• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

II.2. Teori Tentang Motivasi 1. Pengertian Motivasi

Simamora (2003) menyatakan bahwa, “Motif adalah suatu kebutuhan yang cukup menekan seseorang untuk mengejar kepuasan”.

Kotler (2007) menyatakan bahwa, “seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu tertentu. Beberapa kebutuhan bersifat biogenis yaitu kebutuhan tersebut muncul dari tekanan biologis seperti rasa lapar, haus, tidak nyaman. Kebutuhan yang

lain bersifat psikogenis yaitu kebutuhan itu muncul dari tekanan psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, atau rasa keanggotaan kelompok”.

Dalam Kotler (2007) terdapat tiga teori yang paling terkenal yaitu :

1. Teori Freud. Sigmund Freud mengasumsikan bahwa kekuatan psikologis

yang membentuk perilaku konsumen sebagian besar tidak disadari dan bahwa seseorang tidak dapat sepenuhnya memahami motivasi dirinya. Ketika seseorang mengamati merek-merek tertentu, ia akan bereaksi tidak hanya pada kemampuan yang terlihat nyata pada merek-merek tersebut,

melainkan juga pada petunjuk (clues) lain yang samar. Wujud, ukuran,

berat, bahan, warna dan nama merek dapat memicu asosiasi (arah pemikiran) dan emosi tertentu.

2. Teori Maslow. Abraham Maslow menjelaskan bahwa kebutuhan manusia

tersusun dalam hierarki, yang paling mendesak sampai yang paling kurang mendesak. Berdasarkan urutan tingkat kepentingannya, kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah kebutuhan-kebutuhan fisik, kebutuhan-kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Jika seseorang berhasil memuaskan kebutuhan yang penting, kemudian dia akan berusaha memuaskan kebutuhan yang terpenting berikutnya.

3. Teori Herzberg. Frederick Herzberg mengembangkan teori dua faktor

yang membedakan dissatisfiers (faktor-faktor yang menyebabkan

ketidakpuasan) dan satisfiers (faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan).

Tidak adanya dissatisfiers saja tidak cukup, sebaliknya satisfiers harus ada

secara aktif untuk memotivasi pembelian.

McClelland dalam Mowen (2002) menyatakan bahwa,” tiga kebutuhan pembelajaran mendasar yang akan memotivasi orang yaitu kebutuhan prestasi, afiliasi dan kekuasaan”.

Schiffman dan Kanuk (2000) menyatakan bahwa motivasi adalah “driving

force wihtin individuals that impels them to action. This driving force is produced by

state of tension, which exists as the result of an unfulfilled need”. Dapat diartikan

bahwa motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen.

tension) antara yang seharusnya dirasakan dan yang sesungguhnya dirasakan. Kebutuhan yang dirasakan tersebut mendorong seseorang untuk melakukan tindakan memenuhi kebutuhan tersebut.

II.2.2. Klasifikasi Motivasi

Setiadi (2003) menyatakan bahwa, “motivasi yang dimiliki tiap konsumen sangat berpengaruh terhadap keputusan yang akan diambil. Bila dilihat dari hal itu maka motivasi yang dimiliki oleh konsumen secara garis besar dapat terbagi dua kelompok besar, antara lain motivasi yang berdasarkan rasional dan motivasi yang berdasarkan emosional. Motivasi yang berdasarkan rasional akan menentukan pilihan terhadap suatu produk dengan memikirkan secara matang serta dipertimbangkan terlebih dahulu untuk membeli produk tersebut. Sedangkan untuk motivasi yang berdasarkan pada emosional, konsumen terkesan terburu-buru untuk membeli prosuk tersebut dengan tidak mempertimbangkan kemungkinan yang akan terjadi untuk jangka panjang”.

II.2.3. Jenis-jenis Motivasi

Dalam memenuhi kebutuhan hidup, terkadang konsumen mengalami suatu dorongan terhadap suatu objek atau kondisi tertentu. Kekuatan dorongan ini dapat berupa kekuatan mendekati ataupun menjauhi suatu objek. Menurut Schiffman dan Kanuk (2007) menyatakan bahwa “dorongan positif sebagai kebutuhan, keinginan atau hasrat dan menyebut dorongan negatif sebagai rasa takut atau keenganan. Tetapi walaupun kekuatan motivasi positif dan negatif kelihatan sangat berbeda dari sudut kegiatan fisik (dan kadang-kadang bersifat emosional), keduanya pada dasarnya sama yaitu keduanya bermanfaat untuk memulai dan menunjang perilaku manusia”.

II.3. Teori Tentang Persepsi II.3.1. Pengertian Persepsi

Setiadi (2003) menyatakan bahwa, “persepsi didefinisikan sebagai proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengertikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti dari dunia ini”.

Shiffman dan Kanuk (2007) menyatakan bahwa persepsi adalah “sebagai proses yang dilakukan individu untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan stimuli kedalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia”.

Sumarwan (2004) menyatakan bahwa persepsi adalah “bagaimana seorang konsumen melihat realitas diluar diriny atau dunia sekelilingnya”.

Mowen (2002) menyatakan bahwa, “persepsi adalah proses dimana individu diekspos untuk menerima informasi, memperhatikan informasi tersebut, dan memahaminya”.

Kotler (2007) menyatakan bahwa, “persepsi itu lebih penting daripada realitas, karena persepsi itulah yang akan mempengaruhi perilaku aktual konsumen. Orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas objek yang sama karena tiga proses persepsi yaitu perhatian selektif, distorsi selektif dan ingatan selektif.

1. Perhatian selektif. Orang mengalami sangat banyak rangsangan setiap

hari. Karena seseorang tidak mungkin dapat menanggapi semua rangsangan itu, kebanyakan rangsangan akan disaring, proses yang dinamakan perhatian selektif. Berdasarkan temuan rangsangan yaitu orang cenderung memerhatikan rangsangan yang berhubungan dengan kebutuhannya saat ini, orang cenderung memerhatikan rangsangan yang mereka antisipasi, dan orang cenderung memerhatikan rangsangan yang berdeviasi besar terhadap ukuran rangsangan normal.

2. Distorsi selektif. Merupakan kecenderungan menafsirkan informasi

sehingga sesuai dengan pra-konsepsi kita. Konsumen akan sering memelintir informasi sehingga menjadi konsisten dengan keyakinan awal mereka atas merek dan produk.

3. Ingatan Selektif. Orang akan melupakan banyak hal yang mereka pelajari, tetapi cenderung mengingat informasi yang mendukung pandangan dan keyakinan mereka. Karena adanya ingatan selektif, kita cenderung mengingat hal-hal baik yang disebutkan tentang produk yang kita sukai dan melupakan hal-hal baik yang disebutkan tentang prosuk pesaing.

4. Persepsi subliminal. Mekanisme persepsi selektif menuntut keterlibatan

dan pemikiran aktif pihak konsumen.

Menurut Stanton dalam Setiadi (2003) mengatakan bahwa “persepsi dapat didefinisikan sebagai makna yang kita pertalikan berdasarkan pengalaman masa lalu, stimuli (rangsangan-rangsangan) yang kita terima melalui lima indera”. Stimuli atau stimulus adalah setiap bentuk fisik, visual atau komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi tanggapan individu.

Sunarto (2004) menyatakan bahwa persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti”.

II.3.2. Proses Persepsi

Setiadi (2003) menyatakan bahwa proses persepsi terdiri dari:

1. Seleksi Perseptual. Seleksi perseptual terjadi ketika konsumen menangkap

dan memilih stimulus berdasarkan pada psychological set yang dimiliki.

Psychological set yaitu berbagai informasi yang ada dalam memori

konsumen. Sebelum seleksi persepsi terjadi, terlebih dahulu stimulus harus mendapat perhatian dari konsumen. Oleh karena itu, dua proses yang

masuk ke dalam definisi seleksi adalah : perhatian (attention) dan persepsi

selektif (selectif perception).

