• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.6. Kerangka Teori

1.6.3. Teori Kekuasaan

Salah satu konsep penting dalam pembahasan Ilmu Politik adalah mengenai kekuasaan. Individu atau kelompok yang memiliki kepentingan apapun selalu berkaitan dengan kekuasaan. WA Robson menjelaskan bahwa ilmu politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses, ruang lingkup, dan hasil-hasil. Fokus perhatian tertuju pada perjuangan untuk mencapai atau

56

Maswadi Rauf. Op. Cit. hal. 100.

57 Dwigth King. 1982. “Indonesia’s New Order A Bureaucratic Polity, A New Patrimonial Regime or Bureaucratic Authoritarian Regime: What Difference Does It Make?. dalam Benedict R.O.G Anderson dan Audrey Kahin (eds). Interpreting Indonesian Politics: Thirteen Contributions to The Debate. Ithaca. New York: Cornell University Press (Cornell Modern Indonesia Project Publication 62).

mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan, membuat pengaruh atas orang

lain atau menentang pelaksanaan kekuasaan itu.58

Para sarjana mencoba memberikan batasan mengenai pengertian kekuasaan. Robert M. MacIver, misalnya memberikan pengertian kekuasaan sebagai kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain, baik secara langsung dengan memberi perintah, maupun secara tidak langsung dengan mempergunakan segala alat dan cara

yang tersedia.59 Miriam Budiardjo memberikan batasan kekuasan sebagai kemampuan

seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan

keinginan atau tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.60 Charles F. Andrain

mendefinisikan kekuasaan sebagai penggunaan sejumlah sumber daya (aset, kemampuan) untuk memperoleh kepatuhan (tingkah laku menyesuaikan) dari orang lain.61

Definisi tentang kekuasaan yang dikemukakan di atas menjelaskan bahwa setiap relasi kekuasaan biasanya berjalan secara tidak seimbang, seorang pelaku memiliki kekuasaan yang lebih besar dari pelaku lain. Ketidakseimbangan itu justru menimbulkan ketergantungan dan semakin besar ketimpangan hubungan maka akan semakin besar pula sifat ketergantungannya. Lebih dari itu, bisa saja terjadi seseorang memiliki kekuasaan sepenuhnya atas orang lain, sedangkan orang tersebut sama sekali tidak memiliki daya upaya apapun untuk bertindak atas perlakuan orang pertama.

Ketika masa modern saat ini, teori kekuasaan tidak saja menjadi area yang sangat berkaitan erat dengan negara meskipun kekuatan negara bisa menjadi alat

pemaksa untuk membagikan sumber-sumber daya bagi warganya.62 Setiap individu dan

kelompok dalam masyarakat yang berkepentingan akan berusaha merebut sumber- sumber daya yang terbatas sifatnya acapkali memiliki kekuasaan yang bersumber dari

berbagai macam cara. Oleh karena itu, kekuasaan dapat dibedakan dengan authority

(wewenang) dan legitimacy (legitimasi, keabsahan). Kewenangan adalah kekuasaan,

tetapi kekuasaan tidak selalu berupa kewenangan. Kewenangan merupakan kekuasaan

58 W.A. Robson. 1954. The University of Teaching of Social Sciences: Political Science. Paris: Unisco. hal. 24.

59 Robert MacIver. 1961. The Web of Government. New York: The Macmillians Company. hal. 22. 60

Miriam Budiardjo. 2008. Edisi Revisi. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. hal. 17-18.

61 Charles F. Andrain. 1992. Kehidupan Politik dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana. hal. 130.

62

yang memiliki keabsahan (legitimate power), sedangkan kekuasaan tidak selalu memiliki keabsahan. Sedangkan legitimasi merujuk pada keyakinan anggota-anggota masyarakat bahwa wewenang yang ada pada seseorang, kelompok atau penguasa patut untuk dihormati.

Legitimasi didasarkan pada persepsi bahwa pelaksanaan wewenang itu sesuai dengan asas-asas dan prosedur yang sudah diterima secara luas dalam masyarakat dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan serta prosedur yang sah. Sebagaimana yang dijelaskan David Easton bahwa keabsahan adalah ” the conviction on the part of the remember that it is right and proper for him to accept and obey the authorities and to abide by the requirements of the regime” (keyakinan dari pihak anggota masyarakat bahwa sudah wajar bagi dia untuk menerima dan menaati penguasa serta memenuhi

