• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Struktur Ekonomi

Pembangunan ekonomi di Indonesia merupakan bagian penting dari

pembangunan nasional dengan tujuan akhir, yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang bisa diukur antara lain melalui pendapatan riil per kapita yang tinggi. Berarti pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan riil per kapita meningkat dalam jangka panjang. Selain peningkatan produksi dan pendapatan agregat, proses pembangunan akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi masyarakat. Perubahan struktur ini, selain disebabkan oleh peningkatan pendapatan per kapita juga disebabkan oleh perubahan teknologi, peningkatan sumber daya manusia, dan penemuan sumber material baru untuk produksi.

Model Input-Output Badan Pusat Statistik (2005) menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling mempunyai keterkaitan antar satuan kegiatan ekonomi dalam suatu rentang waktu tertentu (satu tahun) yang disajikan dalam bentuk matriks. Isian sepanjang baris memperlihatkan alokasi output dan menurut kolom menunjukkan struktur input dalam proses produksi. Sebagai model kuantitatif, tabel Input-Output (tabel I-O) mampu memberi gambaran tentang :

1. Struktur perekonomian yang mencakup struktur output dan nilai tambah masing-masing kegiatan ekonomi di suatu daerah;

2. Struktur input antara (intermediate input), yang menunjukkan penggunaan barang dan jasa oleh kegiatan produksi di suatu daerah

3. Struktur penyediaan barang dan jasa, baik yang berupa produksi dalam negeri maupun barang-barang yang berasal dari impor; dan

4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan oleh kegiatan produksi maupun permintaan akhir untuk konsumsi, investasi, dan ekspor.

Proses pembangunan ekonomi yang sudah berlangsung cukup lama dan telah menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi biasanya disusul dengan suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonominya. Perubahan struktur ekonomi terjadi akibat perubahan sejumlah faktor, yang menurut sumbernya dapat dibedakan antara faktor-faktor dari sisi permintaan agregat (AD), dan faktor-

faktor dari sisi penawaran agregat (AS), atau dari kedua sisi pada waktu yang bersamaan. Selain itu, perubahan struktur ekonomi juga dipengaruhi secara langsung/tidak langsung oleh intervensi pemerintah di dalam kegiatan ekonomi sehari-hari.

Dari sisi permintaan agregat, faktor yang paling dominan adalah

peningkatan pendapatan per kapita masyarakat, yang perubahannya

mengakibatkan perubahan dalam selera dan komposisi barang-barang yang dikonsumsi. Apabila pendapatan riil masyarakat meningkat maka pertumbuhan permintaan akan barang-barang non makanan akan lebih besar daripada pertumbuhan permintaan terhadap makanan. Perubahan ini menggairahkan pertumbuhan industri-industri baru, dan meningkatkan output di industri-industri yang ada.

Dari sisi penawaran agregat (AS), faktor-faktor penting di antaranya adalah pergeseran keunggulan komperatif, perubahan teknologi, peningkatan pendidikan atau kualitas SDM, penemuan sumber-sumber bahan baku baru (new recources) untuk produksi, dan akumulasi barang modal. Semua ini memungkinkan untuk melakukan inovasi dalam produk atau proses produksi dan pertumbuhan produktivitas sektoral dari faktor-faktor produksi yang digunakan.

Ada dua teori utama yang umum digunakan dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi, yakni teori migrasi dari Arthur lewis, dan teori transformasi struktural dari Hollis Chenery.

Teori Arthur Lewis (dalam Jhingan 2000) pada dasarnya membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi di daerah pedesaan (rural) dan di daerah perkotaan (urban). Dalam teorinya Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu perekonomian tradisional di pedesaan yang didominasi oleh sektor pertanian dan perekonomian modern di perkotaan dengan industri sebagai sektor utama. Di pedesaan karena jumlah penduduk yang tinggi, maka terjadi kelebihan suplai tenaga kerja, dan tingkat kehidupan masyarakat berada pada kondisi subsisten akibat perekonomian yang sifatnya juga subsisten. Over supply tenaga kerja ini ditandai dengan produk marjinal sama dengan nol, dan tingkat upah riil yang sangat rendah. Hubungan antara upah, jumlah tenaga kerja pada perekonomian pedesaan dapat dijelaskan

dengan menggunakan model persamaan ekonometrik sederhana mengenai dinamika pasar tenaga kerja yang terdiri dari :

