• Tidak ada hasil yang ditemukan

Talkshow “Bukan Empat Mata” Di Trans 7 Dan Tingkat Kepuasan Khayalak (Studi Korelasional Tentang Pengaruh Acara Talk Show “Bukan Empat Mata” Di Trans 7 Terhadap Tingkat Kepuasan Khayalak Di Kalangan Mahasiswa FISIP USU Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Talkshow “Bukan Empat Mata” Di Trans 7 Dan Tingkat Kepuasan Khayalak (Studi Korelasional Tentang Pengaruh Acara Talk Show “Bukan Empat Mata” Di Trans 7 Terhadap Tingkat Kepuasan Khayalak Di Kalangan Mahasiswa FISIP USU Medan)"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

TALKSHOW “BUKAN EMPAT MATA” DI TRANS 7 DAN

TINGKAT KEPUASAN KHAYALAK

(Studi Korelasional Tentang Pengaruh Acara Talk Show “Bukan Empat Mata” di Trans 7 Terhadap Tingkat Kepuasan Khayalak di Kalangan

Mahasiswa FISIP USU Medan)

Diajukan Oleh :

NIM : 050922023 ADE LEDY MAULITA

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM EKSTENSION UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

NAMA : ADE LEDY MAULITA

NIM : 050922023

DEPARTEMEN : ILMU KOMUNIKASI

JUDUL : TALK SHOW “BUKAN EMPAT MATA” DI TRANS 7 DAN TINGKAT KEPUASAN KHALAYAK.

(Study Korelasional Tentang Pengaruh Acara Talk Show “Bukan Empat Mata” di Trans 7 Terhadap Tingkat Kepuasan Khalyak di Kalangan Mahasiswa Fisii USU Medan).

Pembimbing Ketua Departemen

(Dra. Dewi Kurniawati,M.Si) (Drs. Amir Purba MA

NIP. 131 837 036 NIP. 131 654 104

)

Dekan FISIP USU

(Prof.DR.M. Arif Nasution, M.A NIP. 131 757 010

(3)

KATA PENGANTAR

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Segala puji bagi ALLAH SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa menyertai penulis. Terlebih pada saat penyusunan skripsi Talk Show “Bukan Empat Mata” di Trans 7 dan Tingkat Kepuasan Khalayak di Kalangan Mahisiswa FISIP USU Medan yang dapat berlangsung dengan baik mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan dan penyusunan skripsi.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu memudahkan penyusunan skripsi, mulai dari tahap persiapan sampai pada tahap penyusunan.

Ucapan terima kasih yang terdalam kepada kedua orangtua penulis Ayahanda (Alm.)Kol Arifin Harahap dan Ibunda tercinta Siti M Arifin Hasibuan, yang telah membesarkan dan memberikan semua dukungan sepenuh jiwa yang tiada henti baik material, moril dan doanya serta memberikan kebahagiaan sepanjang hayat penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi penyampaian isi, hingga pembahasan masalah.

Pada kesempatan ini juga penulis ingin mengucpkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Ketua Departemen Komunikasi FISIP USU Bapak Drs. Amir Purba, MA 2. Dosen Pembimbing Penulis, Dra. Dewi Kurniawati,M.Si yang telah

(4)

kesabaran layaknya seorang ibu dalam memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi dan membantu segala permasalahan penulis.

3. Bapak Drs. Humaizi,MA, selaku Pembantu Dekan I.

4. Saudara-saudara yang tercinta Arfina Wedy Harahap, S.E dan Ardiansyah 5. Yang Istimewa yang selalu ada dan siap membantu setiap saat serta selalu

memberikan semangat Heru Asmara Sinta Sinuhaji, S.sos.

6. Kakanda-kakanda tersayang kak Laura dan Mbok Syull yang sangat perhatian kepada penulis yang begitu memperhatikan penulis dengan sabar dan tulus, bang pipin yg baik hati, tidak lupa Indah alias Khairani yg sudah feminim.

7. Teman-teman kerja: Econ Tonggi, Dhika Pertiwi, Indun Wulan, Rini, Kak Tina, Kak Susi, Kak Dede, Kak Lisa, Nova, Bang Coxcox, Fahri, Kak Wita, Kak Tari, Ika tidak lupa jg ibu Asm Ida Ayu Dewi terimakasih atas dukungan kalian guys.

8. Buat K’Ros, K’Cut, Maya, Rotua dan yang tak bisa di sebutkan satu persatu terima kasih atas bantuannya selama ini.

9. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu di dalam perkuliahan.

Terima kasih atas dukungannya.

(5)

Penulis berharap agar skripsi ini bermanfat bagi setiap yang membaca dan dapat menjadi bahan masukan bagi yang ingin melakukan penelitian sejenisnya dan jika terdapat kesalahan penulisan, penulis mohon maaf sebesar-besarnya.

Medan, Desember 2008 Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah ... 1

I.2. Perumusaan Masalah ... 3

I.3. Pembatasan Masalah ... 3

I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

I.5. Kerangka Teori ... 4

I.6. Kerangka Konsep ... 10

I.7. Model Teoritis ... 11

I.8. Operasional Variabel ... 11

I.9. Defenisi Variabel ... 12

I.10. Hipotesa ... 14

BAB II LANDASAN TEORITIS II.1. Teori Penggunaan dan Kepuasan ... 15

II.2. Teori Komunikasi ... 20

II.3. Teori Komunikasi Massa ... 28

II.4. Media Massa ... 32

II.5. Televisi ... 35

II.6. Talkshow ... 38

(7)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 43

III.2. Metode Penelitian ... 49

III.3. Populasi dan Sampel ... 50

III.4. Teknik Penarikan Sampling ... 52

III.5. Teknik Pengumpulan Data ... 56

III.6. Teknik Analisa Data ... 56

BAB IV ANALISA DATA IV.1. Pelaksanaan dan Pengumpulan Data dilapangan ... 59

IV.2. Tehnik Pengolahan Data ... 60

IV.3. Analisa Tabel Tunggal ... 61

IV.4. Analisa Tabel Silang ... 87

IV.5. Pengujian Hipotesa ... 93

IV.6. Pembahasan ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan ... 97

V.2. Saran ... 98

(8)

LAMPIRAN

(9)

Tabel Judul hal

28 Pendapat responden tentang talkshow dan informasi ... 94

29 Pendapat responden tentang talkshow dan pengetahuan ... 95

30 Perasaan responden setelah menonton talkshow ... 96

31 Alasan responden menonton talkshow untuk mengikuti trend program ... 97

32 Pendapat responden terhadap Bukan Empat Mata ... 98

33 Komunikasi responden dan lingkungan sebelum menonton Bukan Empat Mata ... 99

34 Komunikasi responden dan lingkungan setelah menonton Bukan Empat Mata ... 101

35 Pendapat responden tentang perasaan terhibur setelah menonton Bukan Empat Mata ... 102

36 Pendapat responden tentang perasaan terhibur setelah menonton Bukan Empat Mata ... 103

(10)

38 Hubungan antara intensitas menonton talkshow dengan

mendapatkan informasi ... 105 39 Hubungan antara pemahaman jargon dengan perasaan setelah

menonton talkshow ... 107 40 Hubungan antara pengetahuan tentang bintang tamu dengan

perasaan terhibur setelah menonton talkshow... 108 41 Hubungan antara cara bercanda Tukul Arwana dengan

perasaan responden setelah menonton talkshow ... 109 42 Hubungan antara pemahaman materi dengan perasaan

(11)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Talkshow “Bukan Empat Mata” dan Tingkat Kepuasan Khalayak. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

talkshow “Bukan Empat Mata” terhadap tingkat kepuasan khalayak

mahasiswa FISIP USU, mengetahui tingkat kepuasan yang diperoleh mahasiswa, dan mengetahui bagaimana efektivitas media massa dalam

memenuhi kebutuhan-kebutuhan audiensinya akan isi media, dalam penelitian ini adalah kebutuhan mahasiswa akan program acara talkshow “Bukan Empat Mata” ditrans7. Dengan demikian perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauhmanakah pengaruh talkshow “Bukan Empat Mata” di Trans7 terhadap tingkat kepuasan khalayak dikalangan mahasiswa FISIP USU.

Dalam penelitian ini metode yang dipergunakan adalah metode korelasional, yakni metode untuk meneliti sejauhmana pengaruh talkshow terhadap tingkat kepuasaan mahasiswa.

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa program S1 reguler FISIP USU dari seluruh departemen, angkatan 2005-2006 dengan jumlah 878 orang. Sampel penelitian diperoleh dengan menggunakan rumus Taro Yamane yakni menjadi 89 orang, dengan teknik penarikan sampel menggunakan stratified

sampling, dan teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner,

Selanjutnya, peneliti melakukan scoring dan ranking pada jawaban responden di kuesioner. Dari analisa data berdasarkan tabel skor Fotron Cobol dan tabel rank, maka diperoleh rs = 0,524, dimana pada skala Guilford nilai berada pada skala 0,41-0,70, yakni adanya hubungan yang cukup berarti. Kemudian nilai zhitung diperoleh sebesar 4,897, dan nilai Z1/2α apabila dilihat pada tabel z tidak tercantum, tetapi melebihi nilai yang ada yakni ± 0,500. Dari perbandingan nilai zhitung danZ1/2α, didapatkan kesimpulan Ho ditolak yang berarti terdapat hubungan antara talkshow “Bukan Empat Mata” dengan tingkat kepuasan mahasiswa.