2. Organisasi persepsi. Organisasi persepsi (perceptual Organization) berarti

bahwa konsumen mengelompokkan informasi dari berbagai sumber ke dalam pengertian yang menyeluruh untuk memahami lebih baik dan bertindak atas pemahaman itu. Prinsip dasar dari organisasi persepsi adalah penyatuan yang berarti bahwa berbagai stimulus akan dirasakan sebagai suatu yang dikelompokkan secara menyeluruh.

menarik perhatian konsumen baik disadari atau tidak disadari, akan diinterpretasikan oleh konsumen.

II.3.3. Pengolahan Informasi dalam Persepsi Konsumen

Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) dalam Sumarwan (2004) mengutip pendapat William Mcguire yang menyatakan bahwa ada lima tahap pengolahan

informasi (the information-processign model), yaitu:

1. Pemaparan (explosure) : pemaparan stimulus, yang menyebabkan konsumen

menyadari stimulus tersebut melalui pancainderanya.

2. Perhatian (attention) : kapasitas pengolahan yang dialokasikan konsumen

terhadap stimulus yang masuk.

3. Pemahaman (comprehension) : interpretasi terhadap makna stimulus.

4. Penerimaan (acceptance) : dampak persuasif stimulus kepada konsumen.

5. Retensi (retention) : pengalihan makna stimulus dan persuasi ke ingatan

jangka panjang (long-term memory).

II.4. Teori Tentang Pembelajaran II.4.1. Pengertian Pembelajaran

Mowen (2002) menyatakan bahwa “pengetahuan diperoleh melalui proses

pembelajaran kognitif”. Pembelajaran kognitif (cognitive learning) adalah sebuah

proses aktif dimana orang berusaha untuk mengendalikan informasi yang mereka dapatkan. Para konsumen belajar baik melalui pendidikan maupun melalui pengalaman.

Schiffman dan Kanuk (2000) menyatakan bahwa pembelajaran adalah “from a marketing perspective, the process by which individuals acquaire the purchase and consuption knowledge and experience that they apply to future related behavior”.

Yang dapat diartikan dari perspektif pemasaran, proses belajar konsumen dapat diartikan sebagi sebuah proses dimana seseorang memperoleh pengetahuan dan pengalam pembelian dan konsumsi yang akan ia terapkan pada perilaku yang terkain pada masa datang.

Simamora (2003) menyatakan bahwa, “proses pembelajaran menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman, dan kebanyakan perilaku konsumen adalah hasil proses pembelajaran. Secara teori, pelajaran seseorang dihasilkan melalui dorongan, rangsangan, isyarat, tanggapan, dan penguatan”.

Kotler (2007) menyatakan bahwa “pendorong (drives) adalah rangsangan

internal kuat yang mendorong tindakan. Isyarat (clues) adalah rangsangan kecil yang

menentukan kapan, dimana, dan bagaimana tanggapan seseorang”.

Setiadi (2003) menyatakan bahwa, “proses belajar menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman”.

II.4.2. Syarat Proses Pembelajaran

Schiffman dan Kanuk (2000); Loudon dan Della Bitta (1993) dalam Sumarwan (2004), menyatakan bahwa proses belajar bisa terjadi karena adanya empat unsur yang mendorong proses belajar tersebut yaitu :

1. Motivasi (motivation). Adalah daya dorong dari dalam diri konsumen.

2. Isyarat (clues). Adalah stimulus yang mengarahkan motivasi tersebut. Isyarat akan mempengaruhi cara konsumen bereaksi terhadap suatu motivasi.

3. Respon (response). Adalah reaksi konsumen terhadap isyarat. Belajar

terjadi ketika konsumen bereaksi terhadap isyarat tersebut.

4. Pendorong dan penguatan (reinforcement). Adalah sesuatu yang

meningkatkan kecenderungan seseorang konsumen untuk berperilaku pada masa datang karena adanya isyarat atau stimulus.

II.5. Teori Tentang Kepribadian

Dokumen terkait