NpD = Fd (W-p, Q+p) …..………..………...…….… 2.1

NpS = Fs (Wp) ..……….………..… 2.2

NpD = NpS = Np..………...…………....……….……. 2.3

Qp = Fq p(Np) ..………..…...…... 2.4

Persamaan (2.1) adalah permintaan tenaga kerja (NpD ) yang merupakan

fungsi negatif dari tingkat upah (Wp) dan fungsi positif dari jumlah output sektor pertanian (Qp). Persamaan (2.2) adalah penawararan tenaga kerja (NpS) yang

merupakan fungsi dari tingkat upah (Wp). Persamaan (2.3) mencerminkan ke- seimbangan di pasar tenaga kerja (labour market), yang menghasilkan suatu ting- kat upah dan jumlah tenaga kerja keseimbangan. Sedangkan persamaan (2.4) adalah fungsi produksi di sektor pertanian (Qp) yang merupakan fungsi dari jumlah tenaga kerja yang digunakan (Np). Nilai produk marjinal nol, artinya fungsi produksi di sektor pertanian seperti yang digambarkan pada persamaan (2.4) sudah berada pada skala kenaikan hasil yang semakin berkurang (dimi-

nishing return to scale), dimana setiap penambahan jumlah tenaga kerja justru

akan menurunkan jumlah output yang dihasilkan. Dalam kondisi demikian, pengurangan jumlah tenaga kerja tidak akan menurunkan jumlah output di sektor pertanian. Hal inilah yang akan mendorong tingkat upah tenaga kerja di sektor pertanian menjadi sangat rendah. Di lain pihak, sektor industri di perkotaan yang mengalami kekurangan tenaga kerja berada pada skala kenaikan hasil yang semakin bertambah (increasing return to scale), dimana produk marjinal tenaga kerja positif. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat upah tenaga kerja di sektor industri relatif tinggi. Perbedaan tingkat upah tenaga kerja pada kedua sektor ini akan menarik banyak tenaga kerja untuk berpindah (migrasi) dari sektor pertanian ke sektor industri.

Karena persediaan tenaga kerja di sektor pertanian tidak terbatas, maka sektor industri dapat berkembang dengan menarik tenaga kerja secara tidak terbatas dari sektor pertanian. Tenaga kerja bersedia pindah ke sektor industri karena mereka dapat menerima upah yang lebih tinggi dibandingkan dengan upah subsisten di sektor pertanian. Produktivitas marginal tenaga kerja di sektor

industri lebih tinggi dari upah yang mereka terima, sehingga mengakibatkan terbentuknya surplus sektor industri. Surplus sektor industri dari selisih upah ini diinvestasikan kembali seluruhnya dan tingkat upah di sektor industri diasumsikan konstan serta jumlahnya ditetapkan melebihi tingkat rata-rata upah di sektor pertanian. Oleh karena itu, laju dari proses transfer tenaga kerja tersebut ditentukan oleh tingkat investasi dan akumulasi modal secara keseluruhan di sektor Industri. Pada tingkat upah sektor industri yang konstan, kurva penawaran tenaga kerja perdesaan dianggap elastis sempurna.

Sektor industri akan terus menyerap tenaga kerja dari sektor pertanian sampai pada titik dimana tingkat upah sama dengan nilai produk marginal tenaga kerja sektor industri. Pada akhirnya rasio tenaga kerja-kapital (capital labor ratio) naik dan penawaran tenaga kerja di sektor pertanian tidak lagi elastis sempurna.

Karena dalam model Lewis diasumsikan bahwa surplus sektor industri dari selisih upah diinvestasikan kembali seluruhnya, maka kurva produk marginal tenaga kerja akan bergeser ke kanan. Proses ini dapat digambarkan sebagai pergeseran kurva penawaran tenaga kerja atau produktivitas marginal ke kanan pada sektor industri pada tingkat upah yang lebih tinggi daripada upah subsisten di sektor pertanian, seperti disajikan pada Gambar 3.

Menurut Todaro (2000), model Lewis pada kenyataannya mengandung beberapa kelemahan karena asumsi-asumsi yang digunakan, khususnya untuk sebagian besar negara berkembang. Kelemahan pertama menyangkut reinvestasi modal dimana model tersebut mengasumsikan bahwa tingkat pengalihan tenaga

kerja dan penciptaan kesempatan kerja di sektor industri sebanding dengan tingkat akumulasi modal. Namun fenomena menunjukkan bahwa sebagian besar reinves- tasi justru dilakukan untuk mengembangkan industri dengan teknologi yang he- mat tenaga kerja. Dengan demikian penyerapan tenaga kerja dari sektor pertanian akan berjalan lamban. Belum lagi adanya kenyataan bahwa akumulasi modal tidak seluruhnya ditanamkan kembali di dalam negeri. Pelarian modal (capital flight) ke luar negeri sering terjadi karena alasan faktor keamanan di dalam negeri. Kelemahan kedua menyangkut asumsi surplus tenaga kerja yang terjadi di perdesaan. Kenyataan menunjukkan bahwa kelangkaan tenaga kerja pertanian di perdesaan sudah mulai dirasakan, sementara pengangguran banyak terjadi di per- kotaan. Kelemahan ketiga menyangkut asumsi tentang pasar tenaga kerja yang kompetitif di sektor industri, sehingga menjamin upah riil di perkotaan yang konstan sampai pada suatu titik dimana surplus tenaga kerja habis terpakai. Pada kenyataannya upah di pasar tenaga kerja sektor industri cenderung meningkat dari waktu ke waktu, baik secara absolut maupun secara riil.

