Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian data, analisis data, diagnose kebidanan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Estiwidani, dkk, 2008).
Menajemen kebidanan menurut Estiwidani (2008), untuk mengaplikasikan pendekatan itu antara lain:
a. Identifikasi dan analisis masalah yang mencangkup pengumpulan data subyektif dan obyektif dan analisis dari data yang dikumpulkan/dicatat.
b. Perumusan (diagnosa) masalah utama, masalah yang mungkin akan timbul (potensial) serta penentu perlunya konsultasi, kolaborasi dan rujukan.
c. Penyusunan rencana tindakan berdasarkan hasil perumusan. d. Pelaksanaan tindakan kebidanan sesuai dengan kewenagngan. e. Evaluasi hasil tindakan. Hasil evaluasi ini digunakan untuk
menentukan tingkat keberhasilan tindakan kebidanan yang telah dilakukan dan sebagai bahan tindak lanjut.
a. Langakah I: Pengkajian data
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan khusus, dan pemeriksaan penunjang (Estiwidani, 2008).
Proses pengumpulan data dasar ini mencakup data subjektif dan data objektif.
1) Data Subyektif
Data subjektif, berupa data fokus yang dibutuhkan untuk menilai keadaan ibu sesuai dengan kondisinya (Nursalam, 2008). Jenis data yang dikumpulkan meliputi: a) Biodata pasien
Biodata pasien menurut Romauli (2011), antara lain: (1) Nama ibu dan suami
Untuk dapat mengenal atau memenggil nama ibu dan suami untuk mencegah kekeliruan bila ada nama yang sama.
(2) Umur
Dalam kurun waktu reproduksi sehat, dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun.
(3) Suku/bangsa
Untuk mengetahui kondisi sosial budaya ibu yang mempengaruhi perilaku kesehatan.
(4) Agama
Dalam hal ini berhubungan dengan perawatan penderita yang berkaitan dengan ketentuan agama. Antara lain dalam keadaan yang gawat ketika memberi pertolongan dan perawatan dapat diketahui dengan siapa harus berhubungan, misalnya agama islam memanggil ustad dan sebagainya.
(5) Pendidikan
Untuk mengetahui tinngkat intelektual, tingkat pendidikan mempengaruhi sikap perilaku kesehatan seseorang. Pada kasus gangguan sistem reproduksi dengan kista bartholini biasanya ditemukan pada wanita yang memiliki tingkat pendidikan rendah.
(6) Pekerjaan
Hal ini untuk mengetahui taraf hidup dan sosial ekonomi agar nasehat kita sesuai.
(7) Alamat
Untuk mengetahui ibu tingal dimana, menjaga kemungkinan bila ada ibu yang namanya bersamaan. Ditanyakan alamatnya, agar dapat dipastikan ibu yang
mana hendak ditolong itu. Alamat juga diperlukan bila mengadakan kunjugan pada penderita.
b) Keluhan Utama
Ditanyakan untuk mengetahui perihal yang mendorong klien datang ke bidan (Varney, 2007). Pada kasus gangguan sistem reproduksi kista bartholini keluhan utamanya ibu merasakan nyeri saat berjalan maupun duduk, temperatur suhu badan dapat meningkat >380c, dan tampak pembengkakan, warna kemerahan, kulit mengkilat, dan sakit saat melakukan hubungan suami istri
(Manuaba, 2008). c) Riwayat Menstruasi
Hal yang perlu ditanyakan: Menarche, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya darah yang keluar, menstruasi terakhir, adakah disminorhoe, gangguan sewaktu menstruasi (metrorhagia, menoraghia), gejala premenstrual (Varney, 2007).
d) Riwayat Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan, lama perkawinan, berapa kali menikah, dan menikah pertama usia berapa (Estiwidani, 2008).
e) Riwayat Kehamilan, Persalinan, Nifas
Jumlah kehamilan dan kelahiran G (gravida), P (para), A (abortus), dan riwayat persalinan yaitu jarak antara dua kelahiran, tempat melahirkan, lamanya melahirkan, cara melahirkan, serta masalah/gangguan kesehatan yang timbul sewaktu hamil dan melahirkan, antara lain: preeklamsi, infeksi dll (Estiwidani, 2008).
f) Riwayat Keluarga Berencana
Bila ibu pernah mengikuti KB perlu ditanyakan: jenis kontrasepsi, efek samping, alasan berhenti (bila tidak memakai lagi), lamanya menggunakan alat kontrasepsi (Varney, 2007).
g) Riwayat penyakit
(1) Riwayat Penyakit Sekarang
Untuk mengetahui keadaan pasien saat ini dan mengetahui adakah penyakit lain yang bisa memperberat keadaan klien seperti batuk, pilek dan demam (Estiwidani, 2008).
