UNIVERSITAS INDONESIA
KEKUASAAN DAN POLITIK LOKAL
(Studi tentang Peran Pemuda Pancasila dalam Mendukung Syamsul
Arifin dan Gatot Pudjonugroho sebagai Calon Gubernur dan Wakil
Gubernur Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2013)
DISERTASI
MURYANTO AMIN
0806402736
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
PROGRAM PASCASARJANA ILMU POLITIK
JAKARTA
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Disertasi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Muryanto Amin
NPM :0806402736
Tanda Tangan :
HALAMAN PENGESAHAN
Disertasi ini diajukan oleh :
Nama : Muryanto Amin
NPM : 0806402736
Program Studi : Ilmu Politik
Judul Disertasi : Kekuasaan dan Politik Lokal (Studi tentang Peran Pemuda Pancasila dalam Mendukung Syamsul Arifin dan Gatot Pudjonugroho sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008) Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Promotor : Prof. H. Amir Santoso, M.Soc.Sc., Ph.D. (...)
Kopromotor : Prof. Dr. Burhan D. Magenda, MA. (...)
Tim Penguji : Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc. (Ketua) (...)
: Prof. Dr. Maswadi Rauf, MA. (Anggota) (...)
: Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, MA. (Anggota) (...)
: Dr. Isbodroini Suyanto, MA. (Anggota) (...)
: Dr. Chusnul Mar’iyah, MA. (Anggota) (...)
: Dr. Valina Singka Subekti, M.Si. (Anggota) (...)
: Dr. Kamarudin, M.Si (Anggota) (...)
KATA PENGANTAR
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh munculnya para ”preman” sebagai aktor lokal di Sumatera Utara yang berperan penting dalam sistem demokrasi yang relatif baru diterapkan sejak tahun 1997. Sebagian aktor lokal tersebut berasal dari kader Pemuda Pancasila. Mereka tidak hanya melakukan intimidasi dan uang yang dimiliki, tetapi menjadi pengurus partai politik, anggota legislatif, pejabat birokrasi, pebisnis, dan pemilik media cetak lokal. Dalam kapasitas menggunakan jaringan tersebut, tentunya mereka sangat kuat untuk memperoleh akses terhadap sumber daya (resources) dari pemerintah daerah dan akan memaksimalkan sumber kekuasaan yang dimiliki. Sementara dalam kapasitasnya sebagai ’preman’, mereka dapat juga menggunakan sumber daya kekerasan. Untuk membuktikan adanya peran tersebut, penelitian ini akan menjawab bentuk intimidasi, pola mobilisasi anggota Pemuda Pancasila, dan model relasi yang dilakukan pada saat Pemuda Pancasila mendukung Syamsul Arifin dan Gatot Pudjonugroho dalam pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008.
Syukur atas rahmat Allah SWT serta Shalawat dan Salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang yang beriman dan taat pada ajaran-Nya sampai akhir masa. Amin Penulis berharap saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan disertasi ini sehingga lebih bermanfaat bagi penelitian selanjutnya. Oleh karena, penulis menyadari karena adanya keterbatasan waktu dan dana, maka penelitian ini jauh dari rasa memuaskan.
Kesempatan pertama dalam pengantar Disertasi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. H. Amir Santoso, M.Soc.Sc., Ph.D., selaku Promotor yang telah memberikan bantuan, kesabaran, dan bimbingannya sehingga hasil penelitian ini dapat dirampungkan sesuai perspektif Ilmu Politik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Burhan D. Magenda, MA., sebagai Kopromotor yang telah dengan sabar memberikan saran perbaikan khususnya terkait konteks lokal di Sumatera Utara. Ucapan terima kasih penulis utarakan kepada para penguji Disertasi ini yaitu Bapak Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, MA., Prof. Dr. Maswadi Rauf, MA, Ibu Dr. Isbodroini Suyanto, MA, Ibu Dr. Chusnul Mar’iyah, Ibu Dr. Valina Singka Subekti, dan Bapak Dr. Kamarudin, M.Si. Koreksi dan saran dari para penguji menjadikan disertasi ini lebih baik dari pemikiran penulis. Penghargaan serupa disampaikan kepada Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc., Dekan FISIP UI sekaligus Ketua Dewan Penguji. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ketua Program Studi Doktor Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia, Bapak Dr. Kamarudin, M.Si dan Sekretaris Program Studi Ilmu Politik, Bapak Syaiful, SIP, M.Si beserta staf sekretariat dan perpustakaan (Mbak Romlah, Mbak Hera, Mbak Retno, Mas Andri, Mas Biwoso, dan Mas Anto) yang telah membantu secara administratif untuk menyelesaikan proses studi penulis.
kepada penulis yaitu Dr. Syarif Hidayat, Drs. Ahmad Taufan Damanik, MA., Amir Purba, Ph.D, Prof. Subhilhar, dan Prof. Arif Nasution. Meskipun demikian, tanggung jawab akhir atas keseluruhan naskah Disertasi ini sepenuhnya berada di tangan penulis.
Terima kasih kepada Prof. Subhilhar yang memberi inspirasi dan kesempatan kepada Penulis untuk belajar melanjutkan studi Ilmu Politik di Universitas Indonesia serta mengabdi di kampus USU. Prof. Arif Nasution, Bang Agus Suriadi, Arifin Nasution, Husni Thamrin, Hatta Ridho, Mas Gustanto sebagai guru, sahabat dan teman seperjuangan di kampus yang selalu membantu dan mengingatkan soal studi penulis. Terima kasih Bang Chairul Azmi, Prof. Syawal Gultom, Bang Gus Irawan, Zeini Zein, Bang John Lubis, Pak Sakirudin, Bang Armansyah, Pak Muchtar Aritonang, Bang M. Syahrir atas bantuannya kepada penulis. Teman kampus di UI yaitu Ibnu, Aziz, Mas Boni, Karman, Pak Nardi, dan yang lainnya, yang mengalami perenungan bersama secara mendalam untuk belajar, menulis, dan meneliti, penulis ucapkan terima kasih.
Dukungan dan dorongan yang diberikan oleh para senior dan teman yang telah mendoakan. Di Departemen Ilmu Politik FISIP USU: Dra. Irmayani, M.Si (Ketua Departemen Ilmu Politik FISIP USU), Drs. Antonius Sitepu, M.Si. (Sekretaris), Dra. Evi Novida Ginting, MSP., Drs. Tonny P. Situmorang, MA., Dr. Heri Kusmanto, MA., Dr. Warjio, MA, Husnul Isa Harahap, S.Sos, M.Si, Drs. Ahmad Taufan Damanik, MA., Dra. Rosmery Sabri, MA., Indra Kesuma, SIP., M.Si., Faisal Maharawa, SIP, M.Si,. Bapak Dekan FISIP USU, Prof. Dr. Badaruddin, M.Si., Bapak PD I Drs. Zakaria, MSP, Ibu PD II Dra. Rusmiani, M.Si., Bapak PD III Drs. Edward, MSP.,. Bapak Rektor Univesitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Syahril Pasaribu, Sp.A(K) dan Ibu PR IV Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, tentu sangat membantu dan penulis ucapkan terima kasih.
Secara khusus kepada keluarga tercinta Ibunda Ruyanti dan alm. Abah yang telah mendoakan penulis sejak awal memasuki masa studi di Jakarta. Bagi istri tercinta, Novi Susanti dan anak-anak tersayang (Fatah, Tuhva, dan Fariz) yang dengan sabar menanti dan membunuh sebagian waktunya untuk menunggu ayahnya bermain dan bercanda bersama. Celotehan dan kepolosan mereka menjadi penguat untuk melewati waktu dan kesempatan yang sulit selama proses studi di Jakarta. Semoga mereka menjadi bagian dari generasi Indonesia Baru.
Depok, 31 Juni 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPERLUAN AKADEMISI
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Muryanto Amin NPM : 0806402736 Program Studi : Ilmu Politik Departemen : Ilmu Politik
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jenis Karya : Disertasi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Kekuasaan dan Politik Lokal (Studi tentang Peran Pemuda Pancasila dalam Mendukung Syamsul Arifin dan Gatot Pudjonugroho sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008),
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin diri saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta Pada tanggal : 31 Juni 2013
Yang Menyatakan,
ABSTRAK Nama : MURYANTO AMIN
Program Studi : Ilmu Politik
Judul : Kekuasaan dan Politik Lokal (Studi tentang Peran Pemuda Pancasila dalam Mendukung Syamsul Arifin dan Gatot Pudjonugroho sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2013), xviii+287 halaman, 16 lampiran, 107 buku, 7 jurnal, 4 sumber on line, 8 klipping surat kabat, wawancara 15 informan kunci dan 25 informan tambahan.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh munculnya para ”preman” sebagai aktor lokal di Sumatera Utara yang berperan penting dalam sistem demokrasi yang relatif baru diterapkan sejak tahun 1997. Sebagian aktor lokal tersebut berasal dari kader Pemuda Pancasila. Mereka tidak hanya mengandalkan intimidasi dan uang yang dimiliki, tetapi mereka juga menjadi pengurus partai politik, anggota legislatif, pejabat birokrasi, pebisnis, dan pemilik media cetak lokal. Dalam kapasitas menggunakan jaringan tersebut, tentunya mereka sangat kuat untuk memperoleh akses terhadap sumber daya (resources) dari pemerintah daerah dan akan memaksimalkan sumber kekuasaan yang dimiliki. Sementara dalam kapasitasnya sebagai ’preman’, mereka dapat juga menggunakan sumber daya kekerasan.