tuntutan-tuntutan dari rezim itu).63

Bagi penganut demokrasi, kekuasaan yang berarti kekuasaan dari rakyat oleh

rakyat dan untuk rakyat, sebenarnya gagasan yang sangat fundamental dalam memaknai penggunaan kekuasaan. Wewenang kekuasaan hanya dapat digunakan melalui legitimasi proses-proses demokratis, seperti pemilihan umum. Kekuasaan harus diperoleh dan diperebutkan untuk memaksimalkan kepuasan adanya keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam proses penentuan kebijakan sebagai solusi untuk mengatasi masalah warga itu sendiri. Kekuasaan dapat disebut demokratis jika tersedia institusi dan prosedur yang memungkinkan warga negara mengekspresikan pilihan- pilihannya secara efektif dan adanya mekanisme kompetisi yang terlembaga dalam memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan. Selain itu, adanya hak berpartisipasi dalam menseleksi para pemimpin atau kebijakan-kebijakan yang nantinya memiliki dampak bagi warga negara.64

Seseorang atau sekelompok orang agar dapat memperoleh kekuasaan harus memiliki sumber-sumber kekuasaan dan cara-cara untuk memperoleh serta mempertahankan kekuasaan. Perjalanan kekuasaan yang efektif bergantung pada tipe- tipe sumber kekuasaan yang tersedia. Untuk memperoleh kepatuhan, para pemimpin politik biasanya memperluas persediaan sumber daya mereka dan menggunakan secara lebih efisien sumber daya yang telah mereka miliki.

63 David Easton. 1965. A System Analysis of Political Life. New York: John Wiley and Son. hal. 278. 64

Renske Doorenspleet. 2005. Democratic Transitition: Exploring the Structural Sources of the Fourth Wave. London: Lynne Rienner Publisher Inc. hal. 15.

Menurut Miriam Budiardjo, sumber-sumber kekuasaan dapat berupa kedudukan. Misalnya seorang komandan terhadap anak buahnya atau seorang majikan terhadap pegawainya. Dalam kasus ini bawahan dapat ditindak jika melanggar disiplin kerja atau melakukan korupsi. Sumber kekuasaan dapat pula berupa kekayaan. Misalnya seorang pengusaha kaya mempunyai kekuasaan atas seorang politisi atau seorang bawahan yang mempunyai utang yang belum dibayar kembali. Kekuasaan dapat pula bersumber pada kepercayaan atau agama. Di banyak tempat alim ulama mempunyai kekuasaan terhadap umatnya, sehingga mereka dianggap sebagai pemimpin informal

yang perlu diperhitungkan dalam proses pembuatan keputusan di tempat itu.65

Charles F. Andrain membedakan lima tipe sumber daya kekuasaan yaitu sumber

daya fisik, ekonomi, normatif, keahlian dan personal.66 Dengan menggunakan sumber-

sumber kekuasaan itu, seseorang atau sekelompok orang dapat mempengaruhi orang lain untuk mengikuti kehendak atau keinginannya. Andrain juga menjelaskan perbedaan motif kepatuhan dalam masing-masing tipe sumber daya kekuasaan.

Tabel 1.2

Tipe-Tipe Sumber Kekuasaan Tipe Sumber

Daya Contoh Sumber Daya Motivasi untuk Mematuhi

Fisik Senjata, senapan, bom, rudal B “berusaha menghindari cedera

fisik” yang disebabkan oleh A

Ekonomi Kekayaan, pendapatan, kontrol

atas barang dan jasa

B “berusaha memperoleh kekayaan” dari A

Normatif Moralitas, kebenaran, tradisi,

relijius, legitimasi, wewenang

B “mengakui bahwa A mempunyai hak moral untuk mengatur” prilaku B

Personal Karisma pribadi, daya tarik,

persahabatan, popularitas

B “mengidentifikasi diri merasa tertarik” dengan A

Ahli Informasi, pengetahuan,

intelejensi, keahlian teknis

B “merasa bahwa A mempunyai pengetahuan dan keahlian yang lebih”

Sumber: Charles F. Andrain. 1992. Kehidupan Politik dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana. hal. 132.

Dalam bagian lain, Andrain mengemukakan bahwa sumber kewenangan seseorang atau kelompok untuk memerintah berasal dari: (1) hak memerintah berdasarkan dari tradisi, yaitu kepercayaan yang telah berakar dipelihara terus menerus

65 Miriam Budiardjo. 1984. “Konsep Kekuasaan: Tinjauan Pustaka”. dalam Budiardjo. Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan Wibawa. Jakarta: Gramedia. hal. 13.