(12)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Talkshow “Bukan Empat Mata” dan Tingkat Kepuasan Khalayak. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

talkshow “Bukan Empat Mata” terhadap tingkat kepuasan khalayak

mahasiswa FISIP USU, mengetahui tingkat kepuasan yang diperoleh mahasiswa, dan mengetahui bagaimana efektivitas media massa dalam

memenuhi kebutuhan-kebutuhan audiensinya akan isi media, dalam penelitian ini adalah kebutuhan mahasiswa akan program acara talkshow “Bukan Empat Mata” ditrans7. Dengan demikian perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauhmanakah pengaruh talkshow “Bukan Empat Mata” di Trans7 terhadap tingkat kepuasan khalayak dikalangan mahasiswa FISIP USU.

Dalam penelitian ini metode yang dipergunakan adalah metode korelasional, yakni metode untuk meneliti sejauhmana pengaruh talkshow terhadap tingkat kepuasaan mahasiswa.

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa program S1 reguler FISIP USU dari seluruh departemen, angkatan 2005-2006 dengan jumlah 878 orang. Sampel penelitian diperoleh dengan menggunakan rumus Taro Yamane yakni menjadi 89 orang, dengan teknik penarikan sampel menggunakan stratified

sampling, dan teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner,

Selanjutnya, peneliti melakukan scoring dan ranking pada jawaban responden di kuesioner. Dari analisa data berdasarkan tabel skor Fotron Cobol dan tabel rank, maka diperoleh rs = 0,524, dimana pada skala Guilford nilai berada pada skala 0,41-0,70, yakni adanya hubungan yang cukup berarti. Kemudian nilai zhitung diperoleh sebesar 4,897, dan nilai Z1/2α apabila dilihat pada tabel z tidak tercantum, tetapi melebihi nilai yang ada yakni ± 0,500. Dari perbandingan nilai zhitung danZ1/2α, didapatkan kesimpulan Ho ditolak yang berarti terdapat hubungan antara talkshow “Bukan Empat Mata” dengan tingkat kepuasan mahasiswa.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

(14)

dibandingkan media massa yang lain seperti: radio, atau surat kabar. Walaupun demikian televisi juga memiliki kelemahannya sendiri.

Kreativitas dunia pertelevisian semakin terasah dengan ketatnya kompetisi yang bukan saja pada tingkat lokal, tetapi juga tingkat nasional, sebut saja beberapa stasiun televisi swasta yakni: RCTI, SCTV, TRANS TV, GLOBAL TV, TRANS 7, LATIVI, INDOSIAR, TPI, ANTV, METRO TV, dan ditambah dengan masih banyak lagi televisi daerah. Stasiun-stasiun televisi ini bersaing untuk mendapatkan perhatian masyarakat melalui program-program acara yang mereka tawarkan. Berbagai bentuk program acara dimunculkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya pemirsa televisi yang haus akan tayangan yang informatif, namun juga menghibur. Mulai dari program yang diperuntukan pada anak-anak, remaja hingga orang dewasa, untuk rumah tangga hingga perusahaan besar, dan mulai dari berita, baik ringan maupun berita kriminal, hingga acara hiburan yang mengasyikkan, dan sebagainya.

(15)

yang menonton televisi, sehingga lebih leluasa menangkap informasi yang disampaikan.

Sebut saja beberapa program talkshow seperti “Dorce Show” yang dibawakan oleh Dorce Gamalama, “Om Farhan”yang dibawakan oleh Farhan, “Senin Malam Show” yang dibawakan oleh Indro Warkop dan almarhum Taufik Savalas, acara “ Bukan Empat Mata” yang sebelumnya “ Empat Mata” dibawakan oleh Tukul Arwana, dan sebagainya, menjadi pilihan masyarakat yang menyukai acara yang menghibur sekaligus memberikan informasi yang mungkin tidak diberikan oleh program acara yang lain.

Salah satu program acara talkshow yang paling banyak diminati dan paling banyak pro kontra adalah “Bukan Empat Mata”. Dimulai dengan tayangan perdana pada tanggal 28 Mei 2006 dengan nama acara “Empat Mata”, pukul 22.00 WIB di stasiun televisi Trans7, yang sebelumnya bernama TV7. Stasiun ini didirikan pada tanggal 25 Novenber 2001 dengan nama TV7 ( PT. Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh ) yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Gramedia Group. Pada tanggal 4 Agustus 2006, PT. Transformasi Televisi Indonesia resmi membeli 49 % saham PT. Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh

sehingga tv7 kini dimiliki bersama oleh Gramedia Group dan TransCorp. Talkshow ini bahkan sempat beberapa kali mengubah waktu penayangannya, dari yang mulai satu kali seminggu, sekarang menjadi lima kali tayang dalam seminggu, yakni Senin hingga Jumat, dan dimulai pukul 21.30.

(16)

sedang barada di sebuah ruangan tamu. Tukul sendiri merupakan pembawa acara yang senang bercanda dengan menggunakan kata-kata tertentu, melakukan gerakan-gerakan kocak, atau membuat mimik muka yang mengundang tawa penonton dan juga bintang tamunya. Dan bahkanTukul kini terkenal dengan ciri kahas kata-kata seperti “Puas!!”, “Tak sobek-sobek”, Kembali ke laptop!!” dan “ Wong Ndeso Katro”. Mulai dari anak kecil, hingga orang dewasa tidak asing dengan kata-kata tersebut, bahkan tidak sedikit yang suka menirukannya..

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti pengaruh talk show “Bukan Empat Mata” di Trans 7 terhadap Tingkat Kepuasan Khlayak dikalangan mahasiswa FISIP USU”.

I.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan diatas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Sejauhmanakah pengaruh tayangan “Bukan Empat Mata” terhadap tingkat kepuasan khalayak dikalangan mahasiswa FISIP USU ?

I.3 PEMBATASAN MASALAH

Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti sebagai berikut:

1. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan September-November 2008

(17)

yang masih aktif, tahun angkatan 2005-2006 seluruh departemen di FISIP USU Medan.

1.4 TUJUAN PENELITIAN Tujuan Penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh tayangan “Bukan Empat Mata” terhadap tingkat kepuasan khalayak.

2. Untuk mengetahui tingkat kepuasan yang diperoleh khalayak setelah menonton tayangan “Bukan Empat Mata” .

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh media televisi terhadap khalayak.

4. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian mengenai acara talk show, khususnya pada mahasiswa komunikasi FISIP USU.

I.5 MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan tentang pendekatan Uses and Gratification terutama dalam hal komsumsi media.

(18)

3. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi sumbangan pikiran dan konstribusi kepada perusahaan media khususnya stasiun televisi Trans 7 dalam menyajikan program-program acara yang memenuhi kebutuhan informasi.

I.6 KERANGKA TEORI

Teori adalah konstruk, definisi, dan preposisi yang mengemukakan pendangan sistematis untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2004:6). Menurut Singarimbun (1995), teori mengandung 3 hal: pertama, teori adalah serangkai preposisi antar konsep yang saling

berhubungan. Kedua, menerangkan fenomena sosial dengan cara menentukan hubungan antar konsep. Ketiga, teori menerangkan hubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana bentuk hubungannya (Kriyantono, 2006:45).

Adapun teori-teori yang dianggap relevan untuk digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Uses and Gratification Theory

(19)

menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat yang lain, barangkali juga termasuk yang tidak kita inginkan. Pendekatan Uses and Gratification berangkat dari pandangan bahwa komunikasi (khususnya media massa) tidak mempunyai kekuatan mempengaruhi khalayak. Dalam bentuk paling sederhana, teori ini adalah memposisikan khalayak anggota memiliki kebutuhan atau dorongan tertentu yang dipuaskan oleh sumber media dan non media (Elvinaro, 2004 : 28).

Katz Blumler, dan Michael Gurevitch mengemukakan konsep dasar teori ini yaitu meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis sosial, yang menimbulkan harapan-harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber yang lain, yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan, dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain, barangkali juga termasuk yang tidak kita inginkan (Kriyantono, 2006 : 204). Mereka mengutip dua peneliti Swedia yang pada tahun 1968 mengusulkan suatu “ model manfaat dan gratifikasi ” yang mencakup unsur-unsur :

1. Audien dipandang bersikap aktif, artinya peranan penting manfaat media massa diasumsikan berorientasi pada sasaran.

2. Dalam proses komunikasi massa, banyak inisiatif pengaitan antara gratifikasi kebutuhan dan pilihan media yang terletak pada audien.

3. Media bersaing dengan sumber-sumber pemenuhan kebutuhan yang lain (Severin, 2007 : 356).

(20)

dekat dengan kehadiran media massa, akan tetapi apakah seseorang itu cukup terbuka terhadap pesan-pesan media massa tersebut. Eksposure merupakan kegiatan mendengar, melihat dan membaca pesan-pesan media massa ataupun mempunyai pengalaman dan perhatian terhadap pesan tersebut yang terjadi pada individu atau kelompok tersebut.

