• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Kerangka Teori

2. Teori Gerakan Sosial

Hak Asasi Manusia, selama ini lebih banyak dianggap dan diperlakukan sebagai urusan negara dengan pendekatan legalistik formal. Dengan pendekatan seperti itu, HAM menjadi hanya urusan pasal-pasal dan tidak pernah menjadi urusan rakyat jelata. Diperlukan suatu pendekatan yang berbeda, sebagai alternatif untuk memperjuangkan HAM. Kita harus membuat urusan HAM menjadi urusan rakyat.

Mayoritas rakyat memerlukan kendaraan politik untuk memperjuangkan perlindungan HAM mereka. Sementara itu, parlemen dan partai politik sulit diharapkan untuk memberikan perlindungan HAM kepada rakyat kecil. Atas dasar itu, diperlukan suatu pendekatan alternatif, yakni dengan membangun gerakan HAM sebagai social movements. Gerakan sosial ini merupakan kendaraan kekuatan politik rakyat untuk menekankan perlunya negara mengindahkan HAM dan perlunya menepati komitmen perlindungan HAM terhadap rakyat dan mereka yang terpinggirkan.

Gerakan sosial (social movements) adalah suatu gerakan spontan yang dikembangkan oleh para korban Pelanggaran HAM dan didukung oleh kelompok- kelompok lain, seperti mahasiswa maupun kaum intelektual untuk

memperjuangkan HAM oleh rakyat sendiri. Gerakan HAM selanjutnya merupakan suatu gerakan sosial yang membangun identitas kolektif sebagai korban Pelanggaran HAM.

Akan tetapi, gerakan sosial dalam bentuk identitas kolektif sebagai kelompok yang dilanggar hak-hak asasi mereka, tidak akan muncul dengan sendirinya. Pada masa lalu, mereka membutuhkan seseorang. Jika suatu negara yang telah meratifikasi suatu perjanjian (konvensi) HAM, maka negara harus melindungi, memproteksi HAM rakyat. Namun, dalam kenyataanya, perlindungan dan proteksi serta hak-hak rakyat tidak diberikan secara serta merta kepada rakyat. Dengan demikian, perlu usaha bagi rakyat untuk merebut apa yang seharusnya menjadi hak-hak rakyat, dan itulah HAM22

Ketiga, gerakan HAM haruslah merupakan gerakan anti kekerasan, dimana kekerasan bukan dianggap sebagai cara untuk pencapaian tujuan. Namun persoalannya, gerakan HAM seringkali diprovokasi oleh mereka yang memiliki

.

Terdapat tiga Karakter Gerakan HAM:

Pertama, gerakan HAM haruslah berwatak mandiri, bukan menjadi bagian dari partai politik tertentu, ataupun bagian dari program pemerintah. Gerakan HAM adalah gerakan yang dikembangkan oleh kelompok korban pelanggaran HAM.

Kedua, gerakan HAM haruslah didasarkan pada kesadaran kritis dari korban HAM, serta gerakan yang mendasarkan kesadaran pada proses humanisasi dan perlindungan HAM. Karena banyak gerakan mobilisasi sosial yang bukan didasarkan pada kesadaran kritis melainkan oleh rasa dendam, kebencian pada kelompok etnis tertentu, maupun didasarkan pada kesadaran naif lainnya.

22

Mansour Fakih, dkk. 2003. Menegakkan Keadilan dan Kemanusiaan: Pegangan untuk Membangun Gerakan Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Insist Press. Hal 112-114.

kekuasaan untuk melakukan defensi. Usaha untuk mempertahankan diri, bukanlah tindakan kekerasan23

Berbagai teori mengenai gerakan sosial tersebut sangat mengakar dan dipengaruhi oleh teori sosiologi dominan, yaitu ‘fungsionalisme struktural’. Karena penekanannya pada keperluan atau ‘kebutuhan sosial’ fungsional yang harus bertemu, jika sistem adalah untuk mempertahankan kelangsungan dan struktur yang saling berhubungan bertemu dengan kebutuhan-kebutuhan itu.

.

Secara kasar studi mengenai gerakan sosial dapat digolongkan ke dalam salah satu dari dua pendekatan yang berbeda. Pendekatan pertama terdiri atas berbagai teori yang cenderung melihat gerakan sosial sebagai masalah atau sebagai gejala penyakit kemasyarakatan. Herbele (1951), dalam bukunya Social Movements; An Introduction to Political Sociologi, mengkonsepkan bahwa gerakan sosial pada dasarnya adalah bentuk perilaku politik kolektif non-

kelembagaan, yang secara potensial berbahaya karena mengancam stabilitas cara hidup yang mapan. Sementara itu, Maslow (1962) mencoba menggabungkan analisis psikologis dan sktruktural. Ia melihat gerakan mahasiswa dan gerakan sosial lainnya sebagai wakil suatu generasi baru dengan kebutuhan yang lebih tinggi, yang tepatnya karena mereka muncul dalam kesenangan kelas menengah, berada dalam posisi mencari nilai-nilai pasca materi berkaitan dengan tujuan pemenuhan kebutuhan diri sendiri, dan tujuan yang lebih altruistic yang berhubungan dengan kualitas hidup.

