• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.5 Teori Ekonomi Islam

Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ilmu pengetahuan yang menyoroti masalah perekonomian. Sama seperti konsep ekonomi konvensional lainnya. Hanya dalam sistem ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar dalam setiap aktifitasnya.

Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi islam sebagai suatu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas dalam kerangka syariah. Namun, definisi tersebut mengandung kelemahan karena menghasilkan konsep yang tidak kompatibel dan tidak universal. Karena dari definisi tersebut mendorong seseorang terperangkap dalam keputusan yang apriori (apriory judgement) benar atau salah tetap harus diterima.

Definisi yang lebih lengkap harus mengakomodasikan sejumlah prasyarat yaitu karakteristik dari pandangan hidup islam. Syarat utama adalah memasukkan nilai-nilai syariah dalam ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi islam adalah ilmu sosial yang tentu saja tidak bebas dari nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral merupakan aspek normatif yang harus dimasukkan dalam analisis fenomena ekonomi serta dalam pengambilan keputusan yang dibingkai syariah.

a. M. Umer Chapra

Islami economics was defined as that branch which helps realizehuman well-being through and allocation and distribution of scarceresources that is inconfinnity with Islamic teaching without undulycurbing Individual fredom or creating continued macroeconomic andecological imbalances. Jadi, menurut Chapra ekonomi Islam adalah sebuah pengetahuan yang membantu upaya relisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi

sumber daya yang terbatas yangberada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memeberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan (Santoso, 2016).

b. Menurut Syed Nawab Haider Naqvi, ilmu ekonomi Islam, singkatnya merupakan kajian tentang perilaku ekonomi orang Islam representatif dalam masyarakat muslim moderen (Lahuri, 2012).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ekonomi Islam adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, menganalisis, dan akhirnya menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-cara yang Islami. Ilmu Ekonomi Syariah adalah ilmu yang mempelajari aktivita satau perilaku manusia secara aktual dan empirikal, baik dalam produksi,distribusi, maupun konsumsi berdasarkan Syari’at Islam yang bersumber AlQuran dan As-Sunnah serta Ijma’ para ulama dengan tujuan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

2.5.1 Dasar Hukum Ekonomi Islam

Sebuah ilmu tentu memiliki landasan hukum agar bisa dinyatakan sebagai sebuah bagian dari konsep pengetahuan. Demikian pula dengan penerapan syariah di bidang ekonomi bertujuan sebagai transformasi masyarakat yang berbudaya Islami.

Aktifitas ekonomi sering melakukan berbagai bentuk perjanjian. Perjanjian merupakan pengikat antara individu yang melahirkan hak dan kewajiban. Untuk mengatur hubungan antara individu yang mengandung unsur pemenuhan hak dan kewajiban dalam jangka waktu lama, dalamprinsip syariah diwajibkan untuk dibuat secara tertulis yang disebut akad ekonomi dalam Islam. Ada beberapa hukum yang menjadi landasan pemikiran dan penentuan konsep ekonomi dalam Islam.

Beberapa dasar hukum Islam tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Al-Qur’an

Al-Qur’an memberikan ketentuan-ketentuan hukum muamalat yang sebagian besar berbentuk kaidah-kaidah umum; kecuali itujumlahnya pun sedikit. Misalnya, dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 188 terdapat larangan makan harta dengan cara yang tidak sah, antara lain melalui suap. “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (Q.S Al-Baqarah: 188)

Dalam Q.S. An-Nisa ayat 29 terdapat ketentuan bahwa perdagangan atas dasar suka rela merupakan salah

satu bentuk Muamalat yang halal, yang arti dari ayat tersebut, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (Q.S. An-Nisa: 29).

b. Hadist

Hadist memberikan ketentuan-ketentuan hukum muamalat yang lebih terperinci dari pada Al-Quran, hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Ad-Daruquthni, dan lain-lain dari Said Al-khudri ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda:

Artinya : “Janganlah merugikan diri sendiri dan janganlah merugikan orang lain”. (H.R Al-Baihaqi)

2.5.2 Karakteristik Ekonomi Islam

Yusuf al-Qaradhawi menyatakan bahwa ekonomi Islam itu adalah ekonomi yang berasaskan ketuhanan, berwawasan kemanusiaan, berakhlak dan ekonomi pertengahan. Sesungguhnya ekonomi Isalam adalah ekonomi ketuhana ekonomi kemanusiaan, ekonomi akhlak, dan ekonomi pertengahan. Dari pengertian yang dirumuskan al-Qaradhawi ini muncul empat nilai-nilai utama yang

terdapat dalam ekonomi Islam sehingga menjadi karakteristik ekonomi Islam (Rozalinda, 2015: 10), yaitu:

1. Iqtishad Rabbani (Ekonomi Ketuhanan)

Ekonomi Islam adalah ekonomi Ilahiyyah kerena titik awalnya berangkat dari Allah SWT dan tujuannya untuk menvapai Ridha Allah. Karena itu seorang Muslim dalam aktivitas ekonominya, misalnya ketika membeli atau menjual dan sebagainya bararti menjalankan ibadah kepada Allah. Semua aktivitas ekonomi dalam Islam kalau dilakukan sesuai dengan syariatnya dan niat ikhlas maka akan bernilai ibadah di sisi Allah. Hai itu sesuai dengan tujuan penciptaan manusia di muka bumi, yaitu untuk beribadah kepada-Nya.