66

dalam masyarakat; (2) hak memerintah berasal dari Tuhan, Dewa, atau Wahyu. Kewenangan memerintah berasal dari kekuatan yang sakral; (3) hak memerintah berasal dari kualitas pribadi sang pemimpin, baik penampilannya yang agung dan dirinya yang populer maupun karena memiliki karisma; (4) hak memerintah berasal dari sumber yang bersifat instrumental, seperti keahlian dan kekayaan; dan (5) hak memerintah berasal dari peraturan perundang-undangan yang mengatur prosedur dan syarat-syarat menjadi

pemimpin pemerintahan.67

Sumber kewenangan yang disebut terakhir adalah kewenangan yang bersifat prosedural, yaitu hak memerintah berdasarkan sumber-sumber legal atau peraturan perundang-undangan yang bersifat tertulis maupun tidak tertulis. Sedangkan empat sumber yang disebut pertama merupakan kewenangan yang bersifat substantif, yaitu hak memerintah berdasarkan faktor-faktor yang melekat pada diri pemimpin, seperti tradisi, sakral, kualitas pribadi, dan instrumental. Semakin kompleks struktur masyarakat suatu negara maka tipe sumber kewenangan yang digunakan cenderung bersifat prosedural. Dan sebaliknya, di masyarakat yang strukturnya masih sederhana cenderung menggunakan tipe kewenangan substansial karsena kehidupan lebih banyak berdasarkan pada tradisi, kepercayaan kepada kekuatan supranatural, dan kesetiaan pada

tokoh atau pemimpin.68

Teori sumber-sumber kekuasaan dari Miriam Budiarjo yang digunakan dalam penelitian ini adalah kedudukan dan kekayaan. Sedangkan teori sumber-sumber kekuasaan yang dikemukakan Andrain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah fisik dan ekonomi. Sumber-sumber kekuasaan yang dipilih tersebut akan digunakan untuk menjelaskan sumber-sumber kekuasaan yang dimiliki oleh Pemuda Pancasila sehingga bisa menjadi salah satu organisasi pemuda terbesar dan berpengaruh dalam konstelasi politik di Sumatera Utara. Sumber kekuasaan berupa fisik, kedudukan, dan kekayaan terkait dengan asumsi awal yang diamati tentang aktivitas organisasi Pemuda Pancasila Sumatera Utara yang dikenal melakukan praktik kekerasan dan uang oleh sebagian masyarakat Sumatera Utara.

Selanjutnya, sumber-sumber kekuasaan tersebut akan dapat dibedakan dari cara menggunakan kekuasaan. Dalam kaitannya dengan penggunaan kekuasaan, Miriam Budiardjo menjelaskan esensi dari kekuasaan adalah hak mengadakan sanksi. Cara

67

Ibid. hal. 194-197. 68

untuk menyelenggarakan kekuasaan berbeda-beda. Upaya yang paling ampuh untuk menggunakan kekuasaan adalah melalui kekerasan (force). Seorang penjahat yang bersenjatakan clurit akan memaksa seseorang untuk menyelamatkan dirinya merupakan suatu contoh dari kekuasaan yang paling terbuka dan brutal. Dia mempersempit alternatif bertindak, sehingga bagi korbannya hanya ada satu aternatif yaitu mengikuti kemauan si penjahat dan menyerahkan miliknya. Kekuasaan dapat juga diselenggarakan lewat koersi (coercion), yaitu ancaman akan diadakan sanksi. Suatu upaya yang sedikit lebih lunak adalah melalui persuasi (persuasion) yaitu proses meyakinkan, beragumentasi atau menunjuk pada pendapat seorang ahli (expert adivice). Selain itu kekuasaan digunakan dengan cara tidak mengatakan denda tetapi memberi ganjaran

(reward) atau insentif, imbalan atau kompensasi.69

Andrain membedakan dua bentuk cara menggunakan kekuasaan yaitu kekuasaan paksaan dan kekuasaan yang berdasarkan konsensus. Ia menjelaskan sebagai berikut:

“Mereka yang menekankan aspek-aspek pemaksaan dari kekuasaan biasanya memandang politik dalam kerangka pergulatan dominasi dan konflik. Mereka melihat para pelaku politik mengejar tujuan-tujuan yang tidak diminati oleh keseluruhan komunitasnya. Satu pihak memperoleh keuntungan, pihak lain merugi. Sebaliknya, para analis yang menekankan aspek-aspek konsensus yang lebih banyak mengaitkan kekuasaan dengan usaha mengatasi perlawanan bukannya dengan kegiatan-kegiatan koordinasi. Mereka melihat para pelaku

politik mengusahakan pencapaian tujuan-tujuan bersama.”70

Menurut Andrain, penggunaan kekuasaan koersif atau konsensual dapat dilihat dari sumber daya kekuasaan yang dimilikinya, sehingga pemilik kekuasaan dapat memberikan penghargaan atau sanksi. Selain itu, sumber daya kekuasaan digunakan untuk menjamin kepatuhan orang atau kelompok lain terhadap orang atau kelompok yang memiliki kekuasaan tersebut.

