• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Belajar yang Melandasi Pengembangan Media SIRAJA

KAJIAN PUSTAKA A. Kedudukan SIRAJA dalam Teknologi Pendidikan

E. Teori Belajar yang Melandasi Pengembangan Media SIRAJA

Pada penelitian pengembangan media SIRAJA, teori belajar digunakan sebagai dasar dalam menciptakan produk media belajar yang efektif dan efisien. Teori-teori belajar yang digunakan sebagai dasar dalam mengembangkan media kartu SIRAJA, yaitu:

a. Teori Belajar Behavioristik

Belajar menurut teori behavioristik adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon (C. Asri Budiningsih, 2012: 20). Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuan untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Sehingga apa yang diberikan maka itu yang harus dihasilkan. Belajar dikatakan berhasil jika seseorang mampu mengulangi materi yang telah dipelajari atau yang diberikan oleh guru.

Adapun beberapa hukum belajar yang dikemukakan oleh Thorndike dalam Suyono (2011; 61) antara lain:

1. Law of Effect (hukum efek), jika sebuah respon (R), menghasilkan efek memuaskan, maka ikatan antara S (stimulus) dengan R (respon) akan

30

semakin kuat dan sebaliknya. Artinya belajar akan lebih bersemangat apapbila mengetahui akan mendapatka hasil yang baik.

2. Law of Readiness (hukum kesiapan), maknanya, suatu kesiapan terjadi berlandaskan asumsu bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar untuk berbuat atau tidak terhadap sesuatu. Implementasinya, belajar akan lebih berhasil bila individu memiliki kesiapan untuk melakukannya.

3. Law of exercise (hukum latihan), hubungan antara S dengan R akan semakin bertambah erat jika sering dilatih dan akan semakin berkurang bila jarang dilatih. Jadi, belajar akan berhasil apabila banyak latihan atau ulangan-ulangan.

Penggunaan teori belajar behavioristik pada media Siraja adalah melalui kartu puzzle Siraja dapat menghasilkan stimulus dan menghasilkan respon yang kuat mengenai aksara Jawa. Media ini berperan sebagai Law of Exercise atau hukum latihan untuk peserta didik. Pembelajaran yang terus terus diulang-ulang melalui kartu puzzle aksara Jawa (media siraja) mampu membentuk pengetahuan yang kuat tentang aksara Jawa terhadap siswa. b. Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar (Suyono, 2011: 75). Teori ini menekankan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh presepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajar. Teori ini berpandangan bahwa

31

belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek-aspek kejiwaan lainya.

Menurut Piaget (C. Asri Buduningsih, 2012: 35), perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbang). Adapun penjelasanya sebagai berikut:

1. Proses Asimilasi adalah proses perubahan yang dipahami sesuai dengan struktur kognitif yang ada sekarang, yang dimaksud adalah apabila individu menerima informasi atau pengalaman baru maka informasi tersebut akan dipunyainya.

2. Proses Akomodasi adalah proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami dengan kata lain struktur kognitif yang sudah dimiliknya yang harus disesuaikan dengan informasi yang diterima. 3. Proses Ekuilibrasi adalah proses penyesuaian berkesinambungan

antara asilimasi dan komodasi.

Bruner memiliki pandangan tersendiri pada teori belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kesehariannya. Menurut Bruner (C. Asri Buduningsih, 2012: 41)

32

perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu enaktif, ikonik dan simbolik.

1. Tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.

2. Tahap ikonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksdunya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).

3. Tahap simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuanya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol berbahasa, logika, matematika, dan sebagainya.

Berdasarkan tahapan perkembangan di atas, dapat disimpulkan bahwa tahap enaktif sebagai tahap awal anak mendapatan pengetahuan atau informasi melalui pengalaman langsung. Melalui media bantu pembelajaran, tahapan ikonik dilakukan. Peningkatan pengetahuan pada anak akan terjadi pada tahap ini. Selanjutnya tahapan simbolik, dimana

33

anak mampu mengembangkan informasi dari pengetahuan yang telah didapatkannya.

Dalam penelitian ini, konsep teori belajar kognitif yang dipergunakan pada media pembelajaran Siraja berfungsi yaitu tahapan simbolik. Komunikasi dilakukan dengan menggunakan banyak sistem symbol. Aksara Jawa (huruf) merupakan contoh sistem symbol. Fase simbolik merupakan tahap final dalam pembelajaran. Melalui symbol tersebut siswa lebih memahami informasi yang disampaikan sebagai aspek kognitif. Sehingga para siswa dapat membangun basis pengetahuanya sendiri bukan karena diajari melalui hafalan namun melalui pemahaman penggunaan aksara Jawa.

