• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.10 Teori Konstruksi Realitas Sosial

Peter L. Berger dan Thomas Luckmann pertama kali memperkenalkan istilah konstruksi sosial atau realitas (social construction of reality) pada tahun

1966 melalui bukunya yang berjudul “The social Construction of Reality, a Treasite in the Sociological of Knowledge”. Ia menggambarkan proses sosial

melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif. Asal mula konstruksi sosial yaitu dari filsafat konstuktivisme, yang dimulai dari gagasan-gagasan konstuktif kognitif. Menurut Von Glasersfeld, pengertian konstruktif kognitif muncul pada abad ini. Dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun apabila ditelusuri sebenarnya gagasan-gagasan pokok konsruktivisme sebenarnya telah dimulai oleh Giambatista Vico, seorang epistimolog dari Italia ia adalah cikal bakal konstruktivisme.41

Dalam aliran filsafat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak Socrates menemukan jiwa dalam tubuh manusia, sejak Plato menemukan akal budi dan ide. Gagasan tersebut semakin lebih konkret lagi setelah Aristoteles mengenalkan istilah, informasi, relasi, individu, substansi, materi, esensi, dan sebagainya. Ia mengatakan bahwa, manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah fakta. Descartes kemudian memperkenalkan ucapannya ‘Cogito, ergo sum’ yang berarti “saya

41 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi (Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi

berpikir karena itu saya ada”. Kata-kata Descartes yang terkenal itu menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan gagasan-gagasan konstruktivisme sampai saat ini. Pada tahun 1710, Vico dalam ‘De Antiquissima Italorum Sapientia’,

mengungkapkan filsafatnya dengan berkata ‘Tuhan adalah pencipta alam semesta

dan manusia adalah tuan dari ciptaan’, artinya bahwa hanya Tuhan sajalah yang dapat mengerti alam raya ini karena hanya dia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari apa ia membuatnya, sementara itu orang hanya dapat mengetahui sesuatu yang telah dikontruksikannya.42

Berger dan Luckmann mengatakan institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia.43 Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara objektif, namun pada kenyataan semuanya dibangun dalam definisi secara subjektif melalui proses interaksi. Objektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain yang memiliki definisi subyektif yang sama. Pada tingkat generalitas yang paling tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna simbolis yang universal atau menyeluruh, yang memberi legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai bidang kehidupannya.

Proses konstruksinya, jika dilihat dari perspektif teori Berger & Luckmann berlangsung melalui interaksi sosial yang dialektis dari tiga bentuk realitas yang menjadi entry concept, yakni realitas objektif, realitas simbolis dan realitas

42Ibid, Hal. 193-194 43Ibid, Hal. 195

subjektif. Selain itu juga berlangsung dalam suatu proses dengan tiga momen simultan yaitu eksternalisasi, objektivikasi dan internalisasi. 44

a. Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada diluar diri individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas ini merupakan suatu kompleksitas definisi realitas (termasuk ideologi dan keyakinan).

b. Realitas simbolis merupakan ekspresi simbolis dari realitas objektif dalam berbagai bentuk. Semua bentuk-bentuk simbolis tersebut dari realitas objektif, yang biasanya diketahui oleh khalayak dalam bentuk karya seni, fiksi serta isi media.

c. Realitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objekif dan simbolis ke dalam individu melalui proses internalisasi.

Berger dan Luckmann menemukan konsep untuk menghubungkan antara yang subjektif dan objektif melalui konsep dialektika, yang dikenal dengan eksternalisasi-objektivasi-internalisasi.

