• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Teori tentang Pengawasan

Pengawasan merupakan fungsi manajerial yang keempat setelah perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan. Sebagai salah satu fungsi manajemen, mekanisme pengawasan di dalam suatu organisasi memang mutlak diperlukan. Pelaksanaan suatu rencana atau program tanpa diiringi dengan suatu sistem pengawasan yang baik dan berkesinambungan, jelas akan mengakibatkan lambatnya atau bahkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan. Hal ini berarti bahwa pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan. More dalam Winardi (2000:22) menyatakan bahwa: “… there’s many a slip between giving works,

assignments to men and carrying them out. Get reports of what is being done,

compare it with what ought to be done, and do something about it if the two aren’t

the same

Pengertian tentang pengawasan sangat beragam dan banyak sekali pendapat para ahli yang mengemukakannya, namun demikian pada prinsipnya kesemua pendapat yang dikemukan oleh para ahli adalah sama, yaitu merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (

”.

dassein) dengan hasil yang diinginkan

(das sollen

Berikut beberapa pengertian tentang pengawasan dari para ahli:

), yang dilakukan dalam rangka melakukan koreksi atas penyimpangan - penyimpangan yang terjadi dalam kegiatan manajemen.

Controlling is a systematic effort by business management to compare performance to predetermined standard, plans, or objectives to determine whether performance is in line with theses standards and presumably to take any remedial action required to see that human and other corporate resources are being used in the most effective and efficient way possible in achieving corporate objectives.

Konsep pengawasan dari Mockler dalam Certo (2006:480) menyebutkan pengawasan menekankan pada tiga hal, yaitu (1) harus adanya rencana, standar atau tujuan sebagai tolak ukur yang ingin dicapai, (2) adanya proses pelaksanaan kerja untuk mencapai tujuan yang diinginkan, (3) adanya usaha membandingkan mengenai apa yang telah dicapai dengan standard, rencana, atau tujuan yang telah ditetapkan, dan (4) melakukan tindakan perbaikan yang diperlukan. Dengan demikian konsep pengawasan dari Mockler ini terlihat bahwa ada kegiatan yang perlu direncanakan

dengan tolak ukur berupa kriteria, norma-norma dan standar, kemudian dibandingkan, mana yang membutuhkan koreksi ataupun perbaikan-perbaikan.

Handoko (2004:367) mendefinisikan “pengawasan sebagai suatu proses untuk menjamin tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai”. Pengertian pengawasan disini menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat dengan perencanaan karena perencanaan memiliki fungsi utama untuk menetapkan tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi.

Fungsi pengawasan juga berhubungan erat dengan fungsi-fungsi manajerial lainnya, seperti ditunjukkan dalam gambar berikut ini :

Sumber : Handoko (2004)

Gambar 2.3 Hubungan Pengawasan dengan Fungsi Manajerial lainnya

Pengawasan atau pengendalian (controlling) menurut Mockler yang dikutip dan diterjemahkan oleh Sujamto (2003:45) mendefenisikan :

“Control is to determine what is accomplished evaluated, and apply corrective measures, in needed to insure result in keeping with the plan (Pengawasan adalah untuk menentukan apa yang telah dicapai, mengadakan evaluasi atasnya dan mengambil tindakan-tindakan perbaikan, bilamana diperlukan untuk meyakinkan agar hasil kerja sesuai dengan rencana)”.

Perencanaan Pengorgani sasian Penyusunan Personalia Pengarah an Pengawasan PENGAWASAN

Sedangkan pendapat Newman dalam Sujamto (2003:47) mengenai pengawasan adalah :

“Control is assurance that the performance conform to plan (Pengawasan adalah suatu usaha untuk menjamin agar pelaksanaan sesuai dengan rencana)”.

Pendapat kedua pakar tersebut di atas lebih cenderung untuk menjelaskan tujuan pengawasan, sedangkan Henry Fayol dalam Sujamto (2003:47) memberikan pengertian pengawasan sebagai berikut :

“Control consist in verifying whether every thing occur in conformity with the plan adopted, the instruction issued and the principles established. It has for object to point out weaknesses and errors in order to rectify then and prevent reccurance (Pengawasan terdiri dari pengujian apakah segala sesuatu berlangsung sesuai dengan rencana yang telah ditentukan dengan intstruksi yang telah diberikan dan dengan prinsip-prinsip yang telah digariskan)”.