Untuk membuktikan adanya peran tersebut, penelitian ini akan menjawab pertama bentuk intimidasi yang dilakukan oleh Pemuda Pancasila Sumatera Utara dalam pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008. Kedua, pola mobilisasi yang dilakukan untuk menggerakkan potensi organisasi yang dimiliki Pemuda Pancasila di Sumatera Utara. Ketiga, model relasi jaringan yang dilakukan di antara Pemuda Pancasila dengan pemerintah daerah, pengusaha lokal dan media massa dalam memenangkan calon gubernur yang didukung. Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Bosissm dari John T. Sidel dan Kelompok Kekerasan yang ditulis oleh Masaaki dan Rozaki. Sedangkan teori pendukung adalah Teori Kekuasaan dari Miriam Budiardjo dan Charles F. Andrain, Konsensus dan Konflik dari Maswadi Rauf, Teori Demokrasi dan Otonomi Daerah dari Brian C. Smith, dan Teori Kepentingan Terselebung (Hidden Autonomy) yang ditulis Syarif Hidayat. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dan studi kasus sebagai strategi penelitian. Analisis kualitatif teknik tipologi dipilih sebagai sebagai cara untuk menyusun interpretasi atas kajian literatur, wawancara mendalam dengan narasumber yang terlibat dan observasi.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa bentuk intimidasi yang dilakukan anggota Pemuda Pancasila adalah mengancam dan menakut-nakuti akan melakukan pemukulan fisik dan membuat ketidaknyamanan pemilih yang tidak memilih calon gubernur yang ingin dimenangkan. Pola mobilisasi dilakukan atas dasar patron-klien piramida yaitu seorang tokoh Pemuda Pancasila memiliki kekuatannya sendiri untuk mengerakkan anggota Pemuda Pancasila. Model relasi yang terjalin antara Pemuda Pancasila dengan birokrasi, pengusaha, dan media cetak lokal dilakukan atas dasar hubungan yang saling menguntungkan atau simbiosis mutualisme.
Disertasi ini mengajukan perspektif teoritis baru bahwa fenomena munculnya bos lokal dan kelompok kekerasan mengindentifikasikan adanya perbedaan yang khas di Sumatera Utara. Kontribusi terhadap perspektif teori Ilmu Politik yang ditemukan dalam penelitian ini disebut Teori Jaringan Patronase Baru Bos Lokal.
Kata kunci:
ABSTRACT
Name : MURYANTO AMIN
Department : Political Science
Title : Power and Local Politics (A Study on the Role of Pemuda Pancasila in Supporting Syamsul Arifin and Gatot Pudjonugroho as Candidates for Governor and Vice Governor of North Sumatera in 2008-2013 Period), xviii+287 pages, 16 attachments, 107 books, 7 journals, 4 online sources, 8 newspaper clippings, interviews with 15 key informants and 25 additional informants.
The background of this study is the emergence of “gangsters”—some of whom were cadres of Pemuda Pancasila—as local actors who played an important role in the democratic system applied in North Sumatera since 1997. Not only that they intimidated with violence and money; they became political party officials, legislative members, bureaucrats, business people, and owners of local print media. In their formal capacity, they had power to gain access to resources from the local government and maximize them. While as ‘gangsters’, they practiced violence.
This study would discuss three points to prove that such things really occurred: first, the forms of intimidation done by Pemuda Pancasila North Sumatera in the North Sumatera governor election in 2008; second, the pattern of mobilization performed to generate the potential of the organization; third, the network relation model among Pemuda Pancasila, the local government, the local business people, and the mass media in making the supported candidate win. The main theories applied here are the Bosissm Theory by John T. Sidel and the Violence Group Theory by Masaaki and Rozaki. The supporting theories are the Theory of Power by Miriam Budiarjo and Charles F. Andrain, Consensus and Conflict by Maswadi Rauf, Democracy and Decentralization by Brian C. Smith, and Hidden Autonomy by Syarif Hidayat. This study uses a qualitative approach with case studies. The qualitative analysis with typology technique is chosen as a way to arrange interpretations on data—written materials, in depth interviews, and observations.
The findings showed that the forms of intimidation done by Pemuda Pancasila members were threaten to beat physically and create inconvenience if the voters did not vote governor candidates who want to win. The mobilization pattern was executed using patron-client pyramid: each figure of Pemuda Pancasila had his own power to mobilize members. The relation model among Pemuda Pancasila, bureaucracy, business people, and local print media was performed based on mutualistic symbiosis.
The phenomenon of emerging local bosses and violent groups theoretically implied spesific differences in North Sumatera. The contribution to Political Science theories, which will be found in this study, is called the Theory of New Patronage Network of Local Bosses.
Keywords:
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……… i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………... ii
HALAMAN PENGESAHAN ………... iii
KATA PENGANTAR ………... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………. vi
ABSTRAK ………. vii
PETA PROVINSI SUMATERA UTARA ……….... xviii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Pokok Masalah ………... 6
1.3. Tujuan Penelitian ………... 11
1.4. Signifikansi Penelitian ………... 12
1.5. Kajian Pustaka ...………... 12
1.6. Kerangka Teori ……….. 17
1.6.1. Gejala Munculnya Kelompok Kekerasan dan Bos Lokal ………... 17
1.6.2. Patrimonialisme dan Klientelisme ... 26
1.6.3. Teori Kekuasaan ………... 29
1.6.4. Teori Politik Lokal ……… 36
1.6.5. Teori Otonomi Daerah, Demokrasi, dan Pemilihan Kepala Daerah Langsung ...……… 40
1.7. Alur Pemikiran ….………...…….. 44
1.8. Keterbatasan Penelitian ……… 45
1.9. Metode Penelitian ……….………... 46
1.10. Sistematika Penulisan ………... 49
BAB 2 SUMATERA UTARA DAN PEMUDA PANCASILA: PERSPEKTIF HISTORIS, DINAMIKA SOSIAL, EKONOMI, DAN POLITIK 2.1. Sejarah Lahirnya Pemuda Pancasila ... 52
2.2. Pemuda Pancasila Masa Orde Baru ... 69
2.3. Pemuda Pancasila Sumatera Utara Pasca Orde Baru ... 79
2.4. Menguatnya Kepentingan Bisnis di Pemuda Pancasila Sumatera Utara ... 85
2.5. Konfigurasi Politik Hasil Pemilu 2004 di Provinsi Sumatera Utara ... 91
2.6. Partai Patriot Pancasila dan Pemuda Pancasila di Sumatera Utara ... 95
BAB 3 KEPUTUSAN DUKUNGAN PEMUDA PANCASILA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2008
3.1. Penjaringan Calon Gubernur yang Didukung
Pemuda Pancasila ... 110 3.2. Kontestasi Calon Gubernur dan Wagub
Provinsi Sumatera Utara ... 120 3.3. Pilihan Pemuda Pancasila Sumatera Utara
untuk Calon Gubernur ... 132 3.4. Konflik Internal Pemuda Pancasila dalam Proses
Pencalonan Gubernur ... 139 3.5. Pembentukan Tim Pemenangan ... 146 3.6 Transaksional dan Intervensi untuk Memperoleh Dukungan
Pemuda Pancasila dalam Pemilihan Gubernur ... 157 BAB 4 INTIMIDASI DAN MOBILISASI KAMPANYE PEMUDA
PANCASILA UNTUK MENDUKUNG SYAMSUL ARIFIN
SEBAGAI CALON GUBERNUR PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2008
4.1. Perencanaan Kampanye yang Dilakukan
Pemuda Pancasila ... 162 4.2. Pelaksanaan Kampanye Pemuda Pancasila dalam
Pemilihan Gubernur ... 171 4.3. Dukungan Kader Pemuda Pancasila yang Menjadi
Pimpinan Partai Politik ... 194 4.4. Dukungan Kader Pemuda Pancasila yang Menjadi
Anggota Legislatif ... 201 4.5. Mengatasi Hambatan Dukungan dari Pengurus Pemuda
Pancasila dalam Pemilihan Gubernur ... 208 4.6. Masa Tenang dan Hari Pemilihan Gubernur
Provinsi Sumatera Utara ... 213 4.7. Intimidasi dan Pola Patron-Klien dalam Mobilisasi Potensi
Organisasi Pemuda Pancasila ... 220 BAB 5 PEMANFAATAN JARINGAN BIROKRASI, PENGUSAHA
LOKAL, MEDIA DAN PENYELESAIAN SENGKETA
PEMILIHAN GUBERNUR PROVINSI SUMATERA UTARA
5.1. Pemuda Pancasila dan Birokrasi Lokal ... 226 5.2. Pemuda Pancasila dan Pengusaha Lokal ... 236 5.3. Pemuda Pancasila dan Media Cetak Lokal ... 248 5.4. Pemanfaatan Jaringan Birokrasi, Pengusaha Lokal, dan
Media dalam Memenangkan Syampurno ... 258 5.5. Gugatan Sengketa Pemilihan Gubernur
BAB 6 PENUTUP
6.1. Kesimpulan ... 278
6.2. Implikasi Teoritis ... 282
6.3. Epilog ... 285
DAFTAR PUSTAKA ……… 288
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Ciri-ciri Bosisme di Asia Tenggara Menurut Sidel ………….. 24 Tabel 1.2 Tipe-Tipe Sumber Kekuasaan ... 32 Tabel 1.3 Kekuasaan Koersif dan Konsensual ... 35 Tabel 2.1 Daftar Daerah Pemilihan DPRD
Provinsi Sumatera Utara pada Pemilu 2004 ... 92 Tabel 2.2 Perolehan Kursi DPRD Provinsi Sumatera Utara
Hasil Pemilu 2004 ...