Dengan beberapa kelemahan tersebut di atas, maka konsep pembangunan dengan berbasis pada perubahan struktural seperti dalam model Lewis memerlu- kan beberapa penyempurnaan sesuai dengan fenomena ekonomi yang ada.

Sementara teori dari Chenery dikenal dengan pattern of development, memfokuskan pada perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi di NSB yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional ke sektor industri sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi.

Perubahan struktur ekonomi berbarengan dengan pertumbuhan GDP yang merupakan total pertumbuhan nilai tambah (value added) dari semua sektor ekonomi yang dapat dijelaskan sebagai berikut : Misalkan suatu perekonomian hanya terdiri dari sektor pertanian dan sektor industri. Sehingga nilai tambah (NT) untuk masing-masing sektor dapat dituliskan sebagai NTp dan NTi yang

membentuk GDP, maka :

GDP = NTp + NTi.………....………...……..…… 2.5

Atau

Dimana a(t)p adalah pangsa GDP dari sektor pertanian dan a(t)i adalah pangsa

GDP dari sektor industri, t menunjukkan periode. Pada tahap awal pembangunan (t=0), sebelum sektor industri berkembang, pangsa GDP dari sektor industri lebih kecil dibanding pangsa GDP dari sektor pertanian atau a (0)I < a(0)p. Dalam

proses pembangunan terjadi transformasi ekonomi, di mana pangsa GDP dari sektor industri semakin meningkat, sementara pangsa GDP dari sektor pertanian menurun. Pada tahap akhir pembangunan (t=1) a(1)I > a(1)p, di mana a(1)I >

a(0)i dan a(1)p < a(0)p. Proses transformasi struktural akan mencapai tarafnya yang

paling cepat bilapergeseran pola permintaan domestik kearah industri manufaktur diperkuat oleh perubahan yang serupa dalam komposisi perdagangan luar negeri atau ekspor,seperti yang terjadi di New Industrial Countries (NICs). Dalam model transformasi struktural, relasi antar pertumbuhan output di sektor industri manufaktur, pola perubahan permintaan domestik kearah output industri dan pola perubahan perdagangan luar negeri dapat diformulasikan dalam suatu persamaan sederhanasebagai berikut :

Qi = Di + (Xi– Mi) + jXij ………..…………..…….… 2.7

Dimana Qi = jumlah output bruto dari industri manufaktur; Di = permintaan

domestik terhadap produk akhir industri manufaktur; (Xi – Mi) adalah ekspor

neto ;

jXij= aijXj adalah penggunaan produk manufaktur sebagai barang

antara oleh sektor j; aij = koefisien input-output yang diasumsikan bervariasi

sehubungan dengan variasi tingkat pendapatan per kapita.

Gambar 4 Perubahan struktur Ekonomi Dalam Proses Pembangunan Ekonomi : Suatu Ilustrasi

Berdasarkan model ini, kenaikan produksi sektor industri manufaktur dinyatakan sama besarnya dengan jumlah dari empat faktor berikut :

a. Kenaikan permintaan domestik, yang memuat permintaan langsung untuk produk industri manufaktur plus efek tidak langsung dari kenaikan permintaan domestik untuk produk sektor-sektor lainnya terhadap sektor industri manufaktur.

b. Perluasan ekspor, atau efek total dari kenaikan jumlah ekspor terhadap produk industri manufaktur.

c. Subsitusi impor, atau efek total dari kenaikan proporsi permintaan di tiap sektor yang dipenuhi lewat produksi domestik terhadap output industri manufaktur.

d. Perubahan teknologi, atau efek total dari perubahan koefisien input-output (aij)

di dalam perekonomian akibat kenaikan upah dan tingkat pendapatan terhadap sektor industri manufaktur.

Transformasi struktural dapat dilihat pada perubahan pangsa nilai output atau nilai tambah dari setiap sektor di dalam pembentukan GDP atau GNP. Kontribusi output dari sektor pertanian dalam pembentukan GDP semakin mengecil, sementara pangsa GDP dari industri manufaktur dan jasa mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan GDP atau pendapatan nasional per kapita.

Dokumen terkait