Menurut Bovee dan Arens (1992), media exposure berkaitan dengan berapa banyak orang melihat program yang ditayangkan di suatu media. Biasanya yang menjadi kendala dalam media exposure ini adalah hanya sejumlah orang saja dari keseluruhan pemirsa, pendengar, atau pembaca yang berkenaan untuk melihat, mendengar isi-isi pedan yang ada. Jadi, menurut mereka membandingkan media exposure untuk suatu publikasi, baik melalui radio, televisi, atau media lain merupakan pekerjaan yang sangat sulit. Oleh karena itu dalam periklanan sangat diperlukan pertimbangan yang matang untuk memutuskan yang terbaik dan tepat berdasarkan pengalaman yang ada (Kriyantono, 2006 : 205).

a. Komunikasi

(21)

menyampaikan gagasan melalui lisan. Pada zaman kekaisaran Romawi, salah seorang kisarnya yang bernama Julius Caesar membuat papan pengumuman yang disebut Acta Diuma.

Hal ini terus berkembang lagi setelah ditemukannya kertas, penemuan mesin cetak oleh Johannes Guttenberg, dan terbitnya surat kabar pertama (Avisa Relation Oder Zeitung di Jerman dan Weekly News di Inggris pada tahun 1622. Setelah surat kabar, peradaban manusia juga lebih berkembang dan ditemukanlah radio, film, televisi, dan sejumlah media lain seperti yang kita miliki saat ini.

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris “communication” berasal dari kata Latin “Communication” dan bersumber dari kata comunis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna, maksudnya bila seseorang mengadakan kegiatan komunikasi dengan suatu pihak, maka orang tersebut cenderung berusaha untuk mengadakan persamaan arti dengan pihak lain yang menjadi lawan komunikasinya. Joseph A. Devito (1978) dalam bukunya “Communicology : An Introduction to the study of communication” menjelaskan komunikasi adalah kegiatan yang dilakukan seseorang atau lebih dari kegiatan menyampaikan dan menerima pesan komunikasi.

(22)

1. Carl Hovland (1953) dalam karyanya “Social Communication” menjelaskan bahwa komunikasi adalah proses seseorang menyampaikan rangsangan biasanya dengan lambang kata/gambar, guna mengubah tingkah laku orang lain.

2. Andresen (1959) menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana kita mengerti orang lain dan kemudian berusaha untuk dimengerti oleh mereka. Hal ini dinamis, berubah secara konstan dan membagi respon untuk situasi yang total.

3. Lewis (1963) menyatakan komunikasi merupakan proses dimana seseorang mengurangi ketidakpastian mengenai penyimpangan dengan mendeteksi syarat yang diberikan padanya agar menjadi relevan terhadap penyimpangan itu.

4. Berelson dan Steiner (1964) mengungkapkan bahwa komunikasi penyampaian nformasim ide, emosi, kemampuan, dan lain-lain dengan menggunakan simbol, kata-kata, gambar, bilangan, grafik, dan lainnya. 5. Miller (1966) menyebutkan komunikasi sebagai suatu hal yang

mempunyai pusat perhatian dalam situasi perilaku sumber menyampaikan pesan kepada penerima secara sadar untuk mempengaruhi perilaku.

6. Gebner (1966) menyabutkan komunikasi adalah interaksi sosial melalui simbol dan sistem pesan.

7. Emery, Ault. Dan Agee (1963) menyampaikan bahwa komunikasi diantara manusia merupakan seni menyampaikan informasi, ide, dan tingkah laku dari satu orang ke orang lain (Ardianto, 2007 : 18-19)

(23)

Pengertian komunikasi massa merujuk pada pendapat Tan dan Wright, dalam Liliweri (1991), merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu sedangkan defenisi Gerbner tergambar bahwa komunikasi massa itu menghasilkan suatu produk berupa pesan-pesan komunikasi. Produk tersebut disebarkan, didistribusikan kepada khalayak luas secara terus menerus dan jarak waktu yang tepat, misalnya harian, mingguan, dwimingguan, atau bulanan.

Komunikasi massa bisa didefenisikan dalam tiga ciri :

1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar, heterogen, dan anonim.

2. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk mencapai sebanyak mungkin anggota udiens secara serempak dan sifatnya sementara.

3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar.

Proses memproduksi pesan tidak tidak dapat dilakukan perorangan, melainkan harus lembaga dan membutuhkan suatu teknologi tertentu, sehingga komunikasi massa akan banyak dilakukan oleh masyarakat industri (Severin, 2007 : 4). Michael W. Gamble dan Teri Kwal Gamble (1986) dalam bukunya

introducing mass communication, dijelaskan bahwa sesuatu dapat dikatakan

(24)

1. Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cecpat kepada khalayak yang luas dan tersebar. Pesan itu disebarkan melalui media modern pula antara lain surat kabar, majalah, televisi, film atau gabungan di antara media tersebut.

2. Komukator dalam komunikasi massa menyabarkan pesan-pesannya bermaksud mencoba berbagai pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau mengenal satu sama lain.

3. Pesan adalah publik, artinya pesan bisa didapatkan dan diterima oleh banyak orang dan bukan kelompok tertentu.

4. Komunikator biasanya organisasi formal seperti ikatan atau perkumpulan. 5. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper.

6. Umpan balik dalam komunikasi sifatnya tertunda.

c. Kepuasan

(25)

televisi. Untuk itu, khalayak akan menilai harapannya akan produk media massa itu. apabila sesuai (positif), maka kebutuhan dapat terpenuhi dan khalayak dapat merasa puas, begitu sebaliknya. Maka, dapat disimpulkan kebutuhan merupakan faktor yang menentukan kepuasan seseorang.

Katz, Gurevith, dan Haas (1973) membuat daftar 35 kebutuhan yang diambil dari literatur tentang fungsi-fungsi sosial dan psikologis media massa kemudian menggolongkan kedalam lima kategori :

 Kebutuhan kognitif.

 Kebutuhan afektif.

 Kebutuhan integratif personal.

 Kebutuhan integratif sosial.

 Kebutuhan pelepasan ketegangan (Severin, 2007:357).

I.7 Kerangka konsep

(26)

Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel Bebas (X)

Adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur lain

(Nanawi, 1995:56). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah acara talkshow “Bukan Empat Mata” Trans 7.

2. Variabel Terikat (Y)

Adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau pelemah hubungan antara variabel bebas dan terikat tersebut. Variabel antara dalam penelitian ini adalah karakteristik responden.

3. Variabel Antara

Adalah variabel yang berada diantara variabel bebas dan terikat, berfungsi sebagai penguat atau pelemah hubungan antara variabel bebas dan terikat tersebut. Variabel dalam penelitian ini adalah karakteristik responden.

I.8 MODEL TEORITIS

Berdasarkan variabel-variabel yang telah ditetapkan, bila dikaitkan dengan variabel lainnya, maka akan terbentuk model teoritis sebagai berikut :

I.9 Variabel Operasional Variabel Bebas (X)

Talkshow Bukan Empat Mata di Trans

7

Variabel Terikat (Y) Tingkat Kepuasan

(27)

Variabel operasional berfungsi untuk memudahkan kerangka konsep dalam penelitian. Maka berdasarkan kerangka teori dan kerangka di atas, maka dibuat variabel operasional yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian berikut :

Tabel Operasional Variabel

Variabel Teoritis Variabel Opersional

Variabel bebas (X)

Talkshow “Bukan Empat Mata” di Trans 7

Komponen talkshow :

• Host atau pembawa acara

• Materi acara

• Bintang tamu acara

• Studio/panggung acara

• Frekwensi penayangan

• Waktu penayangan Variabel terikat (Y)

Tingkat Kepuasan Mahasiswa

Berdasarkan kategori-kategori kebutuhan :

• Kognitif

• Afektif

• Integratif personal

• Integratif sosial

• Pelepasan Ketegangan Variabel Antara (Z)

Karakteristik responden

• Departemen/jurusan

(28)

• Jumlah uang saku

I. 10 DEFINISI OPERASIONAL

Defenisi operasional merupakan penjabatan lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam keranga konsep. Definisi operasional adalah sebuah petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur variabel-variabel. Dengan kata lain, defenisi opeasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu penelitian lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995 : 46).

1. Variabel Bebas (Antara Talkshow “Bukan Empat Mata” di Trans 7) - Pembawa acara/host seseorang yang membawakan suatu program acara Pembawa acara harus mempunyai nilai jual, dan merupakan trademark dari acara yang dibawakannya.

- Matei acara : topik-topik apa yang akan diangkat dalam acara talkshow.

- Bintang tamu : acara talkshow menampilkan wawancara menarik terhadap orang-orang tertentu seperti selebriti dan tokoh-tokoh.

- Studio/tata ruang tempat yang digunakan untuk mengadakan acara talkshow

- Frekwensi penayangan adalah seberapa banyak frekwensi tayangan muncul di di televisi dan seberapa sering mahasiswa menonton tayangan tersebut.

(29)

- Kebutuhan kognitif : kebutuhan untuk memperoleh informasi pengetahuan, dan pemahaman

- Kebutuhan afektif : kebutuhan akan emosional, pengalaman, kesenangan dan estetika

- Kebutuhan intergratif personal : kebutuhan untuk memperkuat kredibilitas seseorang, rasa percaya diri, stabilitas dan status.

