• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Landasan Teoritis

1. Teori Perundang-undangan

Secara etimologi, perundang-undangan, merupakan terjemahan “wetgeving”, “gesetzgebung”, yang mengandung dua arti. Pertama, berarti proses pembentukan peraturan-peraturan negara sejenis yang tertinggi sampai yang terendah, yang dihasilkan secara atribusi atau delegasi

kekuasaan perundang-undangan. Kedua, berarti keseluruhan produk peraturan-peraturan negara tersebut.

Peraturan perundang-undangan sebagai produk hukum dibuat dengan maksud untuk dipatuhi oleh masyarakat atau dengan kata lain untuk efektid atau hukum tersebut berperan sesuai fungsinya. Soerjono Soekanto dalam Achmad Ruslan (2006:51) mengatakan bahwa untuk dapat mewujudkan fungsi dari perundang-undanagn maka ada 3 (tiga) kriteria yang harus dipenuhi:

1. Bila hukum hanya berlaku secara yuridis maka kemungkinan besar kaidahnya hanya merupakan kaidah yang mati (dode regel).

2. Jika hukum hanya berlaku secara sosiologis maka mungkin hukum berlaku sebagai hanya sebagai aturan pemaksa

3. Jika hukum hanya berlaku secara filosofis maka mungkin hukum itu hanya akan menjadi hukum yang dicita-citakan

Terkait dengan pembentukan perundang-undangan, Burkhartds Krems dalam Achmad Ruslan (2006:51) mengemukakan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan meliputi dua hal pokok yaitu kegiatan pembentukan isi dan kegiatan pemenuhan bentuk peraturan. Kedua kegiatan tersebut dilakukan secara serentak dan setiap bagian harus

memenuhi persyaratan sendiri-sendiri sehingga agar suatu peraturan perundang-undangan dapat efektif maka pembuatannya harus menggunakan dasar pemikiran yuridis, sosiologis dan filosofis.

Berdasarkan Undang-undang No. 10 tahun 2004 asas-asas yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan dibagi menjadi 3 bagian yaitu (Achmad Ruslan, 2006:13):

a. Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik

b. Asas yang berkaitan dengan materi muatan peraturan perundang-undangan

c. Asas lain yang sesuai dengan bidang hukum peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

Asas yang berkaitan dengan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik meliputi (Achmad Ruslan, 2006:14):

a. Asas kejelasan tujuan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai;

b. Asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat adalah bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah;

c. Asas kesesuaian antara jenis dan muatan adalah bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan dengan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangan;

d. Asas dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan keberlakuan atau dapat dilaksanakannya peraturan tersebut dalam masyarakat baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis;

e. Asas daya guna dan hasil guna adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan akan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

f. Asas kejelasan rumusan adalah bahwa setiap peraturan undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau terminology, bahasa hukumnya jelas dan mudah dimenegrti sehingga tidak menimbulkan berbagai interpretasi dalam pelaksanaannya.

g. Asas keterbukaan adalah bahwa proses pembentukan peraturan perundang-undanganmulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka.

Asas yang dikandung dalam materi muatan peraturan perundang-undangan (Achmad Ruslan, 2006:15):

a. Asas pengayoman adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat;

b. Asas kemanusiaan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan Hak Asasi Manusia (HAM) serta harkat dan martabat setiap warga Negara dan penduduk Indonesia secara proporsional; c. Asas kebangsaan adalah setiap materi muatan perundang-udangan

harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia;

d. Asas kekeluargaan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah mencapai mufakat dalam pengambilan keputusan kecuali tidak tercapai maka dilakukan voting yang harus tetap dijaga dalam semangat kekeluargaan;

e. Asas kenusantaraan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi peraturan

perundang-undangan merupakan bagian dari seluruh sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945;

f. Asas bhineka tunggal ika adalah setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku,golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalah sensitif dalm kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;

g. Asas keadilan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa terkecuali;

h. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan adalah bahwa setiap materi muatan perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan latar belakang agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.;

i. Asas ketertiban dan kepastian hukum adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum;

j. Asas keseimbangan, keserasian dan keselaran adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara

kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan Negara.

Selain asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sebagaimana diuraikan di atas berlaku pula asas-asas antara lain : asas tata urutan/susunan hirarki peraturan. Asas ini berasal dari teorinya Hans Kelsen dan Hans Nawiasky kemudian diadopsi (secara tersirat) ke dalam Pasal 7 ayat (4) dan (5) Undang-undang No. 10 tahun 2004 yang menentukan bahwa :

(4) Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

(5) Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan adalah sesuai hirarki sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan penjelasannya.

Dalam aturan ini secara tegas dinyatakan bahwa peraturan perundang-undangan tingkat bawah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Asas tersebut diadopsi dari teori jenjang norma hukum (stufen theory). Selain itu, asas hukum umum yang secara khusus dapat diterapkan dalam pembentukan perundang-undangan adalah asas lex specialist derogate lex generali (peraturan undangan yang khusus mengesampingkan peraturan

undangan yang bersifat umum), asas lex posteriori derogate lex priori (peraturan perundang-undangan yang baru mengesampingkan perturan perundang-undangan yang lama), lex superior derogate lex inferiori (peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mnegasampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah).

2. Teori Desentralisasi

Dokumen terkait