(2) Riwayat Penyakit Sistemik
Untuk mengetahui apakah ibu menderita penyakit jantung, ginjal, ASMA/TBC, hepatitis, DM, hipertensi, dan epilepsi serta penyakit sistemik lainnya seperti penyakit kelamin diantaranya bakterial vaginosis,
trikomonas, dan kandidiasis (Estiwidani, 2008). (3) Riwayat Penyakit Keluarga
Untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien. Riwayat keluarga yang perlu ditanyakan misalnya jantung, diabetes, ginjal, kelainan bawaan
(Varney, 2007).
(4) Riwayat Keturunan Kembar
Untuk mengetahui riwayat keturunan kembar dalam keluarga (Estiwidani, 2008).
(5) Riwayat Operasi
Untuk mengetahui apakah ibu pernah mendapat operasi atau belum (Estiwidani, 2008).
h) Data Psikologis
Digunakan untuk mengetahui perasaan ibu menghadapi gangguan sistem reproduksi dengan kista bartholini sekarang ini. Pada kasus gangguan sistem reproduksi dengan kista bartholini ini biasanya didapatkan data psikologisnya adalah ibu merasa cemas dengan keadaannya (Nursalam, 2008).
2) Pemeriksaan fisik
Pencatatan yang dilakukan dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus, dan pemeriksaan penunjang. Keadaan umum menurut Varney (2007), antara lain:
a) Keadaan Umum : Pemeriksaan untuk mengetahui keadaan umum ibu apakah baik, sedang, buruk, kemudian tingkat kesadaran dan keadaan emosional. Pada kasus gangguan sistem reproduksi dengan kista bartholini didapatkan keadaann ibu baik.
b) Kesadaran : Terdiri dari komposmentis, (kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya), kesadaran apatis (keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, acuh tak acuh), kesadaran delirium (gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu) memberontak teriak-teriak, berhalusinasi, berkhayal, kesadaran somnolen (kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah
tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila di rangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu member jawaban verbal). Pada kasus gangguan sistem reproduksi dengan kista bartholini didapatkan kesadaran ibu komposmentis.
c) Tanda Vital
Pemeriksaan tanda-tanda vital menurut Romauli (2011), antara lain:
Tekanan darah : Pemeriksaan untuk mengetahui faktor resiko hipertensi/hipotensi dengan satuan mmHg. Tekanan darah dikatakan tinggi bila >140/90 mmHg.
Suhu : Pemeriksaan untuk mengetahui suhu badan apakah ada peningkatan atau tidak normalnya adalah 36-37,50c. Pada kasus gangguan sistem reproduksi kista bartholini suhunya meningkat diatas 380c (Manuaba, 2008).
Nadi : Pemeriksaan untuk mengetahui denyut nadi pasien dengan menghitung dalam 1
menit penuh normalnya adalah 60-80 x/menit dalam keadaan santai.
Respirasi : Pemeriksaan untuk mengetahui sistem pernafasan pasien dalam waktu 1 menit penuh normalnya adalah 16-24 x/menit. Tinggi Badan : Pemeriksaan untuk mengetahui tinggi
badan pasien.
Berat Badan : Pemeriksaan untuk mengetahui pertambahan berat badan pasien saat ditimbangan pada waktu kunjungan normalnya pertambahan berat badan tiap minggu adalah 0,50 kg
d) Inspeksi
Melakukan pemeriksaan pandang terhadap pasien mulai dari kepala sampai kaki (Varney, 2007)
(1) Kepala
(a) Rambut : Pemeriksaan untuk mengetahui bersih atau kotor, warna, mudah rontok atau tidak, berketombe atau tidak.
