TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.3 Teori Struktur Modal
2.1.3.1 Teori Pendekatan Modigliani dan Miller
Teori struktur modal modern pertama kali dikemukakan oleh Profesor
Franco Modigliani dan Profesor Merton Miller pada tahun 1958, yang selanjutnya
disebut dengan teori MM. Teori MM dibagi kedalam dua bagian yaitu teori MM
tanpa pajak dan teori MM dengan pajak.
1) Teori MM – Tanpa Pajak
Dalam teori MM tanpa pajak dijelaskan bahwa struktur modal tidak
mempengaruhi nilai perusahaan dengan memiliki beberapa asumsi, diantaranya:
a. Tidak terdapat agency cost.
b. Tidak ada pajak.
c. Investor dapat berhutang dengan suku bunga yang sama dengan perusahaan.
d. Investor mempunyai informasi yang sama dengan manajemen mengenai prospek perusahaan di masa depan.
e. Tidak ada biaya kebangkrutan
f. Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan dari utang.
g. Para investor adalah price-takers.
h. Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar.
Teori MM tanpa pajak menyatakan dua preposisi yang dikenal sebagai
preposisi MM tanpa pajak yaitu (Syahyunan, 2013:60) :
• Preposisi I
“Jika tidak ada pajak nilai perusahaan tidak tergantung pada struktur modal (menggunakan hutang atau tidak). Hal ini terjadi karena nilai perusahan yang menggunakan hutang sama dengan perusahaan yang tidak menggunakan hutang akibat kemungkinan munculnya proses arbitrase.Proses arbitrase muncul karena investor selalu lebih menyukai investasi yang memerlukan dana yang lebih sedikit.”
• Preposisi II
“Penggunaan hutang tidak akan meningkatkan nilai perusahaan, karena keuntungan dari biaya hutang yang lebih kecil ditutup dengan naiknya
biaya modal sendiri yang diinginkan pemilik akibat meningkatnya risiko yang disebabkan meningkatnya penggunaan hutang.”
2) Teori MM – Dengan Pajak
Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis karena kenyataannya
peraturan pemerintah mengharuskan pembayaran pajak bagi setiap perusahaan.
Oleh sebab itu, pada tahun 1963, MM menerbitkan lanjutan teori mengenai
adanya efek pajak (Bringham dan Houston, 2006 : 37). Dalam teori MM dengan
pajak juga terdapat 2 (dua) preposisi, yaitu:
• Preposisi I
“Nilai perusahaan yang berhutang sama dengan nilai perusahan yang tidak berhutang ditambah dengan penghematan pajak karena bunga hutang. Implikasinya adalah pembiayaan dengan hutang sangat menguntungkan dan struktur modal optimal adalah penggunaan seratus persen hutang.”
• Preposisi II
“Biaya modal saham akan meningkat dengan semakin meningkatnya hutang, tetapi penghematan pajak akan lebih besar dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal saham. Implikasi teori tersebut adalah sebaiknya perusahaan menggunakan hutang sebanyak-banyaknya.”
2.1.3.2 Teori Pendekatan Miller
Merton Miller pada tahun 1976 mengajukan suatu teori struktur modal
yang meliputi pajak untuk penghasilan pribadi berupa pajak penghasilan dari
saham dan pajak penghasilan dari obligasi (Syahyunan, 2013 : 64)
Kesimpulan yang dikemukakan Miller (Bringham dan Houston, 2006 : 37)
yaitu:
b. Perlakuan pajak yang lebih menguntungkan atas penghasilan dari
saham menguntungkan tingkat pengembalian yang diisyaratkan pada
saham sehingga menguntungkan penggunaan pembelanjaan dengan
ekuitas.
2.1.3.3Trade-off Theory
Menurut trade-off theory yang dikemukakan oleh Myers (2001) dalam
Syahyunan (2013:69) bahwa “Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat
tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama
dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress)”. Biaya kesulitan keuangan
adalah biaya kebangkrutan (bankcruptcy cost) atau reorganization, dan biaya
keagenan (agency costs) yang meningkat akibat turunnya kredibilitas suatu
perusahaan.
Dalam kenyataannya, jarang perusahaan menggunakan hutang 100 persen.
Salah satu alasannya adalah kenyataan bahwa pemegang saham mendapat
keuntungan dari pajak keuntungan modal yang lebih rendah. Lebih penting lagi,
perusahaan membatasi penggunaan hutang untuk menekan biaya-biaya yang
berkaitan dengan kebangkrutan.
