• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3. Teori Tentang Motivasi Kerja 2.3.1. Pengertian

Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere yang berarti bergerak atau menggerakkan. Motivasi diartikan juga sebagai suatu kekuatan sumber daya yang menggerakkan dan mengendalikan perilaku manusia. Motivasi sebagai upaya yang dapat memberikan dorongan kepada seseorang untuk mengambil suatu tindakan yang dikehendaki, sedangkan motif sebagai daya gerak seseorang untuk berbuat. Karena perilaku seseorang cenderung berorientasi pada tujuan dan didorong oleh keinginan untuk mencapai tujuan tertentu (Djiwandono dalam Mathis, 2003:43).

Motivasi menurut Vroom dalam Robbins (2008:72), mengacu kepada suatu proses mempengaruhi pilihan-pilihan individu terhadap bermacam-macam bentuk kegiatan yang dikehendaki. Motivasi mencakup arah atau tujuan tingkah laku, kekuatan respons, dan kegigihan tingkah laku. Di samping itu, istilah tersebut mencakup sejumlah konsep dorongan (drive), kebutuhan (need), rangsangan (incentive), ganjaran (reward), penguatan (reinforcement), ketetapan tujuan (goal setting), harapan (expectancy), dan sebagainya.

Motivasi dibutuhkan oleh setiap orang agar orang tersebut terpanggil dan bersemangat untuk melakukan kegiatan yang akan dia lakukan. Menurut Mangkunegara (2009:43) motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya

untuk mencapai kinerja maksimal. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Rivai

(2005:455) bahwa motivasi adalah serangkaian sikap dan kemauan yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Dengan kata lain, motivasi adalah kemauan kuat untuk mencapai tujuan tertentu.

Motivasi kerja merupakan motivasi yang terjadi pada situasi dan lingkungan kerja yang terdapat pada suatu organisasi atau lembaga. Keberhasilan dan kegagalan pendidikan memang sering dikaitkan dengan motivasi kerja guru. Pada dasarnya manusia selalu menginginkan hal yang baik-baik saja, sehingga daya pendorong atau penggerak yang memotivasi semangat kerjanya tergantung dari harapan yang akan diperoleh mendatang jika harapan itu menjadi kenyataan maka seseorang akan cenderung meningkatkan motivasi kerjanya.

Motivasi menurut Robbins (2008:72), mengandung tiga komponen pokok, yaitu:

1) Menggerakkan, berarti menimbulkan kekuatan pada individu, memimpin seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu.

2) Mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku. Dengan demikian ia menyediakan suatu orientasi tujuan. Tingkah laku individu diarahkan terhadap sesuatu.

3) Untuk menjaga atau menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan (reniforce) intensitas, dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.

Berdasarkan beberapa definisi dan komponen pokok diatas dapat dirumuskan motivasi merupakan daya dorong atau daya gerak yang membangkitkan dan mengarahkan perilaku pada suatu perbuatan atau pekerjaan.

2.3.2. Asas-asas Motivasi Kerja

Motivasi adalah suatu keahlian dalam mengarahkan karyawan dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga tercapai keinginan para karyawan sekaligus tercapai tujuan organisasi. Di dalam memotivasi para karyawan seorang pimpinan sangat penting terlebih dahulu mengetahui asas-asas dalam melakukan motivasi (Rivai, 2005:454) yaitu :

1) Asas mengikutsertakan.

2) Motivasi untuk mencapai hasil-hasil akan bertambah, jika kepada bawahannya diberikan kesempatan untuk ikut serta berpartisipasi dalam keputusan-keputusan yang mempengaruhi hasil-hasil.

3) Asas komunikasi.

Motivasi untuk mencapai hasil-hasil cenderung meningkat jika bawahan diberitahu tentang persoalan yang mempengaruhi hasil-hasil tersebut. Jika seorang pemimpin secara nyata berikhtiar untuk senantiasa memberikan informasi kepada bawahannya, maka bawahan akan merasa dihargai dan akan giat bekerja.

4) Asas pengakuan.

Motivasi tentunya akan meningkat jika bawahannya diberikan pengakuan atas sumbangan-sumbangannya terhadap hasil-hasil tersebut. Bawahan akan bekerja lebih giat dan rajin bila mereka terus-menerus mendapat pengakuan dan kepuasaan dari usaha-usahanya. Pengakuan dan pujian haruslah diberikan dengan ikhlas, apalagi kalau pengakuan dan pujian diberikan di depan umum, maka itu akan sangat berarti bagi karyawan. 5) Asas wewenang yang didelegasi.