- Kebutuhan Integratif Sosial : kebutuhan untuk memperat hubungan dengan keluarga, teman, dan sebagainya.

- Kebutuhan pelepasan ketegangan : kebutuhan akan pelarian dan pengalihan dari rutinitas dan masalah, serta pelepasan emosi.

3. Variabel Antara (karakteristik responden)

- Departemen : yakni jurusan/departemen yang diambil mahasiswa di Fakultas FISIP, terbagi atas Ilmu komunikasi, Ilmu Politik, Administrasi Negara, Sosiologi, antropologi, dan kesejahteraan social.

- Tempat tinggal : Yakni status tempat tinggal mahasiswa saat ini, apakah itu tinggal dengan orang tua, kost, atau menyewa rumah, dan sebagainya. - Jumlah uang saku: adalah jumlah pendapatan perbulan / uang saku

perbulan yang diperoleh mahasiswa untuk memenuhi kebutuhannya.

I.11 HIPOTESIS

Hipotesis adalah pernyataan yang merupakan dugaan sementara atau terkaan apa saja yang dia amati dalam usaha usaha memahaminya yang mungkin benar dan mungkin juga salah. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ho : Tidak terdapat hubungan antara acara talkshow “Bukan Empat Mata” di Trans 7 tingkat kepuasan khayalak di kalangan mahasiswa FISIP USU. Ha : Terdapat hubungan antara talkshow “Bukan Empat Mata”di Trans 7

(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Teori Penggunaan dan Kepuasan (Uses And Gratification Theory)

Pendekatan Uses and grafication dijabarkan untuk pertama kalinya dalam sebuah artikel yang ditulis Elihu Katz (1995). Katz berpendapat penelitian komunikasi pada masa itu kebanyakan bertujuan hanya untuk mencari jawaban atas pertanyaan “Apa yang dilakukan media terhadap orang banyak ?”. Katz, Blumer, dan Michael Gurevitxh (1974) mengemukakan konsep dasar teori ini yaitu meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan-harapan tertentu dari media masa atau sumber-sumber yang lain, yang membawa pada pola terapaan media yang berlainan dan menimbulkan dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat yang lain, barang kali dan barang kali juga termasuk yang tidak kita inginkan. Pendekatan Uses and Gratification berangkat dari pandangan bahwa komunikasi (khususnya media massa) tidak mempunyai kekuatan mempengaruhi khalayak (Severin, 2007 : 354).

Dalam bentuk paling sederhana, teori ini adalah memposisikan khayalak anggota memilki kebutuhan atau dorongan tertentu yang dipuaskan oleh sumber media dan non media. Kebutuhan aktual dipuaskan oleh media yang disebut

media rafications. Sejumlah peneliti mengklasifikasikan penggunaan dan

kepuasaan kedalam empat kategori yakni cognition (pengetahuan), diversion (hiburan), social utility (kepentingan sosoal), dan withdrawal (pelarian). Kognisi mendasari seseorang untuk memperoleh informasi tentang sesuatu, kemudian dia menggunakan media sebagai baian dari kognisi. Diversion atau hiburan merupakan kebutuhan dasar manusia lainnya. Hiburan dapat diperoleh melalui beberapa bentuk yang dikemukakan oleh para peneliti sebagai berikut :

stimulation atau pencarian untuk mengurangi rasa bosan atau melepaskan diri dari

kegiatan rutin, relaxation atau santai atau pelarian dari tekanan dan masalah,

emotional release atau pelepasan emosi dari perasaan dan energi yang terpendam.

(31)

penetapan integrasi sosial, mencakup kebutuhan untuk memperkuat hubungan dengan keluarga, teman dan yang lainnya dalam masyarakat. Kebutuhan ini diperoleh melalui pembicaraan atau diskusi tentang sebuah program televisi, film pelarian. Orang menggunakan media tidak hanya untuk tujuan santai, tetapi juga pelarian. Karena orang menggunakan media massa untuk mengatasi rintangan antara mereka dan orang-orang lain, atau untuk menghindari aktivitas lain (Ardianto, 2004:28).

Dalam literatur tentang manfaat dan gratifikasi ada beberapa cara mengklasifikasikan kebutuhan dan gratifikasi audiens. Sebagian mengatakan soal gratifikasi langsung dan gratifikasi terabai. Peneliti lain menyebutkan sebagai informatif-mendidik an khyalik pelarian-hiburan. McQuail, Blumler, Brown (1972), berdasarkan penelitian mereka di Inggris, mengusulkan kategori-kategori berikut :

1. Pengalihan pelarian dari rutinitas dan masalah, pelepasan emosi

2. Hubungan personal – manfaat sosial informasi dalam percakapan, pengganti media untuk kepentingan perkawanan

3. Identitas pribadi atau psikologi individu informasi penguasan nilai atau penambah keyakinan, pehamahan diri, eksplorisasi realitas, dan sebagainya. 4. Pengawasan informasi mengenali hal-hal yang mungkin mempengaruhi

seseorang atau akan membantu seseorang melakukan atau menuntaskan sesuatu.

Inti dari teori Uses and Graficaion adalah khayalak pada dasarnya menggunakan media berdasarkan motif-motif tertentu. Media dianggap berusaha memenuhi motif khayalak. Jika motif ini terpenuhi maka kebutuhan khayalak akan terpenuhi. Ada akhirnya media yang mampu memenuhi kebutuhan khayalak disebut media yang aktif (Kriyantono, 2006 : 2003-204)

(32)

Katz, Blumer, dan Gurevitch (1974) menjelaskan menenai asumsi dasar dari teorti uses and gratification, yaitu :

1. Khayalak dianggap aktif, artinya khayalak sebagai bagian penting dari penggunaan media masaa diasumsikan mempunyai tujuan

2. Dalam proses komunikasi massa, inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada khayalak

3. Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber dilain untuk memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan yang dipenuhi media lebih luas. Bagaimana kebutuhan ini terpenuhi melalui komunikasi media amat bergantung kepada perilaku khayalak yang besangkutan.

4. Tujuan pemilihan media masa disimpulkan dari data yang diberikan anggota khayalak, artinya orang dianggap cukup mengertai melaporkan kepentingan dan motif pada situasi-situasi tertentu.

5. Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khayalak (Ardianto, 2004 : 71-72).

Dalam sebuah laporan yang lengkap dari sebuah penelitian Levy (1978), menyimpulkan bahwa di samping menyampaikan informasi kepada pemirsa, berita-berita televisi juga menguji persepsi dan sikap pemirsa terhadap peristiwa-peristiwa maupun orang-orang “baru” namun demikian, partisipasi berjarak dengan realitas “yang disucihamakan: dan diselamatkan oleh pembaca berita selebriti. Banyak pemirsa yang katanya “secara aktif” memilih diantara siaran-siaran yang tengah besaing, “mengatur jadwal mereka agar berada di dekat pesawat televisi pada jam berita, dan memberikan perhatian yang akrab tapi selektif terhadap acara tersebut”. Katz, Gurevitch, dan Haas (1973) memandang media sebagai suatu alat yang digunakan oleh individu-individu untuk berhubungan dengan yang lain. Para peneliti tersebut membuat daftar 35 kebutuhan yang diambil dari literatur tentang fungsi-fungsi sosial dan psikologis media massa dan kemudian menggolongkannya ke dalam lima kategori.

(33)

2. Kebutuhan afektif-emosional, pengalaman menyenangkan, estetis.

3. Kebutuhan integratif personal memperkuat krediilitas, rasa percaya diri, stabilitas, dan status.

4. Kebutuhan integratif sosial mempererat hubungan dengan keluarga, teman dan sebagainya.

5. Kebutuhan pelepasan ketegangan pelarian dan pengalihan (Severin, 2007 : 356-357).

Elemen “pola terpaan media yang berlainan” pada teori Uses and

Gratifications berkaitan dengan media exposure atau terpaan media, karena

mengacu pada kegiatan menggunakan media. Eksposure tidak hanya menyangkut apakah seseorang secara fisik cukup dekat dengan kehadiran media massa, akan tetapi apakah seseorang itu benar-benar terbuka dengan pesan-pesan media massa tersebut. Exposure merupakan kegiatan mendengar, melihat, dan membaca pesan-pesan media massa ataupun mempunyai pengalaman dan perhatian terhadap pesan-pesan tersebut yang terjadi pada individu atau kelompok. Menurut Bovee dan Arens (1992) media exposure berkaitan dengan berapa banyak orang melihat program yang ditayangkan di suatu media. Biasanya yang menjadi kendala adalah hanya sejumlah orang saja dari keseluruhan pemirsa, pendengar ataupun pembaca yang berkenaan untuk melihat atau mendengar isi pesan yang ada. Terpaan media, menurut Rosengren (1974) dapat dioperasionalisasikan menjadi jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai jenis media, isi media yang dikonsumsi, dan berrbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi. Sedangkan menurut Sari (1993) dapat dioperasionalisasikan menjadi jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai jenis media, isi media yang dikonsumsi, dan berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi. Sedangkan menurut Sari (1993) dapat dioperasionalisasikan menjadi jenis media yang digunakan, frekuensi penggunaan dan durasi penggunaan (Kriyantono, 2006 : 204-205).