2.1.3.4Agency Cost Theory
Dalam agency cost theory dikemukakan bahwa di perusahaan terjadi
konflik antar pihak-pihak yang terlibat, seperti pihak pemegang hutang versus
pemegang saham. Jika hutang meningkat maka konflik diantara keduanya akan
hutang akan semakin meningkat. Dalam situasi tersebut, pemegang hutang akan
semakin meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan. Pengawasan dapat
dilakukan dalam bentuk biaya-biaya monitoring (persyaratan yang lebih ketat,
menambah jumlah akuntan, dan sebagainya) dan bisa juga dalam bentuk kenaikan
tingkat bunga. Dalam situasi lain pihak manajemen sebagai agen perusahaan juga
dapat terlibat konflik dengan pemegang saham. Apabila manajemen tidak
memiliki saham di perusahaan, maka keterlibatan manajer akan semakin
berkurang. Hal tersebut mengakibatkan manajer seringkali mengambil keputusan
yang tidak sesuai dengan kepentingan pemegang saham(Hanafi, 2004 : 316). Oleh
sebab itu, pemegang saham dapat melakukan pengawasan melalui perjanjian agen,
pemeriksaan laporan keuangan, dan pembatasan pengambilan keputusan tertentu
kapada manajemen.
2.1.3.5Signaling Theory
Menurut Brigham and Houston (2001:40), isyarat (signal) adalah suatu
tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk kepada
investor mengenai bagaimana cara pandangmanajemen terhadap prospek
perusahaan. Ross (1977) dalam Hanafi (2004 : 316) mengembangkan model
dimana struktur modal merupakan signal yang disampaikan oleh manajer ke
pasar. Jika manajer mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan
karenanya ingin harga saham meningkat, ia dapat mengkomunikasikan hal
tersebut kepada investor.
profitabilitas merupakan sebuah signal positifbagi investor bahwa perusahaan
tersebut masih mampu menghasilkan laba yang pada akhirnya besar kemungkinan
pembagian deviden yang cukup besar. Namun disisi lain, apabila suatu
perusahaan menawarkan penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, maka
harga sahamnya akan menurun karena menerbitkan saham baru berarti
memberikan sinyal negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun
prospek perusahaan cerah.
Peluang pertumbuhan perusahaan juga dapat menjadi signal bagi investor
karena jika perusahaan mempunyai peluang pertumbuhan yang tinggi berarti
menandakan bahwa perusahaan akan menghasilkan return yang tinggi.Perusahaan
dengan prospek yang menguntungkan akan menghindari penjualan saham dan
mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara lain-lain, yakni
dengan menggunakan hutang. Penggunaan hutang juga dapat menjadi signal
positif apabila perusahaan memiliki likuiditas yang tidak terlalu rendah sehingga
dianggap mampu membayar operasional jangka pendek. Hutang juga menjadi
signal positif yang mendakan bahwa perusahaan sedang melakukan
pengembangan usaha dan masih diberi kepercayaan untuk meminjam dari kreditur
menandakan bahwa perusahaan memiliki reputasi yang baik dimata kreditur.
2.1.3.6Pecking Order Theory
Teori ini dikenalkan oleh Gordon Donaldson berdasarkan penelitiannya
pada tahun 1961. Teori Pecking Order menunjukkan bahwa perusahaan yang
mempunyai keuntungan atau profitabilitas yang tinggi ternyata menggunakan
pendanaan internal yang digunakan dalam struktur modal perusahaan. Teori ini
tidak mengindikasikan target struktur modal, namun lebih menjelaskan
urutan-urutan pendanaan. Menurut teori ini, manajer keuangan tidak memperhitungkan
tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan
investasi. Jika ada kesempatan berinvestasi, maka perusahaan akan mencari dana
untuk mendanai kebutuhan investasi tersebut. Perusahaan akan memulai dengan
menggunakan dana internal, hutang dan sebagai pilihan terakhir adalah
menerbitkan saham (Hanafi, 2004 : 314).
Secara spesifik, berdasarkan pecking order theory, perusahaan mampunyai
urutan (hierarki) preferensi dalam pemilihan sumber dana, yaitu:
a. Perusahaan lebih memilih meggunakan pendanaan internal. Dana internal
diperoleh dari laba (keuntungan) yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan
b. Perusahaan menghitung target rasio pembayaran didasarkan pada
perkiraan kesempatan investasi. Perusahaan berusaha menghindari
perubahan dividen yang tiba-tiba. Dengan kata lain, pembayaran dividen
konstan.
c. Karena kebijakan dividen yang konstan (sticky), digabung dengan
fluktuasi keuntungan dan kesempatan investasi yang tidak bisa diprediksi,
akan menyebabkan aliran kas yang diterima oleh perusahaaan akan lebih
besar dibandingkan dengan pengeluaran investasi pada saat-saat tertentu,
dan akan lebih kecil pada saat yang lain. Jika kas tersebut lebih besar,
tersebut lebih kecil, perusahaan akan menggunakan kas yang dipunyai atau
menjual surat berharga.
d. Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahaan akan mengeluarkan surat
berharga yang paling aman terlebih dahulu. Perusahaan akan memulai
dengan hutang, kemudian dengan surat berharga campuran seperti obligasi
konvertibel, selanjutnya memilih saham preferen dan terakhir saham biasa.
2.1.4 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal