• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Kerangka Teori

3. Teori Civil Society

.

Wacana civil society harus diakui tidak hanya berkembang disebagian besar negara berkembang yang berbasis kekuasaan otoritarian saja, namun juga di negara-negara maju seperti di Barat yang mapan dari segi ekonomi dan politik. Kemungkinan yang membedakan tema pembicaraan di kedua wilayah ini adalah, apabila di Barat wacana akan lebih mengarah kepada penataan struktur

masyarakatnya yang dihantui ketakutan penyimpangan dari rel etika demokrasi dan ancaman integrasi sosial. Sedangkan dinegara-negara berkembang gugatan akan lebih diarahkan pada eksistensi negara sebagai aktor yang berdiri amat kokoh dalam mempertahankan supremasi atas civil society. Gerakan penguatan civil society yang muncul di negara berkembang lebih dirasakan sebagai reaksi atas tuntutan pluralisasi kehidupan sosial politik, yaitu kondisi-kondisi yang

27

Diadaptasi dan dirangkum dari Building Peoples Organization, editor: Denis Murphy, Asian Community for People Organization.

28

Mansour Fakih, dkk. 2003. Menegakkan Keadilan dan Kemanusiaan: Pegangan untuk Membangun Gerakan Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Insist Press. Hal 136.

ditandai perjuangan kekuatan-kekuatan civil society untuk memperoleh otonomi terhadap negara29

Konsep civil society sebagai sebuah gagasan, muncul dari tradisi pemikiran barat yang bisa dilacak keberadaanya dari zaman Yunani kuno. Versi awal dari konsep ini bersumber dari gagasan Aristoteles mengenai politike koinonia yang menggambarkan sebuah masyarakat politik dan etis, dimana warga negara di dalam berkedudukan sama didepan hukum. Dalam bahasa Latin politike koinonia disebut juga societas civilis, yang berarti masyarakat politik atau komunitas politik. Istilah komunitas politik ini merujuk pada polis, dan dipahami sebagai tujuan (telos) atau kodrat manusia sebagai mahluk politik (political animal/zoon politicon)

.

30

. Meski gagasan Aristotelian tentang zoon politicon secara esensial ditanggap elit, ide ini merupakan suatu bentuk awal dari masyarakat sipil karena ada ruang sisa untuk orang-orang yang tidak berperan sebagai zoon politicon. Dalam formula selanjutnya, konstruksi masyarakat sipil dipahami sebagai ruang untuk kewarganegaraan itu sendiri bukan lagi sisa masyarakat politik tetapi sentral aktivitas politik itu sendiri31

a. Gagasan Hegel tentang Civil Society

.

Civil society menurut Hegel adalah konsep yang kompleks, yang terdiri dari keseluruhan cakupan proses. Semua proses tersebut terlokasikan secara

29

Eddi Wibowo, dkk. 2004. Kebijakan Publik Pro Civil Society. Yogyakarta: YPAPI. Hal 19. 30

Adi Suryadi Culla. 2002. Masyarakat Madani, Pemikiran, teori, dan relevansinya dengan cita-cita reformasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal 47.

31

Nerra Chandoke. 2001. Benturan Negara dan Masyarakat Sipil. Yogyakarta: Institut Tafsir Wacana. Hal 116.

historis, sebagaimana yang dimiliki oleh masyarakat borjuis. Oleh karena itu, civil society adalah suatu paket hubungan sosial yang terpenetrasi oleh logika ekonomi kapitalis32. Bagi Hegel, civil society tidak dapat diberikan sebagaimana adanya, harus diorganisasi atau dengan kata lain memerlukan kontrol. Civil society memerlukan pembatasan dan penyatuan dengan negara melalui kontrol hukum, administratif, dan politik. Jika dirunut lebih jauh, pendapat Hegel ini merupakan reaksi terhadap gerakan politik pada zamannya yang ingin menempatkan civil society sebagai antithesis dari negara, dan karena itu civil society oleh Hegel ditempatkan sebagai elemen politik dibawah supremasi negara. Pandangan Hegel ini juga menyamakan civil society dengan kelas borjuasi atau buegerliche gesellschaft.33

b. Gagasan Marx tentang Civil Society

Dalam uraiannya, Marx memulai dengan premis Hegelian tetapi menghancurkan logika analisa dan menghancurkan kesimpulan yang mengikutinya. Marx memperbaiki keutamaan civil society dan menghasilkan subordinasi negara terhadap lingkungan. Civil society dalam formulasi Marx menjadi tahap dimana terjadi dialetika antara sosial dan politik, antara dominasi dan resistensi, antara opresi dan emansipasi. Menurut Marx, karena civil society adalah teater sejarah, civil society harus mencari cara penyelamatan, aktor yang

