• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

II.2. Teori Komunikasi

Studi komunikasi tak lain adalah Human Communication, dengan kata lain dalam studi komunikasi harus selalu melibatkan manusia baik sebagai komunikator maupun sebagai komunikan. Dengan demikian pula, ketika melihat seseorang berkomunikasi dengan binatang di arena sirkus itu bukanlah komunikasi karena melibatkan binatang. Dari sini jelas bahwa yang dimaksud dalam studi komunikasi itu melibatkan manusia sebagai sumber dan penerima pesan. Televisi sebagai salah satu instuti juga tak lain hasil manusia berpikir dan audiensnya yang manusia itu sendiri “Organism” televisi itu tak lain adalah kumpulan orang-orang yang bekerjasama satu sama lain untuk memproduksi siaran.

Secara ringkas, komunikasi itu melibatkan komunikator sebagai penyampai pesan dan komunikator sebagai penerimanya. Kemudian dan unsur ini dikembangkan lebih lanjut dengan melibatkan saluran (channel), umpan balik (feed back). Perbedaan unsur-unsur yang ada di dalam komunikasi ini tergantung pada pola komunikasi manakah yang sedang dibahas. Dalam komunikasi dengan diri sendiri misalnya : ia hanya membutuhkan unsur komunikator (dirinya sendiri) dan komunikan (dirinya sendiri pula). Dalam komunikasi antar person lebih kompleks lagi misalnya ada noise (kegaduhan), komunikator juga bertindak sebagai komunikan, dan sebaliknya. Dalam komunikasi massa lebih kompleks lagi, ia melibatkan banyak hal. Mulai dari komunikator, komunikan, media massa, unsur proses menafsirkan pesan (decoder), feed back yang lebih kompleks lagi karena melibatkan khalayak lebih banyak lagi. Proses penerimaan pesan semakin menyempit sejalan dengan peningkatan jumlah orang yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut. Proses komunikasi dengan dua orang punya yang berbeda status, jenjang pendidikan, pengalaman hidup, warisan budaya keluarga, dan lain-lain (Nurudin, 2004 : 14-16).

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris “Communication” berasal dari kata latin “Communicatio”, dan bersumber dari kata comunis yang berarti sama (Effendy, 2005 : 6) sama disini maksudnya adalah sama makna, maksudnya bila seseorang mengadakan kegiatan komunikasi dengan suatu pihak, maka orang

tersebut cenderung berusaha untuk mengadakan persamaan arti dengan pihak lain yang menjadi lawan komunikasinya.

Everett M. Rogers, seorang Sosiologi Pedesaan Amerika yang telah banyak memberikan perhatian pada studi riset komunikasi beserta Dr. Lawrence Kincaid (1981) mengembangkan defenisi komunikasi yang sebelumnya diberikan oleh Rogers, menjadi : “Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada daling pengertian yang mendalam. Rogers mencoba menspesifikasikan hakekat suatu hubungan dengan adanya perubahan sikap dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari orang-orang yang ikut serta dalam suatu proses komunikasi. Kemudian, Shannon dan Weaver (1949) mengungkapkan bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Awal tahun 1960, David K. Berlo membuat formula komunikasi yang lebih sederhana yaitu “SMCR”, yakni “ Source (pengirim),

Message (pesan), Channel (saluran atau media), dan Receiver (penerima).

Howard Stephenson dalam bukunya “Handbook of public relations” (1971) menjelaskan komunikasi merupakan proses penyampaian peran komunikasi dan juga efek komunikasi dari seseorang atau kelompok, kepada orang atau kelompok lainnya. Sedangkan Joseph A. Devito dalam bukunya “Communicology : An introduction to the study of communication” menjelaskan bahwa komunikasi adalah kegiatan yang dilakukan seseorang atau lebih dari kegiatan menyampaikan dan menerima pesan komunikasi yang terganggu keributan, dalam suatu konteks, bersama dengan beberapa efek yang timbul dan kesempatan arus balik (Lubis, 2005 : 10).

Tahun 1976, Dance dan Larson mengumpulkan 126 defenisi komunikasi yang berlainan. Saat ini jumlah itu telah meningkatkan lebih banyal lagi. Namun, Dance dan Larson mengidentifikasi tiga dimensi konseptual penting yang mendasari perbedaan dari ke 126 defenisi temuan itu (1) Tingkat observasi atau derajat keabstrakkannya : yang bersifat umum, misalnya defenisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah proses transmisi informasi.