93 Tabel 2.3 Kader Pemuda Pancasila yang Menjadi Anggota DPRD
Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 ... 94 Tabel 2.4 Daftar Anggota DPRD Hasil Pemilu 2004 di Provinsi
Sumatera Utara dari Partai Patriot Pancasila ... 102 Tabel 2.5 Tokoh Pemuda Pancasila yang Menjabat Pimpinan Partai
Politik dan Birokrasi di Sumatera Utara ... 105 Tabel 3.1 Bakal Calon Gubernur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 .. 111 Tabel 3.2 Daftar Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi
Sumatera Utara Periode 2008-2013 yang Ditetapkan oleh
KPU Provinsi Sumatera Utara ... 132 Tabel 3.3 Dukungan Organisasi Pemuda terhadap Calon Gubernur
dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara
Periode 2008-2013 ... 137 Tabel 3.4 Pemicu Konflik Antara Darwin Nasution dengan
Anwar Shah ... 146 Tabel 3.5 Tindakan Transaksional dan Intimidasi
yang Dilakukan Pemuda Pancasila untuk Memperoleh
Dukungan dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara ... 159 Tabel 4.1 Konsentrasi Wilayah dalam Perencanaan Kampanye
Pemenangan Syampurno yang Dilakukan
Pemuda Pancasila ... 164 Tabel 4.2 Perencanaan Kampanye yang Dirumuskan
Tim Pemenangan Internal Pemuda Pancasila ... 170 Tabel 4.3 Bentuk Ancaman dan Intimidasi Kepada Pemilih
Pada Saat Kampanye yang Dilakukan Anggota Pemuda Pancasila dalam Mendukung Syampurno sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur
Provinsi Sumatera Utara ... 191 Tabel 4.4 Calon Gubernur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008
dari Partai Politik dan Kader Pemuda Pancasila yang
Menjadi Pengurus Partai Politik Pendukung Calon Gubernur
di Sumatera Utara ... 195 Tabel 4.5 Dukungan Calon Gubernur dari Kader
Pemuda Pancasila yang Menjadi Anggota DPRD
Provinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009 ... 202 Tabel 4.6 Perbedaan Pendapat Antara Darwin Nasution
dengan Anuar Shah Terkait Dukungan Pemuda Pancasila ... 208 Tabel 4.7 Bentuk Ancaman dan Intimidasi Kepada Pemilih yang
Dilakukan Anggota Pemuda Pancasila dalam Mendukung Syampurno sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur
Tabel 5.1 Anggota Pemuda Pancasila yang Menduduki Jabatan Bupati/Walikota di Wilayah
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 ... 230 Tabel 5.2 Anggota Pemuda Pancasila yang Terlibat Kepengurusan
Asosiasi Pengusaha di Sumatera Utara Tahun 2008 ... 239 Tabel 5.3 Pengurus MPW Pemuda Pancasila
yang Berprofesi sebagai Wartawan Tahun 2008 ... 254 Tabel 5.4 Pemanfaatan Jaringan Birokrasi di Kabupaten dan Kota
yang Dilakukan Pemuda Pancasila untuk Memenangkan Syampurno dalam Pemilihan
Gubernur Sumatera Utara tahun 2008 ... 261 Tabel 5.5 Hasil Perolehan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1.1 Alur Pemikiran Penelitian Peran Pemuda Pancasila Sumatera Utara dalam Pemilihan Gubernur
Sumatera Utara Tahun 2008 ... 45 Diagram 3.1 Posisi Pemuda Pancasila dalamTim Pemenangan
Syamsul Arifin-Gatot Pudjonugoroho (Syampurno) ... 155 Diagram 4.1 Pola Piramida Patron-Klien
DAFTAR SINGKATAN
ABRI : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia AD/ART : Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga AMPI : Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BKBH PP : Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum Pemuda Pancasila BPS : Badan Pendukung Sukarnoisme
DKI : Daerah Khusus Ibukota DPC : Dewan Pimpinan Cabang DPD : Dewan Perwakilan Daerah
DPD RI : Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia DPP : Dewan Pimpinan Pusat
DPR RI : Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DPW : Dewan Pimpinan Wilayah FBR : Forum Betawi Rempug
FKPPI : Forum Komunikasi Putra/i Purnawirawan TNI HIKMA : Himpunan Keluarga Mandailing
HIMAH : Himpunan Mahasiswa Amir Hamzah HMI : Himpunan Mahasiswa Islam
IMA-Tapsel : Ikatan Mahasiswa Tapanuli Selatan IPK : Ikatan Pemuda Karya
IPKI : Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia IPTR : Ikatan Pemuda Tanah Rencong Aceh KABIR : Kapitalis Birokrat
KAGI : Kesatuan Aksi Guru Indonesia KAMI : Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia
KAMPAK : Kesatuan Aksi Masyarakat Pengganyang Antek-antek Komunis KAPSU : Kesatuan Aksi Pemuda Sumatera Utara
KASBI : Kesatuan Aksi Seni Budaya Indonesia KASI : Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia KEPPRES : Keputusan Presiden
KNPI : Komite Nasional Pemuda Pancasila KOANDA : Komando Antar Daerah
KOPKAMTIBDA: Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Daerah KOTI : Komando Inti
LAKSUS : Pelaksana Khusus :
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
LKPPH : Lembaga Konsultasi Perbantuan dan Perlindungan Hukum MAHMILUB : Mahkamah Militer Luar Biasa
MANIPOL : Manifesto Politik Republik Indonesia MAPANCAS : Mahasiswa Pancasila
MKGR : Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong MPC : Majelis Pimpinan Cabang
MUI : Majelis Ulama Indonesia MUSDA : Musyawarah Daerah MUSWIL : Musyawarah Wilayah NASAKOM : Nasionalis Agama Komunis
NU : Nahdatul Ulama
PANWASLU : Panitis Pengawas Pemilihan Umum P2KM : Perkumpulan Pemuda Kotamadya Medan PDI : Partai Demokrasi Indonesia
PDIB : Pasukan Djibaku Irian Barat PEMILU : Pemilihan Umum
PERCASI-SU : Persatuan Catur Seluruh Indonesia–Sumatera Utara PERKAPEN : Persatuan Karyawan Perkebunan
PERMEN : Peraturan Menteri
PESINDO : Pemuda Sosialis Indonesia PKI : Partai Komunis Indonesia PKS : Partai Keadilan Sejahtera PNI : Partai Nasional Indonesia PP : Pemuda Pancasila
PPM : Pemuda Panca Marga
PPP : Partai Persatuan Pembangunan dan
PRRI : Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia PSI : Partai Sosialis Indonesia
PUJAKESUMA : Putra Jawa Kelahiran Sumatera PWS : Persatuan Warga Sunda
RAKER : Rapat Kerja
RRT : Republik Rakyat Cina
SATMA PP : Satuan Mahasiswa Pemuda Pancasila
SOKSI : Sentral Organisasi Karyawan Seluruh Indonesia SPBU : Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum
SUMUT : Sumatera Utara
TNI AD : Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat TPS : Tempat Pemungutan Suara
PPS : Panitia Pemungutan Suara PPK : Panitia Pemilihan Kecamatan
USDEK : UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Pedoman Wawancara
Lampiran 2. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Pemuda Pancasila
Lampiran 3. Peraturan Organisasi Pemuda Pancasila
Lampiran 4. Strutur Organisasi Pemuda Pancasila Sumatera Utara Lampiran 5. Surat Keputusan MPN Pemuda Pancasila No.
