ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN PENGAWASAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI PADA PT BANK
NEGARA INDONESIA PERSERO TBK CABANG MEDAN
TESIS
Oleh : Ruth Rumia Purba
067019120/ IM
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN PENGAWASAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI PADA PT BANK
NEGARA INDONESIA PERSERO TBK CABANG MEDAN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Manajemen
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh : Ruth Rumia Purba
067019120/IM
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul tesis : Analisis Pengaruh Budaya Organisasi dan Pengawasan terhadap Produktivitas Kerja pada PT Bank Negara Indonesia Persero Tbk Cabang Medan
Nama Mahasiswa : Ruth Rumia Purba Nomor Pokok : 067019120
Program Studi : Ilmu Manajemen
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr.Arnitha Zainoeddin, M.Si Ketua
) (Prof. Dr. Rismayani, MS
Anggota
)
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Paham Ginting, MS)
Direktur
(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : “Analisis
Pengaruh Budaya Organisasi dan Pengawasan terhadap Produktivitas Kerja Pegawai pada PT Bank Negara Indonesia Persero Tbk Cabang Medan ”.
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh
siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, 07 September 2011
Yang membuat pernyataan,
(
KATA PENGANTAR
Peneliti mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah
memberikan berkatNya kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan penelitian tesis
ini. “....Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya
pada Tuhan..”( Yeremia 17:7 )
Penelitian ini merupakan tugas akhir pada Program Studi Ilmu Manajemen
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Judul penelitian yang dilakukan
peneliti adalah: ”Analisis Pengaruh Budaya Organisasi dan Pengawasan terhadap
Produktivitas Kerja Pegawai pada PT Bank Negara Indonesia Persero Tbk Cabang
Medan ”.
Peneliti banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak
dan pada kesempatan ini pula peneliti menyampaikan terima kasih, terutama kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu DTM&H., M.Sc.,(CTM)., Sp.A(K)., selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE., selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Paham Ginting, MS., selaku Ketua Program Studi Ilmu
Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. Arlina Nurbaity Lubis, MBA., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus selaku
5. Ibu Prof. Dr. Arnita Zainoeddin, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing yang
telah membimbing dan mengarahkan peneliti dalam menyelesaikan penelitian
tesis ini.
6. Ibu Prof. Dr. Rismayani, MS selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah
membimbing dan memberikan masukan hingga selesainya penelitian tesis ini.
7. Ibu Dr Yeni Absah, M.Si selaku Komisi Pembanding yang telah memberikan
saran dan kritik untuk perbaikan tesis ini.
8. Bapak Drs. Syahyunan, M.Si, selaku Komisi Pembanding atas saran dan kritik
yang diberikan untuk perbaikan tesis ini.
9. Bapak dan Ibu Dosen serta pegawai pada Program Studi Ilmu Manajemen
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
10. Bapak Iwan Ariawan selaku Pemimpin BNI Cabang Medan, Ibu Isnaini Ishak
selaku Pemimpin Bidang Pelayanan Nasabah, Bapak Suheri selaku Pemimpin
Bidang Pembinaan Kantor Layanan -1, dan Bapak Bachtiar selaku Pemimpin
Bidang Pembinaan Kantor Layanan-2.
11. Bapak Mansur Nasution, Bapak Amri dan Bapak Suyanto selaku atasan - atasan
langsung peneliti dan rekan-rekan di BNI Kantor Cabang Utama Medan atas
bantuan dan dukungannya selama peneliti menempuh studi dan penelitian tesis
ini.
12. Terima kasih yang tulus dan tidak terhingga kepada orang tua peneliti tercinta
Alm. Bapak Drs. Bonar Purba dan Ibu Rosida Siahaan dan abang serta kakak
13. Suamiku tercinta Wenry Okto F. Tampubolon, SE.Ak yang telah memberikan
motivasi, semangat dan doanya kepada peneliti dalam penyelesaian tesis ini.
14. Anak-anakku tercinta William Jacob Goklas Tampubolon dan Abraham
Alexander Tampubolon, terima kasih atas kesabaran dan doanya.
15. Rekan peneliti mahasiswa/i Angkatan IX di program Studi Ilmu Manajemen
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara: Yohana, Gusnaidy, Riahta dan
yang tidak dapat disebut satu persatu atas bantuan, dukungan dan kerjasamanya
selama peneliti menempuh studi dan penelitian tesis ini.
16. Semua pihak yang tak dapat disebutkan satu persatu.
Peneliti menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari
sempurna. Namun harapan peneliti semoga tesis ini bermanfaat bagi seluruh
pambaca. Semoga kiranya Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amin.
Medan, September 2011 Peneliti,
RIWAYAT HIDUP
Ruth Rumia Purba, lahir di Tarutung tanggal 24 September 1981. Anak kedelapan dari delapan bersaudara, dari pasangan Ayahanda Alm. Drs. Bonar Purba dan Ibu Rosida Siahaan. Menikah di Tebing Tinggi dengan suami tercinta Wenry Okto Fransius Tampubolon pada pada tanggal 29 Nopember 2008 dan dikaruniai dua anak laki-laki William Jacob Goklas Tampubolon dan Abraham Alexander Tampubolon.
Pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar (SD) Cinta Rakyat RK-2 Pematang Siantar, tamat dan lulus tahun 1993. Melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Pematang Siantar, tamat dan lulus tahun 1996. Selanjutnya meneruskan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri 1 Pematang Siantar selama setahun dan pindah ke SMU Negeri 5 Medan, tamat dan lulus tahun 1999. Kemudian melanjutkan ke jenjang pendidikan Strata 1 (S1) Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi Universitas Sumatera Utara, tamat dan lulus tahun 2003. Pada tahun 2006 melanjutkan pendidikan Strata 2 (S2) program Studi Magister Ilmu Manajemen di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
ABSTRAK
Fenomena yang mendasari penelitian ini adalah adanya indikasi penurunan produktivitas pada PT BN I Cabang Medan yang ditandai dengan banyaknya pekerjaan yang menumpuk dan tingkat lembur yang tinggi sedangkan jumlah pegawai telah disesuaikan dengan beban kerja (work load). Kurangnya pengawasan manajemen terhadap proses pelaksanaan pekerjaan mengakibatkan tingginya biaya lembur yang membebani biaya operasional cabang, yang seharusnya dapat dialokasikan kepada kebutuhan yang lain yang lebih penting.
Teori yang digunakan dalam tesis ini adalah teori perilaku organisasi dan teori manajemen sumber daya manusia dengan fokus pada produktivitas, budaya organisasi dan pengawasan yang menjadi variabel – variabel dalam penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan survey, jenis penelitian deskriptif kuantitatif, dan sifat penelitian ini adalah penjelasan. Metode pengumpulan data adalah dengan wawancara, kuesioner dan studi dokumentasi. Populasi adalah seluruh pegawai PT. Bank BNI Cabang Medan yaitu 117 orang, dan ditetapkan jumlah sampel secara proportionate random sampling sebesar 58 orang pegawai.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara serempak terdapat pengaruh sangat signifikan antara budaya organisasi dan pengawasan terhadap produktivitas kerja pegawai PT BNI Cabang Medan dan secara parsial menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara budaya organisasi dan pengawasan terhadap produktivitas kerja pegawai PT BNI Cabang Medan dan secara parsial pengaruh yang paling dominan terhadap produktivitas kerja pegawai adalah budaya organisasi.
Kesimpulan hasil penelitian, secara serempak dan parsial budaya organisasi dan pengawasan berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja pegawai PT BNI Cabang Medan. Untuk meningkatkan produktivitas, agar pegawai melaksanakan budaya organisasi dalam pekerjaannya dan pimpinan lebih meningkatkan pengawasan.
ABSTRACT
The phenomenon which becomes the basis for this research is the indication of the decrease of productivity at PT BNI, Medan branch; it is indicated by the pile of work and the high level of overtime jobs, whereas the number of employees has been adjusted to the work load. The lack of management assessment toward job implementation has caused the overtime costs to increase so that it burdens the office’s operational costs which can actually be allocated to other important needs.
