• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.5 Sistematika Penulisan Skripsi

2.2.3 Teori Pengembangan Karier dan Pengambilan Keputusan

Menurut Robert dan Marianne (2010: 452-465) teori-teori pengembangan karir dan pengambilan keputusan sebagai berikut:

2.2.3.1Teori Faktor-Sifat/Watak

Pendekatan faktor-sifat/watak ini didasarkan pada konsep Frank Parsons tentang bimbingan kerja yang diuraikan dibukunya Choosing a Vocation (1909). Di buku ini Parsons menyarankan tiga langkah besar untuk pengembangan pengambilan keputusan karir individu. Dalam bentuk ringkasnya, langkah-langkah tersebut berbunyi sebagai berikut:

(1) Sebuah pemahaman yang jelas dan objektif tentang diri seseorang seperti kemampuannya, minatnya, sikapnya, dan lain-lain.

(2) Sebuah pengetahuan tentang persyaratan dan karakteristik karir-karir yang spesifik.

(3) Sebuah pengakuan dan pengaplikasian hubungan antara poin 1 dan 2 di atas bagi sebuah perencanaan karir yang sukses.

2.2.3.2Teori Perkembangan

Teoretisi perkembangan mengansumsikan bahwa perkembangan karir adalah sebuah proses yang terus berlangsung di seluruh rentang usia individu. Akibatnya, kebanyakan teori cenderung berfokus kepada tahap-tahap perkembangan yang sesuai dengan usia. Ginzberg, Ginsburg, Axelrad, dan Herma (1951) (dalam Robert, 2010: 455) adalah para perintis awal bagi penciptaan teori pilihan kerja berbasis perspektif perkembangan. Tim ini menganalisis proses pengambilan keputusan kerja berdasarkan tiga periode: pilihan fantasi, pilihan tentatif dan pilihan realistik. Teori ini menyatakan sebuah proses yang bergerak semakin tinggi menuju realisme dalam pengambilan keputusan karir ketika seseorang semakin lanjut usianya.

2.2.3.3Teori-teori Kepribadian

Teori-teori kepribadian melihat preferensi pekerjaan sebagai ekspresi kepribadian. Mereka menyatakan kalau banyak perilaku pencarian karir merupakan sebuah pertumbuhan dari upaya-upaya untuk menyesuaikan karakteristik individu dengan bidang kerja tertentu. Konsep dan asumsi yang melandasi teori kepribadian dalam bimbingan kerja merupakan teori John L. Holland tentang tipe kepribadian dan model lingkungan, adalah sebagai berikut:

(1) Pilihan kerja merupakan ekspresi kepribadian. (2) Inventori minat merupakan inventori kepribadian.

(3) Stereotip pekerjaan bisa digunakan dan makna-makna psikologis dan sosiologis sangat penting.

(4) Anggota suatu pekerjaan memiliki kepribadian yang mirip dan sejarah perkembangan pribadi yang mirip.

(5) Karena individu di kelompok kerja memiliki kepribadian yang serupa, mereka akan merespons banyak situasi dan problem dengan cara-cara yang sama, dan bahwa mereka akan menciptakan lingkungan antar-pribadi yang khas. (6) Kepuasan kerja, stabilitas dan prestasi bergantung pada

kongruensi antara kepribadian dan lingkungan (disusun sebagian besar oleh orang lain) yang di mana seseorang bekerja.

2.2.3.4Teori Belajar Sosial

Teori ini menyatakan kalau empat kategori faktor berpengaruh bagi pengembangan karir dan pengambilan keputusan individu. Faktor-faktor ini mencakup sebagai berikut:

(1) Bawaan genetik dan bakat istimewa. (2) Kondisi lingkungan dan kejadian. (3) Pengalaman belajar.

(4) Keterampilan pendekatan tugas.

Seperti yang telah dijelaskan di atas dari empat teori, yaitu: (1) teori faktor-sifat/watak, (2) teori perkembangan, (3) teori kepribadian, dan (4) teori

belajar sosial. Masing-masing dari teori memiliki penjelasan mengenai faktor-faktor internal maupun eksternal. Faktor internal dalam pengambilan keputusan karir dapat dilihat dari teori faktor-sifat/watak yaitu sebuah pemahaman tentang diri seseorang seperti kemampuannya, minatnya, sikapnya, dan sebuah pengetahuan tentang persyaratan dan karakteristik karir-karir yang spesifik. Oleh sebab itu muncullah sebuah pengakuan dan pengaplikasian hubungan antara hal-hal tersebut bagi sebuah perencanaan karir yang sukses.