192.A2/MPN-PP/VIII/2010 tentang Pengesahan Susunan dan Fungsionaris Majelis Pimpinan Wilayah dan Majelis Pertimbangan
Organisasi Pemuda Pancasila Provinsi Sumatera Utara Masa Bakti 2007-2012 (Hasil Reshufle)
Lampiran 6. Daftar Kader Pemuda Pancasila yang Menjadi Anggota Legislatif , Eksekutif, dan Yudikatif di Kabupaten/Kota se- Provinsi Sumatera Utara
Lampiran 7. Daftar Kader Pemuda Pancasila yang Menjadi Pengurus Organisasi Bisnis di Provinsi Sumatera Utara
Lampiran 8. Daftar Anggota Pemuda Pancasila yang Menjadi Pimpinan Teras Partai Politik se-Sumatera Utara
Lampiran 9. Daftar Anggota Pemuda Pancasila yang Menjadi Kepala SKPD
Lampiran 10. Daftar Anggota Pemuda Pancasila yang Menjadi Bupati/Walikota se-Provinsi Sumatera Utara
Lampiran 11. Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Utara Nomor 02 Tahun 2008 tentang Penetapan Jumlah Perolehan Kursi dan Suara Minimal Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dalam Mengajukan Pasangan Calon pada Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008
Lampiran 12. Pengumunan KPU Provinsi Sumatera Utara No
130-403/KPU-SU tentang Penetapan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008. Lampiran 13. Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Anggota DPRD.
Pemilu 2004 Provinsi Tiap Provinsi. Provinsi: Sumatera Utara
Lampiran 14. Data Persentase Pendukung Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara
Lampiran 15. Sejarah Ringkas Syamsul Arifin Calon Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008
ABSTRAK Nama : MURYANTO AMIN
Program Studi : Ilmu Politik
Judul : Kekuasaan dan Politik Lokal (Studi tentang Peran Pemuda Pancasila dalam Mendukung Syamsul Arifin dan Gatot Pudjonugroho sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2013), xviii+287 halaman, 16 lampiran, 107 buku, 7 jurnal, 4 sumber on line, 8 klipping surat kabat, wawancara 15 informan kunci dan 25 informan tambahan.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh munculnya para ”preman” sebagai aktor lokal di Sumatera Utara yang berperan penting dalam sistem demokrasi yang relatif baru diterapkan sejak tahun 1997. Sebagian aktor lokal tersebut berasal dari kader Pemuda Pancasila. Mereka tidak hanya mengandalkan intimidasi dan uang yang dimiliki, tetapi mereka juga menjadi pengurus partai politik, anggota legislatif, pejabat birokrasi, pebisnis, dan pemilik media cetak lokal. Dalam kapasitas menggunakan jaringan tersebut, tentunya mereka sangat kuat untuk memperoleh akses terhadap sumber daya (resources) dari pemerintah daerah dan akan memaksimalkan sumber kekuasaan yang dimiliki. Sementara dalam kapasitasnya sebagai ’preman’, mereka dapat juga menggunakan sumber daya kekerasan.
Untuk membuktikan adanya peran tersebut, penelitian ini akan menjawab pertama bentuk intimidasi yang dilakukan oleh Pemuda Pancasila Sumatera Utara dalam pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008. Kedua, pola mobilisasi yang dilakukan untuk menggerakkan potensi organisasi yang dimiliki Pemuda Pancasila di Sumatera Utara. Ketiga, model relasi jaringan yang dilakukan di antara Pemuda Pancasila dengan pemerintah daerah, pengusaha lokal dan media massa dalam memenangkan calon gubernur yang didukung. Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Bosissm dari John T. Sidel dan Kelompok Kekerasan yang ditulis oleh Masaaki dan Rozaki. Sedangkan teori pendukung adalah Teori Kekuasaan dari Miriam Budiardjo dan Charles F. Andrain, Konsensus dan Konflik dari Maswadi Rauf, Teori Demokrasi dan Otonomi Daerah dari Brian C. Smith, dan Teori Kepentingan Terselebung (Hidden Autonomy) yang ditulis Syarif Hidayat. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dan studi kasus sebagai strategi penelitian. Analisis kualitatif teknik tipologi dipilih sebagai sebagai cara untuk menyusun interpretasi atas kajian literatur, wawancara mendalam dengan narasumber yang terlibat dan observasi.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa bentuk intimidasi yang dilakukan anggota Pemuda Pancasila adalah mengancam dan menakut-nakuti akan melakukan pemukulan fisik dan membuat ketidaknyamanan pemilih yang tidak memilih calon gubernur yang ingin dimenangkan. Pola mobilisasi dilakukan atas dasar patron-klien piramida yaitu seorang tokoh Pemuda Pancasila memiliki kekuatannya sendiri untuk mengerakkan anggota Pemuda Pancasila. Model relasi yang terjalin antara Pemuda Pancasila dengan birokrasi, pengusaha, dan media cetak lokal dilakukan atas dasar hubungan yang saling menguntungkan atau simbiosis mutualisme.
Disertasi ini mengajukan perspektif teoritis baru bahwa fenomena munculnya bos lokal dan kelompok kekerasan mengindentifikasikan adanya perbedaan yang khas di Sumatera Utara. Kontribusi terhadap perspektif teori Ilmu Politik yang ditemukan dalam penelitian ini disebut Teori Jaringan Patronase Baru Bos Lokal.
Kata kunci:
ABSTRACT
Name : MURYANTO AMIN
Department : Political Science
Title : Power and Local Politics (A Study on the Role of Pemuda Pancasila in Supporting Syamsul Arifin and Gatot Pudjonugroho as Candidates for Governor and Vice Governor of North Sumatera in 2008-2013 Period), xviii+287 pages, 16 attachments, 107 books, 7 journals, 4 online sources, 8 newspaper clippings, interviews with 15 key informants and 25 additional informants.
The background of this study is the emergence of “gangsters”—some of whom were cadres of Pemuda Pancasila—as local actors who played an important role in the democratic system applied in North Sumatera since 1997. Not only that they intimidated with violence and money; they became political party officials, legislative members, bureaucrats, business people, and owners of local print media. In their formal capacity, they had power to gain access to resources from the local government and maximize them. While as ‘gangsters’, they practiced violence.
This study would discuss three points to prove that such things really occurred: first, the forms of intimidation done by Pemuda Pancasila North Sumatera in the North Sumatera governor election in 2008; second, the pattern of mobilization performed to generate the potential of the organization; third, the network relation model among Pemuda Pancasila, the local government, the local business people, and the mass media in making the supported candidate win. The main theories applied here are the Bosissm Theory by John T. Sidel and the Violence Group Theory by Masaaki and Rozaki. The supporting theories are the Theory of Power by Miriam Budiarjo and Charles F. Andrain, Consensus and Conflict by Maswadi Rauf, Democracy and Decentralization by Brian C. Smith, and Hidden Autonomy by Syarif Hidayat. This study uses a qualitative approach with case studies. The qualitative analysis with typology technique is chosen as a way to arrange interpretations on data—written materials, in depth interviews, and observations.
The findings showed that the forms of intimidation done by Pemuda Pancasila members were threaten to beat physically and create inconvenience if the voters did not vote governor candidates who want to win. The mobilization pattern was executed using patron-client pyramid: each figure of Pemuda Pancasila had his own power to mobilize members. The relation model among Pemuda Pancasila, bureaucracy, business people, and local print media was performed based on mutualistic symbiosis.
The phenomenon of emerging local bosses and violent groups theoretically implied spesific differences in North Sumatera. The contribution to Political Science theories, which will be found in this study, is called the Theory of New Patronage Network of Local Bosses.
Keywords:
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Amandemen konstitusi setelah jatuhnya Orde Baru merupakan salah satu wujud
dari gerakan reformasi. Langkah tersebut dianggap sebagai bagian dari tuntutan
reformasi kelembagaan yang sangat dibutuhkan untuk melakukan konsolidasi
demokrasi di Indonesia setelah mengalami masa pemerintahan otoriter Orde Baru. Sejak
itu, bangsa Indonesia memasuki fase kehidupan politik yang lebih terbuka dan
demokratis serta ditandai dengan pulihnya hak-hak sipil dan politik. Perubahan
mendasar yang terjadi dalam amandemen UUD 1945 diantaranya adalah rekrutmen
pejabat negara yang dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum
legislatif dan eksekutif pada tingkat nasional maupun lokal.1 Kebijakan desentralisasi
menjadi dasar format hubungan pusat dan daerah. Sedangkan pelaksanaan otonomi
daerah menjadi pedoman antara pemerintah, masyarakat dan tokoh lokal untuk
mengatur urusannya sendiri sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
termasuk memilih kepala daerah secara langsung.