23

Fungsionalisme melihat masyarakat dan pranata sosial sebagai sistem dimana seluruh bagiannya saling bergantung satu sama lain dan bekerjasama guna menciptakan keseimbangan. Dengan demikian, keseimbangan merupakan unsur kunci dalam fungsionalisme karena kebutuhan memperbaiki keseimbangan akan selalu ada reorganisasi. Itulah sebabnya penganut fungsionalisme condong melihat gerakan sosial sebagai alternative, yakni menimbulkan konflik yang akan mengganggu harmoni masyarakat.

Meskipun fungsionalisme sebagai aliran pemikiran mengklaim dirinya sebagai teori perubahan, tetapi jika dilihat dari asumsi dasarnya maka

sesungguhnya fungsionalisme bersandar kepada gagasan status quo.

Fungsionalisme sebenarnya merupakan teori stabilitas sosial dan konsensus normatif. Doktrin ini dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa masyarakat adalah bagian dari suatu sistem yang saling bergantung dan berkesuaian satu sama lain, atau sekurang-kurangnya dalam proses saling penyesuaian diri kembali yang berlangsung secara terus menerus. Dengan alasan ini fungsionalisme melihat konflik sebagai sesuatu yang harus dihindari. Parsons, yang dikenal sebagai bapak fungsionalisme, dalam berbagai karya awalnya tentang perubahan sosial dengan jelas menekankan perlunya keseimbangan. Ia menyetujui perubahan didalam sistem dan bukan perubahan sistem sosial. Sesungguhnya, gagasan Parsons adalah tentang perubahan yang bersifat perlahan-lahan dan teratur yang senantiasa

menyeimbangkan kembali, dan hal ini menghasilkan suatu keadaan semacam keseimbangan yang bergerak. Pada umumnya, Parsons mengartikan perubahan

sosial dengan ‘penyimpangan’ dan ‘ketegangan’ yang harus dikendalikan demi alasan keseimbangan. Ia menggunakan istilah dengan konotasi negatif seperti ketidakseimbangan, mekanisme penguasaan, ketegangan dan kekacauan ketika membahas konflik dan perubahan24

Antonio Gramsci adalah pemikir politik yang sangat mempengaruhi pendekatan kedua ini, yakni teori perubahan sosial yang nonreduksionis, khususnya teorinya mengenai hegemoni. Implikasi penggunaan teori hegemoni (hegemony theory) adalah bahwa kelas buruh tidak lagi dianggap sebagai pusat gerakan revolusioner. Gramsci membuka kemungkinan memasukkan kelompok- kelompok baru yang menciptakan aliansi antar unsur kelas buruh. Ia juga membuat teorisasi tentang kemungkinan menciptakan aliansi antar unsur kelas buruh sandaran sebagai bagian proses revolusioner. Laclau dan Mouffe (1985)

.

Pendekatan kedua adalah teori ilmu sosial yang justru melihat gerakan sosial sebagai fenomena positif, atau sebagai sarana konstruktif bagi perubahan sosial. Pendekatan ini merupakan alternatif terhadap fungsionalisme, yang dikenal sebagai teori konflik . Teori konflik pada dasarnya menggunakan tiga asumsi dasar. Pertama, rakyat dianggap memiliki sejumlah kepentingan dasar, dimana mereka akan berusaha secara keras untuk memenuhinya. Akhirnya, nilai dan gagasan adalah senjata konflik yang digunakan oleh berbagai kelompok untuk mencapai tujuan masing-masing, ketimbang sebagai alat mempertahankan identitas dan menyatukan tujuan masyarakat.

24

memperluas teori Gramsci dengan menganggap ‘gerakan sosial buruh’ sebagai model dalam pencarian alternatif atas kemacetan pendekatan Marxisme

tradisional25

Bagaimana mengembangkan gerakan HAM dibutuhkan aktor-aktor

penggerakan dan pengorganisasian gerakan. Perlu diingat bahwa apa yang disebut sebagai ‘community organizer’ atau pengorganisasian gerakan bukanlah tindakan mobilisasi sosial. Perbedaan antara mobilisasi dan pengorganisasian adalah bahwa mobilisasi merupakan proses yang membutuhkan pemimpin yang inspirasional atau provokator untuk dapat menghimpun dan menggerakkan banyak orang untuk bergabung dalam gerakan atau terlibat dalam suatu aksi gerakan tertentu,

sementara pengorganisasian gerakan adalah tindakan ‘organizing’ yang

merupakan kegiatan yang lebih berjangka panjang dan merupakan proses yang berkelanjutan, dimana masa rakyat yang bergabung dengan gerakan memahami secara kritis dan mendalam visi dan tujuan dari gerakan dimana mereka terlibat, serta suatu pemahaman yang didasarkan pada analisis kritis secara kolektif tentang permasalahan HAM. Bergabung dalam gerakan merupakan usaha untuk memberdayakan mereka dan tetap melanjutkan gerakan untuk mencapai tujuan bersama tersebut

.

26

1. Langkah langkah pengorganisasian gerakan HAM yaitu: Integrasi, penyidikan sosial, melakukan percobaan, landasan kerja, pertemuan teratur, bermain

.

Terdapat dua strategi gerakan HAM yaitu:

25

Ibid. Hal 117-119. 26

peran, mobilisasi atau aksi, evaluasi, refleksi dan terbentuknya organisasi rakyat27

2. Proses Pengorganisasian Masyarakat yaitu: teknik dan strategi, mengorganisir pikiran, membangun kesepakatan dan tatanan, terwujudnya sistem kelembagaan

.

28

Dokumen terkait