The theories used in these tests were the theory of organizational behavior and the theory of human resources management which were focused on the productivity, organizational culture, and supervision which became the variables in the research.
The method of the research was a survey technique with descriptive quantitative study. The data were gathered by conducting interviews, distributing questionnaires, and studying documents. The population was 117 employees of PT. Bank BNI, Medan branch, and 58 of them were used as the samples by using proportionate random sampling technique.
The results of the research showed that simultaneously there was significant influence of organizational culture and supervision on the employees’ productivity at PT Bank BNI, Medan branch, and partially there was significant influence of organizational culture and supervision on the employees’ productivity at PT Bank BNI, Medan branch. Partially, organizational culture was the most dominant influence on the employees’ productivity.
The conclusion of the research showed that, simultaneously and partially, organizational culture and supervision had significant influence on the employees’ productivity at PT Bank BNI, Medan branch. It is recommended that, in order to increase the productivity, the employees should carry out organizational culture in their jobs and the management should increase their supervision.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 48
3.6. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ... 51
d. Uji Parsial (Uji t) ... 87
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90
5.1. Kesimpulan ... 90
5.2. Saran ... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 88
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman Tabel
1.1 Jumlah Uang yang Dapat Disortir Unit Pelayanan Uang Tunai
Cabang... ... 3
1.2 Persentase Penyelesaian Pengisian Informasi Nasabah secara Lengkap pada Sistem Komputer... 4
3.1 Sampel Penelitian... 49
3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian... 53
3.3 Uji Validitas kuesioner Penelitian... 55
3.4 Uji Reliabilitas Variabel Penelitian ... 56
4.1 Jenis Kelamin Responden ... 65
4.2 Usia Responden ... 65
4.3 Pendidikan Responden ... 66
4.4 Masa Kerja Responden ... 67
4.5 Jabatan Responden ... 67
4.6 Statistik Deskriptif variabel Budaya Organisasi ... 68
4.7 Statistik Deskriptif Variabel Pengawasan ... 69
4.8 Statistik Deskriptif Variabel Produktivitas Kerja ... 71
4.9 Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 72
4.10 Uji Glejser ... 73
4.11 Uji Multikolinearitas ... 73
4.12 Uji Koefisien Determinasi ... 75
4.13 Uji Parsial ... 75
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman Gambar
2.1 Proses Terbentuknya Budaya Organisasi ... 9
2.1 Hubungan antara perilaku, sistem manajemen, dan landasan budaya ... 13
2.3 Hubungan Pengawasan dengan Fungsi Manajerial lainnya ... 25
2.4 Proses Pengawasan ... 29
2.5 Dimensi-dimensi Budaya Organisasi ... 45
2.6 Kerangka Konseptual ... 47
4.1 Hasil Uji Normalitas ... 76
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman Lampiran
1 Data Penelitian ... 91
2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 97
3 Hasil Regresi Penelitian ... 100
4 Uji Normalitas ... 101
5 Uji Heterokedastisitas ... 101
ABSTRAK
Fenomena yang mendasari penelitian ini adalah adanya indikasi penurunan produktivitas pada PT BN I Cabang Medan yang ditandai dengan banyaknya pekerjaan yang menumpuk dan tingkat lembur yang tinggi sedangkan jumlah pegawai telah disesuaikan dengan beban kerja (work load). Kurangnya pengawasan manajemen terhadap proses pelaksanaan pekerjaan mengakibatkan tingginya biaya lembur yang membebani biaya operasional cabang, yang seharusnya dapat dialokasikan kepada kebutuhan yang lain yang lebih penting.
Teori yang digunakan dalam tesis ini adalah teori perilaku organisasi dan teori manajemen sumber daya manusia dengan fokus pada produktivitas, budaya organisasi dan pengawasan yang menjadi variabel – variabel dalam penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan survey, jenis penelitian deskriptif kuantitatif, dan sifat penelitian ini adalah penjelasan. Metode pengumpulan data adalah dengan wawancara, kuesioner dan studi dokumentasi. Populasi adalah seluruh pegawai PT. Bank BNI Cabang Medan yaitu 117 orang, dan ditetapkan jumlah sampel secara proportionate random sampling sebesar 58 orang pegawai.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara serempak terdapat pengaruh sangat signifikan antara budaya organisasi dan pengawasan terhadap produktivitas kerja pegawai PT BNI Cabang Medan dan secara parsial menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara budaya organisasi dan pengawasan terhadap produktivitas kerja pegawai PT BNI Cabang Medan dan secara parsial pengaruh yang paling dominan terhadap produktivitas kerja pegawai adalah budaya organisasi.
Kesimpulan hasil penelitian, secara serempak dan parsial budaya organisasi dan pengawasan berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja pegawai PT BNI Cabang Medan. Untuk meningkatkan produktivitas, agar pegawai melaksanakan budaya organisasi dalam pekerjaannya dan pimpinan lebih meningkatkan pengawasan.
ABSTRACT
The phenomenon which becomes the basis for this research is the indication of the decrease of productivity at PT BNI, Medan branch; it is indicated by the pile of work and the high level of overtime jobs, whereas the number of employees has been adjusted to the work load. The lack of management assessment toward job implementation has caused the overtime costs to increase so that it burdens the office’s operational costs which can actually be allocated to other important needs.
The theories used in these tests were the theory of organizational behavior and the theory of human resources management which were focused on the productivity, organizational culture, and supervision which became the variables in the research.
The method of the research was a survey technique with descriptive quantitative study. The data were gathered by conducting interviews, distributing questionnaires, and studying documents. The population was 117 employees of PT. Bank BNI, Medan branch, and 58 of them were used as the samples by using proportionate random sampling technique.
The results of the research showed that simultaneously there was significant influence of organizational culture and supervision on the employees’ productivity at PT Bank BNI, Medan branch, and partially there was significant influence of organizational culture and supervision on the employees’ productivity at PT Bank BNI, Medan branch. Partially, organizational culture was the most dominant influence on the employees’ productivity.
The conclusion of the research showed that, simultaneously and partially, organizational culture and supervision had significant influence on the employees’ productivity at PT Bank BNI, Medan branch. It is recommended that, in order to increase the productivity, the employees should carry out organizational culture in their jobs and the management should increase their supervision.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Para ahli dan praktisi menajemen telah mengakui bahwa sumber daya
manusia dalam organisasi merupakan faktor sentral yang perlu mendapat perhatian.
Dalam paradigma masa kini, sumber daya manusia yang bekerja dalam perusahaan
adalah merupakan kekayaan (asset) dan salah satu sumber keunggulan kompetitif dan
elemen kunci yang penting untuk meraih kesuksesan dalam bersaing dan mencapai
tujuan.
Industri perbankan yang bergerak dalam bidang jasa dan pelayanan
akhir-akhir ini mengalami pertumbuhan yang pesat sehingga tiap bank dituntut untuk selalu
meningkatkan kualitasnya baik dari segi pelayanan maupun keunggulan produk yang
ditawarkan. Dalam menghadapi persaingan ini, setiap sumber daya manusia, dalam
hal ini pegawai, diharapkan dapat memacu produktivitasnya untuk mendapatkan hasil
yang optimal. Namun demikian, perbankan adalah badan usaha yang rentan terhadap
penyimpangan dan perubahan. Berdasarkan informasi dari media massa maupun
elektronik, sering diberitakan adanya penyimpangan yang dilakukan dari pihak
internal maupun eksternal. Penyimpangan ini dapat berdampak secara finansial dan
merusak reputasi bank tersebut. Untuk mengatasi hal ini, setiap perbankan wajib
sistem operasi dan prosedur yang tersusun secara sistematis untuk mencegah
terjadinya penyimpangan.
