• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.7 Teori Belajar yang Mendasari Model Siklus Belajar (Learning

mendasari. Teori belajar yang mendasari pembelajaran IPA dengan model siklus belajar (Learning Cycle) adalah

a) Teori belajar konstruktivisme

Menurut Wena, (2011: 170) siklus belajar merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis. Baharudin dan Wahyuni, (2012: 115-117) menjelaskan teori belajar konstruktivisme yang terpenting adalah menciptakan makna dan pengalaman. Faktor yang mempengaruhi belajar yaitu antarsiswa dan lingkungan saling berinteraksi untuk menciptakan makna, pentingnya konteks, isi, pengetahuan harus dipasangkan dengan situasi dimana pengetahuan itu terjadi, belajar terjadi dalam setting yang realistis, dan belajar harus terdiri dari aktivitas, konsep dan budaya. Pembelajaran harus disusun dengan membangun model pembelajaran pengetahuan, meningkatkan kerjasama, dan mendesain lingkungan yang autentik. Dalam teori belajar ini peran guru adalah mengajar siswa bagaimana membangun makna dan bagaimana secara selektif memonitor dan selalu mempengaruhi bangunan mereka; dan mengarahkan dan mendesain pengalaman bagi siswa sehingga autentik, konteks yang relevan yang dialami.

Menurut Yamin dan Ansari, (2012:91) teori kontruktivisme dapat dikata- kan berkenaan dengan bagaimana anak memperoleh pengetahuan dalam berin- teraksi dengan lingkungannya. Sehubungan dengan itu Tytler lebih merincikan lagi rancangan pembelajaran dengan teori kontruktivisme yaitu: 1) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan bahasanya sendiri, 2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamanya, sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, 3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, 4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang

telah dimiliki siswa, 5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, 6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

b) Teori belajar kognitif Piaget

Teori kognitivisme mengacu pada wacana psikologi kognitif, dan beru- paya menganalisis secara ilmiah proses mental dan struktur ingatan atau cognition

dalam aktifitas belajar. Piaget (dalam Lapono, 2008: 1-18) memandang bahwa individu sebagai struktur kognitif, peta mental, skema atau jaringan konsep guna memahami dan menanggapi pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan. Piaget (dalam Rifa’I dan Anni, 2009:26) menyatakan bahwa perkembangan kognitif manusia terdiri dari empat tahap, yaitu:

(1) Tahap sensorimotorik (sensorimotor intelligence), yang terjadi dari lahir sampai usia 2 tahun. Pada tahap ini bayi menyusun pemahaman indera dan gerakan motorik mereka. Bayi hanya memperlihatkan pola reflektif untuk beradaptasi dengan dunia dan menjelang akhir tahap ini bayi menunjukkan pola sensorimotorik yang lebih kompleks.

(2) Tahap praoperasional (preoperational thought), yang terjadi dari usia 2 sampai 7 tahun. Pada tahap ini lebih bersifat simbolis, egoisentris dan in- tuitif, sehingga tidak melibatkan pemikiran operasional. Pemikiran tahap ini terbagi menjadi dua sub tahap, yaitu simbolik dan intuitif. Bayi belum mampu berpikir konseptual namun perkembangan kognitif telah dapat di- amati.

(3) Tahap operasional kongkrit ( concrete operation), yang terjadi dari usia 7 sampai 11 tahun. Pada tahap ini anak mampu mengoperasionalkan berbagai

logika, namun masih dalam bentuk benda kongkrit. Pada tahap ini juga ber- kembang daya mampu anak berpikir logis untuk memecahkan masalah kongkrit.

(4) Tahap operasional formal ( formal operation), yang terjadi dari usia 7 sam- pai 15 tahun. Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak, idealis, dan logis. Kecakapan kognitif mencapai puncak perkembangan. Anak mampu memprediksi, berpikir tentang situasi hipotesis, tentang hakikat berpikir ser- ta mengapresiasi struktur bahasa dan berdialog. Bergaul, mendebat, berdalih adalah sisi bahasa remaja yang merupakan cerminan kecakapan berpikir abstrak dalam atau melalui bahasa.

c) Teori Belajar Bermakna (meaningfull learning)

Menurut Trianto, (2010:27) Belajar bermakna (meaningfull learning)

yang digagas Ausubel adalah suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Dalam proses pembelajaran siswa akan lebih mudah memahami dan mempelajari, karena guru mampu dalam memberi kemudahan bagi siswanya sehingga mereka dengan mu- dah mengaitkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah ada dalam pikirannya. Guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar bermakna. Mereka yang berada pada tingkat pendidikan dasar, akan lebih bermanfaat jika siswa diajak beraktivitas, dilibatkan langsung dalam kegiatan pembelajaran. Dapat juga menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram dan ilustrasi namun disesuaikan dengan tahap pemikirannya.