Ada (lima) pendekatan dalam memahami pengawasan yaitu :

1. Pendekatan klasik, pendekatan ini merupakan pendekatan awal sewaktu manusia

mengenal sistem pengawasan. Biasanya sistem ini dilaksanakan pada organisasi dimana mereka yang diawasi belum memiliki skills dan moralitas yang baik. Pada lingkungan perusahaan yang sudah lebih maju, masyarakat sudah semakin ahli, etis dan dipercaya maka pendekatan ini kurang tepat karena berpotensi menghambat kreativitas dan inisiatif pribadi.

2. Pendekatan Struktural, pendekatan ini masih menggunakan berbagai komponen

klasik, namun bedanya adalah bahwa pendekatan ini membagi-bagi fungsi manajemen atas berbagai fungsi yaitu fungsi perencanaan, pengorganisasian, perintah, koordinasi dan pengawasan. Dalam pendekatan ini pimpinan yang

bertanggung jawab mencapai tujuan membagi fungsi dan membuat struktur organisasi. Fungsi pengawasan dilakukan melalui struktur yang sudah ada berdasarkan fungsi yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan fungsi pengawasan mengalir melalui struktur organisasi mulai dari atas atau pusat, ke seluruh struktur. Pendekatan struktural disini adalah stuktur organisasi perusahaan dijadikan sebagai alur dan media pengawasan. Di Indonesia pendekatan yang banyak dipakai adalah model klasik dan model struktur ini.

3. Pendekatan kekuasaan atau power merupakan dasar seorang pimpinan

melakukan pengawasan. Kekuasaan yang dimiliki ini digunakan untuk mempengaruhi dan memaksanakan agar orang lain mengikuti keinginan pimpinan.

4. Pendekatan sistem, pengawasan dianggap sebagai salah satu sistem dari general

sistem yang ada. Sistem adalah suatu set bagian-bagian yang saling berhubungan yang memiliki ketergantungan yang satu dengan lainnya. Semua kegiatan dianggap merupakan satu kegiatan terpadu, bukan merupakan hal yang terpisah atau bebas dari yang lainnya.

5. Pendekatan Human Relation (Behavior), pengawasan dilihat dari segi

manusianya. Dalam hal ini yang diperhatikan adalah hubungan antar manusia. Ilmu manajemen dan organisasi pada awalnya memberikan perhatian kepada kemampuan non human untuk mencapai tujuan organisasi. Manusia dialienasikan dari organisasi sehingga unsur-unsur negatif yang dimiliki oleh manusia dapat dipisahkan untuk memudahkan mencapai tujuan organisasi.

Dalam pendekatan struktural, fungsi pengawasan ini diserahkan kepada lembaga tersendiri yang bertanggung jawab untuk melaksanakan fungsi pengawasan. Untuk menjamin terlaksananya fungsi ini secara efektif harus diperhatikan kedudukan lembaga ini dalam struktur organisasinya.

Persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu lembaga pengawasan berhasil dalam fungsinya adalah :

1. Bebaskan lembaga ini dari fungsi operasional atau kegiatan operasional perusahaan. Hal ini dimaksudkan agar posisinya dalam pengawasan itu bebas dari kepentingan pribadi dan bagian.

2. Usahakan agar lembaga ini tetap dalam posisi independen dalam fungsi operasional maupun secara individual. Ia harus independen secara nyata dan bebas dari unsur-unsur yang kelihatannya tidak independen.

3. Harus memiliki kemampuan, keahlian yang lengkap bahkan melebihi kemampuan yang diawasi.

4. Memiliki integritas pribadi, kejujuran dan bersih dari segala kemungkinan penyelewengan.

Dalam pendekatan sistem, pengawasan dilakukan melalui seluruh urutan prosedural (hubungan antara subsistem) yang dianut dalam dalam menyelesaikan kegiatan rutin perusahaan/ lembaga, sistem ini harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan terjadinya hal-hal yang tidak menguntungkan dan harus menjamin keefisienan serta diarahkan untuk mencapai tujuan perusahaan secara maksimum. Hal inilah yang disebut internal control (pengawasan intern).