Motivasi untuk mencapai hasil-hasil akan bertambah kalau bawahan jika diberikan wewenang untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi hasil-hasil tersebut. Pemimpin yang paling cakap adalah seseorang yang mendelegasikan sebanyak mungkin memberikan wewenang kepada bawahan, di dalam pengambilan keputusan itu sendiri berarti akan melengkapi kepentingan dan hasil-hasil yang dicapai.

6) Asas perhatian timbal-balik.

Para bawahan akan termotivasi dalam bekerja untuk mencapai hasil tertentu, sejauhmana kita menaruh minat terhadap hasil-hasil yang mereka inginkan. Asas ini menyatakan bahwa kita akan memperoleh sedikit motivasi bila selalu ditekankan betapa pentingnya orang lain di dalam mencapai tujuan-tujuan kita. Dengan demikian semakin banyak kita membantu bawahan di dalam mencapai tujuan tertentu, maka semakin besar pula hasil yang akan kita dapatkan.

2.3.3. Proses Motivasi Kerja

Dorongan untuk melakukan suatu tindakan di dalam mencapai tujuan dan hasil, tentunya seorang pimpinan penting memperhatikan dan melakukan proses motivasi kerja dalam pencapaian hasil tersebut. Proses motivasi kerja yang dimaksud meliputi (Rivai, 2005:456) adalah :

1) Dalam proses motivasi kerja, terlebih dahulu perlu ditetapkannya tujuan dan arah dari suatu organisasi dan perusahaan tersebut agar lebih mudah melakukan proses motivasi itu sendiri. Dan kemudian para karyawan di motivasi ke arah tujuan tersebut.

2) Pentingnya mengetahui keinginan dan kebutuhan dari para karyawan dan bawahannya. Tentunya tidak hanya dilihat dari sudut kepentingan pimpinan dan perusahaan saja melainkan dari para bawahannya.

3) Harus dilakukan menggunakan komunikasi yang baik dengan para bawahannya. Dan dengan itu maka para karyawan atau bawahannya akan mengetahui apa yang berhubungan dengan dirinya, misalnya perihal adanya pemberian insentif, penghargaan dan sebagainya.

4) Proses motivasi di dalam suatu pekerjaan perlu di dalamnya menyatukan tujuan-tujuan organisasi dan tujuan-tujuannya dari karyawannya. Tujuan tersebut dapat berupa Needs Complex yaitu tujuan organisasi (proyek) adalah material (uang) dan perluasan kegiatan, sedangkan tujuan karyawan (inidividu) adalah pemenuhan kebutuhan (income yang lebih baik).

5) Sebagai seorang pimpinan, sangatlah penting di dalam memberikan bantuan kepada organisasi dan individu-individu anggotanya.

6) Pemimpin juga harus berusaha membentuk kerja dalam satu tim yang bisa mencapai tujuan organisasi. Dan dengan adanya bentuk kerjasama dalam suatu tim maka pekerjaan dan pencapaian hasil akan lebih mudah terjadi. Suwatno (2001:148), menyatakan bahwa terdapat dua buah metode pemberian motivasi, yaitu motivasi langsung dan motivasi tidak langsung.

a) Motivasi Langsung (Direct Motivation)

Yaitu motivasi baik secara materiil maupun non materiil yang diberikan langsung kepada setiap karyawan untuk memenuhi kebutuhan dan tercapainya kepuasan. Pemberian motivasi langsung ini bisa dalam bentuk ucapan, pujian, tunjangan hari raya, bonus ataupun bintang jasa.

b) Motivasi Tidak Langsung (Indirect Motivation)

Yaitu pemberian motivasi dalam bentuk fasilitas-fasilitas pendukung dalam menunjang gairah kerja atau kelancaran tugas agar karyawan senang, betah dan bersemangat dalam bekerja. Misalnya dengan menyediakan ruangan kerja yang nyaman, dan tenang sehingga dapat merangsang karyawan untuk bekerja dengan semangat dan meningkatkan produktivitas kerja.