II.2. Teori Komunikasi

(34)

Studi komunikasi tak lain adalah Human Communication, dengan kata lain dalam studi komunikasi harus selalu melibatkan manusia baik sebagai komunikator maupun sebagai komunikan. Dengan demikian pula, ketika melihat seseorang berkomunikasi dengan binatang di arena sirkus itu bukanlah komunikasi karena melibatkan binatang. Dari sini jelas bahwa yang dimaksud dalam studi komunikasi itu melibatkan manusia sebagai sumber dan penerima pesan. Televisi sebagai salah satu instuti juga tak lain hasil manusia berpikir dan audiensnya yang manusia itu sendiri “Organism” televisi itu tak lain adalah kumpulan orang-orang yang bekerjasama satu sama lain untuk memproduksi siaran.

Secara ringkas, komunikasi itu melibatkan komunikator sebagai penyampai pesan dan komunikator sebagai penerimanya. Kemudian dan unsur ini dikembangkan lebih lanjut dengan melibatkan saluran (channel), umpan balik (feed back). Perbedaan unsur-unsur yang ada di dalam komunikasi ini tergantung pada pola komunikasi manakah yang sedang dibahas. Dalam komunikasi dengan diri sendiri misalnya : ia hanya membutuhkan unsur komunikator (dirinya sendiri) dan komunikan (dirinya sendiri pula). Dalam komunikasi antar person lebih kompleks lagi misalnya ada noise (kegaduhan), komunikator juga bertindak sebagai komunikan, dan sebaliknya. Dalam komunikasi massa lebih kompleks lagi, ia melibatkan banyak hal. Mulai dari komunikator, komunikan, media massa, unsur proses menafsirkan pesan (decoder), feed back yang lebih kompleks lagi karena melibatkan khalayak lebih banyak lagi. Proses penerimaan pesan semakin menyempit sejalan dengan peningkatan jumlah orang yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut. Proses komunikasi dengan dua orang punya yang berbeda status, jenjang pendidikan, pengalaman hidup, warisan budaya keluarga, dan lain-lain (Nurudin, 2004 : 14-16).

(35)

tersebut cenderung berusaha untuk mengadakan persamaan arti dengan pihak lain yang menjadi lawan komunikasinya.

Everett M. Rogers, seorang Sosiologi Pedesaan Amerika yang telah banyak memberikan perhatian pada studi riset komunikasi beserta Dr. Lawrence Kincaid (1981) mengembangkan defenisi komunikasi yang sebelumnya diberikan oleh Rogers, menjadi : “Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada daling pengertian yang mendalam. Rogers mencoba menspesifikasikan hakekat suatu hubungan dengan adanya perubahan sikap dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari orang-orang yang ikut serta dalam suatu proses komunikasi. Kemudian, Shannon dan Weaver (1949) mengungkapkan bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Awal tahun 1960, David K. Berlo membuat formula komunikasi yang lebih sederhana yaitu “SMCR”, yakni “ Source (pengirim),

Message (pesan), Channel (saluran atau media), dan Receiver (penerima).

Howard Stephenson dalam bukunya “Handbook of public relations” (1971) menjelaskan komunikasi merupakan proses penyampaian peran komunikasi dan juga efek komunikasi dari seseorang atau kelompok, kepada orang atau kelompok lainnya. Sedangkan Joseph A. Devito dalam bukunya “Communicology : An introduction to the study of communication” menjelaskan bahwa komunikasi adalah kegiatan yang dilakukan seseorang atau lebih dari kegiatan menyampaikan dan menerima pesan komunikasi yang terganggu keributan, dalam suatu konteks, bersama dengan beberapa efek yang timbul dan kesempatan arus balik (Lubis, 2005 : 10).

(36)

II. 2.2. Proses Komunikasi

Komunikasi tidak berjalan begitu saja, sebab satu kegiatan komunikasi harus menjalani proses komunikasi sehingga baru terlaksana kegiatan komunikasi tersebut. Proses komunikasi yang lengkap bermula sejak peralatan rohaniah manusia bekerja menghasilkan hasil kerja peralatan rohaniah : penyusunan falsafah hidup, pembentukan konsepsi kebahagiaan, munculnya motif komunikasi, dan disusunnya pesan yang disampaikan melalui tindakan komunikasi. Proses komunikasi tahap 1 yaitu penginterpretasian. Yang diinterpretasikan adalah motif komunikasi, terjadi di dalam diri komunikator. Artinya, proses komunikasi tahap ini bermula sejak motif komunikasi muncul hingga akal budi komunikator berhasil menginterpretasikan apa yang ia pikir dan rasakan (abstrak) kedalam pesan. Proses tahap 2 yakni penyandian. Tahap ini masih terjadi dalam diri komunikator, berawal sejak pesan abstrak berhasil diwujudkan akal budi manusia kedalam lambang komunikasi. Proses ini disebut tahap encoding atau proses penyandian. Akal budi manusia berfungsi sebagai encoder, alat penyandi untuk merubah pesan abstrak menjadi konkrit. Proses komunikasi tahap 3 yakni pengiriman. Dalam tahap ini, komunikator melakukan tindakan komunikasi, mengirim lambang komunikasi dengan peralatan jasmaniah sebagai transmitter atau alat pengirim pesan. Misalnya saya menyukai seorang lelaki/ alasannya karena lelaki itu memenuhi kriteria saya untuk seseorang yang memenuhi kriterria untuk menjadi kekasih. Akal budi saya menginterpretasikan hal ini sebagai rasa cinta (tahap 1). Saya ingin menyatakannya dengan menyusun kata-kata yang menurut saya dapat mewujudkan rasa cinta di hari (mengubah pesan abstrak menjadi konkrit). Lalu saya menyatakan rasa cinta tersebut denan sebuah surat yang saya sampaikan kepada lelaki tersebut. Disinilah proses pengiriman pesan melalui tulisan. Proses komunikasi tahap 4 yaitu perjalanan. Tahap ini terjadi sejak komunikator mengirim pesan (surat) kepada komunikan hingga pesan diterima oleh komunikan. Dalam penyampaiannya terdapat saluran komunikasi, dimana dapat dilalui dengan dua cara dengan media (mediated

communication) atau tanpa media (nonmediated communication). Dalam hal ini

(37)

langsung menyampaikan surat (lambang komunikasi) langsung kepada lelaki tersebut. Proses komunikasi tahap 5 : penerimaan. Ini ditandai dengan diterimanya lambang komunikasi yakni bahasa yang saya sampaikan ketika memberi surat, verbal maupun nonverbal, dan diterima melalui peralatan jasmaniah komunikan. Seiring dengan diterimanya lambang komunikasi maka alat penerima komunikan yakni peralatan jasmaniah atau transmitter, maka akal budinya juga bekerja membawa proses komunikasi masuk ke tahap 6. Proses komunikasi tahap 6 : penyadian balik. Tahap ini hanya terjadi pada komunikan. Bermula ketika lambang komunikasi diterima oleh peralatan jasmaniah komunikan sebagai transmitter, sampai penguraian lambang komunikasi oleh akal budi komunikan. Proses ini disebut decoding, atau penyandian balik. Misalnya dalam kasus saya tadi, ketika surat saya berikan pada lelaki tersebut, dan jika ia menanggapi pemberian surat saya dengan baik maka ia akan tersenyum, ini berarti akal budinya berhasil men-docode lambang komunikasi saya atau malah menanggapi sebaliknya ia malah mengangap lain atas tindakan saya. Inilah yang disebut

decoding atau penyandian balik. Proses komunikasi tahap 7 : penginterpretasian.

(38)

langkah ketiga dalam proses komunikasi ini adalah penyampaian pesan yang telah disandi (encode). Sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan cara berbicara, menulis menggambar, ataupun melalui suatu tindakan tertentu. Pada langkah ini kita mengenal istilah channel atau saluran, yaitu alat-alat untuk menyampaikan suatu pesan. Saluran untuk komunikasi lisan adalah komunikasi tatap muka, radio, dan telepon. Sedangkan saluran untuk komunikasi tertulis meliputi setiap materi yang tertulis ataupun sebuah media yang dapat mereproduksi kata-kata tertulis seperti televisi, LCD, kaset video, atau OHP (Overhead Projector). Langkah keempat, perhatian dialihkan kepada penerima pesan. Jika pesan bersifat lisan, maka penerima perlu menjadi seorang pendengar yang baik, karena jika penerima tidak mendengar, pesan tersebut akan hilang. Dalam proses ini, penerima melakukan decoding, yaitu memberikan penafsiran interprestasi terhadap pesanan disampaikan padanya. Pemahaman merupakan kunci untuk melakukan decoding dan hanya terjadi dalam pikiran penerima. Akhirnya hanya penerima pula memberikan respon terhadap pesan tersebut. Tahap terakhir pada proses komunikasi adalah feedback atau umpan balik yang memungkinkan sumber mempertimbangkan kembali pesan yang telah disampaikannya kepada penerima. Respon atau umpan balik dari penerima terhadap pesan yang disampaikan sumber dapat berwujud kata-kata ataupun menyimpannya. Umpan balik inilah yang dapat dijadikan landasan untuk mengevaluasi efektivitas komunikasi (Bungin, 2006 : 253-254).