Pada mulanya pengawasan dianggap sebagai kegiatan yang sifatnya pemaksaan kekuasaan sampai akhirnya merupakan fungsi yang difokuskan pada sikap perilaku individu yang mempunyai multidimensi dan berbagai sifat. Satu hal yang harus diingat bahwa pengawasan yang efektif adalah cost benefit ratio. Artinya biaya pelaksanaan pengawasan harus lebih kecil dari keuntungan yang diperoleh dari hasil pengawasan itu sendiri.

2.2.2 Proses Pengawasan

Proses pengawasan menurut Stoner (2006:75) disebutkan “proses pengawasan adalah menetapkan standar dan metode, mengukur prestasi kerja dan

mengambil tindakan korektif”.

Tidak

2.3.1.

Ya

Sumber : Stoner dan Wankel (2006)

Gambar 2.4 Proses Pengawasan

Berdasarkan gambar 2.4. dapat diambil pernyataan dari pendapat Stoner dan Wankel untuk dijadikan sebagai indikator yang dapat mengukur pengawasan yaitu : 1. Pengawasan harus menetapkan standar dan memilih metode apa yang akan

dipakai dalam upaya mengukur hasil yang akan dicapai. Standar dan Metode yang ditetapkan Mengukur prestasi kerja Apakah prestasi memenuhi standar Ambil tindakan korektif Standar dan Metode yang ditetapkan

2. Mengadakan pengukuran hasil kerja yang telah dicapai oleh pelaksana.

3. Mengukur apakah hasil yang dicapai memenuhi standar yang ditetapkan atau tidak.

4. Diadakan perbaikan jika ada penyimpangan, kemudian koreksinya terhadap pengukuran prestasi kerja, sehingga bisa dilaksanakan kembali dengan lebih meningkatkan hasil kerja yang memenuhi standar.

Koontz (2001:124) mengemukakan proses pengawasan sebagai berikut : “Proses pengawasan dimanapun penerapannya atau apa saja yang diawasi meliputi tiga tahap yaitu : menetapkan standar, mengukur prestasi kerja, dan membetulkan penyimpangan”.

2.2.3 Ciri-ciri Pengawasan

Untuk mencapai efektivitas pengawasan, tidak hanya didasarkan pada prosedur dan teknik pengawasan yang harus dimiliki oleh berbagai pihak yang terlibat dalam pengawasan, terutama untuk diketahui dan dijadikan pedoman bagi para pengawas.

Siagian (2004:23) mengemukakan bahwa :

“Pengawasan akan efektif apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Pengawasan harus merefleksikan sifat dan berbagai kegiatan yang diselengggarakan.

2. Pengawasan harus segera diberikan petunjuk tentang kemungkinan adanya deviasi dari rencana.

3. Pengawasan harus menunjukkan pengecualian pada titik-titik strategi tertentu.

4. Objektivitas dalam melakukan pengawasan. 5. Keluwesan pengawasan.

6. Pengawasan harus memperhitungkan pola dasar organisasi. 7. Efisiensi pelaksanaan pengawasan.

9. Pengawasan mencari apa yang tidak beres. 10.Pengawasan harus bersifat membimbing”.

Dari ciri-ciri pengawasan tersebut, menunjukkan beberapa hal penting yang perlu diperhatikan, yang pada pelaksanaannya sering diabaikan. Pada ciri yang ketiga, sejalan dengan prinsip manajemen adalah “management by exception”. Prinsip ini pada dasarnya berarti bahwa karena aneka ragam kegiatannya dan karena luasnya cakupan tanggung jawab, seorang pimpinan harus mampu menentukan kegiatan apa yang perlu dilakukan sendiri dan kegiatan apa yang sebaiknya didelegasikan kepada orang lain.

Demikian juga dengan ciri yang kesembilan, terkandung makna pengawasan bukan sekadar mencari kesalahan dan siapa yang salah, tetapi juga untuk menemukan kebenaran. Aspek penting pada ciri kesepuluh, pengawasan harus bersifat membimbing, dalam arti jika telah ditemukan apa yang tidak beres, siapa yang salah dan telah diketahui faktor-faktor penyebabnya, pimpinan harus mengambil tindakan yang dipandang paling tepat sehingga kesalahan yang diperbuat tidak terulang kembali. Dengan bimbingan individu para bawahan dapat meningkatkan kemampuannya untuk tugas pekerjaan selanjutnya.

