pelatihan dilakukan setiap bulan bersamaan dengan pelaksanaan program posbindu di Dinas Kesehatan Kota Medan. Posbindu yang diselenggarakan di Dinas Kesehatan Kota Medan merupakan posbindu percontohan dimana memiliki tenaga kesehatan yang cukup serta sarana dan prasarana yang lengkap. Pelatihan dilakukan dengan menjadikan petugas puskesmas sebagai tenaga pelaksana untuk melakukan pemeriksaan-pemeriksaan posbindu yang dibina oleh pihak Dinas Kesehatan Kota Medan di Posbindu PTM Dinas Kesehatan Kota Medan.

Menurut KEMENKES RI (2013), salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensi pelaksana program dapat dilakukan melalui pelatihan. Pelatihan digunakan sebagai metode untuk meningkatkan kualitas aparatur yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku aparatur kesehatan ke arah yang positif.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas pelaksana posbindu di Puskesmas Padang bulan didapatkan informasi pelatihan untuk kader hanya berupa arahan mengenai teknis pelaksanaan program. Pelatihan yang formal belum dilakukan terhadap kader. Sehingga kinerja kader dalam pelaksanaan posbindu di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan masih kurang.

Hal ini dijelaskan melalui pernyataan petugas posbindu terkait pelatihan yang sudah dilakukan, yaitu sebagai berikut :

“Pelatihan terkait program posbindu itu udah pernah dilaksanakan khusus buat petugas sebanyak tiga kali, tetapi kalau untuk kader baru sekali. Pelatihan yang diberi ke kader itu masih tentang teknis pelaksanaan program posbindu, untuk konseling sendiri

Kemudian peneliti bertanya kembali kepada petugas posbindu, kenapa tidak memakai tenaga promkes yang ada di puskesmas untuk bagian konselor dan mengapa juga tidak melatih kader untuk menjadi konselor ? Petugas itu pun menjawab sebagai berikut :

“Iya…memang harusnya lebih cocoknya kalau tenaga promkes yang jadi konselor, cuman untuk tenaga promkes yang ada di puskesmas masih kurang. Hanya ada satu yang sudah menjadi konselor HIV dan itupun pasiennya selalu banyak tiap hari, jadi Ibu kapus mintanya yah konselor langsung dokternya saja. Untuk pelatihan kader menjadi konselor uda direncanakan dan masuk ke RUK tahun ini, jadi nanti di akhir bulan September setelah rapat lintas program, bakal dibuat pelatihan khusus konselor posbindu.”

Setelah itu peneliti pun kembali bertanya kepada kepala puskesmas terkait kurangnya tenaga promkes di Puskesmas Padang Bulan, dan beliau menjawab sebagai berikut :

“Tenaga promkes sebenarnya sudah cukupnya, ada empat orang promkes di puskesmas ini. Cuman yang tiga masih baru dan masih perlu pelatihan-pelatihan lagi, karena untuk kerjaan dia di puskes saja masih perlu bimbingan, jadi untuk jadi konselor posbindu memang belum saya kasih.”

Selanjutnya peneliti bertanya lagi kepada kepala puskesmas, Kenapa tidak memakai tenaga promkes yang sudah jadi konselor seperti yang dibilang salah satu petugas posbindu ? beliau menjawab sebagai berikut :

“Kalau yang itu kan dia konselor HIV, pasiennya tiap hari banyak dan dua kali seminggu itu harus mobile klinik, penjaringan pemeriksaan HIV di tempat-tempat oukup, SPA, dll. Jadi ngak saya kasih lah ikut posbindu juga, lagian dia pun uda banyak program dipegangnya.”

Kemudian peneliti bertanya kembali kepada kepala puskesmas terkait tenaga

kesehatan yang kurang dan pelatihan konselor untuk kader, beliau menjawab sebagai berikut :

“Memang kalau mengikuti panduan teknis buku posbindu yah jelas kuranglah tenaga kesehatannya, cuman kan ngak menjadi masalah kalau program posbindunya ngak terhambat. Tapi memang setelah selesai akreditasi ini hal itu uda termasuk evaluasi kami, jadi memang akan ditambah tenaga kesehatan posbindunya, udah banyak juga masuk pegawai baru, jadi tinggal dilatih saja. Kalau untuk pelatihan konselor kepada kader, nanti akhir bulan Sembilan diadakan, jadwal itu uda masuk rencana kerja puskesmas di tahun 2017 ini.”

Berdasarkan hasil wawancara diatas, maka dapat disimpulkan bahwa menurut informan 1 (Kepala Puskesmas) menyatakan tenaga kesehatan posbindu akan ditambah dan akan diberikan pelatihan sekaligus juga pelatihan konselor untuk kader, informan 2 (petugas posbindu) menyatakan tenaga kesehatan sudah cukup lengkap dan dibantu oleh kader, pelatihan konselor untuk kader juga akan dilaksanakan di nakhir bulan September.