32

Ibid. Hal 188. 33

ditempatkan di dalam civil society itu sendiri dan yang merubah masyarakat sipil. Masyarakat sipil tidak dapat diselamatkan oleh sistem yang dipaksakan34

Marx berhasil membangun dua fakta dalam formulasi ini. Pertama, bahwa wilayah sipil tidak ditransformasi oleh revolusi borjuis. Bahkan kekuasaan yang tidak terbatas yang dimiliki oleh kaum borjuis telah meningkatkan opresif dalam lingkungan masyarakat sipil. Kedua, klaim negara atas universalitas adalah palsu. Semua yang terjadi adalah bahwa beberapa kekuasaan yang sebelumnya dilaksanakan oleh kekuasaan politik telah diprivatisasi, yaitu kekuasaan tersebut telah dilimpahkan kepada kelas yang memiliki properti. Logika yang sama yaitu logika eksploitasi kapitalisme terus mengatur kedua wilayah tersebut

.

35

Sebagaimana Hegel, Marx menganggap negara sebagai entitas yang terpisah dan berhadapan dengan civil society, tetapi titik tolak gagasan Marx tidak terletak pada paradigma idealistik seperti yang diasumsikan Hegel. Marx berpendapat bahwa posisi civil society terletak pada basis materill atau ekonomi, atau apa yang disebut dengan the realm of the needs and necessity dari hubungan produksi kapitalisme. Dan oleh karena itu, mengikuti Hegel maka civil society disamakan dengan burgerliche geselschaft

.

36

c. Gagasan Antonio Gramsci mengenai Civil Society

.

34

Ibid. Hal 23. 35

Nerra Chandoke. 2001. Benturan Negara dan Masyarakat Sipil. Yogyakarta: Institut Tafsir Wacana. Hal 206-208.

36

Antonio Gramsci seorang pemikir dari Italia, memberikan konstribusi kepada teori politik sebuah gagasan berharga mengenai masyarakat sipil dan masyarakat politik, hegemoni dan peran intelektual. Hasilnya adalah ekspansi lapis tiga dalam teori politik Gramsci, yaitu sebuah ekspansi dalam teori negara, mengalir dari ekspansi ide tentang kekuasaan dan dominasi dan ekspansi konsep revolusi. Melalui konseptualisasi-konseptualisasi tersebut, muncul konsep tentang civil society. Dan ketiga ekspansi tersebut mulai dan berakhir pada penolakan yang berkaitan dengan strategi revolusioner.

Dalam pandangan Gramsci, perbedaan antara civil society dan masyarakat politik juga merupakan perbedaan antara tempat dan bentuk kekuasaan. Masyarakat politik adalah wilayah dimana aparat koersif negara berkonsentrasi, seperti dipenjara, sistem peradilan, angkatan bersenjata, dan polisi. Civil society adalah wilayah dimana negara mengoperasikan bentuk-bentuk kekuasaan secara tidak nampak dan halus melalui sistem religi, pendidikan, budaya, serta institusi lain. Masyarakat politik mendisiplinkan fisik melalui peraturan-peraturan hukum dan penjara, sedangkan masyarakat sipil mendisiplinkan pikiran dan jiwa melalui institusi-institusi tersebut37

Gramsci menawarkan sebuah model untuk memahami dan mengelompokan negara melalui civil society. Menurut Gramsci semua negara merupakan struktur kekuasaan koersif, namun negara tanpa masyarakat sipil merupakan negara yang lemah. Properti dari negara borjuis adalah bahwa mereka

.

37

tidak transparan karena memiliki civil society. Dan dinegara-negara itu, civil society bertindak sebagai filter yang protektif. Di Barat ada hubungan yang layak antara negara dan civil society ketika negara goyang, maka struktur kokoh civil society langsung menjadi terbuka. Negara hanya merupakan parit luar belakang berdirinya benteng dan sistem kerja dunia38

Berbeda dengan Marx yang menempatkan secara rigid posisi civil society pada basis materiil, Gramsci justru melihat civil society sebagai proses suprastruktur dimana proses perebutan kekuasan terjadi. Gramsci menempatkan civil society dalam posisi bersama negara sebagai bagian dari suprastruktur, sedangkan infrastrukturnya adalah cara produksi ekonomi atau sistem ekonomi masyarakat. Bertolak dari konsep ini, civil society berdasarkan gagasan Gramsci dilihat memiliki sifat kemandirian dan politik

.

39

d. Manifestasi Civil Society

.