Setelah itu dijelaskan pula mengenai teori perkembangan bahwa pengambilan keputusan karir sesuai dengan tiga tahap perkembangan, yaitu fantasi, tentatif dan realistik. Jadi karir manusia memang berjalan sesuai dengan rentang kehidupan sepanjang hayat. Dalam teori kepribadian, pemilihan karir sangat bergantung pada kepribadian individu itu sendiri dan lingkungan. Faktor internal dari teori ini yaitu individu melakukan pemilihan keputusan karir cenderung yang sesuai dengan kepribadiannya. Selain itu faktor eksternal dari teori ini adalah faktor lingkungan, apabila lingkungannya sesuai dengan kepribadian individu itu sendiri, maka individu akan lebih bisa mengaktualiasasikan diri dalam pekerjaannya.

Faktor internal dari teori belajar sosial yaitu, individu akan melakukan pengambilan keputusan karir yang sesuai dengan bakat istimewa yang dimiliki serta pengalaman belajar yang dijalani. Lalu faktor eksternal dari teori ini adalah kondisi lingkungan sosial tempat individu belajar. Lingkungan sosial belajar sangat mempengaruhi cara berpikir individu untuk mengembangkan dirinya dalam proses menuju masa depan.

2.2.3.5Tipe Kepribadian

Menurut pandangan John L. Holland (1973: 14-17) mengenai enam tipe kepribadian yang memberikan pengaruh pada pemilihan karier.

(1) The realistic type, the special heredity and experiences of the realistic person lead to a preference for activities that entail the explicit, ordered, or systematic manipulation of objects, tools, machines, animals, and to an eversion to educational or therapeutic activities.

(2) The investigative type, the special heredity and experiences of the realistic person lead to a preference for activities that entail the observational, symbolic, systematic, and creative

investigation of physical, biological, and cultural

phenomena in order to understand and control such phenomena; and to an aversion to persuasive, social, and repetitive activities.

(3) The artistic type, the special heredity and experiences of the realistic person lead to a preference for ambiguous, free, unsystematized activities that entail the manipulation of physical, verbal, or human materials to create art forms or products, and to an aversion to explicit, systematic, and ordered activities.

(4) The social type, the special heredity and experiences of the realistic person lead to a preference for activities that entail the manipulation of others to inform, train, develop, cure, or enlighten; and an aversion to explicit, ordered, systematic activities involving materials, tools, or machines.

(5) The enterprising type, the special heredity and experiences of the realistic person lead to a preference for activities that entail the manipulation of others to attain organizational goals or economic gain; and an aversion to observational, symbolic, and systematic activities.

(6) The conventional type, the special heredity and experiences of the realistic person lead to a preference for activities that entail the explicit, ordered, or systematic manipulation of data, such as keeping records, filing materials, reproducing materials, organizing written and numerical data according to a prescribed plan, operating business machines and data processing machines to attain organizational or economic goals; and to an aversion to ambiguous, free, exploratory, or unsystematized activities.

Tipe Realistik yang preferensinya pada aktivitas-aktivitas yang memerlukan manipulasi eksplisit, teratur, atau sistematik terhadap obyek-obyek, alat-alat, mesin-mesin, dan binatang-binatang. Tidak menyukai aktivitas-aktivitas pemberian bantuan atau pendidikan. Menganggap diri baik dalam kemampuan mekanikal dan atletik dan tidak cakap dalam keterampilan-keterampilan sosial hubungan antar manusia. Menilai tinggi benda-benda nyata, seperti: uang dan kekuasaan. Ciri-ciri khususnya adalah praktikalitas, stabilitas, dan konformitas. Lebih menyukai keterampilan-keterampilan dan okupasi-okupasi teknik.

Tipe Investigatif (Peneliti/Pengusut), memiliki preferensi untuk aktivitas-aktivitas yang memerlukan penyelidikan observasional, simbolik, sistematik, dan kreatif terhadap fenomena fisik, biologis, dan kultural agar dapat memahami dan mengontrol fenomena tersebut, dan tidak menyukai aktivitas-aktivitas persuasif, sosial, dan repetitif. Contoh dari okupasi-okupasi yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan tipe-tipe investigatif adalah ahli kimia dan ahli fisika.