Pegawai yang memiliki tingkat kemampuan yang baik dan didorong oleh rasa
memiliki pada perusahaan tempat dia bekerja, akan dapat melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya dengan baik. Kesadaran memiliki nilai-nilai yang dianut oleh
suatu organisasi yang dapat membedakan identitas anggota organisasi tersebut
dengan organisasi lainnya inilah yang disebut dengan budaya organisasi. Budaya
organisasi diciptakan oleh pemimpin tertinggi dalam suatu organisasi. Pada PT Bank
Negara Indonesia Persero Tbk, budaya organisasi dibentuk oleh dewan direksi yang
diturunkan ke pemimpin-pemimpin dibawahnya. Sejak tahun 2007, PT Bank Negara
Indonesia (persero) Tbk mengalami perubahan budaya organisasi yang diharapkan
semakin adaptif dengan lingkungan yang disingkat dengan Prinsip 46 yang memuat
nilai profesionalisme, integritas, orientasi pelanggan dan perbaikan tiada henti.
Perbedaan budaya organisasi dari yang lama dengan yang baru pada PT Bank
Negara Indonesia Persero Tbk terutama terletak pada orientasi pelayanan. Budaya
organisasi yang lama fokus pada pengembangan produk (product oriented)
sedangkan pada budaya organisasi yang baru fokus pada keinginan pelanggan
(customer centric). Penerapan budaya organisasi yang baru membutuhkan proses
yang panjang agar dapat diterima oleh segenap pegawai antara lain pertama tantangan
dari pegawai yang sudah resisten dan antipati terhadap perubahan. Kelompok ini
biasanya datang dari pegawai-pegawai senior yang mempunyai pengalaman kerja
langsung menduduki posisi pada middle management yang mempunyai bawahan
tetapi belum memiliki pengenalan akan budaya organisasi yang baik.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang biasa disingkat BNI adalah
bank yang berdiri sejak tahun 1946 yang memiliki sekitar 18.000 pegawai yang
tersebar di seluruh Indonesia. BNI Cabang Medan adalah kantor cabang utama di
Medan yang memiliki 117 orang pegawai dengan visi perusahaan, menjadi bank
kebanggaan nasional yang unggul dalam layanan dan kinerja dan misi,
memaksimalkan stakeholder value dengan menyediakan solusi keuangan yang fokus
pada segmen pasar korporasi, komersial dan konsumer.
Dalam dua tahun terakhir ini terjadi indikasi penurunan produktivitas pada
BNI Cabang Medan antara lain ditandai dengan banyaknya pekerjaan yang
menumpuk dan tingkat lembur yang tinggi sedangkan jumlah pegawai telah
disesuaikan dengan beban kerja (work load) pada unit tersebut. Kurangnya
pengawasan manajemen terhadap proses pelaksanaan pekerjaan mengakibatkan
tingginya biaya lembur yang membebani biaya operasional cabang, yang seharusnya
dapat dialokasikan kepada kebutuhan yang lain yang lebih penting. Contohnya adalah
pada Unit Pelayanan Uang Tunai Cabang (PUC) ditandai dengan banyaknya uang
yang belum disortir. Uang belum diklasifikasikan atas dasar uang lusuh dan uang
layak edar, sehingga uang tersebut semakin lama semakin menumpuk (idle money)
dan uang lusuh belum dapat disetorkan ke Bank Indonesia karena belum tersusun
dengan rapi dengan data rata-rata jumlah uang yang dapat disortir setiap triwulan
Tabel 1.1 Jumlah Uang yang Dapat Disortir Unit Pelayanan Uang Tunai Cabang (PUC)
Nama Unit Jumlah uang yang dapat disortir
Tahun 2009 Tahun 2010
Kuartal
Keterangan 1 blok = 100 lembar Sumber : BNI Cabang Medan
Dari Tabel 1.1, jumlah blok uang yang dapat disortir dari setiap triwulan
mengalami penurunan. Jumlah pegawai pada unit pelayanan uang tunai adalah 5
orang pegawai dengan 5 mesin hitung uang. Standar yang diharapkan, setiap orang
pegawai dapat menyortir 5.000 blok setiap bulannya.
Demikian juga dengan Unit Pelayanan Nasabah (PNC), dalam melakukan
pembukaan rekening belum mengisi secara lengkap 13 item data nasabah yang
diwajibkan oleh Bank Indonesia terkait dengan Prinsip Mengenal Nasabah (PMN)
antara lain nama nasabah, tempat lahir, tanggal lahir, kewarganegaraan, alamat
nasabah, nomor telepon/ nomor handphone/nomor telepon rumah, jenis ID
(identitas), nomor ID (identitas), tanggal jatuh tempo ID (identitas), kode pekerjaan,
perusahaan tempat bekerja, penghasilan, dan nama ibu kandung. Persentase
Tabel 1.2 Persentase Penyelesaian Pengisian Informasi Nasabah secara Lengkap pada Sistem Komputer
Nama Unit Persentase Penyelesaian Pengisian Informasi Nasabah secara Lengkap pada Sistem Komputer
Tahun 2009 Tahun 2010
Kuartal
Dari Tabel 1.2 di atas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan persentase
penyelesaian pengisian informasi nasabah secara lengkap pada sistem komputer pada
setiap triwulan. Unit pelayanan nasabah ini terdiri atas 5 orang pegawai dengan
rata-rata jumlah rekening yang harus dilengkapi mencapai 650 rekening setiap triwulan.
Kondisi tersebut mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian dengan
menggali secara mendasar faktor apa sesungguhnya yang menyebabkan penurunan
produktivitas pegawai pada BNI Cabang Medan. Dalam penelitian ini fokus utama
yang dilihat adalah pengaruh budaya organisasi dan pengawasan terhadap
produktivitas kerja pegawai.
1.2 Perumusan Masalah :
Dari uraian pada latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah ”Sejauh
mana pengaruh budaya organisasi dan pengawasan terhadap produktivitas pegawai
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya organisasi dan pengawasan
terhadap produktivitas kerja pegawai PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
Cabang Medan.
2. Untuk mengetahui variabel mana yang paling dominan mempengaruhi
produktivitas pegawai BNI Cabang Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak sebagai
berikut :
1. Memberikan masukan bagi pimpinan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
Cabang Medan dalam rangka menciptakan budaya organisasi dan pengawasan
yang bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas pegawai.
2. Memberikan kontribusi terhadap perkembangan khasanah ilmu pengetahuan
artinya dapat memperkuat teori-teori tentang budaya organisasi, pengawasan dan
produktivitas, maupun untuk merespon penelitian terdahulu.
3. Menambah dan memperluas pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam bidang
Manajemen Sumber Daya Manusia khususnya mengenai topik budaya organisasi,
pengawasan dan produktivitas.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Teori tentang Budaya Organisasi 2.1.1. Pengertian Budaya Organisasi
Menurut Schein dalam Munir (2007:23) menyatakan bahwa :
“budaya organisasi adalah pola dari suatu asumsi-asumsi dasar yang dipelajari oleh kelompok atau organisasi selama proses pemecahan persoalan dan pengambilan keputusan dalam rangka melakukan adaptasi dengan lingkungan eksternal dan melakukan integrasi internal, yang selama ini telah terbukti efektif sehingga dirasa perlu untuk diajarkan kepada anggota baru sebagai cara pandang, berpikir, merasa, dan bertindak yang benar.”
Robbins (2002:63) menyatakan bahwa : “budaya organisasi (organization culture)
sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang
membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain”. Lebih lanjut, Robbins
(2002:65) menyatakan bahwa :
“sebuah sistem pemaknaan bersama dibentuk oleh warganya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai organisasi (“a system of shared meaning held by members that distinguishes the organization form other organization. This system of shared meaning is, on closer examination, a set of key characteristics that the organization values”).
Susanto (2007:58) menyatakan bahwa :
Luthans (2003:15) menyatakan bahwa ; “budaya organisasi merupakam
norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku organisasi”. Agar dapat
diterima oleh lingkungannya, maka setiap anggota organisasi akan berperilaku sesuai
dengan budaya yang berlaku pada organisasi tersebut. Jadi budaya organisasi
berhubungan dengan lingkungan yang merupakan gabungan dari asumsi, perilaku,
cerita, ide dan pemahaman penting untuk menentukan bagaimana seharusnya bekerja
dalam suatu organisasi.