II. 2.3. Fungsi Komunikasi

Secara terperinci, Harold D. Laswell (1948) mengemukakan fungsi-fungsi komunikasi.

1. Penjagaan/pengawasan lingkungan (surveillance of the environtment). Fungsi yang pertama ini, menurut Laswell dijalankan oleh para diplomat, atase, koresponden luar negeri untuk menjaga lingkungan.

(39)

environtment). Fungsi ini lebih diperankan editor, wartawan, dan juru bicara

sebagai penghubung respon internal.

3. Menurunkan warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya (transformation of the social heritage). Fungsi ini dijalankan oleh para pendidik di dalam pendidikan formal maupun nonformal karena terlibat mewariskan adat kebiasaan, nilai dari generasi ke generasi. Fungsi ini lebih berfokus pada pengetahuan, nilai, dan norma sosial.

Fungsi Komunikasi Pelaku Tujuan

Penjajakan lingkungan Diplomat, atase, pemimpin opini

Mencari tahu, pertimbangakn,

keputusan Korelasi Wartawan, juru

bicara, juru pena

Memberi pengertian, mempengaruhi,

menafsirkan

Sedangkan Charles R. Wright (1988) menambahkan satu fungsi yakni

entertaiment (hiburan) yang menunjukkan pada tindakan-tindakan komunikatif

yang terutama sekali dimaksudkan untuk menghibur dengan tidak mengindahkan efek-efek instrumental yang dimilikinya (Nurudin, 2005 : 15-17).

(40)

meningkatkan hubungan (human relations), menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagai pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain.

Tipe berikut adalah komunikasi publik yakni biasanya disebut komunikasi kolektif, komunikasi pidato, komunikasi retorika, public speaking, dan komunikasi khalayak. Komunikasi ini memiliki ciri bahwa pesan yang disampaikan itu tidak berlangsung secara spontanitas, tetapi terencana dan dipersiapkan lebih awal, biasanya ditemui pada kuliah umum, khotbah, rapat, akbar, pengarahan, ceramah, dan semacamnya. Karena itu komunikasi publik ini juga disebut komunikasi kelompok fungsi komunikasi ini adalah menumbuhkan semangat kebersamaan (solidaritas), mempengaruhi orang lain, memberi informasi, mendidik, dan menghibur. Tipe komunikasi yang terakhir adalah komunikasi massa. Komunikasi massa didefenisikan sebagai proses komunikasi yang berlangsung dimana pesannya dikirim dan sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti radio, televisi, surat kabar, dan film. Dalam komunikasi massa sumber dan penerima dihubungkan oleh saluran yang telah diproses secara mekanik. Proses komunikasinya berlangsung satu arah serta tanggapan baliknya lambat dan terbatas. Fungsi komunikasi massa yakni menyebarluaskan informasi, meratakan pendidikan, merangsang pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan kegembiraan dalam hidup seseorang (Cangara, 2006 : 29-36; 55-57).

II.3 Teori Komunikasi Massa

Komunikasi masa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human

communication) yang lahir bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat

(41)

memperlajari gejala komunikasi massa dalam seginya. Di Amerika Serikat, komunikasi massa sebagai ilmu baru lahir pada tahun 1940-an, ketika para ilmuwan sosial mulai melakukan pendekatan-pendekatan ilmiah mengenai gejala komunikasi. Di Indonesia, gejala komunikasi baru dipelajari di perguruan tinggi sekitar tahun 1950-an.

Pada dekade sebelum abad ke-20, alat-alat mekanik yang mengiringi lahirnya publistik atau komunikasi massa adalah alat-alat percetakan (press

perinted) yang menghasilkan surat kabar, buku-buku, majalah, brosur dan materi

cetakan yang lain. Gejala ini makin meluas pada dasawarsa pertama abad 20, ketika film, dan radio mulai digunakan secara meluas yang disusul dengan televisi pada dekade berikutnya. Kini kita sudah memasuki era komunikasi dengan sistem satelit ruang angkasa dan jaringan komputer dengan serat fiber yang berada di bawah laut.

Komunikasi massa kita adopsi dari istilah bahasa Inggris yakni mass

communication kependekatan dari mass media communication atau komunikasi

media massa. Artinya komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi yang “mass mediated”. Massa disini bukan hanya diartikan sebagai orang banyak di suatu lokasi yang sama, tetapi meliputi semua orang yang menjadi sasaran alat-alat komunikasi massa atau orang-orang pihak lain dari saluran. Pool mendefenisikan komunikasi massa sebagai komunikasi yang berlangsung dalam siatuasi interposed ketika antara sumber dan penerima tidak terjadi kontak secara langsung. Pesan-pesan komunikasi mengalir kepada penerima melalui saluran-saluran media massa, seperti majalah, surat kabar, radio, film, atau televisi (Wiryanto, 2001 :1-3).

(42)

Karakteristik terpenting komunikasi massa adalah sifatnya yang satu arah dan kedua, selalu ada proses seleksi. Misalnya setiap media memilih khayalak, contohnya koran Ner Wonker untuk kalangan menengah keatas saja. Ketiga, karena media mampu menjangkau khalayak secara luas, jumlah media yang diajukan sebenarnya tidak terlau banyak, sehingga kompetisinya berlangsung ketat. Keempat, untuk meraih khayalak sebanyak mungkin harus berusaha membidik sasaran khyalak tertentu. Misalnya, televisi merancang programnya untuk memikat segmen khayalak tertentu yang akan menyebarkarluaskan contohnya opera sabun untuk ibu-ibu rumah tangga. Kelima, komunikasi dilakukan oleh institusi social yang harus peka terhadap kondisi lingkungannya. Media tidak hanya mempengaruhi khayalak yang mengkonsumsinya, tetapi juga dipengaruhi olehnya (Rivers,2003 ; 19-20).

Michael W. Gamble dan Teri K.Gamble (1986) akan semakin memperjelas apa itu komunikasi massa dengan mendefenisikan komunikasi massa jika mencakup :

1. Komunikator dalam komunikasi masa mengandalkan peralatan modern untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepda khayalak luas dan tersebar.

2. Komunikator dalam komunikasi massa dalam menyebarkan pesan-pesannya bermaksud mencoba berbagai pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lai

(43)

4. Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasinya formal seperti jaringan, ikatan, atau perkumpulan.

5. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper artinya pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa.

6. Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda. Dalam komunikasi massa, komunikasi yang dilakukan lewat media massa umpan balik dari komunikan tidak bisa langsung dilakukan (Nurudin, 2004 : 6).

Sedangkan, Jay Black dan Frederick C.Whitney (1988) disebutkan bahwa komunikasi massa adalah sebuah proses dimana pesan-pesan yang diproduksi secara massa disebarkan kepada massa penerima pesan yang luas, anomim dan heterogen (Nurudin, 2004 :11).

Dari defenisi-defenisi diatas, komunikasi massa dapat didefenisikan dalam tiga ciri yaitu :

1. Komunikasi massa diarahkan pada audies yang relatif besar, heterogen dan anonim

2. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum, dijadwalkan bisa mencapai sebanyak mungkin audiens secara serempak dan sifatnya sementara.

3. Komunikator cenderung berada dalam sebuah organisasi yang kompleks yang membutuhkan biaya yang besar.

II.4 Media Massa

(44)

dituntut untuk menjangkau masyarakat dalam lingkup yang lebih luas dan serentak, karena kebutuhan informasi masyarakat semakin meningkat dan bersifat penting. Media massa sebagai salah satu alat yang mampu mengantarkan informasi, kepada masyarakat, memberikan karakteristik yang sesuai dan selain itu, mudah untuk digunakan oleh masyarakat, memberikan karakteristik yang sesuai dan selain itu, mudah untuk digunakan oleh masyarakat dari berbagai jenis keragaman masyarakat. Media massa yang kita kenal saat ini adalah media cetak, yang terdiri dari surat kabar, tabloid, majalah dan media elektronik, terdiri dari radio siaran, dan televisi siaran. Selain pembagian diatas, banyak pula ahli yang mengungkapkan film sebagai bagian dari komunikasi massa dalam media massa, bahkan di negara maju, buku dan kaset musik rekaman, dianggap serupa.

(45)
(46)

informasi menghibur, mencari untung, juga bertujuan untuk membawa konflik ke dalam arena diskusi.

Dibawah teori ini, media dikontrol oleh pendapat masyarakat, tindakan konsumen kode etik profesional, dan dalam hal penyiaran, dikontrol oleh badan pengatur mengingat keterbatasan teknis pada julah salura frekwensi yang tersedia. Teori Totaliter –Soviet merupakan pers yang berpegang pada azas kebenaran berdasarkan teori Marxist. Pers Soviet bekerja sepenuhnya sebagai alat penguasa, dalam hal ini partai Komunis dalam pengertian komunis adalah rakyat. Teori ini berpandangan bahwa tujuan utama media adalah membantu keberhasilan dan kelangsungan sistem soviet. Media dikontrol oleh tindakan ekonomi dan politik dari pemerintah dan badan pengawas dan hanya anggota partai yang loyal dan ortodoks saja yang bisa menggunakan media secara reguler. Media dalam sistem Soviet dimiliki dan dikontrol oleh negara dan ada hanya sebagian kepanjangan tangan negara.