Tipe Artistik (Seniman), lebih menyukai aktivitas-aktivitas yang ambigu, bebas, dan tidak tersistematisasi untuk menciptakan produk-produk artistik, seperti: lukisan, drama, dan karangan. Tidak menyukai aktivitas-aktivitas yang sistematik, teratur, dan rutin. Kompetensi-kompetensi dalam upaya-upaya artistik dikembangkan dan keterampilan-keterampilan yang rutin, sistematik, klerikal diabaikan. Memandang diri sebagai ekspresif, murni, independen, dan memiliki kemampuan-kemampuan artistik. Beberapa ciri khususnya adalah emosional, imaginatif, impulsif, dan murni. Okupasi-okupasi artistik biasanya adalah lukisan, karangan, akting, dan seni pahat.

Tipe Sosial lebih menyukai aktivitas-aktivitas yang melibatkan orang-orang lain dengan penekanan pada membantu, mengajar, atau menyediakan bantuan. Tidak menyukai aktivitas-aktivitas rutin dan sistematik yang melibatkan obyek-obyek dan materi-materi. Kompetensi-kompetensi sosial cenderung dikembangkan, dan hal-hal yang bersifat manual dan teknik diabaikan. Menganggap diri kompeten dalam mcmbantu dan mengajar orang lain serta menilai tinggi aktivitas-aktivitas hubungan-hubungan sosial. Beberapa ciri khususnya adalah kerja sama, bersahabat, persuasif, dan bijaksana. Okupasi-okupasi sosial mencakup pekerjaan-pekerjaan seperti mengajar, konseling, dan pekerjaan kesejahteraan sosial.

Tipe Enterprising (Pengusaha), lebih menyukai aktivitas-aktivitas yang melibatkan manipulasi terhadap orang-orang lain untuk perolehan ekonomik atau tujuan-tujuan organisasi. Tidak menyukai aktivitas-aktivitas yang sistematik, abstrak, dan ilmiah. Kompetensi-kompetensi kepemimpinan, persuasif dan yang bersifat supervisi dikembangkan, dan yang ilmiah diabaikan. Memandang diri sebagai agresif, populer, percaya diri, dan memiliki kemampuan memimpin. Keberhasilan politik dan ekonomik dinilai tinggi. Ciri-ciri khasnya adalah ambisi, dominasi, optimisme, dan sosiabilitas.

Tipe Konvensional (Orang Rutin), lebih menyukai aktivitas-aktivitas yang memerlukan manipulasi data yang eksplisit, teratur, dan sistematik guna memberikan kontribusi kepada tujuan-tujuan organisasi. Tidak menyukai aktivitas-aktivitas yang tidak pasti, bebas dan tidak sistematik. Kompetensi-kompetensi dikembangkan dalam bidang-bidang klerikal, komputasional, dan

sistem usaha. Aktivitas-aktivitas artistik dan semacamnya diabaikan. Memandang diri sebagai teratur, mudah menyesuaikan diri, dan memiliki keterampilan-keterampilan klerikal dan numerikal. Beberapa ciri khasnya adalah efisiensi, keteraturan, praktikalitas, dan kontrol diri. Okupasi-okupasi yang sesuai adalah bankir, penaksir harga, ahli pajak, dan pemegang buku.

Pandangan Holland (Winkel & Hastuti, 2004: 634-636) mencakup tiga ide dasar, yang masing-masing dijabarkan lebih lanjut. Tiga ide dasar bersama rinciannya adalah sebagai berikut.

(1) Semakin mirip seseorang dengan salah satu di antara enam tipe itu, makin tampaklah padanya ciri-ciri dan corak perilaku yang khas untuk tipe bersangkutan.

(2) Semakin mirip lingkungan tertentu dengan salah satu di antara enam model lingkungan, makin tampaklah di dalamnya corak dan suasana kehidupan yang khas untuk lingkungan bersangkutan.

(3) Perpaduan dan pencocokan antara tiap tipe kepribadian dan suatu model lingkungan memungkinkan meramalkan pilihan okupasi, keberhasilan, stabilitas seseorang dalam okupasi yang dipangku.