Muijen (1997:23) menyatakan bahwa : ”budaya perusahaan dapat
digambarkan sebagai kumpulan dari nilai, norma, ungkapan, dan perilaku yang ikut
menentukan bagimana orang-orang dalam perusahaan saling berhubungan.” Hofstede
(1994:98) mengemukakan : “ bahwa pada tingkat organisasi, budaya merupakan
serangkaian asumsi, keyakinan, dan nilai-nilai dan persepsi dari anggota organisasi
yang mempengaruhi dan membentuk sikap dan perilaku kelompok yang
bersangkutan”.
2.1.2. Proses Terbentuknya Budaya Organisasi
Budaya bisa dilihat sebagai “fenomena” yang mengelilingi kehidupan orang
banyak dari hari ke hari, bisa direkayasa dan dibentuk. Jika budaya dikecilkan ruang
lingkupnya ke tingkat organisasi atau bahkan ke kelompok yang lebih kecil, akan
dapat terlihat bagaimana budaya terbentuk, ditanamkan, berkembang, dan akhirnya
Budaya diturunkan dari filsafat pendirinya. Selanjutnya budaya itu akan
mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan pegawai. Tindakan
dari manajemen puncak menentukan iklim umum dari perilaku yang dapat diterima
baik dan yang tidak. Bagaimana bisa disosialisasikan akan tergantung pada tingkat
sukses yang dicapai dalam mencocokkan nilai-nilai pegawai baru dengan nilai-nilai
organisasi.
Perusahaan-perusahaan dari mancanegara seperti Citicorp, General Electric,
Nokia, Toyota, Samsung, Temasek Holdings, Petronas dan lain-lain yang sekarang
menguasai pasar diakui sangat kuat dalam menerapkan budaya perusahaan. Berbasis
pengalaman ini dan aneka tuntutan tersebut maka kesadaran bagi perusahaan untuk
memperkuat budayanya menjadi tak terbantahkan. Agung (2007:52) merinci ada tiga
macam proses terbentuknya budaya perusahaan. Proses pertama adalah budaya
memang diciptakan oleh pendirinya. Contohnya Walt Disney dengan Disneyland dan
Samudera Indonesia, dan Boenyamin Setiawan lewat Kalbe Group. Proses kedua,
budaya terbentuk sebagai upaya menjawab tantangan dan peluang dari lingkungan
internal dan eksternalnya. Perusahaan yang mempraktikkan cara ini adalah Coca
Cola, Astra International, Bank BNI, dan Indosat. Proses ketiga adalah budaya
diciptakan oleh tim manajemen sebagai cara untuk meningkatkan kinerja perusahaan
secara sistematis. Contoh paling populer adalah ketika Jack Welch didaulat menjadi
CEO General Electric kemudian bersama tim manajemen menyusun budaya
perusahaan yang baru. Perusahaan lokal yang mempraktikkan cara ini adalah Bank
NISP, Adira Finance dan Wijaya Karya.
Kotter dan Heskett dalam Soetjipto (2007:74) berdasarkan penelitian yang
dilakukan selama sebelas tahun menghasilkan kesimpulan bahwa budaya sangat
mempengaruhi kinerja jangka panjang organisasi (perusahaan), yakni menghasilkan
peningkatan pendapatan dan pendapatan bersih yang jauh lebih besar (682% versus
166% dan 756% versus 1%). Semakin kuat (strong) budaya, semakin besar
pengaruhnya. Kekuatan budaya organisasi dapat dilihat dari tiga faktor berikut ini :
1. Stabilitas. Budaya organisasi yang kuat mampu membuat organisasi tak
terombang-ambing keadaan, baik internal maupun eksternal, karena budaya yang
kuat mampu memberikan identitas pada (orang-orang di dalam) organisasi.
2. Kedalaman. Budaya organisasi yang kuat mampu menjelma menjadi nilai yang
dianut oleh para individu di dalam organisasi. Nilai ini secara tidak disadari
3. Cakupan. Budaya organisasi yang kuat mampu menjangkau sebanyak mungkin
individu dan aspek pekerjaan. Semakin banyak individu menganut budaya
dimaksud dan semakin banyak aspek pekerjaan yang mengacu padanya, semakin
kuat budaya tersebut.
2.1.3. Tingkatan Budaya Organisasi
Menurut Daft (2002:63), terdapat tiga tingkatan budaya, yaitu :
1. Artifak (artifact), adalah budaya organisasi tingkatan pertama, yaitu hal-hal yang
dilihat, didengar dan dirasa ketika seseorang berhubungan dengan suatu
kelompok baru. Artifak bersifat kasat mata (visible), misalnya lingkungan fisik
organisasi, cara berperilaku, cara berpakaian, dan lain-lain. Karena antara
organisasi yang satu dengan organisasi lainnya artifaknya berbeda-beda, maka
anggota baru dalam suatu organisasi perlu belajar dan memberikan perhatian
terhadap budaya organisasi tersebut.
2. Nilai (espoused values), merupakan alasan yang diberikan oleh sebuah organisasi
untuk mendukung caranya melakukan sesuatu. Ini adalah budaya organisasi
tingkat kedua yang mempunyai tingkat kesadaran yang lebih tinggi daripada
artifak. Pada tingkat ini, baik organisasi maupun anggota organisasi memerlukan
tuntunan strategi, tujuan dan filosofi dari pemimpin organisasi untuk bersikap dan
bertindak. Oleh karena itu, untuk memahami expoused values ini, seringkali
dilakukan wawancara dengan anggota kunci organisasi misalnya, atau
3. Asumsi dasar (basic assumption) merupakan bagian penting dari budaya
organisasi. Asumsi ini merupakan reaksi yang dipelajari yang bermula dari
nilai-nilai yang didukung karena merupakan keyakinan yang dianggap sudah ada oleh
anggota suatu organisasi seperti kepercayaan, persepsi, ataupun perasaan yang
menjadi sumber nilai dan tindakan. Budaya organisasi tingkat ketiga ini
menetapkan cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dalam sebuah organisasi,
yang seringkali dilakukan lewat asumsi yang tidak diucapkan.
Suatu kesimpulan penting yang bisa ditarik dari sejumlah penelitian adalah
bahwa cara mengelola manusia, tidak bisa dilepaskan dari lingkungan budaya dimana
mereka bekerja dan tinggal. Model gunung es (the iceberg model) dari Mc Bain dan
Rees (2003:56) menjelaskan hubungan antara perilaku, sistem manejemen dan
landasan budaya. Model ini mengindikasikan hubungan antara struktur atas
(superstructure) budaya bisnis dengan struktur dasarnya (bedrock) yang digambarkan
sebagai berikut :
Sumber : David Rees dan Richard Mc Bain (2003)
Gambar 2.2 Hubungan antara perilaku, sistem manajemen, dan landasan budaya
Perilaku ‘Apa yang Anda lihat’ Stereotip budaya Sejarah
’saat ini’
Sistem dan Operasi Bagaimana bisnis ditata Filsafat/ gaya manajemen kontemporer
Dasar Budaya
2.1.4. Fungsi dan Manfaat Budaya Organisasi
Budaya organisasi memiliki beberapa fungsi dalam organisasi yaitu (1)
memberi batasan untuk mendefinisikan peran, sehingga memperlihatkan perbedaan
yang jelas antar organisasi; (2) memberikan pengertian identitas terhadap anggota
organisasi; (3) memudahkan munculnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar
dibanding minat anggota organisasi secara perorangan; (4) menunjukkan stabilitas
sistem sosial; (5) memberikan pengertian dan mekanisme pengendalian yang dapat
dijadikan pedoman untuk membentuk sikap serta perilaku para anggota organisasi;
(6) membantu para anggota organisasi mengatasi ketidakpastian, karena pada
akhirnya budaya organisasi berperan untuk membentuk pola pikir dan perilaku
anggota organisasi (Robbins, 2002).
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh kedua belah pihak, baik
organisasi maupun para anggotanya, manakala suatu organisasi menerapkan budaya
organisasi, dalam pengertian memberi perhatian pada sistem nilai yang dianut
organisasi. Manfaat tersebut adalah: yaitu 1) Sebagai sarana untuk mengendalikan
diri masing-masing anggota organisasi 2) Perekat anggota organisasi untuk
membangun kepentingan organisasi dan kepentingan bersama 3) Perekat solidaritas
antara anggota organisasi untuk hidup saling menghargai dan saling mendukung
(Robbins, 2002).
