• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1 Landasan Teori

2.1.2 Teori Belajar yang Mendukung

Ada beberapa teori belajar yang menjadi dasar penelitian ini. Teori-teori tersebut antara lain sebagai berikut.

2.1.2.1Teori Konstruktivisme

Kontrusktivisme merupakan teori psikologi tentang pengetahuan yang menyatakan bahwa manusia membangun dan memaknai pengetahuan dari pengalamannya sendiri (Rifa’i & Anni, 2011: 225). Inti dari pembelajaran kontruktivis adalah peserta didik dapat mengkonstruk sendiri informasi yang diperolehnya. Menurut teori kontruktivis yang penting adalah guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengeksplorasi pengetahuannya melalui pengalaman yang diperolehnya sendiri. Guru dapat memberikan stimulus ataupun rangsangan-rangsangan berupa pertanyaan maupun tugas untuk membangun pengetahuan peserta didik. Selain itu, guru juga dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengemukakan ide-ide mereka dalam menyelesaikan soal mengenai apa yang dipahaminya.

Penerapan teori kontruktivis dalam penelitian ini adalah peserta didik dapat membangun pengetahuan sendiri dan menyelesaikan soal dengan membangun ide-ide yang mereka temukan sehingga dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika melalui model pembelajaran PBL dengan pendekatan saintifik. Pada model PBL terdapat tahapan membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, dimana pada tahap ini peserta didik melakukan penyelidikan dituntut kreatif menggali informasi yang dapat membantu mereka dalam menyelesaikan masalah.

2.1.2.2Teori Behavioristik

Menurut pandangan behavioristik sebagai mana diungkapkan oleh Junaedi (2014: 188), belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang dilakukan secara sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan. Suatu individu yang berubah tingkah lakunya secara tidak sadar tidak dapat dikatakan sebagai kegiatan belajar. Pembentukan karakter sebagai usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku peserta didik dipandang sebagai proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri dipandang sebagai hasil belajar. Hasil belajar pembentukan karakter ini berupa karakter peserta didik. Dalam penelitian ini pembentukan karakter yang dimaksud adalah kemandirian belajar peserta didik.

2.1.2.3Teori Piaget

Menurut Rifa’i & Anni (2011: 207), Piaget mengemukakan tiga prinsip utama pembelajaran adalah sebagai berikut.

(1) Belajar Aktif

Proses pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari dalam subjek belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri. (2) Belajar melalui interaksi sosial

Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi diantara subjek belajar. Piaget percaya bahwa belajar bersama akan membantu perkembangan kognitif anak. Melalui interaksi sosial, perkembangan kognitif anak akan mengarah kebanyak pandangan, artinya kognitif anak akan diperkaya dengan macam-macam sudut pandangan dan alternatif tindakan.

(3) Belajar melalui pengalaman sendiri

Perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila didasarkan pada pengalaman nyata daripada bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Permbelajaran disekolah hendaknya dimulai dengan memberikan pengalaman-pengalaman nyata dari pada dengan pemberitahuan-pemberitahuan.

Dengan demikian, teori piaget yang penting dalam penelitian ini adalah keaktifan peserta didik dalam berdiskusi kelompok dan pembelajaran dengan pengalaman sendiri. Hal ini sesuai dengan model pembelajaran PBL dengan pendekatan saintifik.

2.1.2.4Teori Bruner

Menurut Brunner sebagai mana dikutip oleh Daryanto (2014: 52) ada empat pokok yang berkaitan dengan teori belajar. Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses penemuan, peserta didik akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatu penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat hal di atas adalah bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik.

2.1.2.5Teori Vygotsky

Holland sebagaimana dikutip oleh Rifa’i & Anni (2011: 34), Vygotsky mengemukakan bahwa kemampuan kognitif peserta didik berasal dari hubungan sosial dan kebudayaan. Oleh karena itu perkembangan anak tidak bisa dipisahkan dari kegiatan sosial dan kultural. Hal ini erat kaitannya dengan pelaksanaan model pembelajaran PBL dimana peserta didik melakukan diskusi untuk memahami materi yang diberikan.

Vygotsky berpandangan bahwa pengetahuan dipengaruhi situasi dan bersifat kolaboratif, artinya pengetahuan didistribusikan diantara orang dan lingkungan yang mencakup objek, artefak, buku, alat, dan tempat orang berinteraksi. Vygotsky mengemukakan tentang beberapa ide tentang zone of proximal developmental (ZPD) yang merupakan serangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak secara sendirian tetapi dapat dipelajari dengan bantuan orang dewasa atau anak yang lebih mampu. Scaffolding sangat erat kaitannya dengan ZPD, yaitu teknik mengubah tingkat dukungan (Rifa’i & Anni, 2011: 35).

Implementasi dari teori vygotsky pada model pembelajaran PBL adalah pada kegiatan diskusi dimana kelompok perlu dirancang oleh guru agar terbentuk kelompok dengan kemampuan anggota yang heterogen. Dengan perbedaan kemampuan ini maka proses diskusi dapat berlangsung lebih baik karena akan timbul ketergantungan positif antar anggota kelompok dalam proses pembelajaran. Peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai fasilitator dan pendukung dalam proses diskusi. Ketika kemampuan peserta didik mengalami peningkatan maka bentuk dukungan yang diberikan dikurangi.

2.1.2.6Teori Belajar Ausubel

Teori Ausubel dikenal dengan belajar bermakna. Teori ini membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menerima, peserta didik hanya menerima kemudian menghafalkan. Sedangkan pada belajar menemukan, konsep ditemukan oleh peserta didik sehingga mereka tidak menerima pelajaran begitu saja (Suherman, 2003: 32). Bagi Ausubel, menghafal berlawanan dengan belajar bermakna. Pada belajar menghafal, peserta didik menghafalkan materi yang sudah diperolehnya, tetapi pada belajar bermakna materi yang telah diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih di mengerti.

Berdasarkan teori Ausubel, dalam membantu peserta didik untuk menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan konsep-konsep awal yang sudah dimiliki peserta didik yang berkaitan dengan konsep-konsep yang akan dipelajari. Jika dikaitkan dengan model pembelajaran berdasarkan masalah, dimana peserta didik mampu mengerjakan permasalah autentik sangat memerlukan konsep awal yang sudah dimiliki peserta didik sebelumnya untuk suatu penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata (Trianto, 2007: 26).

Dokumen terkait