• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3 Landasan Teori

2.3.2 Teori Perubahan Bahasa

Ada sejumlah fenomena kebahasaan yang dapat muncul karena tingkah laku pemakai bahasa yang berubah-ubah. Fenomena seperti ini sering diawali oleh penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma baku pemakaian bahasa. Sebuah perubahan biasanya terjadi secara perlahan-lahan (evolutive) dan diawali oleh sesuatu yang kecil yang terjadi saat ini. Labov (1994) mengistilahkannya dengan language change in progress.

Ada beberapa ahli bahasa mengemukakan pendapatnya tentang perubahan bahasa itu, di antaranya adalah Labov (1994) dan Aitchison (1991). Menurut Labov (1994), ada tiga cara yang dapat diterapkan untuk mengkaji perubahan

bahasa. Pertama, menelusuri unsur-unsur bahasa yang berubah secara evolutif, yaitu dengan membandingkan bentuk-bentuk yang sekarang dengan yang sebelumnya. Kedua, menganalisis hubungan antara kategori sosial dan tingkah laku berbahasa penutur yang terindikasi mengalami perubahan sehingga pada akhirnya dapat ditemukan hubungan antara perubahan unsur-unsur bahasa secara internal dan perubahan unsur-unsur bahasa karena faktor sosial. Ketiga, menemukan sikap penutur terhadap perubahan bahasa yang sedang terjadi.

Dari paparan Labov (1994) di atas, tergambar bagaimana mekanisme penyebaran perubahan bahasa. Penyebaran ini dapat ditinjau dari dua segi, yakni penyebaran yang berkaitan dengan internal kebahasaan dan penyebaran yang berhubungan dengan penuturnya. Penyebaran perubahan kebahasaan secara internal menyangkut perubahan unsur-unsur kebahasaan, seperti unsur bunyi, morfologi, leksikon, dan sintaksis. Contoh yang dapat diamati berdasarkan fakta adalah terjadinya difusi bunyi dan difusi leksikon pada bahasa tertentu yang biasanya diawali oleh perubahan yang kecil dan perlahan. Begitu perubahan ini menyusup ke dalam beberapa kata, akan terjadi fluktuasi pemakaian antara bentuk baru dan bentuk lama oleh masyarakat tutur dan secara perlahan bentuk lama akan ditinggalkan. Jika penyebaran perubahan bahasa ini terjadi pada kata dengan jumlah yang cukup banyak, maka perubahan akan terjadi secara cepat dalam waktu yang singkat (Suastra, 2004:8—15).

Penyebaran perubahan bahasa terkait dengan penuturnya dapat dikelompokkan menjadi penyebaran secara alamiah dan penyebaran secara sadar. Penyebaran perubahan bahasa secara alamiah terjadi secara sistematis dan

biasanya dilakukan oleh sebagian kelompok masyarakat tutur yang secara tidak sadar memakai unsur-unsur kebahasaan tertentu yang berbeda dari kaidah-kaidah yang berlaku selama ini yang pada akhirnya memunculkan variasi baru. Jika variasi baru ini terpakai oleh masyarakat tutur dan digeneralisasi serta pemakaiannya sudah mencapai batas tertentu dalam penyebarannya, maka variasi ini akan menjadi kaidah yang berterima, dan akhirnya semua anggota masyarakat tutur akan memakainya sehingga menjadi marker guyup tutur tersebut. Perubahan seperti ini oleh Labov (1994) disebut change from below. Adakalanya pemakaian variasi baru itu mengalami adaptasi dengan unsur-unsur kebahasaan lainnya.

Penyebaran perubahan bahasa secara sadar dilakukan secara sadar, artinya anggota masyarakat tutur secara sengaja atau nyata menyerap unsur-unsur bahasa yang menyimpang dari kaidah yang berlaku. Penyebaran tipe ini biasanya dilakukan oleh anggota masyarakat tutur yang dianggap memiliki prestise , kekuasaan, dan status sosial tinggi yang kemudian ditiru oleh kelompok ―subordinate‖ sebagai model.