Berdasarkan ke enam tipe kepribadian yang dikemukakan oleh John L. Holland, semua tipe tersebut sangat mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan karir. Terutama siswa SMP yang akan memilih sekolah lanjutan di SMA dan SMK. Dijelaskan bahwa individu dalam memilih karirnya sangat bergantung dari corak hidupnya, yaitu yang terlihat dari hasil pengukuran

penilaian diri dan intelegensi yang kemudian hasil tersebut akan didapatkan hierarkis pilihan pekerjaannnya yang diurutkan berdasar enam golongan orientasi, Holland (1973: 14-17). Individu dalam memilih pekerjaannya karena dipengaruhi oleh sejarah hidupnya dam juga karena tekanan sosial yang terjadi pada dirinya.

Menurut Holland karir seseorang dipengaruhi oleh tipe kepribadian dan latar belakang lingkungan. Kepribadian seseorang meliputi dua faktor, yaitu bawaan dan pengalaman-pengalaman hidup. Holland mencatat bahwa manusia mempunyai gaya pribadi lebih dari satu, sehingga pilihan karir juga dapat beberapa, tetapi ada jenjang yang lebih diprioritaskan. Holland berpegang pada keyakinan, bahwa suatu minat yang menyangkut pekerjaan dan okupasi adalah hasil perpaduan dari sejarah hidup seseorang dan keseluruhan kepribadiannya, sehingga minat tertentu akhirnya menjadi suatu ciri kepribadian yang berupa ekspresi diri dalam bidang pekerjaan.

Kesimpulan dari penjelasan di atas bahwa tipe kepribadian manusia memiliki pengaruh-pengaruh bagi siswa dalam pemilihan sekolah lanjutan yang meliputi faktor pengetahuan diri, yang diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memahami kemampuan-kemampuannya sendiri melalui pengalaman-pengalaman hidup. Tinggi rendahnya pengetahuan diri seseorang akan terlihat dari tepat atau tidaknya beberapa pilihan atau keputusan yang diambil. Lalu pengaruh luar atau lingkungan yang memiliki faktor yang sangat luas, dijelaskan bahwa dalam memilih jabatan atau pekerjaan individu dapat dipengaruhi dengan tekanan sosial seperti, tuntutan orang tua, pengaruh dari masa kecil, lingkungan pergaulan, dan sebagainya.

2.2.3.6Perencanaan Karier dan Pengambilan Keputusan di Sekolah-sekolah Menurut Robert dan Marianne (2010: 481-484) sekolah memiliki peran yang besar dalam perencanaan, pengambilan keputusan, dan pengembangan karir siswa di dalam pengalaman pendidikan formal. Berikut adalah beberapa kerangka umum pengembangan karir yang baik bagi siswa, yaitu:

(1) Semua siswa mestinya disediakan kesempatan yang sama untuk mengembangkan basis di mana mereka bisa membuat keputusan karir mereka. Semakin menyusutnya pilihan kerja siswa saat mereka menjalani tahun-tahun sekolah merupakan sebuah tragedi pendidikan yang besar. (2) Pengembangan sedini mungkin dan berkesinambungan

bagi sikap-sikap positif siswa terhadap pendidikan adalah aspek yang sangat kritis. Jatuhnya pilihan kerja bagi siswa bahkan sejak sekolah dasar sangat disayangkan, namun kegagalan mempertahankan minat siswa kepada pengembangan optimum pendidikan adalah bencana besar. Pengembangan karir akan jadi terbatas maknanya tanpa pengembangan pendidikan yang seiring sejalan dengannya periode-periode awal pengembangan diri siswa.

(3) Sebagai konsekuensi dari poin-poin sebelumnya, siswa mestinya diajar untuk melihat karir sebagai cara hidup dan pendidikan sebagai persiapan bagi kehidupan. Sering kali siswa sampai di tahap pengambilan keputusan pendidikan tentang hidup yang melihat karir hanya berdasarkan deskripsi kerjanya.