2.3.4. Teori-Teori Motivasi Kerja

Pentingnya motivasi kerja secara praktis tidak dapat terlepas dari perkembangan teoritis. Teori-teori memberi penjelasan mengenai motivasi kerja dari berbagai perspektif komunikasi. Tetapi dalam penelitian, teori motivasi kerja hanya mengungkapkan teori Maslow. Maslow (1961:40) mengajukan suatu teori mengenai urutan perkembangan keinginan menurut segi sejarah pemuasan keinginan seseorang. Ia menyatakan bahwa keinginan manusia berkembang menurut urutan dari “lebih rendah” kepada keinginan “yang lebih tinggi” :

1) Kebutuhan fisiologis, misalnya rasa lapar, haus.

2) Kebutuhan akan keamanan, misalnya rasa aman, keteraturan. 3) Kebutuhan kepemilikan sosial , misalnya rasa cinta, rasa kenal.

5) Kebutuhan aktualisasi diri, yakni kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri dengan menggunakan kemampuan, skill dan potensi.

Rivai (2005:458), mengatakan bahwa pada setiap diri manusia itu terdiri atas lima kebutuhan yaitu: kebutuhan secara fisiologis, rasa aman, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologis meliputi: kebutuhan fisiologis, kebutuhan makan, minum dan perlindungan fisik, seksual, sebagai kebutuhan terendah. Rasa aman meliputi: kebutuhan rasa aman, kebutuhan perlindungan dari ancaman, bahaya pertentangan dan lingkungan hidup. Kepemilikan sosial meliputi: kebutuhan merasa memiliki, kebutuhan untuk diterima dalam kelompok, berinteraksi dan kebutuhan untuk mencintai dan dicintai. Penghargaan diri meliputi: kebutuhan akan harga diri, kebutuhan dihormati dan dihargai orang lain. Aktualisasi diri meliputi: kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill, potensi, dan kebutuhan

Gambar 2.1

Hirarki Kebutuhan Maslow

Sumber : Maslow (1961:40) Aktualisasi diri Penghargaan diri Rasa aman Kebutuhan fisiologis Kepemilikan sosial

Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa semakin ke atas kebutuhan seseorang semakin sedikit jumlah atau kuantitas manusia yang memiliki kriteria kebutuhannya.

Maslow menyatakan bahwa kebutuhan yang “lebih rendah” tingkatnya harus dipenuhi secara memadai terlebih dulu sebelum munculnya kebutuhan yang “lebih tinggi” dalam perkembangan diri seseorang. Memang benar bahwa manusia dapat hidup hanya dengan roti saja, yakni pada saat tidak ada roti. Akan tetapi, apa yang terjadi pada keinginan manusia manakala banyak roti, dan manakala perutnya terus menerus terpenuhi? Maka dengan segera muncul kebutuhan lain (dan ‘lebih tinggi’) dan inilah mendominasi organisme manusia tersebut dan bukannya kebutuhan fisiologis seperti rasa lapar. Dan manakala ini semua terpuaskan, muncullah kebutuhan baru (dan lebih tinggi lagi) dan seterusnya.

Manakala seseorang telah beralih dari keinginannya yang lebih rendah ke yang lebih tinggi yang dikarenakan terpuaskannya keinginan tersebut secara memadai, keinginan yang lebih rendah ini menjadi kurang penting dalam keseluruhan sistem keinginannya. Tentunya keinginan-keinginan tersebut dapat menjadi dominan lagi untuk sementara apabila terjadi kekurangan.

2.3.5. Klasifikasi Motivasi

Menurut Suwatno (2001:63) motivasi dapat berasal dari dalam dan luar diri yang secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

1). Motivasi intrinsik

Yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Termasuk motivasi intrinsik adalah perasaan nyaman pada ibu nifas ketika dia berada di rumah bersalin.

2). Motivasi ekstrinsik

Yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu, misalnya saja dukungan verbal dan non verbal yang diberikan oleh teman dekat atau keakraban. 3). Motivasi terdesak

Yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit dan munculnya serentak serta menghentak dan cepat sekali.

Irwanto (2008:38) mengatakan motivasi dapat diklasifikasikan ke dalam 3 tingkatan yakni :

1). Motivasi kuat.

Motivasi dikatakan kuat apabila dalam diri seseorang memiliki harapan yang positif, mempunyai harapan yang tinggi, dan memiliki keyakinan yang tinggi dalam kegiatan-kegiatan sehari-hari, sehingga akan memudahkannya dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapi.

2). Motivasi sedang.

Motivasi dilakukan sedang apabila dalam diri manusia memiliki keinginan yang positif, mempunyai harapan yang tinggi, namun memiliki keyakinan yang rendah bahwa dirinya dapat bersosialisasi dan mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapi.