2. Iqtishad Akhlaqi (Ekonomi Akhlah)

Hal yang membedakan antara system ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lain adalah dalam sistem ekonomi Islam antara ekonomi dengan akhlak tidak pernah terpisahkan sama sekali, seperti tidak pernah terpisahnya antara ilmu dengan akhlak, antara siyasah dengan akhlak karena akhlak adalah urat nadi kehidupan Islami. Kesatuan antara ekonomi dengan akhlak ini semakin jelas terlihat pada setiap aktivitas ekonomi, bai yang berkaitan dengan produksi, konsumsi, distribusi dan sirkulasi. Seorang Muslim

baik secara pribadi maupun kelompok tidak bebas mengerjakan apa saja diinginkannya ataupun yang menguntungkannya saja., karena setiap Muslim terikat oleh iman dan akhlak yang harus diaplikasikan dalam setiap aktivitas ekonomi, di samping terikat dengan undang-undang dan hukum syariat.

3. Iqtishad Insani (Ekonomi Kerakyatan)

Ekonomi Islam bertujuan untuk mewujudkan kehidupan yang baik dengan member kesempatan bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itu, manusia perlu hidup dengan pola kehidupan rabbani sekaligus manusiawi sehingga ia mampu melaksanakan kewajibannya kepada tuhan, kepad dirinya, keluarga dan kepada manusia lain secara umum. Manusia dalam sitem ekonomi Islam adalah tujuan sekaligus sasaran dalam setiap kegiatan ekonomi karena ia telah dipercayakan sebagai khalifah-Nya (QS Al-Baqarah [2]: 30). Allah memberikan kepada manusia beberapa kemampuan dan sarana yang memungkinkan mereka melaksanakan tugasnya. Karena itu, manusia wajib beramal dengan berkreasi dan berinovasi dalam setiap kerja keras mereka. Dengan demikian akan dapat terwujud manusia sebagai tujuan kegiatan ekonomi delama pandangan Islam sekaligus merupakan sarana dan pelakunya dengan

memanfaatkan ilmu yang telah diajarkan Allah kepadanya.

4. Iqtishad Washathi (Ekonomi Pertengahan)

Karakkteristik Islam adalah sikap pertengahan, seimbang (tawazun) antara dua kutub (aspek duniawi dan ukhrawi) yang berlawanan dan bertentangan. Arti tawazun (seimbang) di antara dua kutub ini adalah memberikan kepada setiap kutub itu haknya masing-masing secara adil atau timbangan yang lurus tanpa megurangi atau melebihkannya seperti aspek keakhiratan dan keduniawian. Dalam sistem Islam, individualisme dan sosialisme bertemu dalam bentuk perpaduan yang harmonis. Di mana kebebasan individu dengan kebebasan masyarakat seimbang, antara hak dan kewajiban serasi, imbalan dan tanggung jawab terbagi dengan timbangan yang lurus.

Tidak banyak yang dikemukakan dalam alquran dan banyak prinsip-prinsip yang mendasar saja, karena dasar-dasar yag sangat tepat, Al-quran dan sunah banyak sekali membahas tentang bagaimana seharusnya kaum muslimin berprilaku sebagai konsumen produsen dan pemilik modal, tetapi hanya sedikit sistem ekonomi.

Al-Qur’an mendorong umat Islam untuk menguasai dan memanfaatkan sektor-sektor dan kegiatan ekonomi dalam skala yang lebihluas dan komprehensif, seperti perdagangan, industri,

keuangan jasa, dan sebagainya, yang ditujukan untuk kemaslahatan dan kepentingan bersama (Rosiana dkk, 2017).

Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Hasyr ayat 7 yang artinya: “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya”(Q.S Al-Hasyr : 7).

Q.S An-Nuur ayat 37 yang artinya: “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang” (QS. An-Nuur: 37).

Dalam melakukan kegiatan ekonomi, Al-Qur’an melarang Umat Islam mempergunakan cara-cara yang batil seperti dengan melakukan kegiatan riba, melakukan penipuan, mempermainkan takaran, dan timbangan, berjudi, melakukan praktik suap-menyuap, dan cara-cara batil lainnya. Seperti fiman Allah yang lainnya dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 275 yang artinya:

“Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba),

Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya” (QS. Al-Baqarah: 275).

2.5.4 Tujuan Ekonomi Islam

Ekonomi Islam mempunyai tujuan untuk:

a. Memberikan keselarasan bagi kehidupan di dunia.

b. Nilai Islam bukan semata hanya untuk kehidupan muslim saja tetapiseluruh makluk hidup dimuka bumi.

c. Esensi proses ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia yang berlandaskan nilai-nlai Islam guna mencapai pada tujuan agama (falah).

