• Tidak ada hasil yang ditemukan

NO JENIS KEGIATAN

4.2. Tenaga Pengajar

Tenaga kediklatan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) diklasifikasikan sebagai Pengelola Lembaga Diklat dan Widyaiswara. Unit Pelaksana Teknis merupakan jenjang eselon III yang berada dibawah struktur organisasi Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Riau. Meskipun secara struktur jumlah pejabat struktural di lingkungan UPT terdiri dari tiga orang yaitu Kepala UPT satu orang dan dua orang Kepala Seksi, namun dalam pelaksanaan kediklatan dibantu sejumlah personil Pegawai Negeri Sipil maupun tenaga honorer yang membantu memberikan pelayanan administrasi bagi penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan pegawai. Pembagian tugas dan distribusi pekerjaan kepada petugas mulai dari persiapan daftar hadir, jadwal pelajaran, petugas penghubung pemberitahuan kepada pengajar atau widyaiswara, serta persiapan sarana pembelajaran adalah tugas-tugas yang dilakukan oleh penyelenggara diklat.

Dalam persyaratan yang ditentukan oleh Lembaga Administrasi Negara, pengelola diklat pada Unit Pelaksana Teknis sedapatnya memiliki sertifikat Management Of Training (MOT) dan Training Officer Course (TOC). Jika memperhatikan hal tersebut, tidak ada seorangpun pejabat dan PNS di UPT yang memiliki sertifikat MOT dan TOC. Tujuan dari MOT dan TOT dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan kepada Pengelola Diklat dalam merencanakan dan menyusun program pelatihan yang tepat sesuai standar yang dibutuhkan, kecakapan merancang struktur materi pelajaran, dan terpenting dapat melaksanakan fungsi manajerial kelembagaan. Sehingga diklat dapat lebih efektif dan efisien. Walaupun sertifikat MOT dan TOT tidak dimiliki oleh pejabat struktural dan PNS di Unit Pelaksana Teknis, tidak mengalami hambatan dalam

mengelola penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan pegawai. Alasan yang dikemukakan bahwa proses belajar dan mengajar berjalan dengan lancar dan tertib, tidak ada hal-hal yang dapat mengganggu terselenggaranya kediklatan tersebut.

Efektivitas program pendidikan dan pelatihan selain ditentukan manajerial Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan pegawai, peran tenaga pengajar, widyaiswara atau fasilitator turut membentuk karakter kelembagaan diklat di UPT. Widyaiswara yang terdapat di UPT hasil penelitian Maret 2009 sejumlah 12 orang dengan latar belakang pendidikan terakhir yang terendah Sarjana sampai Pasca Sarjana. Sebagian besar Widyaiswara pernah menduduki jabatan penting di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau seperti jabatan Kepala Dinas eselon II dan eselon III setingkat Kepala Bagian/Bidang. Mereka umumnya tenaga birokrat murni yang tidak mempunyai pengalaman sebagai pengajar. Ada beberapa alasan posisi Widyaisawara ditempati oleh mantan pejabat meskipun batas usia pensiun masih cukup lama yang rata-rata 5 tahun. Pertama, perubahan kepemimpinan Gubernur berdampak terhadap perubahan pergantian pejabat puncak pada dinas/instansi. Pengaruh psikologis akibat tidak menjabat dan merasa kehilangan kekuasaan, dulunya disibuki dengan pekerjaan rutinitas kepemimpinan dan sekarang merasa menjadi pegawai biasa sama dengan pegawai kantoran lainnya, telah memberikan pilihan lebih baik menjadi pejabat fungsional termasuk Widyaiswara karena mendapat tambahan penghasilan berupa tunjangan fungsional selain tunjangan penghasilan beban kerja yang diperoleh setiap pegawai berdasarkan urutan golongan kepangkatan dalam jenjang penggajian pegawai negeri sipil. Disamping itu dimungkinkan mendapatkan kenaikan pangkat 2 tahun sekali sepanjang memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Kedua, daripada berstatus pegawai/staf biasa, lebih baik berkarir dijabatan fungsional widyaiswara dengan harapan mendapat tambahan perpanjangan usia batas pensiun 60 tahun.

Perubahan lingkungan kerja dan mindset mantan pejabat yang beralih kedalam jabatan widyaiswara seringkali memberikan pilihan yang sulit bagi Pemerintah Provinsi Riau. Disatu sisi Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai tempat dimana proses peningkatan kualitas transfer

pengetahuan dan perilaku PNS berproses membutuhkan kualifikasi dan kompetensi tenaga pengajar. Namun disisi lain minat pegawai negeri sipil usia dibawah 50 tahun untuk menjadi widyaiswara sangat rendah karena ketertarikan terhadap jabatan struktural jauh lebih tinggi. Sehingga pada akhirnya posisi jabatan fungsional di Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai di isi oleh mantan-mantan pejabat. Bukan tidak mungkin kondisi itu akan berlangsung terus dan ini dibuktikan hampir tiap tahun UPT mengalami kekurangan tenaga widyaiswara sebab pensiun karena rendahnya pengkaderan PNS menjadi widyaiswara.

Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, dan Peraturan MENPAN Nomor 14 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya, serta Peraturan Bersama Kepala Lembaga Administrasi Negara dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 1 dan 2 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya, terlihat bahwa Widyaiswara adalah jabatan karier yang harus memenuhi persyaratan kompetensi di masing-masing jenjangnya. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan kerja, karakteristik, sikap dan perilaku yang mutlak dimiliki Widyaiswara untuk mampu melakukan tugas tanggungjawabnya secara profesional. Adapun tugas-tugas Widyaiswara yang tercantum di bawah ini diturunkan dari uraian tugas jabatan fungsional Widyaiswara adalah sebagai berikut :

1. Melakukan analisis kebutuhan diklat; 2. Menyusun kurikulum diklat;

3. Menyusun bahan ajar;

4. Menyusun GBPP/SAP/Transparansi; 5. Menyusun modul diklat;

6. Menyusun tes hasil belajar;

7. Melakukan tatap muka di depan kelas diklat; 8. Memberikan tutorial dalam Diklat Jarak Jauh;

9. Mengelola program diklat sebagai penanggung jawab dalam program Diklat; 10. Mengelola program diklat sebagai anggota dalam program Diklat;

11. Membimbing peserta diklat dalam penulisan kertas kerja; 12. Membimbing peserta diklat dalam praktik kerja lapangan;

13. Menjadi fasilitator / moderator / narasumber dalam seminar / lokakarya / diskusi atau yang sejenis;

14. Memberikan konsultansi penyelenggaraan diklat; 15. Melakukan evaluasi program diklat;

16. Mengawasi pelaksanaan ujian; 17. Memeriksa jawaban ujian;

18. Melaksanakan kegiatan pengembangan profesi, dan penunjang tugas Widyaiswara.

Rincian tugas Widyaiswara tersebut di atas dikuasai oleh para Widyaiswara melalui keikutsertaan mereka dalam Diklat Fungsional Kewidyaiswaraan Berjenjang dan Diklat Teknis Kewidyaiswaraan. Diklat Fungsional Kewidyaiswaraan Berjenjang meliputi Diklat Kewidyaiswaraan Berjenjang Tingkat Pertama, Muda, Madya dan Utama. Diklat Teknis Kewidyaiswaraan meliputi Diklat Teknis Pengelola Diklat (Management of Training/MOT), Diklat Teknis Analisis Kebutuhan Diklat (Training Needs Analysis/TNA), Diklat bagi Penyelenggara Diklat (Traning Officer Course/TOC) dan Diklat Teknis Kewidyaiswaraan lainnya sesuai kebutuhan pengembangan kompetensi Widyaiswara.

Secara yuridis formal kualifikasi widyaiswara membutuhkan kompetensi yang tinggi jika mempedomani persyaratan dari Pemerintah. Kondisi itu bukan perkara yang mudah diterapkan untuk merekrut calon widyaiswara di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Keterbatasan peminat alasan diterimanya PNS yang beralih ke status meskipun tidak mempunyai pengalaman mengajar dibidang yang dibutuhkan lembaga UPT. Mereka para widyaiswara awal mulanya cenderung dimudahkan agar lulus mengikuti seleksi calon widyaiswara oleh Lembaga Administrasi Negara. Terkesan perlahan-lahan wawasan mereka akan meningkat jika telah berstatus widyaiswara melalui diklat-diklat yang diselenggarakan LAN. Tampaknya Pemerintah dalam hal LAN menciptakan performa widyaiswara pada saat mereka telah berstatus penyandang jabatan fungsional tersebut. Bukan pada

saat awal seleksi penerimaan calon karena rendahnya minat PNS menjadi tenaga fungsional widyaiswara.

Dalam beberapa pengamatan diruang kelas yang materinya diasuh oleh widyaiswara dan sumber-sumber informasi dari PNS yang pernah mengikuti diklat-diklat administrasi pimpinan, memberikan penilaian cenderung negatif terhadap widyaiswara. Penyampaian materi yang tidak menarik walaupun isi materinya bagus. Statis, monoton, dan terlalu berfokus pada alat Bantu berupa slide dan tidak dapat mengembangkan materi secara implementatif atau teoritis. Paling sering terjadi proses kediklatan dalam kelas selalu disertai cerita-cerita pengalaman-pengalaman widyaiswara ketika masih menjabat pada jabatan struktural (post syndrome). Paparan materi yang disampaikan widyaiswara tidak jauh dari buku textbook yang juga dimiliki peserta diklat seperti diklat administrasi kepemimpinan tingkat IV, tingkat III, dan sejenisnya.