Dari sudut pandang good governance, dorongan untuk melaksanakan kebijakan
desentralisasi, yaitu pemberian wewenang yang lebih besar kepada pemerintah daerah
untuk mengelola daerahnya agar menjadi lebih baik, akan berpengaruh positif dalam
konteks peningkatan kinerja pemerintahan serta konsolidasi demokrasi berjalan lebih
baik. Harapan itu dihasilkan dari pemikiran bahwa desentralisasi membawa proses
pembuatan kebijakan publik menjadi lebih dekat dengan masyarakat yang paling bawah
dan dalam cakupan wilayah yang lebih kecil, sehingga kesempatan masyarakat untuk
berpartisipasi menjadi semakin meningkat. Partisipasi masyarakat tersebut akan
menumbuhkan praktek demokrasi di tingkat lokal lokal dan sekaligus meningkatkan
efisiensi pemerintahan, antara lain dengan hilangnya berbagai kendala dalam
pengambilan keputusan pelaksanaan kebijakan. Terakomodasinya berbagai kepentingan
1 Lihat UUD 1945 Pasal 6A ayat (1) mengenai pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung;
dibuat pemerintah.2
Untuk mewujudkan partisipasi masyarakat yang efektif tersebut, terdapat
beberapa prasyarat dasar yang harus tersedia, antara lain adanya kesetaraan politik
(political equality)3 dan akuntabilitas lokal yang memadai. Tetapi keduanya menjadi
sebagian permasalahan mendasar yang dihadapi banyak negara berkembang dalam
menerapkan desentralisasi. Oleh karena itu, pelaksanaan desentralisasi tidak selalu
memiliki korelasi positif dengan konsolidasi demokrasi maupun efisiensi struktural
pemerintahan di tingkat lokal. Richard C. Crook dan James Manor dalam analisis
komparatif terhadap penerapan desentralisasi di empat negara di kawasan Asia Selatan
dan Afrika Barat, yaitu negara bagian Karnakata di India, Bangladesh, Ghana, dan
Pantai Gading, menyimpulkan bahwa kecuali di Karnataka, penerapan desentralisasi di
negara-negara tersebut justru memperkuat pola-pola politik pada tingkat lokal yang
tidak mendukung demokrasi dan kinerja pemerintahan yang lebih baik.4
Situasi yang hampir sama juga terjadi pada beberapa negara di Asia Tenggara.
Hampir menjadi keniscayaan bahwa tidak adanya korelasi antara desentralisasi,
demokrasi, dan kinerja pemerintahan tersebut, ditandai oleh berkembangnya
orang-orang atau kelompok tertentu di tingkat lokal yang cukup kuat secara finansial dan
memiliki jaringan ke pemegang kekuasaan. Penelitian John T. Sidel tentang bosisme di
Filipina mengungkapkan bahwa kecenderungan tersebut terkait dengan perkembangan
politik pada awal abad ke-20, saat mulai diterapkannya pemilihan kepala pemerintahan
dan anggota parlemen secara langsung, baik di tingkat nasional maupun lokal. Suasana
seperti itu ternyata menumbuhkan elit-elit lokal yang memiliki kekuasaan politik dan
ekonomi yang begitu kuat di berbagai daerah di Filipina. Dengan menduduki atau
menjadi pialang bagi jabatan yang diperebutkan dalam pemilihan tersebut, mereka
memperoleh akumulasi keuntungan dari diskresi penegakan hukum lokal, pekerjaan
umum, perpajakan, dan lain sebagainya.
2
Lihat Eko Prasojo, Irfan Maksum, dan Teguh Kurniawan. 2006. Desentralisasi dan Pemerintahan
Daerah: Antara Model Demokrasi Lokal dan Efisiensi Struktural. Depok: Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI. hal. 1 dan 13.
3 Mengenai political equality yang banyak menjadi masalah dalam pelaksanaan demokrasi lihat Jack
Lively. Democracy. 1975. Chapter Two 8-51, Britain: Basil Blackwell.
4
Lihat Richard C. Crook and James Manor. 1998. Democracy and Decentralization in South Asia and
negara dan masyarakat, yang berbeda dari analisis Migdal5 pada dekade 1980-an, yaitu
sumber kekuasaan orang kuat lokal tersebut bukan dari kepemilikan tanah atau
kekayaan pribadi, melainkan dari sumber-sumber negara atau modal perdagangan yang
diakumulasi setelah memegang kekuasaan. Hubungan antara orang kuat lokal dengan
masyarakatnya selalu didasari oleh pemberian ’sesuatu’ bisa berupa uang, jabatan, atau
justru dengan menggunakan kekerasan. Pola hubungan patron-klien (klientelisme),
antara orang kuat lokal dengan masyarakatnya, bukan dianggap sebagai penyangga
utama dukungan terhadap kekuasaan mereka. Hanya penggunaan kekerasan dan
intimidasi, pembelian suara pemilih, serta kecurangan dalam pemilihan jauh lebih
menonjol dalam menggambarkan hubungan antara orang kuat lokal dan pendukungnya.6
Temuan Sidel di Indonesia juga menyimpulkan bahwa penyelenggaraan Pemilu
1999 dan penerapan kebijakan desentralisasi di Indonesia pasca jatuhnya pemerintah
Orde Baru semakin memperkuat kemungkinan akumulasi kekuasaan, berada pada
individu tertentu yang kemudian disebutnya sebagai bos lokal (local bossism).7 Mereka
memiliki sumber keuangan dan akses kepada pemegang otoritas di daerah untuk
memuluskan kepentingannya seperti urusan binis dan politik. Kesimpulan tersebut
disusun berdasarkan temuan hasil penelitian. Pada salah satu kabupaten di Provinsi
Aceh, mafia kayu memiliki pengaruh yang besar terhadap anggota DPRD dan pejabat
birokrasi pemerintah lokal. Pengaruh itu digunakan untuk membuat
keputusan-keputusan resmi tentang pengelolaan sumber daya lokal yang menguntungkan
kepentingan para mafia lokal tersebut. 8
Selain itu, di daerah-daerah lain juga muncul mafia dan jaringan lokal di bawah
kepemimpinan bangsawan lokal dan para wakil pemuka agama serta etnis yang
berperan penting dalam mobilisasi kekerasan pada setiap konflik komunal di seluruh
nusantara. Sebagai contoh adalah, peran ulama atau kyai Nahdlatul Ulama (NU) di Jawa
Timur dan pesisir utara Jawa dalam menggalang suara pemilih untuk partai dan calon
5
Joel S.Migdal. 1988. Strong Societies and Weak States: State-Society Relations and State Capabilities in the Third World. New Jersey: Princenton University Press.
6 Lihat John T. Sidel. 2005. “Philippine Politics in Town, District, and Province: Bossim in Cative and
Cebu” The Journal Asia Studies (56/4/Nov.1997); John T. Sidel. 2005. “Bosisme dan Demokrasi di Filipina, Thailand, dan Indonesia”, dalam John Harris, Kristian Stokke, dan Olle Tornquist (ed.). Politisasi Demokrasi: Politik Lokal Baru. Jakarta: Demos.
7 Istilah bos yang dimaksud Sidel adalah merujuk para pialang lokal yang memiliki posisi monopolistis
abadi terhadap kekuatan koersif dan sumber-sumber ekonomi di daerah kekuasaan masing-masing. Lihat dalam John T. Sidel. 2005. “Bosisme….”. hal. 78.