Kader sebagai tenaga pelaksana seharusnya mendapatkan pelatihan khusus agar kader dapat menjalankan peran dan tugasnya dengan maksimal. Menurut KEMENKES RI (2013), pelatihan terhadap kader bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang PTM (Penyakit Tidak Menular), faktor risiko, dampak, dan pengendalian PTM (Penyakit Tidak Menular), memberikan pengetahuan tentang posbindu, memberikan kemampu dan ketrampilan dalam memantau faktor risiko PTM (Penyakit Tidak Menular).

5.1.2 Pendanaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber biaya operasional dalam pelaksanaan program posbindu berasal dari dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) Puskesmas. Biaya operasional tersebut berupa dana transportasi untuk petugas dan kader. Namun biaya untuk untuk mendukung pencegahan PTM (Penyakit Tidak Menular), seperti untuk mengadakan obat-obatan dan peralatan/ fasilitas tambahan untuk pengadaan posbindu belum tersedia.

Hal ini dapat dilihat dari pernyataan kepala puskesmas terkait pendanaan program posbindu, yaitu sebagai berikut :

“Kalau biaya untuk posbindu ini sudah tertera di BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) Puskesmas Padang Bulan. Jadi memang sudah ada jatahnya untuk program ini.” (Matriks 4.12; Informan 1)

Pernyataan ini diperkuat dengan pernyataan dokter, petugas posbindu dan kader, yaitu sebagai berikut :

“Pendanaan dari BOK (Bantuan Operasional Kesehatan).” (Matriks 4.13; Informan 2)

“Pendanaan dari BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) sesuai dengan nominal yang tertulis pada RUK (Rencana Usulan Kerja).” (Matriks 4.13; Informan 3)

“Pendanaan seperti yang dijelaskan dari pihak puskesmas itu dari dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan), tetapi untuk mempercantik ruangan biasanya dari kreatifitas para kader.” (Matriks 4.13; Informan 4)

“Yaa dana dari orang puskesmasnya lah, ada itu namanya BOK (Bantuan Operasional Kesehatan).” (Matriks 4.13; Informan 5)

Kemudian peneliti bertanya kepada kepala puskesmas, Apakah cukup pendanaan posbindu hanya dari BOK saja ? beliau menjawab sebangai berikut :

“Cukuplah…dicukup-cukupkan. Kan uda disesuaikan sama pengeluaran di RUK puskesmas”

Pernyataan ini bertentangan dengan pernyataan dokter posbindu terkait pendanaan, dokter tersebut menjawab sebagai berikut :

“Banyak sebernarnya pasien yang minta obat, kalau ada kian dana tambahan lebih bagus disalurkan kesitu. Kan bagus juga, biar makin rame yang datang ke posbindu.”

Pernyataan ini juga diperkuat dengan pernyataan petugas puskesmas, yaitu sebagai berikut :

“Dana posbindu pas-pasan, harusnya kalau ada dana tambahan bagus buat persediaan obat, karena banyak yang minta obat”

Selanjutnya peneliti kembali bertanya, Bukankah ada kerjasama pihak puskesmas dengan sponsor-sponsor tertentu untuk menjadi daya tarik masyarakat, menurut pendapat kakak gimana ? petugas itu pun menjawab sebagai berikut :

“Iya…kadang-kadang memang ada sponsor, cuman kan ngak setiap saat. Ketepatan ada sponsor yaa ada lah produk menarik mereka yang dibagikan ke peserta, ada juga yang di jual tapi dengan harga lebih murah, jadi banyak peserta datang.”

Kemudian peneliti bertanya kembali kepada kepala puskesmas terkait sponsor kegiatan, beliau menjawab sebagai berikut :

“Sponsor sering ada saat kegiatan posbindu, misalnya sponsor produk susu rendah lemak, susu penguat tulang, obat anemia, dll. Kadang malah pihak mereka sendiri yang ngehubungi kita untuk ikut pas posbindu, dan itu sangat membantu dalam hal penyediaan alat pemeriksaan tambahan.”

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pendanaan posbindu berasal dari dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) Puskesmas. Wawancara dengan kepala puskesmas dan petugas pelaksana posbindu di Puskesmas Padang bulan didapatkan informasi bahwa untuk menambah fasilitas tambahan pengadaan posbindu, pihak puskesmas berkerjasama dengan pihak swasta berupa sponsor untuk penyediaan fasilitas kesehatan, misalnya: alat mengukur kepadatan tulang, pemeriksaan anemia dan golongan darah, dll.

Menurut KEMENKES RI (2013), dalam mendukung terselenggaranya posbindu, diperlukan pembiayaan yang memadai baik dana mandiri dari perusahaan, kelompok

mendukung kegiatan posbindu seperti; biaya operasional posbindu, pengganti biaya perjalanan kader, biaya penyediaan bahan habis pakai, biaya pembelian bahan Pemberian Makanan Tambahan (PMT), biaya penyelenggaraan pertemuan, dan bantuan biaya rujukan bagi yang membutuhkan.

Adanya keterbatasan sumber dana dapat menghambat pelaksanaan suatu program, semakin besar dana yang dikeluarkan untuk memperbaiki sebuah program maka hasilnya pun akan semakin efektif. Apabila dana yang tersedia kurang, maka program akan berjalan lambat dan tidak ada kemajuan.

Dokumen terkait