3). Motivasi lemah.

Motivasi dikatakan lemah apabila di dalam diri manusia memiliki harapan dan keyakinan yang rendah, bahwa dirinya dapat berprestasi. Misalnya bagi seseorang dorongan dan keinginan mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru merupakan mutu kehidupannya maupun mengisi waktu luangnya agar lebih produktif dan berguna.

2.3.6. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Motivasi

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap motivasi seseorang menurut Suwatno (2001:152) dapat diuraikan sebagai berikut :

1). Faktor fisik.

Motivasi yang ada di dalam diri individu yang mendorong untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan fisik. Faktor fisik merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi lingkungan dan kondisi seseorang, meliputi : kondisi fisik lingkungan, keadaan atau kondisi kesehatan, umur dan sebagainya.

2). Faktor hereditrer (lingkungan dan kematangan atau usia).

Motivasi yang didukung oleh lingkungan berdasarkan kematangan atau usia seseorang.

3). Faktor intrinsik seseorang.

Motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri biasanya timbul dari perilaku yang memenuhi kebutuhan sehingga puas dengan apa yang sudah dilakukan. 4). Fasilitas (sarana dan prasarana).

Motivasi yang timbul karena adanya kenyamanan dan segala yang memudahkan dengan tersedianya sarana-sarana yang dibutuhkan.

5). Situasi dan kondisi.

Motivasi yang timbul berdasarkan keadaan yang terjadi sehingga mendorong memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu.

6). Program dan aktifitas.

Motivasi yang timbul atas dorongan dalam diri seseorang atau pihak lain yang didasari dengan adanya kegiatan (program) rutin dengan tujuan tertentu. 7). Audio visual (media).

Motivasi yang timbul dengan adanya informasi yang didapat dari perantara sehingga mendorong atau menggugah hati seseorang untuk melakukan sesuatu. 8). Umur.

Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang berfikir logis dan bekerja sehingga motivasi seseorang kuat dalam melakukan sesuatu hal.

2.3.7. Tujuan Motivasi Kerja

Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau tujuan tertentu (Suwatno, 2001:131).

Motivasi ada atau terjadi karena adanya kebutuhan seseorang yang harus segera beraktivitas segera. Untuk mencapai tujuan motivasi sebagai motor penggerak maka bahan bakarnya adalah kebutuhan (need) dan proses terjadinya motivasi digambarkan dalam bentuk lingkaran (Suwatno, 2001:139).

Ada beberapa tujuan daripada motivasi yang dikemukakan oleh Suwatno (2001:147) yaitu :

1) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan. 2) Meningkatkan produktivitas kerja karyawan. 3) Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan. 4) Meningkatkan kedisiplinan karyawan.

5) Mengefektifkan pengadaan karyawan.

6) Menciptakan suasana dan hubungan kerja karyawan.

7) Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan. 8) Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.

9) Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugasnya. 10)Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

2.3.8. Pengukuran Motivasi Kerja

Kekuatan motivasi tenaga kerja untuk bekerja/berkinerja secara langsung tercermin sebagai upayanya dalam mengukur seberapa jauh seorang karyawan bekerja keras, upaya ini mungkin menghasilkan kinerja yang baik atau sebaliknya. Suwatno (2001:175) mengatakan bahwa ada dua faktor yang dapat mengubah motivasi menjadi kinerja adalah sebagai berikut :

1) Tenaga kerja harus memiliki kemampuan yang diperlukan untuk mengerjakan tugasnya dengan baik. Tanpa kemampuan dan upaya yang tinggi tidak mungkin menghasilkan kinerja yang baik.

2) Persepsi tenaga kerja yang bersangkutan tentang bagaimana upayanya dapat diubah menjadi kinerja.

Salah satu cara untuk mengukur motivasi tenaga kerja adalah dengan menggunakan teori pengharapan (expectation theory). Teori pengharapan adalah sesuatu yang bermanfaat untuk mengukur sikap para individu guna membuat suatu permasalahan motivasi. Pengukuran semacam ini dapat membantu manajemen tenaga kerja dalam memahami mengapa tenaga kerja terdorong bekerja atau tidak, apa yang memotivasinya dalam perusahaan dan seberapa jauh hal itu dapat memotivasi kinerja/prestasi secara efektif.

2.4. Teori Tentang Kinerja

Dokumen terkait