8
antara mafia politisi, pengusaha, pegawai negeri sipil dan preman Kristen dan Muslim
menjadi pemicu konflik kekerasan agama di Ambon dan tempat-tempat lain di Maluku
Utara; kehadiran organisasi-organisasi baru yang mengaku perwakilan etnis Dayak
menjadi pialang dalam pemilu dan pembersihan etnis Madura pendatang di Provinsi
Kalimantan Tengah9; pengaruh Jawara dalam wilayah politik dan bisnis di Provinsi
Banten juga menjelaskan fenomena munculnya bosisme dalam penguasaan politik di
tingkat lokal.10
Dalam kesimpulan yang hampir sama, Nordholt dan Klinken, mempublikasikan
hasil penelitian yang berkaitan dengan dinamika politik lokal di Indonesia. Dalam
pengantar buku tersebut dijelaskan bahwa setelah bergulirnya reformasi, dinamika
politik di daerah memasuki era baru yaitu aktor-aktor lokal yang terorganisir dan
memiliki simbol kultural lokal kembali berada di panggung politik. Akumulasi
kekuasaan aktor di daerah dilakukan bukan hanya dengan cara-cara ilegal, namun
mereka dapat menguasai institusi-institusi pemerintah lokal yang sesuai dengan
mekanisme demokrasi yang ditetapkan.11 Situasi itu telah membawa para aktor lokal
’membajak’ institusi-institusi demokrasi seperti partai politik, lembaga perwakilan
rakyat, dan lain sebagainya serta beraliansi dengan para pejabat publik yang baru
terpilih. Vedi R. Hadiz menguraikan koalisi antara aktor lokal dengan pejabat publik di
Sumatera Utara dilakukan untuk menjalin akses mendapatkan kekuasaan negara dan
sumber-sumber daya, baik di tingkat pusat maupun daerah ketika otonomi daerah
diberlakukan.12
Di Sumatera Utara, aktor lokal memainkan peranan penting dalam sistem
demokrasi yang relatif baru diterapkan. Para aktor lokal yang kuat itu berasal dari
anggota organisasi kemasyarakatan seperti organisasi pemuda, organisasi keamanan
yang berkedok bisnis, dan lain sebagainya. Dalam aktivitasnya, organisasi
kemasyarakatan itu merekrut para pemuda yang tidak memiliki pekerjaan tetap untuk
melakukan tindakan kekerasan dengan alasan menjaga keamanan di lokasi tertentu.
9 Ibid. hal. 98.
10
Lili Romli. 2007. “Jawara dan Penguasaan Politik Lokal di Provinsi Banten (2001-2006)”. Disertasi. Departemen Ilmu Politik Program Pascasarjana Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Depok.
11 Henk Schutle Nordholt dan Gerry van Klinken dibantu oleh Ireen Karang-Hoogenboom. 2007. Politik
Lokal di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
12
Tentang fenomena ini lihat Lihat Vedi R, Hadiz. 2005. Dinamika Kekuasaan, Ekonomi Politik
tidak terlepas dari tindakan kekerasan seperti pemukulan, intimidasi, bahkan
pembunuhan ketika ditugaskan oleh pimpinan organisasinya untuk ”mengamankan”
lokasi tertentu yang berpotensi menghasilkan keuntungan berupa uang.
Sejak masa pemerintah kolonial menguasai perkebunan, tidak ada daerah lain
yang sanggup menyaingi para preman di Sumatera Utara untuk mempengaruhi kekuatan
politik di daerah ini. 14 Pada tahun 1965 misalnya, banyak para preman yang digunakan
oleh militer untuk membasmi anggota PKI (Partai Komunis Indonesia) di Sumatera
Utara. Mereka kemudian dikumpulkan oleh pemerintah Orde Baru ke dalam organisasi
paramiliter yang fungsinya melakukan operasi di masyarakat untuk sebuah keputusan
politik demi memperlancar kepentingan kelompok Orde Baru. Selain itu, mereka juga
diorganisir untuk melancarkan kepentingan bisnis semacam penyedia jasa keamanan di
Sumatera Utara pada masa Orde Baru hingga saat ini.
Demi menjaga stabilitas politik yang mampu menunjang pertumbuhan ekonomi,
pemerintah Orde Baru mempunyai kepentingan untuk mendapatkan dukungan dari
berbagai kelompok masyarakat, tidak terkecuali organisasi pemuda dan penyedia jasa
kemanan di Sumatera Utara. Mereka sering melakukan tindakan kekerasan di
lingkungan masyarakat yang tidak sejalan dengan mereka seperti menebar teror dan
intimidasi kepada aparat pemerintah sipil jika keinginannya tidak dipenuhi. Namun,
pada saat yang lain mereka bisa disebut sebagai warga masyarakat yang terhormat
seperti sering memberikan bantuan kepada kelompok miskin, sebagai donatur untuk
lembaga pendidikan dan memberikan bantuan sekolah kepada masyarakat yang kurang
mampu, serta aktivitas sosial lainnya. Tujuan dari aktivitas sosial ini sebenarnya untuk
melanggengkan jaringan kekuasaan yang telah dibangun dan dibina selama ini.
13
Preman (free man) adalah sebutan untuk anggota masyarakat yang melakukan kejahatan dan tindakan kriminal. Kata preman berasal dari bahasa Belanda vrije man dan istilah ini melekat pada kaum lelaki yang menolak bekerja di perkebunan Belanda. Makna kata tersebut merujuk pada lelaki bebas yang tidak dapat diatur. Namun, sejalan dengan perkembangan zaman pengertian preman mengalami perubahan. Kunarto menyebut Preman sebagai orang atau individu atau sekelompok orang yang tidak berpenghasilan tetap, tidak mempunyai pekerjaan yang pasti, mereka hidup atas dukungan orang-orang yang terkena pengaruh, orang-orang yang takut secara fisik maupun psikis. Mereka memiliki wilayah kekuasaan dan tidak terikat pada norma dan nilai yang ada dalam masyarakat serta cenderung melakukan tindakan-tindakan kriminal. Sikap, tindakan-tindakan, dan prilaku para preman itulah yang disebut sebagai premanisme. Lihat Burhani MS – Hasbi Lawrens. 1999. Referensi Ilmiah Politik, Kamus Ilmiah Populer. Jakarta: Lintas Media. hal. 560; Maruli CC Simanjuntak. 2007. Preman-Preman Jakarta. Jakarta: Grafika Indah. hal. 40-41.
14
pengaruh dalam konstelasi politik lokal di Sumatera Utara dengan perlakuan seperti
yang dijelaskan di atas adalah Pemuda Pancasila (PP). Pemerintah di daerah Sumatera
Utara harus mengakomodir dan mengembangkan Pemuda Pancasila untuk mendukung
kebijakan pemerintah Orde Baru. Orang-orang yang tergabung dalam Pemuda Pancasila
diberikan kemudahan untuk menduduki jabatan politik seperti pengurus inti Golkar,
anggota legislatif, dan diangkat menjadi pejabat birokrasi agar lebih mudah
mendapatkan dana proyek yang bersumber dari APBD (Anggaran Penerimaan dan
Belanja Daerah) dan APBN (Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara).
Tindakan itu dilakukan agar pemerintah Orde Baru mendapatkan dukungan
politik dari masyarakat di daerah demi memperlancar kebijakan pembangunan yang
berkaitan dengan kepentingan pemerintah pusat. Sejak Orde Lama, Provinsi Sumatera
Utara menjadi salah satu wilayah tempat bersemainya kelompok organisasi masyarakat
yang berpotensi melakukan gerakan perlawanan kepada pemerintah pusat disebabkan
tidak terakomodasinya kepentingan politik dan ekonomi para tokoh lokal di provinsi
tersebut. Oleh karena itu, pemerintah Orde Baru menjadikan Sumatera Utara sebagai
wilayah yang mendapat perhatian khusus dengan cara memberikan peran kepada aktor
lokal dalam memperoleh akses kekuasaan dan sumber daya yang disediakan. Tapi
kemudian saat reformasi bergulir, para aktor lokal kembali menguasai panggung politik
dan memainkan peran dalam dinamika politik lokal di Sumatera Utara.
1.2. Pokok Masalah
Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah di Provinsi Sumatera Utara sangat
memungkinkan akumulasi kekuasaan berada pada para aktor dan kelompok tertentu di
tingkat lokal. Meskipun peraturan tentang pelaksanaan otonomi daerah telah menjamin
setiap warga memiliki kebebasan untuk menyalurkan aspirasinya sehingga diharapkan
konsolidasi demokrasi dapat berjalan dan pemerintahan terselenggara secara efektif,
namun dalam praktiknya di Sumatera Utara, muncul mafia dan jaringan lokal yang
salah satunya berada di bawah kepemimpinan organisasi pemuda dan penyedia jasa
keamanan. Sebagian dari mereka berprofesi sebagai pengusaha, politisi dan selalu
mengambil peran dalam memobilisasi dukungan pada setiap kegiatan pemilihan umum
yang dilakukan organisasi Pemuda Pancasila di Sumatera Utara. Hasil penelitiannya
menjelaskan bahwa setelah jatuhnya rezim Orde Baru, perilaku preman masuk ke
wilayah politik formal. Salah satu penyebab terjadinya perilaku tersebut adalah
hubungan yang erat antara militer dengan organisasi pemuda pada masa Orde Baru.