(4) Siswa mestinya dibantu untuk mengembangkan pemahaman yang tepat tentang diri mereka dan harus dipersiapkan untuk mengaitkan pemahaman ini bagi pengembangan pribadi-sosialnya dan bagi perencanaan karir pendidikannya. Pemahaman-pemahaman ini penting bagi pemenuhan kebutuhan individu bagi aktualisasi diri. (5) Siswa di semua jenjang harus diberikan pemahaman

tentang hubungan antara pendidikan dan karir. Siswa memerlukan sebuah kesadaran tentang hubungan-hubungan di antara jenjang-jenjang pendidikan dan kemungkinan karir yang terkait. Mereka juga harus menyadari kalau pekerjaan dan minat bisa muncul dari salah satu pelajaran tertentu di sekolah.

(6) Siswa memerlukan pemahaman tentang di mana dan mengapa mereka berada di titik tertentu dari kontinum pendidikan di waktu tertentu. Jika mereka memberikan

apresiasi tinggi bagi pendidikan saat ini dan di masa depan, mereka harus dibantu untuk mendapatkan kesempatan memahami proses pendidikannya, urut-urutannya, dan pengetahuan terintegrasinya.

(7) Siswa di setiap jenjang pendidikan mestinya memiliki pengalaman berorientasi-karir yang tepat sesuai tingkat kesiapan mereka sekaligus kebermaknaan dan kerealistikannya.

(8) Siswa harus memiliki kesempatan untuk mengetes konsep, keterampilan dan peran untuk mengembangkan nilai yang dapat memiliki aplikasi karir di masa depan.

(9) Program bimbingan dan konseling karir yang dipusatkan di kelas, dengan koordinasi dan konsultasi oleh konselor sekolah, partisipasi oleh orang tua, dan kontribusi sumber daya dari komunitas.

(10) Program bimbingan dan konseling karir sekolah diintegrasikan menjadi pemfungsian bimbingan dan konseling dan program-program pendidikan total lembaga. (11) Siswa harus siap mengatasi perubahan dramatis di dunia

kerja yang sudah menghilangkan kebanyakan karakteristik tradisional karir di masa lalu. Mencakup perubahan pasar global, persaingan kerja internasional, pencarian kerja lewat internet dan teknologi lainnya.

(12) Siswa mestinya dibantu mengembangkan kedewasaan yang dibutuhkan untuk membuat keputusan karir yang efektif dan memasuki dunia kerja.

Dari beberapa poin di atas, dijelaskan bahwa sekolah memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam perencanaan, pengambilan keputusan, dan pengembangan karir siswa. Ini merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan karir siswa, apabila sekolah tidak dapat mengarahkan dan memberikan pengalaman yang berharga pada siswa dalam dunia karir, maka hal demikian termasuk hambatan yang dialami siswa dalam menentukan keputusan karir untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

Jadi faktor-faktor di atas saling mempengaruhi. Faktor internal seperti taraf intelegensi, bakat, minat, dan lain-lain memang berpengaruh terhadap pilihan

karir individu. Namun banyak kasus di mana seorang individu tidak berkarir sesuai dengan faktor internal yang disebutkan di atas, melainkan karena dipengaruhi faktor eksternal. Sebagai contoh seorang siswa memiliki minat di bidang kesenian, tapi orang tuanya berprofesi sebagai dokter. Kemungkinan ia ingin berkarir di bidang seni, namun di satu sisi dia mendapat tuntutan dari orang tua untuk berkarir menjadi seorang dokter seperti orang tuanya. Sehingga dapat mempengaruhi siswa tersebut dalam membuat rencana pilihan karirnya. Oleh sebab itulah faktor internal dan juga eksternal sangat berpengaruh terhadap pilihan individu pada sekolah lanjutan yang tepat untuk menentukan karir di masa depan.

2.3 Faktor-faktor Penghambat Pemilihan Sekolah Lanjutan

Pemilihan sekolah lanjutan merupakan salah satu aspek perencanaan karir, yang mana semua itu bertujuan untuk memudahkan anak dalam merencanakan masa depan sedini mungkin. Oleh sebab itu, secara teoritis perlu diketahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan karir siswa untuk melanjutkan studi lanjut. Pemilihan karir siswa tidak muncul begitu saja dengan sendirinya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan kajian teori yang dilakukan, diasumsikan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan sekolah lanjutan pada siswa, yaitu kondisi fisik, kondisi psikis, kondisi keluarga, kondisi sekolah, teman, dan masyarakat. Faktor-faktor tersebut nantinya menjadi fokus dalam penelitian ini.

Dokumen terkait