II. 2.2. Proses Komunikasi

Komunikasi tidak berjalan begitu saja, sebab satu kegiatan komunikasi harus menjalani proses komunikasi sehingga baru terlaksana kegiatan komunikasi tersebut. Proses komunikasi yang lengkap bermula sejak peralatan rohaniah manusia bekerja menghasilkan hasil kerja peralatan rohaniah : penyusunan falsafah hidup, pembentukan konsepsi kebahagiaan, munculnya motif komunikasi, dan disusunnya pesan yang disampaikan melalui tindakan komunikasi. Proses komunikasi tahap 1 yaitu penginterpretasian. Yang diinterpretasikan adalah motif komunikasi, terjadi di dalam diri komunikator. Artinya, proses komunikasi tahap ini bermula sejak motif komunikasi muncul hingga akal budi komunikator berhasil menginterpretasikan apa yang ia pikir dan rasakan (abstrak) kedalam pesan. Proses tahap 2 yakni penyandian. Tahap ini masih terjadi dalam diri komunikator, berawal sejak pesan abstrak berhasil diwujudkan akal budi manusia kedalam lambang komunikasi. Proses ini disebut tahap encoding atau proses penyandian. Akal budi manusia berfungsi sebagai encoder, alat penyandi untuk merubah pesan abstrak menjadi konkrit. Proses komunikasi tahap 3 yakni pengiriman. Dalam tahap ini, komunikator melakukan tindakan komunikasi, mengirim lambang komunikasi dengan peralatan jasmaniah sebagai transmitter atau alat pengirim pesan. Misalnya saya menyukai seorang lelaki/ alasannya karena lelaki itu memenuhi kriteria saya untuk seseorang yang memenuhi kriterria untuk menjadi kekasih. Akal budi saya menginterpretasikan hal ini sebagai rasa cinta (tahap 1). Saya ingin menyatakannya dengan menyusun kata-kata yang menurut saya dapat mewujudkan rasa cinta di hari (mengubah pesan abstrak menjadi konkrit). Lalu saya menyatakan rasa cinta tersebut denan sebuah surat yang saya sampaikan kepada lelaki tersebut. Disinilah proses pengiriman pesan melalui tulisan. Proses komunikasi tahap 4 yaitu perjalanan. Tahap ini terjadi sejak komunikator mengirim pesan (surat) kepada komunikan hingga pesan diterima oleh komunikan. Dalam penyampaiannya terdapat saluran komunikasi, dimana dapat dilalui dengan dua cara dengan media (mediated

communication) atau tanpa media (nonmediated communication). Dalam hal ini

langsung menyampaikan surat (lambang komunikasi) langsung kepada lelaki tersebut. Proses komunikasi tahap 5 : penerimaan. Ini ditandai dengan diterimanya lambang komunikasi yakni bahasa yang saya sampaikan ketika memberi surat, verbal maupun nonverbal, dan diterima melalui peralatan jasmaniah komunikan. Seiring dengan diterimanya lambang komunikasi maka alat penerima komunikan yakni peralatan jasmaniah atau transmitter, maka akal budinya juga bekerja membawa proses komunikasi masuk ke tahap 6. Proses komunikasi tahap 6 : penyadian balik. Tahap ini hanya terjadi pada komunikan. Bermula ketika lambang komunikasi diterima oleh peralatan jasmaniah komunikan sebagai transmitter, sampai penguraian lambang komunikasi oleh akal budi komunikan. Proses ini disebut decoding, atau penyandian balik. Misalnya dalam kasus saya tadi, ketika surat saya berikan pada lelaki tersebut, dan jika ia menanggapi pemberian surat saya dengan baik maka ia akan tersenyum, ini berarti akal budinya berhasil men-docode lambang komunikasi saya atau malah menanggapi sebaliknya ia malah mengangap lain atas tindakan saya. Inilah yang disebut

decoding atau penyandian balik. Proses komunikasi tahap 7 : penginterpretasian.

Tahap ini terjadi dalam diri komunikan. Berawal sejak lambang komunikasi berhasil diuraikan oleh komunikan kedalam bentuk pesannya : cinta. Komunikan saya, lelaki tadi mencoba untuk menginterpretasikan dan memaknai hal itu denotatif dan konotatif, dikaji oleh akal budi (Vardiansyah, 2004 : 84-87). Dalam bukunya, Sendjaja (2002) menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, proses komunikasi diawali oleh sumber (source) baik individu ataupun kelompok yang berusaha berkomunikasi dengan individu atau kelompok lain. Langkah pertama yang dilakukan oleh sumber adalah ideation, yatu penciptaan suatu gagasan atau pemilihan seperangkat informasi untuk dikomunikasikan. Ideation ini merupakan landasan bagi suatu pesan yang akan disampaikan. Langkah kedua dalam penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu sumber menerjemahkan informasi atau gagasan dalam wujud kata-kata, tanda-tanda atau lambang-lambang yang disengaja untuk menyampaikan informasi dan diharapkan mempunyai efek terhadap orang lainl. Pesan atau message adalah alat-alat dimana sumber mengekspresikan gagasannya dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tertulis ataupun perilaku norverbal, seperti bahasa isyarat, ekspresi wajah atau gambar-gambar