Tindakan kekerasan dan politik uang sering sekali mereka lakukan untuk mendapatkan
posisi penting di berbagai partai politik dan lembaga parlemen, bukan hanya
mengandalkan kekuatan fisik untuk selalu memobilisasi massa dan melakukan tindakan
kekerasan kepada pihak lain yang dianggap berlawanan. Namun, kelebihannya adalah
mereka selalu terlepas dari sangsi hukum karena mereka memberikan dukungan kepada
jaringan politik yang ada. Dalam analisis Ryter dan Lindsey, tidak ada daerah lain yang
sanggup menyaingi tindakan kekerasan di Sumatera Utara dalam mempengaruhi
kekuatan politik di wilayah itu.15
Masuknya kelompok kekerasan di partai politik dan legislatif Provinsi Sumatera
Utara bermula ketika ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) khususnya
Angkatan Darat membutuhkan kekuatan preman untuk melawan pengaruh komunisme
yang disebarkan PKI. Saat itu kekuatan fisik yang dimiliki preman sangat dibutuhkan
Angkatan Darat untuk berhadapan dengan massa pengikut PKI. Ketika PKI memperluas
jaringan kekuatannya dengan mendirikan organisasi Pemuda Rakyat, tidak lama
kemudian organisasi Pemuda Pancasila didirikan pada 28 Oktober l959.16 Di Sumatera
Utara, kebanyakan pengurus dan anggota Pemuda Pancasila direkrut dari anak-anak
jalanan yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan telah membantu TNI-AD untuk
menghambat pengaruh komunis yang disebarluaskan PKI.
Pada awal Orde Baru, Pemuda Pancasila Sumatera Utara menjadi bagian
organisasi pendukung pemerintah di daerah. Pengurus dan kader Pemuda Pancasila
Sumatera Utara diberi keleluasaan untuk membentuk organisasi sayap dari berbagai
15 Lihat tulisan Loren Ryter. 1998. “Pemuda Pancasila: The Last Loyalist Free Men of Soeharto New
Order?” Indonesia, 66, Oktober. L. Ryter. 2000. “A Tale of Two Cities”, Inside Indonesia 63 (July-September). http://www.serve.com/inside/edit63/loren1.hatml; T. Lindsey. 2002. “The Criminal State: Premanisme and the New Order”, dalam G. Lloyd dan S. Smith. (eds.). Indonesia Today: Challenges of History. Singapore: ISEAS.
16 Tokoh-tokoh penting pendiri Pemuda Pancasila adalah Kolonel AH Nasution, Kolonel Gatot Subroto,
lingkungan kampus. Begitu pula di lingkungan birokrasi, ketika rekrutmen dan
pemilihan pejabat birokrasi di Sumatera Utara, Pemuda Pancasila dapat mempengaruhi
keputusan kepala daerah. Peran penting Pemuda Pancasila ketika itu adalah menjadi
salah satu organisasi yang memberikan dukungannya kepada Golkar.
Dukungan kader Pemuda Pancasila Sumatera Utara terhadap kebijakan politik
Orde Baru yang semakin terinstisionalisasi tersebut, ’dibayar’ dengan terpilihnya para
preman pada posisi strategis dalam kepengurusan Golkar dan menjadi anggota DPRD.
Selama Orde Baru, bersama-sama dengan aparat keamanan, kader dan tokoh Pemuda
Pancasila di Sumatera Utara berperan sebagai operator politik antara lain melakukan
ancaman dan intimidasi kepada kelompok masyarakat lain yang berbeda
kepentingannya. Para pimpinan organisasi pemuda tersebut, hanya melaksanakan tugas
untuk mengamankan kebijakan pemerintah Orde Baru, contohnya seperti menjaga
keamanan pada saat pemilu agar Golkar mengungguli Partai Persatuan Pembangunan
(PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dalam meraih suara terbanyak.17
Pada masa Orde Baru, tokoh-tokoh Pemuda Pancasila itu menemukan
kesempatan baru untuk ’naik kelas’ dari pelaksana menjadi pengambil keputusan atau
penentu di daerah. Segenap cara dilakukan para tokohnya seperti memperbanyak
kekayaan dan merebut kekuasaan untuk menaikkan status sosial. Bahkan setelah
reformasi bergulir pada tahun 1999, dapat dikatakan peran Pemuda Pancasila di
Sumatera Utara mengalami perluasan sekaligus pendalaman. Mereka relatif berhasil
melakukan adaptasi dengan berbagai dinamika demokrasi yang terjadi di tingkat lokal
seperti berperan aktif dalam pemilu hingga penyelenggaraan pilkada langsung.
Sebagian kader dan tokoh Pemuda Pancasila Sumatera Utara tampil sebagai
pemimpin partai politik dan menjadi anggota legislatif tanpa harus mendapatkan
persetujuan dari elit di pusat. Tidak sedikit dari mereka yang berhasil terpilih menjadi
bupati dan walikota di Provinsi Sumatera Utara. Para kader dan tokoh Pemuda
Pancasila di Sumatera Utara juga menjadi salah satu penentu kebijakan pada institusi
masyarakat lainnya seperti menjadi pengelola di berbagai media cetak lokal, pengurus
17
seperti itu, sangat jarang didapat oleh para tokoh lokal pada masa Orde Baru.
Para kader dan tokoh Pemuda Pancasila di Sumatera Utara, yang sering disebut
’preman’, tidak hanya mengandalkan ancaman dan intimidasi untuk melakukan
kekerasan serta uang yang dimiliki. Di antara mereka juga menguasai partai politik,
legislatif, birokrasi, lembaga bisnis, dan media cetak lokal untuk memenuhi
kepentingannya. Dalam kapasitas menggunakan jaringan tersebut, tentunya mereka
sangat kuat untuk memperoleh akses terhadap sumber daya (resources) dari pemerintah
daerah dan akan memaksimalkan sumber kekuasaan yang dimiliki. Sementara dalam
kapasitasnya sebagai ’preman’, mereka dapat juga menggunakan ancaman dan
intimidasi untuk melakukan kekerasan. Peran yang dilakukan oleh kader dan tokoh
Pemuda Pancasila itu, relatif lebih memudahkan mereka mendapatkan akses terhadap
local government resources untuk memaksimalkan pengaruhnya pada lembaga-lembaga
politik lokal. Meskipun dalam proses merebut sumber daya yang sifatnya terbatas itu,
perselisihan di antara kader dan tokoh Pemuda Pancasila juga sering terjadi.
Asumsi awal tentang peran yang dilakukan oleh kader dan tokoh Pemuda
Pancasila seperti yang dijelaskan di atas, pada praktiknya akan dilihat dan dianalisis saat
berlangsungnya pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008. Terpilihnya
pasangan Syamsul Arifin19-Gatot Pudjonugroho20 sebagai Gubernur dan Wakil
Gubernur Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2013, tidak terlepas dari peran Pemuda
Pancasila.
18 Beberapa kajian akademis menunjukkan bahwa pasca Orde Baru, Pemuda Pancasila merupakan salah
satu organisasi yang sangat berpengaruh di Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara. Penelitian yang ditulis Vedi R. Hadiz mengidentifikasi peran sentral para preman yang tergabung dalam organisasi pemuda seperti Pemuda Pancasila atas kemenangan pasangan calon Walikota Medan Abdillah dan Ramli dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan pada tahun 2000. Hadiz menunjukkan kemampuan kader Pemuda Pancasila dalam menggunakan potensi kekerasan yang mereka miliki untuk mengembangkan kekuasaan mereka. Lihat Vedi R, Hadiz. 2005. Ibid.
19 Syamsul Arifin adalah mantan Bupati Langkat dua periode, tokoh pemuda (mantan Ketua FKPPI dan
Ketua KNPI Provinsi Sumatera Utara), dekat dengan elit militer Orde Baru, dan memiliki usaha penjualan minyak di wilayah Langkat. Syamsul Arifin memulai karirnya sebagai aktivis organisasi pemuda di Sumatera Utara. Bergabung dengan Pemuda Pancasila di Sumatera Utara tahun 1970-an, sempat menjadi pengurus FKPPI di Sumatera Utara dan Kabupaten Langkat serta menjadi orang pertama yang pernah menduduki jabatan bupati dari unsur pemuda pada usia 45 tahun. Saat ini menjadi tahanan KPK dalam kasus korupsi APBD 2000-2007 senilai kurang lebih Rp 99 milyar ketika menjabat sebagai Bupati Langkat.
20 Gatot Pudjonugroho adalah kader Partai Keadilan Sejahtera di Provinsi Sumatera Utara. Sebelum
Pemuda Pancasila Sumatera Utara kepada Syamsul Arifin dalam pemilihan Gubernur
Provinsi Sumatera Utara diantaranya adalah memberi tugas kepada kader yang
menduduki jabatan sebagai pengurus inti atau ketua partai politik agar berupaya
mengusulkan Syamsul Arifin sebagai calon Gubernur Provinsi Sumatera Utara Periode
2008-2013; membantu pembentukan tim sukses seperti diangkatnya kader Pemuda
Pancasila, Darwin Nasution,21 sebagai ketua tim pemenangan Syamsul Arifin dalam
pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008; menginstruksikan kepada
kader, anggota dan simpatisan Pemuda Pancasila di semua jajarannya untuk bekerja
memenangkan Syamsul Arifin dalam pemilihan Gubernur tersebut; mempengaruhi
anggota Pemuda Pancasila yang menjadi pejabat di birokrasi pemerintah daerah,
anggota legislatif, para pengusaha lokal dan pengelola media cetak lokal untuk
membantu memenangkan calon gubernur yang didukung; mengerahkan anggota
Pemuda Pancasila untuk menjaga perolehan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS)
tertentu di mana basis Pemuda Pancasila cukup kuat. Selain itu, Pemuda Pancasila juga
membantu sebagian dana untuk kegiatan pemenangan yang dibutuhkan Syamsul Arifin.