c. Teori Belajar Konstrutivistik

Menurut Suyono (2011: 105) konstruktivistik adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, mengkonstruksi pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup. Sedangkan menurut C Asri Budingsih (2012: 64), bahwa belajar merupakan suatu usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada pembentukan struktur kognitifnya, memungkinkan mengarah pada tujuan tersebut. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa teori belajar konstruktivistik memandang pentingnya keaktif siswa dalam pembelajaran sehingga mereka dapat

34

membangun (mengkonstruksikan) pemahaman pengetahuan melalui lingkungan. Sehubungan dengan hal tersebut, Tasker (Suyono, 2011: 108) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut:

1. Peran aktif siswa mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna 2. Pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian

secara bermakan

3. Mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima. Dalam diri siswa telah terdapat kemampuan awal sehingga guru berperan membantu mengkonstruksikan kemampuan siswa yang telah ada atau telah dimiliknya agar berjalan dengan lancar. Sebagai upaya membantu siswa, guru dapat memberikan sarana belajar melalui media.

Penerapan teori konstruktivistik pada media kartu Siraja adalah membuat siswa mendapatkan pengalaman belajar aksara Jawa dengan cara yang berbeda atau baru yaitu memainkan kartu Siraja dengan membongkar pasangkan papan aksara Jawa sehingga terbentuk bunyi dari aksara Jawa yang berbeda-beda. Pengetahuan yang telah mereka dapatkan akan diujikan kembali dengan soal-soal yang ada untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang telah didapatkan oleh siswa. Sehingga pengetahuan siswa akan terus diasah melalui media Siraja.

35 F. Ketrampilan Membaca dan Menulis

1. Ketrampilan Membaca

Ketrampilan berbahasa dalam kurikulum di Sekolah menurut H.G Tarigan (2008: 1) biasanya mencakup empat segi yaitu: (1) ketempilan menyimak, (2) ketrampilan berbicara, (3) ketrampilan membaca dan (4) ketrampilan menulis. Setiap ketrampilan tersebut erat sekali hubunganya dengan tiga ketrampilan lainnya dengan cara yang beraneka rona.

H.G Tarigan (2008: 7) juga mengemukakan bahwa membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/ bahasa tulis. Dwi Sunar Peasetyo (2008:57) menyatakan bahwa membaca merupakan serangkaian kegitan pikiran yang dilakukan dengan penuh perhatian untuk memahami suatu informasi melalui indra penglihatan dalam bentuk symbol-simbol yang rumit, yang disusun sedemikian rupa sehingga mempunyai arti dan makna. Sismbol-simbol disusun dengan berbagai bentuk susunan sehingga memiliki makna yang berbeda pada setiap susunannya.

Berdasarkan pendapat ahli diatas, sehingga membaca merupakan kegiatan pembaca untuk memperoleh pesan atau informasi memlaui indra penglihatan dalam bentuk symbol-symbol yang disampaikan penulis yang disusun sedemikian rupa sehingga mempunyai arti dan makna. Tujuan

36

dari membaca adalah untuk mencari serta memperoleh inforamasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Dengan membaca siswa dapat memperoleh informasi serta pengetahuan, salah satunya dengan membaca aksara Jawa siswa dapat mengetahui tulisan-tulisan yang terdapat pada benda-benda bersejarah di Jawa dan melestarikan bahasa daerah Jawa, oleh karena itu penting bagi siswa untuk belajar membaca aksara Jawa sedari awal jenjang pendidikannya di Sekolah Dasar sebagai upaya pelestarian bahasa daerah.

2. Ketrampilan Menulis

Ketrampilan menulis diterima seseorang setelah dia mampu membaca. Sedari kecil kita dilatih membaca dahulu untuk mengetahui bentuk dari sebuah tulisan, kemudian mulai dilatih untuk menulis. Kita belajar menulis mulai dari sukukata, perkata dan kemudian kalimat, sehingga tulisan yang kita tulis dapat dibaca dan memiliki makna. Menurut Imron Rosidi (2009: 2) menulis merupakan sebuah kegiatan menungkan pikiran, gagagsan, dan perasaan seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tulisan.

Menulis menurut Dalman (20014: 1) merupakan suatu kegiatan komunikasi berupa penyampaian pesan (informasi) secara tertulis kepada pihak lain dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya.

37

Aktivitas menulis melibatkan beberapa unsur, yaitu: penulis penyampai pesan, isi tulisan, saluran atau media dan pembaca.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan bahawa menulis adalah sebuah kegiatan komunikasi penyampaian pesan, pikiran dan perasaan yang diungkapakan dalam bahasa tulisan menggukan bahan tulis sebagai alat medianya. Tulisan juga dapat dikatakan sebagai sumber informasi, sumber dokumentasi dan sejarah. Aksara Jawa adalah salah satu dokumentasi sejarah yang dapat menjelaskan asal-usul budaya Jawa, meskipun pada saat itu bentuk dan media tulisan tidak secanggih saat ini. Sehingga dengan belajar menulis aksara Jawa kita dapat melestarikan sejarah budaya Jawa.

Dokumen terkait