Dari pendapat diatas, teori kontruktivisme, teori kognitif dan teori belajar bermakna adalah teori yang mendasari model pembelajaran Learning Cycle. Pada teori konstruktivisme menegaskan bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru kepikiran siswa. Ini berarti siswa sendiri yang harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuan yang didapat dari pengalaman belajarnya. Dan guru hanya membangun dan mengarahkan pengalaman siswa sesuai dengan yang dialaminya dan tahap pemikirannya. Berdasarkan teori kognitif, tahap pemikiran siswa yang berada pada tingkat pendidikan dasar, siswa masih dalam tahap pemikiran operasional konkret yang pada dasarnya pembangunan pengalaman siswa dan logika siswa masih menggunakan bentuk benda konkret agar lebih bermakna dan mudah diingat dalam belajar. Kemudian dalam teori belajar bermakna, guru memberi kemudahan bagi siswanya dalam belajar dengan mengaitkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah ada dalam pikirannya, sehingga lebih bermanfaat jika siswa diajak beraktivitas, dilibatkan langsung dalam kegiatan pembelajaran. Jadi belajar menggunakan Learning Cycle ini berarti menuntut keterlibatan anak secara aktif membangun pengetahuannya melalui berbagai jalur, seperti membaca, berfikir, mendengar, berdiskusi, mengamati dan melaporkannya. Pembelajaran harus disusun dengan membangun model pembelajaran pengetahuan, meningkatkan kerjasama, dan mendesain lingkungan yang autentik.

2.1.8 Media Pembelajaran Flashcard

Menurut Susilana dan Riyana (2008 : 95-98) Flashcard adalah media pembelajaran dalam bentuk kartu bergambar yang berukuran 25X30 cm. Gambar-

gambarnya dibuat menggunakan tangan atau foto, atau memanfaatkan gambar/foto yang sudah ada yang ditempelkan pada lembaran-lembaran

Flashcard. Gambar-gambar yang ada pada Flashcard merupakan rangkaian pesan yang disajikan dengan keterangan setiap gambar yang dicantumkan pada bagian belakangnya. Flashcard hanya cocok untuk kelompok kecil siswa tidak lebih dari 30 orang siswa.

Media Flashcard termasuk dalam media visual, Levie dan Lentz (dalam Arsyad, 2011:16-17) mengemukakan 4 fungsi media khususnya visual yaitu: 1. Fungsi atensi media visual yang merupakan inti, yaitu menarik dan me-

ngarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan.

2. Fungsi afektif media visual terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar.

3. Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang tergantung dalam gambar.

4. Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam memahami isi pelajaran yang disajikan dan mengingatnya kembali.

Kelebihan menggunakan Flashcard dalam pembelajaran yaitu.

1. Mudah di bawa-bawa : Dengan ukuran yang kecil Flashcard dapat disimpan di tas bahkan di saku, sehingga tidak membutuhkan ruang yang luas, dapat digunakan di mana saja, di kelas ataupun di luar kelas. Flashcard bisa seukuran dengan postcard

2. Praktis : dilihat dari cara pembuatan dan penggunaannya, media Flashcard

sangat praktis, dalam menggunakan media ini guru tidak perlu memiliki keahlian khusus, media ini tidak perlu juga membutuhkan listrik. Jika akan menggunakan kita tinggal menyusun urutan gambar sesuai dengan keinginan kita, pastikan posisi gambarnya tepat tidak terbalik, dan jika sudah digunakan tinggal disimpan kembali dengan cara diikat atau menggunakan kotak khusus supaya tidak tercecer.

3. Gampang diingat : karakteristik media Flashcard adalah menyajikan pesan- pesan pendek pada setiap kartu yang disajikan. Misalnya mengenal huruf, mengenal angka, mengenal nama binatang, atau tata cara berwudlu dan sebagainya. Sajian pesan-pesan pendek ini akan memudahkan siswa untuk mengingat pesan tesebut. Kombinasi antara gambar dan teks cukup memudahkan siswa untuk mengenali konsep sesuatu, untuk mengetahui nama sebuah benda dapat dibantu dengan gambarnya, begitu juga sebaliknya untuk mengetahui apa wujud sebuah benda atau konsep dengan melihat huruf atau teksnya. Menurut indriana, (2011:69) Flashcard gampang diingat karena kartu bergambar yang sangat menarik perhatian, atau berisi huruf atau angka yang

simpel dan menarik, sehingga merangsang otak untuk lebih lama mengingat pesan yang ada dalam kartu tersebut.

4. Menyenangkan: Media Flashcard dalam penggunannya bisa melalui permainan. Misalnya siswa secara berlomba-lomba mencari satu benda atau nama-nama tertentu dari Flashcard yang disimpan secara acak, dengan cara berlari siswa berlomba untuk mencari sesuai perintah. Selain mengasah kemampuan kognitif juga melatih ketangkasan (fisik).