(47)

Kedua fungsi korelasi, adalah seleksi dan interprestasi informasi tentang lingkungan. Fungsi ini bertujuan untuk menjalankan norma sosial, dan menjaga konsensur dengan mengeskspos penyimpangan, memberikan status dengan cara menyoroti individu terpilih dan juga berfungsi untuk mengawasi pemerintah. Ketiga, fungsi pewarisan sosial merupakan fungsi dimana media massa menyampaikan informasi, nilai normal, dari satu generasi ke generasi berikutnya atau dari anggota masyarakat ke kaum mendatang. Terakhir adalah fungsi hiburan, dimaksudkan untuk memberikan waktu istirahat dari masalah setiap hari dan mengisi waktu luang. Media mengekpos banyak budaya massa seperti seni dan musik kepada berjuta-juta orang dan sebagian merasa senang karena bisa meningkatkan rasa dan pilihan publik dalam seni.

II.5. Televisi

Televisi sebagian bagian dari kebudyaan audiovisual merupakan medium yang memiliki pengaruh dalam membentuk sikap dan kepribadian baru masyarakat secara luas. Hal ini disebabkan oleh pesatnya perkembangan televisi yang menjangkau masyarakat hingga ke wilayah terpencil. Unsur esensial yang dari kebudayaan televisi berupa penggunaan bahasa verbal dan visual, sekaligus dalam rangka menyampaikan sesuatu, seperti pesan, informasi pengajaran, lmu dan hiburan (Wibowo, 1997 : 1).

(48)

D. Roosevelt tampil dilayar televisi. Sedangkan siaran televisi komersial di Amerika dimulai pada 1 September 1940. Sebanyak 99% orang Amerika memiliki televisi di rumahnya. Tayangan televisi mereka dijejali hiburan, berita, iklan. Mereka menghabiskan waktu menonton televisi sekitar tujuh jam sehari. Siaran televisi di Indonesia dimulai pada tahun 1962, dengan generasi televisi hitam putih yang bertepatan dengan pembukaan pesta olahraga se-Asia IV atau Asean Games di Senayan. Televisi memiliki fungsi yang sama dengan media massa yang lainnya, yakni memberi informasi, mendidik- menghibur, dan membujuk. Tetapi fungsi menghibur lebih dominan pada media televisi (Ardianto, 2004 : 125).

(49)

dan komunikasi. Puncaknya pada stasium televisi swasta baru seperti Metro TV, Trans TV, Lativi, Global TV, dan TV7, yang kini merubah namanya menjadi Trans 7.

Industri penyiapan televisi selain menyampaikan berita-berita yang mereka dapatkan dari masyarakat juga merupakan sarana promosi penjualan produk-produk kepada masyarakat. Melalui televisi masyarakat mengenal produk-produk-produk-produk dan mendorong pembeliannya, kemudian penguasaha menerima untung yang mendorongnya untuk beriklan dukungan dari masyarakatnya. Usaha untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat adalah melalui program acara menjadi satu hal penting yang mendapat porsi yang utama. Jika tampilan penyiaran televisi sudah tidak ditonton lagi, dapat dikatakan keberadaan televisi tidak mendapat dukungan dari masyarakat.

(50)

kemudian semakin banyak bermunculan acara sejenis di stasium televisi lain. Keempat, dan kemudian semakin banyak bermunculan acara sejenis di stasiun televisi lain. Keempat, kesamaan materi dalam penayangan film-film seperti film Mandarin, Hindustan, maupun opera sabun telenovela dari Amerika Latin. Bahkan, kini film-film yang sama selalu muncul secara bergantian diseluruh stasium televisi (Baksin, 2006 : 16, 24-26, 38-39).

II.6. Talkshow

(51)

pengertian lain tentang berupa “struktural conversation”. Disebut demikian karena materi acara tersebut sudah didisain sedemikian rupa, misalnya tentang tema yang hendak disampaikan, kapan dan bagaimana cara menyampaikannya. Ada juga yang mendefenisikan talkshow sebagai “a program that features a

well-known host interviewing celebrities”. Artinya program yang menampilkan

seorang pembawa acara yang dikenal baik oleh masyarakat, yang sedang mewawancarai para selebritis (Lusia, 2006 : 83-85).

Bermacam-macam jenis talkshow muncul di layar televisi. Dengan pembawa acara mulai dari wanita, pria, bahkan ada pula yang dipandu berdua. Menurut Timberg (20020, berdasarkan waktu penanyangannya talk show bisa dibedakan 3 subgenre utama, yakni :

1. The Later-Night Entertaiment Talk show

Jenis ini biasanya paling dekat pada benak masyarakat, jika mengingat talk show, yakni acara yang menghadirkan selebriti, juga bisa bersama orang lain, dan mereka duduk berdekatan.

2. The Daytime audience-Participation ShowBerbeda dari host yang lain

yang berdiri di depan pangung sepanjang acara, host berkeliling diantara penonton studio, sehingga menimbulkan kesan akrab.

3. The erly-Morning News talk Magazine Show

Talk Show ini muncul lebih awal, yang biasanya mengambil waktu siaran dari mulai pagi atau sebelum tengah hari.

(52)

tamu-tamunya tersebut. Acara ini memiliki suasana yang nyaman, cerita dan biaanya disiarkan pada malam hari. Pertunjukkan lain yang tergolong pada acara ini menitik beratkan pada unsur sensasi dan drama. Bahkan acara ini lebih spesifik jika ditinjau dari materinya. Isinya berkonsentrasi pada topik khusus di bidang politik atau social, atau seseorang yang menjadi incaran berita pada waktu itu. sekarang ini, acara seperti ini sudah sangat muncul, karena trend beralih pada acara yang banyak memiliki unsur hiburan.

Jane Schattuc (2001) mengatakan bahwa berdasarkan materi acaranya, talk show dapat dibedakan menjadi 2 kategori utama yaitu the celebrity talk show dan

the confessional talk show. The celebrity talk show adalah acara yang diformat

setting tempat menyerupai ruang tamu dengan sebuah meja, sofa, dan suasana yang penuh kelucuan dengan perbincangan ringan pemandu acara dengan sang tamu. Host dan bandleader merupakan teamwork yang menghidupkan acara melalui humor mereka. Fokus acara ini adalah bintang tamu mereka. Sedangkan

the confessional talk show adalah aara yang memiliki karakteristik pembicaraan

yang isinya berupa pengakuan, menampilkan subjek kontroversial dan perasaan pribadi dari tokoh yang ditampilkan. Acara ini biasanya dinikmati kalangan televisi, terutama wanita (Lusia, 2006 : 102-108).

II.7 Kepuasan

(53)

konsumen merasa puas atau tidak puas. Para khyalak menjadi perhatian baik dari prilaku, kebutuhan, sistem nilai, dan gaya hidupnya. London dan Della Bitta (1993) menjelaskan kepuasan sebagai hasil proses kognitif yang berbentuk disonansi positif atau negatif atau negative (Brotoharsojo, 2005:167). Beberapa arti kepuasan lainnya adalah dari Engel, Blackwell, dan Miniard (1995), mendefenisikan kepuasan sebagai “Satisgaction is definied here as a

post-consumtion evaluation that a chosen alternative at least meets exceeds

satisfaction”. Secara harafiah dapat diartikan sebagai evaluasi pasca-konsumsi

dimana alternatif pilihannya adalah sesuai dengan kenyataan atau kepuasan, atau melebihi kepuasan. Yang kedua adalah Mowen dan Minor (1998) yang menyebutkan “consumer satisfaction is defined as the overall attitude consumers

have toward, a good orang lain service after they have acquared and used it. It’s

post-choise evaluative judgement resulting form a specific purchase slection and

the experience of using/sonsuming”. Teori yang menjelaskan bagaimana

kepuasan/ketidakpuasan konsumen terbentuk yakni the expectancy dan

disconfirmation model. Bahwa kepuasan/ketidakpuasan konsumen merupakan

dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum penggunaan dengan yang sesungguhnya diperoleh konsumen dari produk yang dikonsumsi tersebut (Sumarwan, 2003 : 321).

(54)

kelebihan tesendiri, yang membuat khayalak betah untuk bertahan lama di depan televisi. Untuk itu, khayalak akan menilai harapannya akan produk media massa itu. Apabila sesuai (positif), maka kebutuhannya dapat terpenuhi dan khayalak dapat merasa puas, begitu sebaliknya. Maka, dapat disimpulkan kebutuhan merupakan faktor yang menentukan kepuasan seseorang.