(b) Muka : Pemeriksaan untuk mengetahui ada cloasma atau tidak, dan ada oedema atau tidak.
(c) Mata : Pemeriksaan untuk mengetahui ada oedema atau tidak, konjungtiva merah muda atau tidak, seklera putih atau tidak. (d) Hidung : Pemeriksaan untuk mengetahui
ada benjolan atau tidak, ada secret atau tidak.
(e) Telinga : Pemeriksaan untuk mengetahui ada serumen atau tidak.
(f) Mulut dan gigi : Pemeriksaan untuk mengetahui lidahnya bersih atau tidak, ada sariawan atau tidak, ada gusi yang mudah berdarah atau tidak, ada caries atau tidak.
(2) Leher : Pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe.
(3) Dada : Pemeriksaan untuk mengetahui normal bentuk simetris, hiperpigmentasi areola atau tidak, ada benjolan atau tidak, putting susu menonjol atau tidak.
(4) Abdomen : Pemeriksaan untuk mengetahui bentuk, ada bekas luka atau tidak, dan ada nyeri tekan atau tidak.
(5) Anogenital
(a) Vulva Vagina : Pemeriksaan untuk mengetahui normal atau tidak, ada varises pada vulva atau tidak, ada kemerahan atau tidak, ada nyeri tekan atau tidak, dan ada pembesaran kelenjar bartholini atau tidak (Romauli, 2011). Pada kasus gangguan sistem reproduksi dengan kista bartholini didapatkan hasil pemeriksaan terlihat ada massa di dinding sebelah dalam pada 1/3 bawah labium mayora, warna merah,
kulit mengkilat,
(Prawirohardjo, 2011).
(6) Anus : Pemeriksaan untuk mengetahui ada haemoroid atau tidak
(7) Ekstremitas
(a) Varises : Pemeriksaan untuk mengetahui ada varises atau tidak
(Romauli, 2011).
(b) Oedema : Pemeriksaan untuk mengetahui ada oedema atau tidak
(Romauli, 2011).
(c) Reflek Patella : Tungkai bawah akan bergerak sedikit ketika tendon diketuk (Romauli, 2011). Pada kasus gangguan sistem reproduksi dengan kista bartholini tidak dilakukan pemeriksaan reflek patella.
e) Perkusi
Perkusi adalah suatu pemeriksaan dengan cara mengetuk untuk membandingkan kiri dan kanan pada setiap daerah permukaan tubuh dengan tujuan menghasilkan suara, dan bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, dan konsistensi jaringan. Perkusi dilakukan untuk mengetahui reflek patella pasien (Nursalam, 2008). Pada kasus gangguan sistem reproduksi dengan kista bartholini tidak dilakukan pemeriksaan perkusi.
f) Palpasi
Palpasi yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan rabaan (Nursalam, 2008). Pada kasus gangguan sistem reproduksi dengan kista bartholini didapatkan hasil pemeriksaan teraba adanya massa di dinding sebelah dalam pada 1/3 bawah labium mayora (Prawirohardjo, 2011). g) Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan dengan jalan mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh dengan menggunakan stetoskop. Pada kasus gangguan sistem reproduksi dengan kista bartholini pemeriksaan auskultasi dilakukan pada saat pemeriksaan tekanan darah (Nursalam, 2008).
h) Pemeriksaan dalam
Pemeriksaa dalam dikaji untuk mengetahui keadaan
porsio dan pengeluaran pervaginam
(Romauli, 2011). Pada kasus gangguan sistem reproduksi dengan kista bartholini tidak dilakukan pemeriksaan dalam. i) Pemeriksaan Penunjang
Data penunjang diperlukan sebagai pendukung diagnosa, apabila diperlukan misalnya pemeriksaan laboratorium. Pada kasus gangguan sistem reproduksi
dengan kista bartholini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang (Romauli, 2011).
b. Langkah kedua: Interpretasi Data
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosa dan masalah berdasarkan intepretasi atas data-data yang telah dikumpulkan, data dasar yang telah dikumpulkan diintepretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan penanganan (Estiwidani, 2008).
1) Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan diagnosa kebidanan terdiri dari data dasar yang terdiri atas data subyektif dan data obyektif. Diagnosa yang dapat ditegakkan adalah Ny. E umur 21 tahun dengan gangguan sistem reproduksi kista bartholini
(Estiwidani, 2008). Data Dasar
a) Data subyektif
(1) Ibu mengatakan nyeri pada saat berjalan atau duduk dan pada saat berhubungan suami istri.
(2) Ibu mengatakan ada benjolan pada kemaluannya yang semakin hari semakin membesar, dan suhu badan meningkat.
(Manuaba, 2005; Prawirohardjo, 2011). b) Data Obyektif
Data obyektif menurut (Romauli, 2011), antara lain: (1) Keadaan Umum : Baik
(2) Kesadaran : Composmentis
(3) Vital Sign : Biasanya terrjadi peningkatan suhu badan >380c (Manuaba, 2008). (4) Vulva Vagina : Terdapat massa di dinding sebelah
dalam pada 1/3 bawah labium mayora dan warna kulit merah mengkilat.
2) Masalah
Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian yang disertai diagnosis. Masalah yang sering timbul pada kasus kista bartholini adalah cemas, gelisah dengan keadaannya (Wildan & Hidayat, 2008).
3) Kebutuhan
Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan klien dan belum teridentifikasi dalam diagnosis dan masalah yang
didapatkan dengan melakukan analisis data. Kebutuhan yang diperlukan untuk kasus kista bartholini adalah dukungan moral dan informasi mengenai kista bartholini (Wildan & Hidayat, 2008).
c. Langkah ketiga: Diagnosa Potensial
Mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa potensial berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosa atau masalah potensial ini menjadi benar-benar terjadi. Langkah ini penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman (Estiwidani, 2008). Diagnosa potensial yang terjadi pada ibu gangguan sistem reproduksi dengan kista bartholini apabila tidak segera mendapat penanganan yang tepat akan menjadi infeksi (Prawirohardjo 2011).
d. Langkah keempat: Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yanag lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan (Estiwidani, 2008). Pada kasus gangguan sistem reproduksi dengan kista bartholini bidan berkolaborasi dengan
dokter dalam melakukan tindakan segera yaitu insisi dinding kista dan drainase cairan kista atau abses, yang disebut dengan prosedur
marsupialisasi dapat pula dilakukan dengan memasang
world catheter dan pemberian antibiotik dan analgetik (Prawirohardjo, 2011).
e. Langkah kelima: Perencanaan/Rencana Tindakan
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi (Estiwidani, 2008). Dalam langkah ini yang dapat dilakukan bidan berupa persiapan perencanaan tindakan pembedahan dan marsupialisasi. Perencanaan yang diberikan pada kasus gangguan sistem reproduksi dengan kista bartholini diantaranya:
1) Observasi keadaan umum dan tanda tanda vital ibu (Varney, 2007).
2) Beri dukungan moril pada klien untuk tidak cemas (Wildan & Hidayat, 2008).
3) Ajarkan pasien teknik relaksasi jika merasa nyeri (Prawirohardjo, 2011).
4) Anjurkan pasien untuk istirahat cukup (Pernoll, 2009).
5) Pasang kateter dan infuse 20 tetes per menit (Prawirohardjo, 2011).
6) Berikan antibiotik dan analgetik (prawirohardjo, 2011).
7) Beritahu pasien bahwa akan dilakukan tindakan operasi
marsupialisasi (Manuaba, 2008).
f. Langkah keenam : Pelaksanaan
Pelaksanaan ini dilaksanakan secara efisien dan aman, perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walau bidan tidak melakukannya sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (Estiwidani, 2008). Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman, pelaksanaan asuhan kebidanan dengan kista bartholini sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat (Manuaba, 2008).
g. Langkah ketujuh: Evaluasi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang telah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi dalam diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam
pelaksanaannya (Estiwidani, 2008). Pada kasus gangguan reproduksi post marsupialisasi tingkat keberhasilannya cukup, dengan berbagai tindakan yang telah dilakukan sesuai rencana. Hasil yang diharapkan yaitu keadaan umum pasien baik, tidak terjadi perdarahan, dantidak ada infeksi lanjut, pasien merasa tidak cemas dan merasa nyaman (Manuaba, 2005).