Memperhatikan fungsi dan manfaat tersebut di atas, maka budaya dalam suatu
dikembangkan karena disadari budaya merupakan alat (tool) dalam setiap
melaksanakan kegiatan-kegiatan organisasi serta menjadi stimulasi untuk
meningkatkan produktivitas organisasi.
Meski demikian, budaya organisasi dapat menjadi bumerang karena apabila
budaya tersebut tidak tepat maka organisasi akan dibawa ke arah yang salah dan pada
akhirnya menjerumuskan organisasi. Hal ini disebabkan budaya organisasi yang kuat
menciptakan kekakuan budaya (culture rigidity). Saking kakunya, arah yang salah
tadi tak dapat lagi diubah. Untuk menghindari kekakuan tersebut, Kotter dan Heskett
menyarankan agar organisasi mengembangkan budaya dengan fokus tak sekadar pada
nilai dan norma yang menjadi tradisi melainkan juga pada dinamika tuntutan
pemangku kepentingan (stakeholders) – terutama pelanggan, pemegang saham dan
pegawai – agar budaya organisasi menjadi adaptif dan fleksibel serta tidak kaku
dalam mengikuti keadaan.
Dari sisi kinerja, Kotter dan Heskett dalam Djokosantoso (2007:78)
mendapati bahwa perusahaan berbudaya kuat namun adaptif (antara lain Hewlett
Packard, Shell dan Pepsi Co) memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan
perusahaan-perusahaan berbudaya kuat tetapi kurang adaptif (seperti Citicorp,
Goodyear, dan Procter & Gamble).
2.1.5. Karakteristik Budaya Organisasi
Robbins (2002:156), menyatakan ada 10 (sepuluh) karakteristik yang apabila
dicampur dan dicocokkan, akan menjadi budaya organisasi. Kesepuluh karakteristik
1. Inisiatif Individual
Yang dimaksud inisiatif individual adalah tanggung jawab, kebebasan atau
independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif
individu tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi
sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi/
perusahaan.
2. Toleransi terhadap Tindakan Berisiko
Dalam budaya organisasi perlu ditekankan, sejauh mana para pegawai
dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovatif dan mengambil risiko. Suatu
budaya organisasi dikatakan baik, apabila dapat memberikan toleransi kepada
anggota para pegawai untuk dapat bertindak agresif dan inovatif untuk memajukan
organisasi/ perusahaan serta berani mengambil risiko terhadap apa yang
dilakukannya.
3. Pengarahan
Pengarahan dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi/ perusahaan dapat
menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan harapan
tersebut jelas tercantum dalam visi, misi, dan tujuan organisasi. Kondisi ini dapat
berpengaruh terhadap kinerja organisasi/ perusahaan.
4. Integrasi
Integrasi dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi/ perusahaan dapat
Kekompakan unit-unit organisasi dalam bekerja dapat mendorong kualitas dan
kuantitas pekerjaan yang dihasilkan.
5. Dukungan Manajemen
Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat
memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap
bawahan. Perhatian manajemen terhadap bawahan (karyawan) sangat membantu
kelancaran suatu organisasi/ perusahaan.
6. Kontrol
Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-norma
yang berlaku dalam suatu organisasi atau perusahaan. Untuk itu diperlukan sejumlah
peraturan dan tenaga pengawas (atasan langsung) yang dapat digunakan untuk
mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai dalam suatu organisasi.
7. Identitas
Identitas dimaksud sejauh mana para anggota/ karyawan suatu organisasi/
perusahaan dapat mengidentifikasi dirinya sebagai satu kesatuan dalam perusahaan
dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian propfesional tertentu.
Identitas diri sebagai satu kesatuan dalam perusahaan sangat membantu manajemen
dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi/ perusahaan.
8. Sistem Imbalan
Sistem imbalan dimaksudkan sejauh mana alokasi imbalan (seperti kenaikan
gaji, promosi, dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai bukan
imbalan yang didasarkan atas prestasi kerja pegawai dapat mendorong pegawai/
karyawan suatu organisasi/ perusahaan untuk bertindak dan berperilaku inovatif dan
mencari prestasi kerja yang maksimal sesuai kemampuan dan keahlian yang
dimilikinya. Sebaliknya, sistem imbalan yang didasarkan atas senioritas dan pilih
kasih, akan berakibat tenaga kerja yang mempunyai kemampuan dan keahlian dapat
berlaku pasif dan frustasi. Kondisi semacam ini dapat berakibat kinerja organisasi/
perusahaan menjadi terhambat.
9. Toleransi terhadap Konflik
Sejauh mana para pegawai/ karyawan didorong untuk mengemukakan konflik
dimana kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat merupakan fenomena yang sering
terjadi dalam suatu organisasi/ perusahaan. Namun, perbedaan pendapat atau kritik
yang terjadi bisa dijadikan sebagai media untuk melakukan perbaikan atau perubahan
startegi untuk mencapai tujuan suatu organisasi/ perusahaan.
10. Pola Komunikasi
Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal.
Kadang-kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola komunikasi
antara atasan dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri.
2.1.6. Sumber-sumber Budaya Organisasi
Isi dari suatu budaya organisasi terutama berasal dari tiga sumber (Robbins
2002), yaitu :
a. Pendiri organisasi. Pendiri sering disebut memiliki kepribadian dinamis, nilai
mempunyai peranan kunci dalam menarik karyawan. Sikap dan nilai mereka siap
diteruskan kepada karyawan baru. Akibatnya, pandangan mereka diterima oleh
karyawan dalam organisasi, dan tetap dipertahankan sepanjang pendiri berada
dalam organisasi tersebut, atau bahkan setelah pendirinya meninggalkan
organisasi.
b. Pengalaman organisasi mengahadapi lingkungan eksternal. Penghargaan
organisasi terhadap tindakan tertentu dan kebijakannya mengarah pada
pengembangan berbagai sikap dan nilai.
c. Karyawan. Hubungan kerja karyawan membawa harapan, nilai, sikap mereka ke
dalam organisasi. Hubungan kerja mencerminkan aktivitas utama organisasi yang
membentuk sikap dan nilai.
Jadi budaya organisasi sering dibentuk oleh pengaruh orang-orang yang
mendirikan organisasi tersebut, oleh lingkungan eksternal dimana organisasi
beroperasi, dan oleh karyawan serta hakekat dari organisasi tersebut.
Nilai-nilai budaya apabila dikaitkan dengan kehidupan organisasi,
seyogyianya dijadikan sebagai budaya organisasi dengan peran dan fungsi antara lain:
1. Pengendalian diri masing-masing anggota organisasi.
2. Perekat anggota organisasi untuk membangun kepentingan organisasi dan
kepentingan bersama.
3. Perekat solidaritas antara anggota organisasi untuk hidup saling menghargai,
Budaya organisasi yang berfungsi seperti itu dalam suatu organisasi akan
menjadikan alat untuk menyemangati dan mendorong aktivitas-aktivitas pada SDM
tersebut dalam rangka mewujudkan cita-cita dan perjuangan organisasinya.
Prinsip “saling mendukung” dalam kehidupan organisasi tidak kalah
pentingnya, oleh karena esensinya adalah terwujudnya kebersamaan dalam rangka
melaksanakan tugas, fungsi dan atau misi suatu organisasi.tanpa kebersamaan jangan
diharapkan dapat terwujudnya tujuan organisasi sebagaimana telah ditetapkan.
Kebersamaan dalam organisasi, dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu
kebersamaan terhadap intern organisasi dan kebersamaan terhadap ekstern organisasi
atau pihak-pihak terkait (stakeholders). Di antara kedua dimensi itu perlu dipelihara
dan dikembangkan sehingga saling bersinergi, saling mendukung yang pada akhirnya
memberi manfaat terhadap peningkatan produktivitas organisasi (organization
performance). Apabila berbicara mengenai kebersamaan, maka tidak dapat
dilepaskan dari budaya organisasi yang telah ditetapkan dan menjadi komitmen
masing-masing individu atau semua pihak dalam organisasi. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa kerjasama baik yang dituangkan dalam bentuk kerja tim, hubungan
kerja sebagai akibat fungsionalisasi, maupun karena sinergisme akan sangat
bermanfaat dan merupakan sarana yang handal untuk meningkatkan produktivitas
organisasi.