langkah ketiga dalam proses komunikasi ini adalah penyampaian pesan yang telah disandi (encode). Sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan cara berbicara, menulis menggambar, ataupun melalui suatu tindakan tertentu. Pada langkah ini kita mengenal istilah channel atau saluran, yaitu alat-alat untuk menyampaikan suatu pesan. Saluran untuk komunikasi lisan adalah komunikasi tatap muka, radio, dan telepon. Sedangkan saluran untuk komunikasi tertulis meliputi setiap materi yang tertulis ataupun sebuah media yang dapat mereproduksi kata-kata tertulis seperti televisi, LCD, kaset video, atau OHP (Overhead Projector). Langkah keempat, perhatian dialihkan kepada penerima pesan. Jika pesan bersifat lisan, maka penerima perlu menjadi seorang pendengar yang baik, karena jika penerima tidak mendengar, pesan tersebut akan hilang. Dalam proses ini, penerima melakukan decoding, yaitu memberikan penafsiran interprestasi terhadap pesanan disampaikan padanya. Pemahaman merupakan kunci untuk melakukan decoding dan hanya terjadi dalam pikiran penerima. Akhirnya hanya penerima pula memberikan respon terhadap pesan tersebut. Tahap terakhir pada proses komunikasi adalah feedback atau umpan balik yang memungkinkan sumber mempertimbangkan kembali pesan yang telah disampaikannya kepada penerima. Respon atau umpan balik dari penerima terhadap pesan yang disampaikan sumber dapat berwujud kata-kata ataupun menyimpannya. Umpan balik inilah yang dapat dijadikan landasan untuk mengevaluasi efektivitas komunikasi (Bungin, 2006 : 253-254).

II. 2.3. Fungsi Komunikasi

Secara terperinci, Harold D. Laswell (1948) mengemukakan fungsi-fungsi komunikasi.

1. Penjagaan/pengawasan lingkungan (surveillance of the environtment). Fungsi yang pertama ini, menurut Laswell dijalankan oleh para diplomat, atase, koresponden luar negeri untuk menjaga lingkungan.

2. Menghubungkan bagian-bagian yang terpisah dari masyarakat untuk menanggapi lingkungannya (corelation of the part of society in responding the

environtment). Fungsi ini lebih diperankan editor, wartawan, dan juru bicara

sebagai penghubung respon internal.

3. Menurunkan warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya (transformation of the social heritage). Fungsi ini dijalankan oleh para pendidik di dalam pendidikan formal maupun nonformal karena terlibat mewariskan adat kebiasaan, nilai dari generasi ke generasi. Fungsi ini lebih berfokus pada pengetahuan, nilai, dan norma sosial.

Fungsi Komunikasi Pelaku Tujuan

Penjajakan lingkungan Diplomat, atase, pemimpin opini

Mencari tahu, pertimbangakn,

keputusan Korelasi Wartawan, juru

bicara, juru pena

Memberi pengertian, mempengaruhi,

menafsirkan

Sedangkan Charles R. Wright (1988) menambahkan satu fungsi yakni

entertaiment (hiburan) yang menunjukkan pada tindakan-tindakan komunikatif

yang terutama sekali dimaksudkan untuk menghibur dengan tidak mengindahkan efek-efek instrumental yang dimilikinya (Nurudin, 2005 : 15-17).

Pendapat lain mengatakan bahwa untuk memahami fungsi komunikasi kita perlu lebih dahulu memahami tipe-tipe komunikasi, sebab hal ini akan membedakan fungsinya yang secara umum dibagi menjadi empat yakni komunikasi dengan diri sendiri (interpersonal communication) yakni komunikasi yang terjadi di dalam diri individu atau berkomunikasi dengan diri sendiri. Fungsi komunikasi tipe ini adalah untuk mengembangkan kreativitas imajinasi, memahami dan mengendalikan diri, serta meningkatkan kematangan berpikir sebelum mengambil keputusan. Mengembangkan kreatifitas imajinasi berarti mencipta sesuatu lewat daya nalar melalui komunikasi dengan diri sendiri. Tipe komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka. Fungsi komunikasi ini adalah berusaha

meningkatkan hubungan (human relations), menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagai pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain.

Tipe berikut adalah komunikasi publik yakni biasanya disebut komunikasi kolektif, komunikasi pidato, komunikasi retorika, public speaking, dan komunikasi khalayak. Komunikasi ini memiliki ciri bahwa pesan yang disampaikan itu tidak berlangsung secara spontanitas, tetapi terencana dan dipersiapkan lebih awal, biasanya ditemui pada kuliah umum, khotbah, rapat, akbar, pengarahan, ceramah, dan semacamnya. Karena itu komunikasi publik ini juga disebut komunikasi kelompok fungsi komunikasi ini adalah menumbuhkan semangat kebersamaan (solidaritas), mempengaruhi orang lain, memberi informasi, mendidik, dan menghibur. Tipe komunikasi yang terakhir adalah komunikasi massa. Komunikasi massa didefenisikan sebagai proses komunikasi yang berlangsung dimana pesannya dikirim dan sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti radio, televisi, surat kabar, dan film. Dalam komunikasi massa sumber dan penerima dihubungkan oleh saluran yang telah diproses secara mekanik. Proses komunikasinya berlangsung satu arah serta tanggapan baliknya lambat dan terbatas. Fungsi komunikasi massa yakni menyebarluaskan informasi, meratakan pendidikan, merangsang pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan kegembiraan dalam hidup seseorang (Cangara, 2006 : 29-36; 55-57).

Dokumen terkait