Penelitian ini ingin membuktikan adanya peran kader dan tokoh Pemuda
Pancasila Provinsi Sumatera Utara dalam pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara
yang diselenggarakan tahun 2008. Peran yang dimaksud adalah selain mengandalkan
kemampuan melakukan intimidasi dengan ancaman kekerasan fisik serta mengandalkan
uang yang dimilikinya, tokoh Pemuda Pancasila juga menggunakan pengaruhnya
terhadap jaringan politik yang mereka miliki untuk bekerja memenangkan calon yang
didukung dalam pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008. Untuk
menguji asumsi tentang adanya peran Pemuda Pancasila dalam pemilihan Gubernur
Provinsi Sumatera Utara tahun 2008 tersebut, maka penelitian ini akan menjawab
sejumlah pertanyaan berikut:
1. Seperti apakah bentuk intimidasi yang dilakukan Pemuda Pancasila dalam
mendukung Syamsul Arifin dan Gatot Pudjonugroho dalam pemilihan calon
Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008?
21
pimpinan partai politik dan anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara dalam
mendukung calon gubernur dan wakil gubernur yang ingin dimenangkan?
3. Bagaimana model relasi yang dibangun antara pimpinan Pemuda Pancasila
Sumatera Utara dengan pejabat birokrasi, pengusaha, dan pengelola media massa
lokal di Sumatera Utara saat berlangsungnya pemilihan Gubernur Provinsi Sumatera
Utara tahun 2008?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Menjelaskan alasan-alasan yang dijadikan landasan anggota Pemuda Pancasila
untuk mengintimidasi para pemilih agar memilih Syamsul Arifin dan Gatot
Pudjonugroho dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera
Utara tahun 2008.
2. Menjelaskan model mobilisasi yang dilakukan oleh pimpinan MPW Pancasila
Sumatera Utara Provinsi Sumatera Utara pada saat pemilihan Gubernur Provinsi
Sumatera Utara. Mobilisasi tersebut berkaitan dengan cara Pemuda Pancasila
Sumatera Utara memberikan perintah kepada anggotanya yang menjadi pimpinan
partai politik dan anggota legislatif untuk mempengaruhi pihak lain agar
memenangkan kandidat gubernur yang didukung dalam setiap tahapan pemilihan
gubernur. Oleh karena itu, dengan mengetahui model mobilisasi tersebut akan
terlihat jelas signifikansi pengaruh Pemuda Pancasila dalam konstelasi politik lokal
di Sumatera Utara.
3. Menjelaskan pola relasi antara kader dan tokoh Pemuda Pancasila dengan birokrat,
pengusaha, dan media massa lokal di Provinsi Sumatera Utara terkait pemilihan
gubernur tahun 2008. Dengan mengetahui pola relasi itu akan terlihat pengaruh
kekuasaan kader dan tokoh Pemuda Pancasila pada lembaga politik lokal dalam
konteks pola hubungan negara–masyarakat (state–society) di Sumatera Utara
Secara akademis, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis peran, kiprah, dan
proses keterlibatan tokoh Pemuda Pancasila di Sumatera Utara hingga bisa menjadi
pimpinan partai politik, pejabat eksekutif dan legislatif, menjadi pengusaha, dan
pengelola media massa lokal. Pembahasan ini diharapkan akan memberikan perspektif
kontemporer mengenai peran, kiprah, dan proses yang dilakukan tokoh Pemuda
Pancasila Sumatera Utara untuk mempengaruhi lembaga politik lokal dalam rangka
memenuhi kepentingannya. Penelitian sebelumnya yang hampir sama di Indonesia
seperti studi tentang Jawara, Bosisme, dan Premanisme menjelaskan tentang orang kuat
lokal yang muncul dan mengambil alih kontrol atas politik lokal dalam proses otonomi
daerah. Penelitian ini akan membahas tentang gejala kekerasan, kekuatan uang dan
pemanfaatan jaringan politik yang muncul bukan hanya mengandalkan kekuatan
individu seperti Jawara maupun Bosisme, namun juga mengutamakan kekuatan
organisasi. Kekhususan studi ini berkaitan dengan konteks lokal di Sumatera Utara yaitu
bahwa prilaku intimidasi dan uang, dalam politik lokal, dilakukan dengan menggunakan
kekuatan organisasi bukan dengan mengandalkan kekuatan individu.
Sedangkan secara praktis penelitian ini dapat memberi penjelasan bagi
pemerhati kajian demokrasi, khususnya yang terjadi di Sumatera Utara terkait dengan
organisasi pemuda sebagai kelompok kekerasan yang terlibat dalam perebutan
kekuasaan yang sedang berlangsung pada domain politik lokal yaitu pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara tahun 2008. Dari penjelasan
tersebut akan terlihat apakah peran mereka dapat membantu atau justru mengganggu
konsolidasi demokrasi yang sedang berlangsung di tingkat lokal.
1.5. Kajian Pustaka
Penelusuran literatur terhadap topik yang relevan dengan fokus studi ini
dilakukan pada jurnal ilmiah di internet, buku serta publikasi cetak lainnya. Hasilnya
adalah, topik sejenis sebagian besar bisa ditemukan dalam tulisan atau artikel yang
diterbitkan dalam bentuk buku yang membahas kondisi Indonesia pasca pemerintahan
Presiden Soeharto. Hasil studi literatur terungkap bahwa pola hubungan antara bos lokal
dengan birokrat, pimpinan partai politik, pengusaha dan aparat di daerah pada masa
sosiologi, dan kriminologi, namun kajian politik yang berkenaan dengan penguasaan
terhadap institusi politik lokal masih sangat terbatas terutama yang berupa hasil
penelitian. Atas pertimbangan tersebut, maka pencarian artikel hasil-hasil studi yang
relevan berawal dari Jurnal Inside Indonesia dan artikel yang telah dibukukan.
Buku yang ditulis oleh Colombijn dan Lindblad berjudul ”Indonesia is a violent
country” menyimpulkan bahwa penanganan kekerasan yang dilakukan oleh berbagai
pihak dan aturan main mengenai keamanan dan kekerasan belum juga muncul. Oleh
karena itu, pemerintah pusat mencoba mengikis organisasi masyarakat yang cenderung
menggunakan kekerasan dengan merevisi undang-undang mengenai organisasi
masyarakat.22
Buku lain yang disunting oleh Okamato Masaaki dan Abdur Rozaki berjudul
”Kelompok Kekerasan dan Bos Lokal di Era Reformasi” membedah tentang
kemunduran negara (retreat of the state) di bidang keamanan dan kemunculan broker
keamanan dan kelompok kekerasan dengan mengangkat beberapa kasus di Jakarta,
Banten, Kalimantan Barat dan Bali.23 Setiap kasus memiliki ciri khas yang
berbeda-beda. Tulisan Okamoto Masaaki memperlihatkan dua jenis broker keamanan yang
memiliki corak yang sangat berbeda di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta untuk
memberikan jasa pengamanan bagi mereka yang membutuhkan, walau keduanya
muncul karena adanya ketidakamanan pada pasca pemerintahan Soeharto. Kondisi itu
terjadi karena hubungan antara negara dan masyarakat dari segi keamanan tidak jelas
lagi.24
Tulisan Untung Wahyono mengenai ”Jagoan Betawi dari Cakung” menguraikan
kelompok kekerasan yang sangat mengemuka di DKI yaitu Forum Betawi Rempug
(FBR) yang melakukan intimidasi dengan cara kekerasan untuk menghimpun dana
kepada perusahaan, pedagang, supir angkutan umum dan warga di Jakarta dan Bekasi.
Ketika berlangsung pemilihan legislatif, presiden, dan kepala daerah, FBR ikut
mendukung salah satu kandidat.25
22
Freek Colombijn dan Thomas J. Lindblad. eds. 2002. Roots of Violence in Indonesia: Contemporary Violence in Historical Perspective. Singapore: ISEAS.
23
Okamoto Masaaki & Abdur Rozaki. 2006. Kelompok Kekerasan dan Bos Lokal di Era Reformasi. Yogyakarta: IRE Press.
24 Okamoto Masaaki. “Broker Keamanan di Jakarta: Yang Profesional dan Berbasis Massa”. dalam
Okamoto Masaaki & Abdur Rozaki. Ibid. hal. 1-18.
25