1. Eksternalisasi

Eksternalisasi ialah penyesuaian diri dengan dunia sosio-kultural sebagai produk manusia. Pada tahap ini masyarakat dilihat sebagai produk manusia (Society is a human product). Maksud dari proses ini adalah

ketika sebuah produk sosial telah menjadi sebuah bagian penting dalam masyarakat yang setiap saat dibutuhkan oleh individu, maka produk sosial itu menjadi bagian penting dalam kehidupan seseorang untuk melihat dunia luar. Dengan demikian, tahap eksternalisasi ini berlangsung ketika produk sosial tercipta di dalam masyarakat, kemudian individu mengeksternalisasikan (penyesuaian diri) ke dalam dunia sosiokulturalnya sebagai bagian dari produk manusia. Proses ini merupakan proses dimana individu belajar dan bersentuhan dengan produk-produk budaya yang sudah ada dilingkungannya. Dalam proses eksternalisasi bagi masyarakat yang mengedepankan ketertiban sosial individu berusaha sekeras mungkin untuk menyesuaikan diri dengan peranan-peranan sosial yang sudah dilembagakan.45

2. Objektivasi

Tahap objektivasi produk sosial, terjadi dalam dunia intersubjektif masyarakat yang dilembagakan. Pada tahap ini sebuah produk sosial berada pada proses institusional, sedangkan individu oleh Berger dan Luckmann, dikatakan memanifestasikan diri dalam produsen-produsennya, maupun bagi orang lain sebagai unsur dari dunia bersama. Pada tahap ini masyarakat dilihat sebagai realitas yang objektif (Society is an objective reality), atau proses interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi. Dalam proses objektivasi ini individu mulai melebur dengan banyak individu dan

melakukan interaksi. Pada momen ini seseorang membawa pemikiran objektif dari hasil aktifitas eksternalnya. Dengan demikian objektivasi merancang suatu proses dimana dunia sosial menjadi suatu realitas yang mampu menghambat atau juga membentuk partisipasinya. Perkembangan proses objektivasi tidak pernah berhenti dan terus berlanjut. Banyak guncangan dan ubahan konsep, hal tersebut terlihat dari sikap dan bagaimana seseorang menerapkan dalam kehidupannya. Yang terpenting dalam tahap objektivasi adalah melakukan signifikasi, memberikan tanda bahasa dan simbolisasi terhadap benda yang disignifikasi, melakukan tipifikasi terhadap kegiatan sesorang yang kemudian menjadi objektivasi linguistik, yaitu pemberian tanda verbal maupun simbolis yang kompleks.46

3. Internalisasi

Internalisasi adalah pemahaman atau penafsiran yang langsung dari suatu peristiwa objektif sebagai pengungkapan suatu makna, artinya sebagai suatu manifestasi dari proses-proses subjektif orang lain, yang dengan demikian, menjadi bermakna secara subjektif bagi individu itu sendiri. Internalisasi lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifikasi tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui

internalisasi manusia menjadi hasil dari masyarakat (Man is a social product). Pada proses ini individu melakukan peresapan kembali atas realitas yang terbentuk di masyarakat sebagai struktur yang objektif dan mengaplikasikannya dalam diri sebagai realitas subjektif.47

Eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi adalah tiga dialektika yang simultan dalam proses konstruksi sosial. Secara berkesinambungan individu dalam penelitian ini yaitu wanita no virgin adalah agen sosial yang mengeksternalisasi realitas sosial. Pada saat yang bersamaan, pemahaman akan realitas yang dianggap objektif pun terbentuk. Pada akhirnya, melalui proses eksternalisasi dan objektivasi, individu tersebut dibentuk sebagai produk sosial.

Ketiga dialektika tersebut berjalan simultan maksudnya adalah adanya proses menarik keluar (eksternalisasi) sehingga seakan-akan hal itu berada di luar (objektif) dan kemudian ada proses penarikan kembali ke dalam (internalisasi) sehingga sesuatu yang berada di luar tersebut seakan-akan berada dalam diri (kenyataan subyektif).

Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pemahaman individu terhadap dunia sekitarnya dan bagaimana perilaku individu yang dianggap sesuai dengan harapan masyarakatnya merupakan sebuah proses dialektis yang terjadi terus menerus diantara mereka. Selain itu, mereka tidak hanya hidup dalam dunia yang sama, masing-masing dari mereka juga berpartisipasi dalam keberadaan pihak lain.

Dokumen terkait