Variabel dimensi budaya organisasi yang dijadikan dasar pengukuran
diturunkan dari 6 (enam) dimensi budaya organisasi yang dikemukakan oleh
1. Profesionalisme, merupakan ukuran kecakapan atau keahlian yang dimiliki oleh
pekerja dalam organisasi. Suatu jabatan yang ditempati oleh seorang pekerja
yang profesional atau suatu pekerjaan yang dilaksanakan oleh pekerja yang
profesional akan membuahkan hasil yang optimal. Dalam organisasi yang
menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalisme semua pekerjaan akan
mencurahkan perhatiannya pada pekerjaan sebagi bentuk dari tanggung jawab
yang harus ditunaikan. Seorang pekerja yang profesional akan menyelesaikan
tugas yang diberikan kepadanya tanpa banyak mengeluh, karena ia yakin bahwa
ia dapat menyelesaikannya walaupun di bawah tekanan (under pressure), seperti
harus memenuhi deadline yang ketat. Untuk keyakinan dan kemampuannya
menyelesaikan tugas, seorang profesional cenderung akan menuntut penghasilan
yang lebih baik atau reward yang berbeda dari pekerja lainnya.
2. Kepemimpinan, yaitu tingkat keterlibatan atasan terhadap masalah-masalah di
luar pekerjaan yang dialami oleh bawahan. Hubungan antarpribadi yang terbina
baik akan memungkinkan terciptanya iklim kerja yang cerah. Adanya hubungan
antarpribadi juga dapat mempengaruhi penilaian terhadap pekerja. Dalam hal
melakukan promosi, atau mempertahankan orang-orang yang dinilai baik bagi
suatu divisi juga melibatkan hubungan antarpribadi. Seorang atasan mungkin
akan mempertahankan seorang bawahan bagi divisinya yang menurut penilainnya
bertipe loyal dan mudah dibina walaupun mungkin potensinya belum tentu lebih
3. Kepercayaan kepada rekan sekerja, yaitu interaksi yang terbina antar sesama
pekerja dalam organisasi. Sikap yang terbuka, ramah dalam pergaulan dan
perilaku yang menunjukkan rasa persaudaraan yang tinggi diantara sesama
pekerja, karena merasa senasib dan seperjuangan akan menumbuhkan
kepercayaan dan perilaku yang positif. Dengan adanya rasa percaya kepada rekan
sekerja yang tertanam dengan baik, masalah-masalah pekerjaan ataupun masalah
pribadi akan dapat diatasi dengan perhatian dari rekan-rekan sekerja yang rela
membantu memberikan saran.
4. Keteraturan, yaitu kondisi lingkungan kerja yang menunjukkan adanya
aturan-aturan atau ketentuan yang harus dipatuhi oleh anggota organisasi. Tujuannya
adalah untuk menjamin keseragaman dalam pelaksanaan, memudahkan
koordinasi dan pengawasan. Adanya aturan yang ditetapkan oleh organisasi harus
berlaku sama untuk semua orang atau departemen dalam organisasi, sehingga
mencerminkan adanya rasa keadilan.
5. Konflik, yaitu adanya pertentangan dan ketidakharmonisan dalam suatu
organisasi yang menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja. Ini berpotensi
pada penurunan motivasi kerja dan berdampak negatif terhadap perilaku pekerja.
Kompetisi yang tidak sehat antardepartemen dalam suatu organisasi, dimana
orang-orang mungkin saling merasa curiga yang menyebabkan terhambatnya
komunikasi dan koordinasi serta sulitnya bergaul antar individu. Di samping itu
diterima sebagai anggota organisasi dan merasa nyaman bekerja pada lingkungan
barunya tersebut.
6. Integrasi, yaitu iklim yang terbentuk dalam organisasi dimana pekerja merasa
memiliki ikatan yang kuat dengan organisasi. Dalam kondisi seperti ini, pekerja
akan menunjukkan loyalitas kepada organisasi. Pekerja akan merasa bangga
karena menjadi bagian dari organisasi dan merasa aman dengan pekerjaannya
karena merasa dihargai dan dipenuhi kebutuhan hidupnya. Lingkungan kerja
yang menyenangkan ini juga didukung oleh kerja sama yang terjalin baik di
antara sesama pekerja atau sesama departemen.
2.2 Teori tentang Pengawasan 2.2.1 Pengertian Pengawasan
Pengawasan merupakan fungsi manajerial yang keempat setelah perencanaan,
pengorganisasian, dan pengarahan. Sebagai salah satu fungsi manajemen, mekanisme
pengawasan di dalam suatu organisasi memang mutlak diperlukan. Pelaksanaan suatu
rencana atau program tanpa diiringi dengan suatu sistem pengawasan yang baik dan
berkesinambungan, jelas akan mengakibatkan lambatnya atau bahkan tidak
tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan. Hal ini berarti bahwa
pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil
kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya
sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan. More dalam
assignments to men and carrying them out. Get reports of what is being done,
compare it with what ought to be done, and do something about it if the two aren’t
the same
Pengertian tentang pengawasan sangat beragam dan banyak sekali pendapat
para ahli yang mengemukakannya, namun demikian pada prinsipnya kesemua
pendapat yang dikemukan oleh para ahli adalah sama, yaitu merupakan tindakan
membandingkan antara hasil dalam kenyataan ( ”.
dassein) dengan hasil yang diinginkan
(das sollen
Berikut beberapa pengertian tentang pengawasan dari para ahli:
), yang dilakukan dalam rangka melakukan koreksi atas penyimpangan -
penyimpangan yang terjadi dalam kegiatan manajemen.
Controlling is a systematic effort by business management to compare performance to predetermined standard, plans, or objectives to determine whether performance is in line with theses standards and presumably to take any remedial action required to see that human and other corporate resources are being used in the most effective and efficient way possible in achieving corporate objectives.
Konsep pengawasan dari Mockler dalam Certo (2006:480) menyebutkan
pengawasan menekankan pada tiga hal, yaitu (1) harus adanya rencana, standar atau
tujuan sebagai tolak ukur yang ingin dicapai, (2) adanya proses pelaksanaan kerja
untuk mencapai tujuan yang diinginkan, (3) adanya usaha membandingkan mengenai
apa yang telah dicapai dengan standard, rencana, atau tujuan yang telah ditetapkan,
dan (4) melakukan tindakan perbaikan yang diperlukan. Dengan demikian konsep
dengan tolak ukur berupa kriteria, norma-norma dan standar, kemudian
dibandingkan, mana yang membutuhkan koreksi ataupun perbaikan-perbaikan.
Handoko (2004:367) mendefinisikan “pengawasan sebagai suatu proses untuk
menjamin tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai”. Pengertian pengawasan
disini menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat dengan perencanaan karena
perencanaan memiliki fungsi utama untuk menetapkan tujuan yang ingin dicapai oleh
organisasi.
Fungsi pengawasan juga berhubungan erat dengan fungsi-fungsi manajerial
lainnya, seperti ditunjukkan dalam gambar berikut ini :
Sumber : Handoko (2004)
Gambar 2.3 Hubungan Pengawasan dengan Fungsi Manajerial lainnya
Pengawasan atau pengendalian (controlling) menurut Mockler yang dikutip
dan diterjemahkan oleh Sujamto (2003:45) mendefenisikan :
“Control is to determine what is accomplished evaluated, and apply corrective measures, in needed to insure result in keeping with the plan (Pengawasan adalah untuk menentukan apa yang telah dicapai, mengadakan evaluasi atasnya dan mengambil tindakan-tindakan perbaikan, bilamana diperlukan untuk meyakinkan agar hasil kerja sesuai dengan rencana)”.