Cara pembuatan Flashcard (Susilana dan Riyana, 2008:95-98) sebagai berikut:

1. Siapkan kertas yang agak tebal seperti kertas duplek atau dari bahan kardus. 2. Kertas tersebut diberikan tanda dengan pensil atau spidol dan menggunakan

penggaris, untuk menentukan ukuran 25X30 cm

3. Potong-potonglah kertas duplek tersebut dapat menggunakan gunting atau pisau kater hingga tepat berukuran 25X30 cm. Buatlah kartu-kartu tersebut sejumlah gambar yang akan ditempelkan atau sejumlah materi yang kita butuhkan.

4. Selanjutnya, jika objek gambar akan langsung dibuat dengan tangan, maka kertas alas tadi perlu dilapisi dengan kertas halus untuk menggambar, misalnya kertas HVS, kertas concort atau kertas karton.

5. Mulailah menggambar dengan menggunakan alat gambar seperti kuas, cat air, spidol, pensil warna, atau membuat desain menggunakan komputer dengan ukuran yang sesuai lalu setelah selesai ditempelkan pada alas tersebut.

6. Jika gambar yang akan ditempel memanfaatkan yang sudah ada, misalnya gambar-gambar yang di jual di toko, di pasar, maka selanjutnya gambar- gambar tersebut tinggal di potong sesuai dengan ukuran, lalu ditempelkan menggunakan perekat atau lem kertas.

7. Pada bagian akhir adalah memberi tulisan pada bagian kartu-kartu tersebut sesuai dengan nama objek yang ada didepannya.

Persiapan penggunaan Flashcard dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Mempersiapkan diri. Guru perlu menguasai bahan pembelajaran dengan baik, memiliki keterampilan untuk menggunakan media tersebut

2. Mempersiapkan Flashcard : Sebelum dimulai pembelajaran pastikan bahwa jumlahnya cukup, cek juga urutannya apakah sudah benar, dan perlu atau tidaknya media lain untuk membantu.

3. Mempersiapkan tempat : terpenting adalah semua siswa bisa dapat melihat isi

Flashcard dengan jelas dari semua arah.

4. Mempersiapkan siswa : Sebaiknya siswa ditata dengan baik, perhatikan siswa untuk memperoleh pandangan secara memadai.

Cara Menggunakan media Flashcard dalam pembelajaran langkah- langkahnya sebagai berikut:

1. Persiapkan diri, cek Flashcard, tempat dan siswa

2. Kartu-kartu yang sudah disusun dipegang setinggi dada dan menghadap ke depan siswa.

4. Berikan kartu-kartu yang telah diterangkan tersebut kepada siswa yang duduk di dekat guru. Mintalah siswa untuk mengamati kartu tersebut satu persatu, lalu teruskan kepada siswa yang lain sampai semua siswa kebagian.

5. Jika sajian dengan cara permainan, letakan kartu-kartu tersebut di dalam sebuah kotak siapkan siswa yang akan berlomba misalnya tiga orang berdiri sejajar, kemudian guru memberikan perintah.

2.1.9 Penerapan Model Siklus Belajar (Learning Cycle) dengan Media Flashcard pada Pembelajaran IPA

Langkah-langkah pembelajaran menggunakan siklus belajar (Learning Cycle) dengan media Flashcard pada pebelajaran IPA sebagai berikut.

1)Guru menyiapkan materi, media Flashcard dan mengkondisikan siswa.

2)Guru membangkitkan minat dan keingintahuan siswa dengan mengajukan pertanyaan tentang proses faktual kehidupan sehari-hari. (pembangkitan minat)

3)Guru menjelaskan materi dengan bantuan Flashcard dengan cara guru memegang Flashcard yang sudah disusun dipegang setinggi dada dan menghadap ke depan siswa, sembari guru menjelaskan cabutlah kartu-kartu tersebut. (pembangkitan minat)

4)Berikan Flashcard yang sudah diterangkan kepada siswa yang duduknya paling dekat dengan guru sampai semua siswa kebagian kemudian siswa mengamati Flashcard tersebut.

5)Guru membimbing siswa diskusi dan bekerjasama dalam kelompok kecil. (eksplorasi)

6)Siswa berdiskusi mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berbentuk

Flashcard secara kelompok. (eksplorasi)

7)Siswa menunjukkan bukti hasil diskusi kelompok. (penjelasan)

8)Guru memotivasi siswa menjelaskan konsep yang dibahas dengan kalimat sendiri saat presentasi. (penjelasan)

9)Guru dan siswa melakukan diskusi ulang dan bersama-sama menyimpulkan hasil pemecahan masalah. (penjelasan)

10) Siswa menerapkan konsep dan keterampilan yang telah dipelajari dalam situasi yang berbeda. (elaborasi)

11) Guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya jika mengalami kesulitan. (elaborasi)

12) Memberikan evaluasi dengan tugas/ latihan siswa sesuai dengan topik dan memeriksa jawaban menggunakan bukti dan penjelasan yang tepat . (evaluasi)

Dokumen terkait