69

Miriam Budiardjo. 2008. Edisi Revisi. Dasar-Dasar… hal. 61-62. 70

Tabel 1.3

Kekuasaan Koersif dan Konsensual Tipe Sumber

Daya Koersif Konsensus

Fisik Cidera fisik, pemenjaraan, kematian Memberi jalan memperoleh

persenjataan

Ekonomi Tidak diberi pekerjaan, penerapan

denda, kehilangan kontrak

Memberi jalan memperoleh kekayaan

Normatif Pengucilan, larangan memangku

jabatan

Memberi jalan memperoleh wewenang dan simbol- simbol kebenaran moral

Personal Hilangnya dukungan kelompok,

persahabatan, popularitas

Pemberian dukungan kelompok

Ahli Pemberian informasi yang

menguntungkan orang lain,

penyebaran informasi yang merugikan orang lain

Penyediaan ilmu pengetahuan dan keterampilan

Sumber: Andrain. 1992. Kehidupan Politik dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana. hal. 140.

Dalam konteks penyelesaian konflik, Maswadi Rauf menjelaskan bahwa untuk mempertahankan dan mengoperasikan kekuasaan yang dimiliki seseorang atau kelompok dapat dilakukan individu atau kelompok masyarakat tersebut dengan cara persuasif atau koersif. Persuasif adalah cara-cara mempertahankan dan melakukan kekuasaan melalui musyawarah, perundingan, dan cara lainnya yang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Sedangkan cara paksaan adalah penggunaan melalui kekerasan fisik atau ancaman fisik. Berkaitan dengan kekerasan fisik ini Maswadi Rauf menuliskan,

“Kekerasan fisik mencakup penggunaan benda-benda fisik untuk merugikan secara fisik, menyakiti, melukai atau membunuh pihak lain. Penggunaan kekerasan fisik atau ancaman penggunaannya menimbulkan rasa takut di pihak yang akan dikenai yang berpengaruh terhadap tingkah lakunya. Pengaruh itu adalah berupa diikutinya keinginan pihak yang menggunakan kekerasan atau

ancaman kekerasan.”71

Antonio Gramsci menjelaskan ada dua cara kekuasaan itu dipraktekkan, yaitu dominasi atau penindasan dan hegemoni. Cara pertama kekuasaan dibangun dengan cara-cara represi dan kekerasan. Seorang individu, kelompok atau negara apabila ingin

71

memperoleh dan atau mempertahankan kekuasaan maka ia harus mempunyai atau memiliki akses terhadap instrumen kekuasaan. Sedangkan cara kedua yaitu hegemoni, kekuasaan diperoleh dan dioperasikan melalui kepemimpinan moral dan intelektual. Ia

memperoleh dan mempraktikkan kekuasaan dengan jalan konsensus.72

Dalam konteks penelitian ini, teori penggunaan kekuasaan dengan cara kekerasan dari Miriam Budiarjo akan digunakan untuk melihat praktik kekerasaan yang dilakukan oleh Pemuda Pancasila pada saat pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008. Sedangkan penggunaan kekuasaan dengan cara koersif yang ditulis oleh Charles F. Andrain juga akan digunakan untuk melihat bentuk kekuasaan koersif yang dilakukan Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Untuk memperkuat bentuk penggunaan kekerasaan yang dilakukan Pemuda Pancasila akan dilihat dari teori yang ditulis oleh Maswadi Rauf tentang cara menyelesaikan konflik melalui kekerasan fisik atau ancaman fisik. Selain itu, teori Antonio Gramsci akan digunakan untuk melihat praktik penggunaan kekuasaan dengan cara-cara represi dan kekerasan yang dilakukan oleh Pemuda Pancasila dalam kasus peran mereka pada saat pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008.

Dari praktik tersebut akan diketahui bentuk kekerasan dan koersif, tindakan paksaan, dan cara-cara represi yang dilakukan Pemuda Pancasila Sumatera Utara. Prilaku tersebut merujuk pada tindakan mengancam, mengintimidasi, bahkan membunuh dengan menggunakan jaringan kekuatan dalam setiap aktivitas organisasi dan menunjukkan identitas yang mirip atau menyerupai kekerasan atau tindakan premanisme. Kecenderungan praktek yang menyerupai prilaku kekerasan atau demokratis itu akan dilihat antar tokoh Pemuda Pancasila sendiri dan antara tokoh Pemuda Pancasila dengan kelompok masyarakat lainnya di Sumatera Utara.