Perencanaan Pengorgani sasian
Penyusunan Personalia
Pengarah an
Pengawasan
Sedangkan pendapat Newman dalam Sujamto (2003:47) mengenai
pengawasan adalah :
“Control is assurance that the performance conform to plan (Pengawasan adalah suatu usaha untuk menjamin agar pelaksanaan sesuai dengan rencana)”.
Pendapat kedua pakar tersebut di atas lebih cenderung untuk menjelaskan
tujuan pengawasan, sedangkan Henry Fayol dalam Sujamto (2003:47) memberikan
pengertian pengawasan sebagai berikut :
“Control consist in verifying whether every thing occur in conformity with the plan adopted, the instruction issued and the principles established. It has for object to point out weaknesses and errors in order to rectify then and prevent reccurance (Pengawasan terdiri dari pengujian apakah segala sesuatu berlangsung sesuai dengan rencana yang telah ditentukan dengan intstruksi yang telah diberikan dan dengan prinsip-prinsip yang telah digariskan)”.
Ada (lima) pendekatan dalam memahami pengawasan yaitu :
1. Pendekatan klasik, pendekatan ini merupakan pendekatan awal sewaktu manusia
mengenal sistem pengawasan. Biasanya sistem ini dilaksanakan pada organisasi
dimana mereka yang diawasi belum memiliki skills dan moralitas yang baik. Pada
lingkungan perusahaan yang sudah lebih maju, masyarakat sudah semakin ahli,
etis dan dipercaya maka pendekatan ini kurang tepat karena berpotensi
menghambat kreativitas dan inisiatif pribadi.
2. Pendekatan Struktural, pendekatan ini masih menggunakan berbagai komponen
klasik, namun bedanya adalah bahwa pendekatan ini membagi-bagi fungsi
manajemen atas berbagai fungsi yaitu fungsi perencanaan, pengorganisasian,
bertanggung jawab mencapai tujuan membagi fungsi dan membuat struktur
organisasi. Fungsi pengawasan dilakukan melalui struktur yang sudah ada
berdasarkan fungsi yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan fungsi
pengawasan mengalir melalui struktur organisasi mulai dari atas atau pusat, ke
seluruh struktur. Pendekatan struktural disini adalah stuktur organisasi perusahaan
dijadikan sebagai alur dan media pengawasan. Di Indonesia pendekatan yang
banyak dipakai adalah model klasik dan model struktur ini.
3. Pendekatan kekuasaan atau power merupakan dasar seorang pimpinan
melakukan pengawasan. Kekuasaan yang dimiliki ini digunakan untuk
mempengaruhi dan memaksanakan agar orang lain mengikuti keinginan
pimpinan.
4. Pendekatan sistem, pengawasan dianggap sebagai salah satu sistem dari general
sistem yang ada. Sistem adalah suatu set bagian-bagian yang saling berhubungan
yang memiliki ketergantungan yang satu dengan lainnya. Semua kegiatan
dianggap merupakan satu kegiatan terpadu, bukan merupakan hal yang terpisah
atau bebas dari yang lainnya.
5. Pendekatan Human Relation (Behavior), pengawasan dilihat dari segi
manusianya. Dalam hal ini yang diperhatikan adalah hubungan antar manusia.
Ilmu manajemen dan organisasi pada awalnya memberikan perhatian kepada
kemampuan non human untuk mencapai tujuan organisasi. Manusia dialienasikan
dari organisasi sehingga unsur-unsur negatif yang dimiliki oleh manusia dapat
Dalam pendekatan struktural, fungsi pengawasan ini diserahkan kepada
lembaga tersendiri yang bertanggung jawab untuk melaksanakan fungsi pengawasan.
Untuk menjamin terlaksananya fungsi ini secara efektif harus diperhatikan kedudukan
lembaga ini dalam struktur organisasinya.
Persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu lembaga pengawasan berhasil
dalam fungsinya adalah :
1. Bebaskan lembaga ini dari fungsi operasional atau kegiatan operasional
perusahaan. Hal ini dimaksudkan agar posisinya dalam pengawasan itu bebas dari
kepentingan pribadi dan bagian.
2. Usahakan agar lembaga ini tetap dalam posisi independen dalam fungsi
operasional maupun secara individual. Ia harus independen secara nyata dan
bebas dari unsur-unsur yang kelihatannya tidak independen.
3. Harus memiliki kemampuan, keahlian yang lengkap bahkan melebihi kemampuan
yang diawasi.
4. Memiliki integritas pribadi, kejujuran dan bersih dari segala kemungkinan
penyelewengan.
Dalam pendekatan sistem, pengawasan dilakukan melalui seluruh urutan
prosedural (hubungan antara subsistem) yang dianut dalam dalam menyelesaikan
kegiatan rutin perusahaan/ lembaga, sistem ini harus dibuat sedemikian rupa sehingga
tidak memungkinkan terjadinya hal-hal yang tidak menguntungkan dan harus
menjamin keefisienan serta diarahkan untuk mencapai tujuan perusahaan secara
Pada mulanya pengawasan dianggap sebagai kegiatan yang sifatnya
pemaksaan kekuasaan sampai akhirnya merupakan fungsi yang difokuskan pada
sikap perilaku individu yang mempunyai multidimensi dan berbagai sifat. Satu hal
yang harus diingat bahwa pengawasan yang efektif adalah cost benefit ratio. Artinya
biaya pelaksanaan pengawasan harus lebih kecil dari keuntungan yang diperoleh dari
hasil pengawasan itu sendiri.
2.2.2 Proses Pengawasan
Proses pengawasan menurut Stoner (2006:75) disebutkan “proses
pengawasan adalah menetapkan standar dan metode, mengukur prestasi kerja dan
mengambil tindakan korektif”.
Tidak
2.3.1.
Ya
Sumber : Stoner dan Wankel (2006)
Gambar 2.4 Proses Pengawasan
Berdasarkan gambar 2.4. dapat diambil pernyataan dari pendapat Stoner dan
Wankel untuk dijadikan sebagai indikator yang dapat mengukur pengawasan yaitu :
1. Pengawasan harus menetapkan standar dan memilih metode apa yang akan
2. Mengadakan pengukuran hasil kerja yang telah dicapai oleh pelaksana.
3. Mengukur apakah hasil yang dicapai memenuhi standar yang ditetapkan atau
tidak.
4. Diadakan perbaikan jika ada penyimpangan, kemudian koreksinya terhadap
pengukuran prestasi kerja, sehingga bisa dilaksanakan kembali dengan lebih
meningkatkan hasil kerja yang memenuhi standar.
Koontz (2001:124) mengemukakan proses pengawasan sebagai berikut :
“Proses pengawasan dimanapun penerapannya atau apa saja yang diawasi meliputi tiga tahap yaitu : menetapkan standar, mengukur prestasi kerja, dan membetulkan penyimpangan”.
2.2.3 Ciri-ciri Pengawasan
Untuk mencapai efektivitas pengawasan, tidak hanya didasarkan pada
prosedur dan teknik pengawasan yang harus dimiliki oleh berbagai pihak yang
terlibat dalam pengawasan, terutama untuk diketahui dan dijadikan pedoman bagi
para pengawas.
Siagian (2004:23) mengemukakan bahwa :
“Pengawasan akan efektif apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Pengawasan harus merefleksikan sifat dan berbagai kegiatan yang diselengggarakan.
2. Pengawasan harus segera diberikan petunjuk tentang kemungkinan adanya deviasi dari rencana.
3. Pengawasan harus menunjukkan pengecualian pada titik-titik strategi tertentu.
4. Objektivitas dalam melakukan pengawasan. 5. Keluwesan pengawasan.
6. Pengawasan harus memperhitungkan pola dasar organisasi. 7. Efisiensi pelaksanaan pengawasan.
9. Pengawasan mencari apa yang tidak beres. 10.Pengawasan harus bersifat membimbing”.
Dari ciri-ciri pengawasan tersebut, menunjukkan beberapa hal penting yang
perlu diperhatikan, yang pada pelaksanaannya sering diabaikan. Pada ciri yang ketiga,
sejalan dengan prinsip manajemen adalah “management by exception”. Prinsip ini
pada dasarnya berarti bahwa karena aneka ragam kegiatannya dan karena luasnya
cakupan tanggung jawab, seorang pimpinan harus mampu menentukan kegiatan apa
yang perlu dilakukan sendiri dan kegiatan apa yang sebaiknya didelegasikan kepada
orang lain.