Ekonomi Islam menjadi rahmat seluruh alam, yang tidak terbatasoleh ekonomi, sosial, budaya, dan politik dari bangsa. Ekonomi Islammampu mampu menangkap nilai fenomena masyarakat sehingga dalamperjalanannya tanpa meninggalkan sumber teori Ekonomi Islam (Wigayati, 2011).

2.5.4 Pendapatan Dalam Perspektif Islam

Ekonomi sebagaimana yang diketahui adalah kegiatan manusia dengan masyarakat untuk memanfaatkan dan mempergunakan unsur-unsur produksi dengan sebaik-baiknya guna memenuhi berbagai rupa kebutuhan. Keadaan ekonomi dalam suatu masyarakat sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya pendapatan, jenis pekerjaan dan jumlah tanggungan dalam keluarga. Pendapatan sering dijadikan tolak ukur dalam tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-An’am ayat 99 yang artinya:

“Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan Maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman” (QS. Al-An’am: 99).

Dalam QS. Al-An’am: 99 menunjukkan hubungan dari pendapatan yaitu Allah menerangkan bahwa dia menciptakan bumi sebagai hamparan dan langit sebagai atap, menurunkan air hujan menumbuhkan tumbuhan dan menjadikan tumbuh-tumbuhan itu berubah. Maka dia mengeluarkan dari tumbuh- tumbuhan-tumbuhan tanaman yang menghijau. Semuanya itu diciptakan Allah untuk menusia, agar manusia memperhatikan proses penciptaan itu, mempelajari, dan mengelolahnya sehingga bermanfaat bagi manusia, hingga mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan pendapatan yang dimilikinya semakin tinggi.

Dalam perspektif ekonomi Islam, ada satu titik awal yang benar-benar harus kita perhatikan, yaitu ekonomi dalam Islam itu sesungguhnya bermuara kepada akidah Islam yang bersumber dari syariatnya. Ekonomi Islam juga memiliki nilai nilai tertentu (Amalia, 2011), yaitu:

1) Nilai dasar kepemilikan, menurut sistem ekonomi Islam, yaitu:

a. Kepemilikan bukanlah penguasaan mutlak atas sumber-sumber ekonomi, tetapi setiap orang atau badan kemampuannya untuk memanfaatkan sumber-sumber ekonomi tersebut.

b. Lama kepemilikan manusia atas sesuatu benda terbatas pada lamanya manusia tersebut hidup di dunia.

c. Sumber daya yang menyangkut kepentingan umum atau yang menjadi hidup orang banyak harus menjadi pemilik umum.

2) Keseimbangan

Keseimbangan yang terwujud dalam kesederhanaan, hemat, dan menjauhi sikap pemborosan.

3) Keadilan

Keadilan di dalam Al-Qur’an, kata adil disebutkan lebih dari seribu kali, setelah perkataan Allah dan ilmu pengetahuan. Nilai keadilan sangat penting dalam ajaran Islam, terutama dalam kehidupan hukum sosial, politik, dan ekonomi. Untuk itu keadilan harus diterapkan dalam kehidupan ekonomi seperti proses distribusi, produksi, konsumsi, dan lain sebagainya.

Dalam menganalisis kesejahteraan, penghitungan pendapatan berdasarkan Islam juga harus mampu mengenali bagaimana interaksi instrument-instrumen wakaf, zakat, dan sedekah dalam meningkatkan kesejahteraan umat. Dalam Al-Qur’an telah

dijelaskan bahwa manusia yang mendapatkan rezki dan karunia dari Allah swt dari pendapatan yang dia hasilkan, maka dia harus mengeluarkan zakatnya. Karena apapun yang dilakukan oleh manusia, pasti akan ada balasannya. Seperti yg dijelaskan oleh Allah Swt dalam surah Al-Baqarah ayat 265 yang artinya sebagai berikut:

“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran Tinggi yang disiram oleh hujan lebat, Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. jika hujan lebat tidak menyiraminya, Maka hujan gerimis (pun memadai). dan Allah Maha melihat apa yang kamu perbuat” (Q.S Al-Baqarah: 265).

Dalam Q.S Al-Baqarah: 265 menjelaskan tentang perumpamaan orang pentingnya menginfakkan harta dari hasil pendapatan yang kita miliki seperti pengusaha yang menginfakkan hartanya dijalan Allah Swt, karena disetiap harta yang kita miliki ada haknya orang miskin. Dan hak mereka kita berikan dengan mengeluarkan zakat dari pendapatan yang kita dapatkan. Memberi pajak dari hasil usaha pada pemerintah untuk pembangunan ekonomi negara, harta atau pendapatan hasil usaha yang diinfakkan akan diganti oleh Allah Swt dengan berlipat ganda melalui berbagai pihak yang tidak disangka-sangka.

Dokumen terkait