Katz, Gurevitch, dan Hass membuat daftar 35 kebutuhan yang diambil dari literatur tentang fungsi-fungsi sosial dan psikologis media massa kemudian menggolongkan ke dalam lima kategori :

- Kebutuhan kognitif - Kebutuhan afektif

- Kebutuhan integratif personal - Kebutuhan integrasi sosial

(55)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Teori Penggunaan dan Kepuasan (Uses And Gratification Theory)

Pendekatan Uses and grafication dijabarkan untuk pertama kalinya dalam sebuah artikel yang ditulis Elihu Katz (1995). Katz berpendapat penelitian komunikasi pada masa itu kebanyakan bertujuan hanya untuk mencari jawaban atas pertanyaan “Apa yang dilakukan media terhadap orang banyak ?”. Katz, Blumer, dan Michael Gurevitxh (1974) mengemukakan konsep dasar teori ini yaitu meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan-harapan tertentu dari media masa atau sumber-sumber yang lain, yang membawa pada pola terapaan media yang berlainan dan menimbulkan dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat yang lain, barang kali dan barang kali juga termasuk yang tidak kita inginkan. Pendekatan Uses and Gratification berangkat dari pandangan bahwa komunikasi (khususnya media massa) tidak mempunyai kekuatan mempengaruhi khalayak (Severin, 2007 : 354).

Dalam bentuk paling sederhana, teori ini adalah memposisikan khayalak anggota memilki kebutuhan atau dorongan tertentu yang dipuaskan oleh sumber media dan non media. Kebutuhan aktual dipuaskan oleh media yang disebut

media rafications. Sejumlah peneliti mengklasifikasikan penggunaan dan

kepuasaan kedalam empat kategori yakni cognition (pengetahuan), diversion (hiburan), social utility (kepentingan sosoal), dan withdrawal (pelarian). Kognisi mendasari seseorang untuk memperoleh informasi tentang sesuatu, kemudian dia menggunakan media sebagai baian dari kognisi. Diversion atau hiburan merupakan kebutuhan dasar manusia lainnya. Hiburan dapat diperoleh melalui beberapa bentuk yang dikemukakan oleh para peneliti sebagai berikut :

stimulation atau pencarian untuk mengurangi rasa bosan atau melepaskan diri dari

kegiatan rutin, relaxation atau santai atau pelarian dari tekanan dan masalah,

emotional release atau pelepasan emosi dari perasaan dan energi yang terpendam.

(56)

penetapan integrasi sosial, mencakup kebutuhan untuk memperkuat hubungan dengan keluarga, teman dan yang lainnya dalam masyarakat. Kebutuhan ini diperoleh melalui pembicaraan atau diskusi tentang sebuah program televisi, film pelarian. Orang menggunakan media tidak hanya untuk tujuan santai, tetapi juga pelarian. Karena orang menggunakan media massa untuk mengatasi rintangan antara mereka dan orang-orang lain, atau untuk menghindari aktivitas lain (Ardianto, 2004:28).

Dalam literatur tentang manfaat dan gratifikasi ada beberapa cara mengklasifikasikan kebutuhan dan gratifikasi audiens. Sebagian mengatakan soal gratifikasi langsung dan gratifikasi terabai. Peneliti lain menyebutkan sebagai informatif-mendidik an khyalik pelarian-hiburan. McQuail, Blumler, Brown (1972), berdasarkan penelitian mereka di Inggris, mengusulkan kategori-kategori berikut :

1. Pengalihan pelarian dari rutinitas dan masalah, pelepasan emosi

2. Hubungan personal – manfaat sosial informasi dalam percakapan, pengganti media untuk kepentingan perkawanan

3. Identitas pribadi atau psikologi individu informasi penguasan nilai atau penambah keyakinan, pehamahan diri, eksplorisasi realitas, dan sebagainya. 4. Pengawasan informasi mengenali hal-hal yang mungkin mempengaruhi

seseorang atau akan membantu seseorang melakukan atau menuntaskan sesuatu.

Inti dari teori Uses and Graficaion adalah khayalak pada dasarnya menggunakan media berdasarkan motif-motif tertentu. Media dianggap berusaha memenuhi motif khayalak. Jika motif ini terpenuhi maka kebutuhan khayalak akan terpenuhi. Ada akhirnya media yang mampu memenuhi kebutuhan khayalak disebut media yang aktif (Kriyantono, 2006 : 2003-204)

(57)

Katz, Blumer, dan Gurevitch (1974) menjelaskan menenai asumsi dasar dari teorti uses and gratification, yaitu :

1. Khayalak dianggap aktif, artinya khayalak sebagai bagian penting dari penggunaan media masaa diasumsikan mempunyai tujuan

2. Dalam proses komunikasi massa, inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada khayalak

3. Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber dilain untuk memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan yang dipenuhi media lebih luas. Bagaimana kebutuhan ini terpenuhi melalui komunikasi media amat bergantung kepada perilaku khayalak yang besangkutan.

4. Tujuan pemilihan media masa disimpulkan dari data yang diberikan anggota khayalak, artinya orang dianggap cukup mengertai melaporkan kepentingan dan motif pada situasi-situasi tertentu.

5. Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khayalak (Ardianto, 2004 : 71-72).

Dalam sebuah laporan yang lengkap dari sebuah penelitian Levy (1978), menyimpulkan bahwa di samping menyampaikan informasi kepada pemirsa, berita-berita televisi juga menguji persepsi dan sikap pemirsa terhadap peristiwa-peristiwa maupun orang-orang “baru” namun demikian, partisipasi berjarak dengan realitas “yang disucihamakan: dan diselamatkan oleh pembaca berita selebriti. Banyak pemirsa yang katanya “secara aktif” memilih diantara siaran-siaran yang tengah besaing, “mengatur jadwal mereka agar berada di dekat pesawat televisi pada jam berita, dan memberikan perhatian yang akrab tapi selektif terhadap acara tersebut”. Katz, Gurevitch, dan Haas (1973) memandang media sebagai suatu alat yang digunakan oleh individu-individu untuk berhubungan dengan yang lain. Para peneliti tersebut membuat daftar 35 kebutuhan yang diambil dari literatur tentang fungsi-fungsi sosial dan psikologis media massa dan kemudian menggolongkannya ke dalam lima kategori.

(58)

2. Kebutuhan afektif-emosional, pengalaman menyenangkan, estetis.

3. Kebutuhan integratif personal memperkuat krediilitas, rasa percaya diri, stabilitas, dan status.

4. Kebutuhan integratif sosial mempererat hubungan dengan keluarga, teman dan sebagainya.

5. Kebutuhan pelepasan ketegangan pelarian dan pengalihan (Severin, 2007 : 356-357).

Elemen “pola terpaan media yang berlainan” pada teori Uses and

Gratifications berkaitan dengan media exposure atau terpaan media, karena

mengacu pada kegiatan menggunakan media. Eksposure tidak hanya menyangkut apakah seseorang secara fisik cukup dekat dengan kehadiran media massa, akan tetapi apakah seseorang itu benar-benar terbuka dengan pesan-pesan media massa tersebut. Exposure merupakan kegiatan mendengar, melihat, dan membaca pesan-pesan media massa ataupun mempunyai pengalaman dan perhatian terhadap pesan-pesan tersebut yang terjadi pada individu atau kelompok. Menurut Bovee dan Arens (1992) media exposure berkaitan dengan berapa banyak orang melihat program yang ditayangkan di suatu media. Biasanya yang menjadi kendala adalah hanya sejumlah orang saja dari keseluruhan pemirsa, pendengar ataupun pembaca yang berkenaan untuk melihat atau mendengar isi pesan yang ada. Terpaan media, menurut Rosengren (1974) dapat dioperasionalisasikan menjadi jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai jenis media, isi media yang dikonsumsi, dan berrbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi. Sedangkan menurut Sari (1993) dapat dioperasionalisasikan menjadi jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai jenis media, isi media yang dikonsumsi, dan berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi. Sedangkan menurut Sari (1993) dapat dioperasionalisasikan menjadi jenis media yang digunakan, frekuensi penggunaan dan durasi penggunaan (Kriyantono, 2006 : 204-205).

II.2. Teori Komunikasi

Gambar

Tabel 1b. Sampel Penelitian
Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah responden (sampel)  dari 6
Tabel 4
Tabel 5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Melihat pengaruh yang ditimbulkan acara talkshow Dokter Pintar terhadap kepuasan khalayak hanya sebesar 6,76% maka dapat disimpulkan bahwa acara talkshow Dokter Pintar

Penelitian mengenai pelanggaran prinsip kerja sama yang digunakan dalam. percakapan atau dialog pada talk show ”Empat Mata” ini

Berdasarkan hasil penelitian, dapat terlihat bahwa program acara ‘Bukan Empat Mata’ di Stasiun TRANS TV terdapat fungsi komunikasi massanya, yaitu berfungsi sebagai pengawas

I hereby certify that this paper entitled “ Person Deixis in Bukan Empat Mata and Show Imah Talk Shows ” is my original work. I am fully aware that I

Penelitian mengenai pelanggaran prinsip kerja sama yang digunakan dalam percakapan atau dialog pada talk show ”Empat Mata” ini menggunakan pendekatan pragmatik.. Aspek pragmatik

bukan empat matayangditayangkan di Trans 7, dapat ditarikbeberapa simpulan: bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dalam acara tersebut ditemukan pada semua maksim

Pada penyusunan skripsi ini peneliti mengambil judul “Prinsip Kesantunan Berbahasa pada Pembawa Acara Bukan Empat Mata di stasiun televisi TRANS7 Bul an Juni 2014”.. Peneliti

Penelitian ini menunjukkan bahwa strategi kreatif yang digunakan program acara talk show Empat Mata antara lain format program acara, keragaman humor, penonton, penampilan