Selain Labov (1994), ahli bahasa lain yang juga membahas tentang perubahan bahasa adalah Aitchison (1991). Aitchison (1991:105-160) menyoroti penyebab perubahan bahasa dikarenakan oleh dua faktor: faktor internal psikolinguistik dan faktor sosial. Faktor pertama terkait dengan sistem bahasa itu sendiri dan keadaan psikologis penutur, sedangkan faktor kedua terkait dengan faktor luar sistem kebahasaan.

a. Faktor internal kebahasaan

Seperti telah diuraikan di bagian terdahulu bahwa setiap bahasa akan mengalami perubahan apabila bahasa tersebut memiliki perangkat untuk perubahan tersebut yang dapat mengakibatkan adanya penyimpangan-penyimpangan dalam pemakaian bahasa sehingga muncul variasi-variasi baru. Misalnya, adanya asimilasi dalam bidang bunyi antara dua bahasa yang berbeda. Pada kasus seperti ini berlaku ‖push and drag chain theory” yang menjelaskan adanya pergeseran bahasa dalam dikotomi push dan drag karena adanya penyusupan unsur satu bahasa ke bahasa lainnya sehingga menggeser unsur bahasa yang asli. Unsur bahasa asli yang tergeser akan meninggalkan celah dan celah ini akan diisi oleh unsur bahasa yang lain pula.

Di samping karena asimilasi, perubahan bahasa dapat terjadi karena adanya kontak bahasa yang dapat mengakibatkan adanya proses peminjaman (borrowing proses) unsur –unsur satu bahasa oleh bahasa lainnya. Dalam hal ini biasanya unsur-unsur bahasa pendonor akan disesuaikan dengan norma-norma yang telah ada pada bahasa peminjam. Fenomena ini merupakan awal dari perubahan sebuah bahasa.

Berkaitan dengan fenomena peminjaman ini, Aitchison (1991) mengemukakan bahwa ada empat ciri utama dalam fenomena peminjaman bahasa ini, yakni (1) unsur-unsur bahasa pijaman berbeda dengan unsur-unsur bahasa peminjam dan tidak memengaruhi struktur bahasa peminjam. Unsur-unsur pinjaman ini biasanya berupa unsur-unsur yang ditemukan padanannya dalan bahasa peminjam; (2) bentuk unsur-unsur bahasa pinjaman biasanya disesuaikan

dengan bentuk bahasa peminjam. Hal ini dapat dilihat pada kasus peminjaman oleh bahasa Indonesia dari salah satu bahasa asing, bahasa Inggris, seperti bentuk organization dan function masing-masing berubah menjadi ―organisasi‖ dan ―fungsi‖, dan sebagainya; (3) bahasa peminjam cenderung memilih bentuk yang memiliki kedekatan bentuk dengan bahasa pendonor, seperti kasus pinjaman oleh bahasa Prancis dari bahasa Jerman; dan (4) bahasa peminjam mengadakan penyesesuaian dengan bahasa pendonor, seperti bentuk-bentuk pinjaman dalam bahasa Indonesia radio (bahasa Inggris) dibaca [radio], photo (bahasa Inggris) dibaca [poto].

b. Faktor eksternal kebahasaan

Di samping faktor internal, faktor eksternal kebahasaan turut memengaruhi arah perubahan bahasa. Untuk melihat arah perubahan bahasa karena faktor eksternal, peneropongan harus dilakukan melalui perubahan kehidupan sosial penuturnya karena perubahan bahasa saat ini (change in prosess) akan terkait dengan faktor-faktor sosial yang memengaruhinya. Mengenai hal ini, Labov (1994) menyebutkan beberapa faktor sosial yang dapat memepengaruhi variasi bahasa, yakni status sosial penutur yang mencakup stratifikasi sosial, pekerjaan, jenis kelamin, umur, dan ras penutur. Kelompok-kelompok sosial yang terbentuk karena status sosial penutur ditengarai sebagai kelompok yang mengawali proses perubahan bahasa. Dengan kata lain, orang-orang dengan etnis, pekerjaan, jenis kelamin, dan umur yang berbeda akan menggunakan variasi bahasa yang berbeda. Misalnya, dari segi umur bagi penutur bahasa Indonesia, penutur yang lebih muda cenderung menggunakan variasi yang menyimpang dari kaidah baku

bahasa dibandingkan dengan penutur yang berusia lebih tua. apabila dikaitkan dengan jenis kelamin sebagai salah satu variabel sosial, menurut Lakof (1973), secara morfologis, sintaksis, dan leksikon variasi bahasa yang digunakan oleh perempuan dan laki-laki menunjukkan perbedaan (bdk. Holmes, 1992:164—181).

Dokumen terkait