Tenaga pengajar di UPT Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Provinsi Riau merupakan pegawai negeri sipil yang disebut sebagai widyaiswara. Saat kajian dilakukan, jumlah widyaiswara yaitu PNS yang berstatus sebagai pejabat fungsional untuk mendidik, mengajar, atau melatih pada Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai terdiri dari :

Tabel 3 Jumlah Widyaiswara Tahun 2010

No Jabatan orang

1. Widyaiswara utama 1

2. Widyaiswara Madya 10

3. Widyaiswara Muda 5

Sumber : UPT Diklat Pegawai BKD Prov. Riau, 2010

Berdasarkan tingkat pendidikan widyaiswara yang tertinggi adalah strata 2 dan terendah strata 1.

Tabel 4 Jumlah dan Persentase Widyaiswara Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

Sarjana (S-1) 10 62,5

Pasca Sarjana (S-2) 6 37,5

Jumlah 16 100

Berdasarkan kelompok golongan ruang Widyaisawara pada Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai, terendah golongan III dan tertinggi golongan IV. Untuk lebih jelasnya terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah dan Persentase Widyaiswara pada UPT menurut Golongan Tahun 2010

Golongan Ruang Jumlah Persentase

III 3 18,75

IV 13 81,25

Jumlah 16 100

Sumber : UPT Diklat Pegawai BKD Prov. Riau, 2010

Disamping tenaga Widyaiswara, UPT mendatangkan tenaga kediklatan dari luar berasal dari pejabat/narasumber yang karena keahlian, kemampuan atau kedudukannya di ikutsertakan sebagai tenaga pengajar dalam proses mengajar. Tenaga pengajar dapat di rekrut dari Perguruan Tinggi, atau unsur Praktisi/Pejabat Pemerintahan.

4.3. Pegawai

Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai memiliki pegawai 47 orang dengan klasifikasi 36 orang Pegawai Negeri Sipil termasuk didalamnya Kepala UPT dan 2 orang Kepala Seksi, dan dibantu 11 orang tenaga honorer. Adapun uraian menurut tingkat pendidikan, golongan ruang dan status kepegawaian dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6 Jumlah dan Persentase PNS di UPT menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

Pasca Sarjana (S-2) 2 7,14

Sarjana (S-1) 6 21,43

Akademi 1 3,57

SMA 19 67,86

Jumlah 28 100

Tabel 7 Jumlah dan Persentase PNS menurut Golongan Ruang Tahun 2010

Golongan ruang Jumlah Persentase

Pembina (IV/a) 1 3,57

Penata Tk. I (III/d) 1 3,57

Penata (III/c) 3 10,71

Penata Muda Tk. I (III/b) 5 17,86

Penata Muda (III/a) 6 21,43

Pengatur Tk. I (II/d) 1 3,57

Pengatur (II/c) 2 7,14

Pengatur Muda Tk. I (II/b) 2 7,14

Pengatur Muda (II/a) 10 35,71

Juru (I/c) 3 10,71

Juru Muda (II/a) 2 7,14

Jumlah 28 100

Sumber : UPT Diklat Pegawai BKD Prov. Riau, 2010

Pada saat penelitian dilakukan di Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah, jumlah instruktur atau Widyaiswara sebanyak 16 orang dengan latar belakang pendidikan mulai dari sarjana sampai Pasca Sarjana, jumlah personil pengelola diklat 28 orang dengan pendidikan akhir SMA sampai Pasca Sarjana. Komposisi ketersediaan sumberdaya kediklatan di UPT dipandang belum memadai terutama dari jumlah tenaga Widyaiswara yang memegang beberapa materi kediklatan. Meskipun belum ideal komposisinya, proses belajar dan mengajar yang dilakukan selama ini dapat dilaksanakan karena tenaga Widyaiswara telah dibekali berbagai teknik pengajaran oleh Lembaga Administrasi Negara. Disamping itu modul dan kurikulum yang diterbitkan oleh LAN sebelum di implementasikan dalam kediklatan di UPT, para Widyaiswara dilatih terlebih dahulu oleh LAN.

Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu bahwa program kediklatan yang diselenggarakan UPT mencakup 2 (dua) program. Program Kediklatan Fungsional berhubungan dengan pembekalan pengetahuan administrasi kepemerintahan seperti Latihan Prajabatan bagi CPNS, Administrasi Umum tingkat dasar sampai lanjutan bagi PNS yang akan maupun yang telah menduduki jabatan struktural di Pemerintahan Daerah. Selanjutnya Program Kediklatan Teknis. Program ini ditujukan untuk memberikan pengetahuan penunjang terhadap pelaksanaan tugas-tugas pokok PNS di suatu Instansi, seperti kursus bendahara, bahasa inggris,

kearsipan, manajemen proyek dan sebagainya. Untuk diklat Teknis semacam itu, disamping keterbatasan kualitas ilmu pengetahuan Widyaiswara, pihak UPT mendatangkan tenaga pengajar dari luar seperti lembaga kursus, dinas/instansi teknis semisal keuangan dan perencanaan, maupun dari Perguruan Tinggi. Dalam jangka panjang kondisi seperti itu tidak dapat terus terjadi karena sebagai lembaga pendidikan dan pelatihan Pemerintah, UPT seharusnya sudah mempunyai kualifikasi pengajaran tidak saja di bidang administrasi pemerintahan tetapi juga pemenuhan tenaga pengajar sendiri yang menguasai dibidang teknis. Meskipun sampai kini UPT belum mempunyai tenaga pengajar diklat non administrasi pemerintahan dapat diatasi dengan mendatangkan instruktur dari luar UPT, sebaiknya sudah harus dipertimbangkan rekrutmen tenaga pengajar untuk ditugaskan secara permanen.

Mencermati tugas dan fungsi UPT Pendidikan dan Pelatihan Pegawai yang mempunyai fungsi pencerdasan dan pencerahan kepada PNS selama mengikuti diklat, merupakan tujuan utama pembentukan UPT. Lebih dari itu hasil yang diharapkan setelah selesai kediklatan adalah terbentuknya PNS yang berkualitas dan profesional dibidangnya. Harapan yang diberikan kepada output diklat PNS tidak berlebihan karena ketika seseorang masuk diterima menjadi aparatur maka sudah menunggu hak dan kewajiban selaku abdi Negara dan abdi masyarakat. Dalam hal ini pemerintah memandang keberadaan Lembaga Diklat Birokrasi bagian dari pembentukan karakter dan perilaku secara terus menerus selama masih berstatus PNS. Sejauhmana UPT dapat berperan dalam membentuk mindset PNS selama proses pendiklatan telah dilakukan oleh UPT Provinsi Riau. Mempedomani kurikulum dan materi yang dapat disesuaikan oleh masing-masing daerah telah mendapatkan penilaian dari Lembaga Administrasi Negara. Tidak ada satupun lembaga diklat pemerintah yang tidak mendapat supervisi dari Lembaga Administrasi Negara karena merupakan kebijakan program pendiklatan nasional. Sejauh ini tolok ukur dalam menilai efektivitas pendiklatan PNS di UPT dilakukan melalui evaluasi. Evaluasi yang dilakukan UPT selain mengadakan tes tertulis terhadap materi pelajaran yang telah diberikan kepada peserta PNS, pihak UPT mengedarkan daftar isian tentang tanggapan mereka selama mengikuti diklat yang ditujukan kepada tenaga pengajar/instruktur, sarana prasarana diklat,

materi/kurikulum maupun hal-hal lain yang dianggap penting bagi perbaikan pembelajaran diklat.

Untuk hasil evaluasi tes tertulis setiap peserta yang diterbitkan oleh UPT menunjukkan hasil baik. Demikian pula pengamatan UPT terhadap sikap dan perilaku PNS menjelang selesai diklat tidak jauh berbeda dan hasilnya menunjukkan perubahan positif. Artinya peserta telah dianggap menguasai materi yang telah diberikan dan adanya perubahan perilaku, meskipun hasil evaluasi ini cenderung diragukan kualitasnya oleh pihak-pihak diluar UPT. Pendapat Kepala UPT menyatakan tidak ada metode lain untuk menilai hasil pendiklatan PNS selain yang telah disampaikan tersebut, dan disamping itu pihak UPT tetap menpedomani rambu-rambu yang ditetapkan oleh institusi Lembaga Adminsitrasi Negara maupun Lembaga-lembaga sejenis milik pemerintah. Menurut beberapa literatur kepustakaan, evaluasi pasca diklat dipandang efektif untuk mengetahui seberapa jauh diklat yang telah diberikan kepada PNS berpengaruh dalam pembentukan karakter iptek dan perilaku seorang PNS ketika kembali ketempat kerja masing-masing. Hal ini belum pernah dilakukan UPT karena berbagai alasan yaitu Pertama, tidak tersedianya tenaga evaluator, Kedua, memerlukan waktu lama untuk mengamati seseorang yang dievaluasi. Ketiga, memerlukan dana besar, dan Keempat, instrumen evaluasi tidak sama satu dengan yang lainnya.