Tinggi rendahnya pencapaian tujuan suatu institusi merupakan tanggung jawab pimpinan unit kerja yang bersangkutan, walaupun pelaksanaannya bersama- sama bahkan lebih dominan dilakukan oleh bawahan (staf). Untuk itulah fungsi pengawasan melekat menjadi sangat penting artinya untuk mencegah terjadinya

penyalahgunaan wewenang, sehingga memungkinkan seorang pimpinan melakukan tindakan perbaikan sedini mungkin.

Menurut Nawawi (2005:52) :

“Pengawasan melekat sebagai salah satu kegiatan pengawasan merupakan tugas dan tanggung jawab setiap pimpinan yang harus menyelenggarakan manajemen yang efektif dan efisien dilingkungan organisasi unit kerja masing-masing, baik di bidang pemerintahan maupun swasta”.

Dalam kenyataannya setiap pimpinan organisasi selalu ingin mengetahui keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan berbagai kegiatan dalam lingkup tanggung jawabnya. Berusaha untuk mengetahui apakah semua kegiatan sudah berlangsung sesuai perencanaan, peraturan yang berlaku dan kebijakan yang telah digariskan sebelumnya. Untuk itu setiap pimpinan harus melakukan fungsi pengendalian, termasuk dengan melakukan pengawasan terhadap berbagai kegiatan yang dikerjakan oleh bawahannya.

Certo dalam Siagian (2004:33) mengemukakan 3 (tiga) jenis kontrol ditinjau dari segi waktu pelaksanaannya debagai berikut :

1. Pre control-feed forward, kontrol ini dilakukan sebelum pekerjaan dimulai, misalnya melalui rekrut pegawai yang selektif. Kita hanya memilih pegawai yang benar-benar diharapkan dapat memenuhi tugas yang dibebankan kepadanya. Pegawai terus menerus mendapat pelatihan, executive sabbatic yaitu pegawai diberi kesempatan cuti sambil mencari pengalaman di tempat lain.

2. Concurrent control, yaitu pengawasan yang dilakukan secara serentak dan sejalan dengan pelaksanaan pekerjaan.

3. Feedback control, dilaksanakan setelah pekerjaan selesai, misalnya dengan melakukan self correcting dan non correcting system.

Selanjutnya, untuk mempermudah dalam merealisasi tujuan, pengawasan harus perlu dilalui beberapa fase atau urutan pelaksanaan yang terdiri dari :

1. Menetapkan alat ukur (standar)

Alat penilaian atau standar bagi hasil pekerjaan pegawai, pada umumnya terdapat baik pada rencana keseluruhan maupun pada rencana-rencana bagian. Dengan kata lain, dalam rencana itulah pada umumnya terdapat standar bagi pelaksanaan pekerjaan. Agar alat pekerjaan itu diketahui benar oleh bawahan, maka alat pekerjaan itu harus dikemukakan, dijelaskan pada bawahan. Dengan demikian, atasan dan bawahan bekerja dalam menetapkan apa yang menjadi standar hasil pekerjaan bawan itu.

2. Mengadakan penilaian (evaluasi)

Dengan menilai dimaksudkan membandingkan hasil pekerjaan bawahan (actual result) dengan alat pengukur (standar) yang sudah ditentukan. Jadi, pimpinan membandingkan hasil pekerjaan yang senyatanya dengan standar sehingga dengan perbandingan itu dapat dipastikan terjadi tidaknya penyimpangan.

3. Mengadakan tindakan perbaikan (corective action)

Dengan tindakan perbaikan diartikan, tindakan yang diambil untuk penyesuaian hasil pekerjaan nyata yang menyimpang agar sesuai dengan standar atau rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Tindakan perbaikan itu tidak serta merta dapat meyesuaikan hasil pekerjaan yang senyatanya dengan rencana atau standar. Oleh karena itulah, perlu sekali adanya laporan-laporan berkala sehingga segera sebelum terlambat dapat diketahui terjadinya penyimpangan-penyimpangan, serta

dengan adanya tindakan perbaikan yang akan diambil. Pekerjaan pelaksanaan seluruhnya dapat diselamatkan dengan rencana (Manulang, 2004).

2.3 Teori tentang Produktivitas

Dokumen terkait