Tumbuhnya perkumpulan bebas dan asosiasi sebagai manifestasi otonomi akan tumbuh dengan pengertian civil society dalam realitas keseharian yang didefenisikan sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganiasasi dan bercirikan kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-generating) dan keswadayaan (self-supporting), kemandirian yang tinggi terhadap negara, dan keterikatan dengan norma-norma dan nilai-nilai hukum yng diikuti oleh warganya. Manifestasi civil society dalam kehidupan adalah jaringan-jaringan,

38

Nerra Chandoke. 2001. Benturan Negara dan Masyarakat Sipil. Yogyakarta: Institut Tafsir Wacana. Hal 225-227.

39

pengelompokan-pengelompokan sosial yang mencakup mulai dari rumah tangga (household), organisasi-organisasi sukarela termasuk parpol, dan berbagai organisasi atau asosiasi sosial termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi sosial dan keagamaan, paguyuban-paguyuban, dan juga kelompok- kelompok kepentingan (interest group) yang dibuat oleh masyarakat diluar pengaruh negara (Hikam, 1997).

Keterlibatan civil society dalam proses demokratisasi dan sebagai sebuah gagasan adalah lebih realistis untuk membangun masyarakat yang berdasar nilai demokrasi, dibandingkan dengan hanya menbangun demokrasi dalam konteks perangkat institusionalnya berdasar konsep yang ideal dan universal, untuk tidak menjadi sesuatu yang abstrak karena bukan hanya bersifat kosmetik. Ditambahkan oleh Gellner, civil society bukan hanya syarat penting atau prakondisi bagi demokrasi semata. Akan tetapi civil society juga merupakan syarat untuk dirinya sendiri, dengan kata lain apa yang disebut kebebasan dan kemandirian itu inheren sebagai kondisi civil society itu sendiri. Artinya, baik secara internal (sehubungan interaksi keanggotaan yang dikembangkan dalam lingkungan internal kelompok) maupun secara eksternal (dalam hubungannya dengan kehidupan politik terutama negara), kehadiran civil society merupakan cermin adanya kondisi demokrasi dan demokratisasi40

Secara garis besar, pemaknaan civil society akan bermuara pada tiga aspek yaitu, aspek horizontal, aspek vertikal, dan gabungan dari kedua tersebut. Aspek

.

40

‘horizontal” dari civil society lebih menekankan pemahamam pada aspek budaya. Civil society disini erat hubungannya dengan civility atau keberadaban dan fraternity. Para pemikir yang concern pada aspek ini, memberikan istilah civil society sebagai masyarakat madani atau madinah dan mencoba melihat relevansi konsep tersebut dan menekankan toleransi antar agama. Aspek kedua yaitu aspek ‘vertikal’, menekankan otonomi masyarakat terhadap negara dan erat kaitannya dengan aspek politik. Istilah civil disini akan lebih dekat kepada citizen dan liberty. Pembahasan pada kelompok aliran ini, intinya menekankan asosiasi yang terletak diantara individu (keluarga) dengan negara yang posisinya relatif otonom dan mandiri. Sedangkan aspek ketiga civil society, menawarkan pembahasan dan analisis yang lebih luas dengan menggabungkan kedua aspek baik ‘horizontal’ maupun ‘vertikal’.

Indikator-indikator yang bisa diidentifikasikan dari ketiga aspek tersebut yang bisa dikemukakan adalah41

a. Tingkat trust diantara civil society :

Trust diantara kelompok-kelompok sosial yang ada merefleksikan adanya aspek ‘horizontal’ dari sebuah civil society, yaitu aspek toleransi.

b. Jumlah Civil society organization yang ada

Pengukuran mengenai jumlah organisasi-organisasi civil society yang ada merefleksikan aspek vertikal dari pemaknaan civil society.

41

c. Indikator yang selanjutnya memberikan penjelasan civil society dari aspek ketiga yaitu gabungan dari aspek horizontal dan vertikal dari pembahasan civil society. Mengikuti Helmut Anheier dari Center for Civil Society, London School of Economics yang merumuskan Index of civil society, yang mengakomodir baik aspek ‘horizontal’ dan ‘vertikal’ dari civil society, akan terdapat empat dimensi dari aspek ketiga ini, yaitu: Struktur (structure), Ruang (space), Nilai (values), Dampak (impact).

Faktor-faktor yang Berpotensi Menghambat atau Mendorong Perkembangan Civil Society42

1. Budaya Politik

:

2. Tingkat Kesatuan dalam civil society yaitu Kesamaan Visi dan Misi dari komponen-komponen civil society, Jaringan kerja civil society, Partisipasi. 3. Dukungan Dana dari Luar Negeri.

F. Metodologi Penelitian

Dokumen terkait