Demikian juga dengan ciri yang kesembilan, terkandung makna pengawasan
bukan sekadar mencari kesalahan dan siapa yang salah, tetapi juga untuk menemukan
kebenaran. Aspek penting pada ciri kesepuluh, pengawasan harus bersifat
membimbing, dalam arti jika telah ditemukan apa yang tidak beres, siapa yang salah
dan telah diketahui faktor-faktor penyebabnya, pimpinan harus mengambil tindakan
yang dipandang paling tepat sehingga kesalahan yang diperbuat tidak terulang
kembali. Dengan bimbingan individu para bawahan dapat meningkatkan
kemampuannya untuk tugas pekerjaan selanjutnya.
Tinggi rendahnya pencapaian tujuan suatu institusi merupakan tanggung
jawab pimpinan unit kerja yang bersangkutan, walaupun pelaksanaannya
bersama-sama bahkan lebih dominan dilakukan oleh bawahan (staf). Untuk itulah fungsi
penyalahgunaan wewenang, sehingga memungkinkan seorang pimpinan melakukan
tindakan perbaikan sedini mungkin.
Menurut Nawawi (2005:52) :
“Pengawasan melekat sebagai salah satu kegiatan pengawasan merupakan tugas dan tanggung jawab setiap pimpinan yang harus menyelenggarakan manajemen yang efektif dan efisien dilingkungan organisasi unit kerja masing-masing, baik di bidang pemerintahan maupun swasta”.
Dalam kenyataannya setiap pimpinan organisasi selalu ingin mengetahui
keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan berbagai kegiatan dalam lingkup tanggung
jawabnya. Berusaha untuk mengetahui apakah semua kegiatan sudah berlangsung
sesuai perencanaan, peraturan yang berlaku dan kebijakan yang telah digariskan
sebelumnya. Untuk itu setiap pimpinan harus melakukan fungsi pengendalian,
termasuk dengan melakukan pengawasan terhadap berbagai kegiatan yang dikerjakan
oleh bawahannya.
Certo dalam Siagian (2004:33) mengemukakan 3 (tiga) jenis kontrol ditinjau
dari segi waktu pelaksanaannya debagai berikut :
1. Pre control-feed forward, kontrol ini dilakukan sebelum pekerjaan dimulai, misalnya melalui rekrut pegawai yang selektif. Kita hanya memilih pegawai yang benar-benar diharapkan dapat memenuhi tugas yang dibebankan kepadanya. Pegawai terus menerus mendapat pelatihan, executive sabbatic yaitu pegawai diberi kesempatan cuti sambil mencari pengalaman di tempat lain.
2. Concurrent control, yaitu pengawasan yang dilakukan secara serentak dan sejalan dengan pelaksanaan pekerjaan.
Selanjutnya, untuk mempermudah dalam merealisasi tujuan, pengawasan
harus perlu dilalui beberapa fase atau urutan pelaksanaan yang terdiri dari :
1. Menetapkan alat ukur (standar)
Alat penilaian atau standar bagi hasil pekerjaan pegawai, pada umumnya
terdapat baik pada rencana keseluruhan maupun pada rencana-rencana bagian.
Dengan kata lain, dalam rencana itulah pada umumnya terdapat standar bagi
pelaksanaan pekerjaan. Agar alat pekerjaan itu diketahui benar oleh bawahan, maka
alat pekerjaan itu harus dikemukakan, dijelaskan pada bawahan. Dengan demikian,
atasan dan bawahan bekerja dalam menetapkan apa yang menjadi standar hasil
pekerjaan bawan itu.
2. Mengadakan penilaian (evaluasi)
Dengan menilai dimaksudkan membandingkan hasil pekerjaan bawahan
(actual result) dengan alat pengukur (standar) yang sudah ditentukan. Jadi, pimpinan
membandingkan hasil pekerjaan yang senyatanya dengan standar sehingga dengan
perbandingan itu dapat dipastikan terjadi tidaknya penyimpangan.
3. Mengadakan tindakan perbaikan (corective action)
Dengan tindakan perbaikan diartikan, tindakan yang diambil untuk
penyesuaian hasil pekerjaan nyata yang menyimpang agar sesuai dengan standar atau
rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Tindakan perbaikan itu tidak serta merta
dapat meyesuaikan hasil pekerjaan yang senyatanya dengan rencana atau standar.
Oleh karena itulah, perlu sekali adanya laporan-laporan berkala sehingga segera
dengan adanya tindakan perbaikan yang akan diambil. Pekerjaan pelaksanaan
seluruhnya dapat diselamatkan dengan rencana (Manulang, 2004).
2.3 Teori tentang Produktivitas 2.3.1 Pengertian Produktivitas
Pada dasarnya setiap organisasi akan berupaya untuk meningkatkan
produktivitasnya, karena dengan peningkatan produktivitas akan meningkatkan
efisiensi dan meminimumkan biaya yang harus dikeluarkan dan memaksimalkan
keluaran yang diharapkan.
Produktivitas mempunyai arti yang beragam, tergantung dari sudut mana kita
melihatnya. Produktivitas dapat berarti lebih banyak hasil dengan mempertahankan
biaya tetap, mengerjakan suatu pekerjaan dengan benar sesuai dengan aturan, bekerja
lebih cerdik dan lebih keras atau untuk mendapatkan hasil yang lebih cepat dan lebih
banyak.
Menurut Greenberg dalam Sinungan (2008:12) : “Produktivitas sebagai
perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas
masukan selama periode tersebut”.
Menurut Internal Labour Office dalam Introduction Work Study dalam
Hasibuan (2003:114) menyebutkan : “Produktivitas sebagai perbandingan antara
pengeluaran (output) dengan pemasukan (input)”. Paul Mali dalam Hasibuan
adalah bagaimana menghasilkan atau meningkatkan hasil barang dan jasa setinggi
mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien”.
Jadi dalam pengertian ini produktivitas sering diartikan sebagai rasio antara
keluaran dan masukan dalam satuan waktu tertentu, yang secara matematis
dinyatakan dengan bilangan, sebagimana diungkapkan Whitemore dalam Hasibuan
(2003:115) yaitu : “Productivity is measure of the use of the resources of an
organization and is usually expressed as a ratio of the resources employed”.
Dewan Produktivitas Nasional dalam Rivianto (2005:25) mendefinisikan
“Produktivitas sebagai suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa
mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik
dari hari ini”. Definisi tersebut memiliki indikator: (1) cerdas (2) profesional (3)
kreatif dan inovatif (4) berprestasi (5) semangat kerja.
Berdasarkan uraian dan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
“Produktivitas kerja pegawai adalah perbandingan antara output yang
dihasilkan dengan segala sumber daya baik sumber daya manusia maupun sumber
daya lainnya (input), dalam pencapaian tujuan organisasi secara efektif dalam
pelaksanaan tugasnya dan efisien dalam penggunaan sumber-sumber daya, yang
meliputi jumlah, mutu hasil kerja yang ditandai oleh adanya kemampuan
menyelesaikan pekerjaan, kemampuan memanfaatkan sarana dan kemampuan dalam
2.3.2 Jenis-Jenis Produktivitas
Menurut Kusriyanto (2005:15), model pengukuran produktivitas yang paling
sederhana adalah pendekatan dengan menggunakan rasio output dibagi dengan input.
Pengukuran produktivitas berdasarkan pendekatan ini, akan menghasilkan dua jenis
ukuran produktivitas, antara lain :
1. Produktivitas Parsial
Produktivitas parsial sering juga disebut dengan produktivitas faktor tunggal
(single-factor produkctivity) yang menunjukkan perbandigan antara output dengan
salah satu faktor yang dipergunakan untuk menghasilkan output tersebut.
Berikut ini adalah beberapa contoh dari produktivitas parsial, yaitu :
a. Produktivitas Tenaga Kerja merupakan ukuran produktivitas parsial bagi input
tenaga kerja yang diukur berdasarkan :
Produktivitas Tenaga Kerja =
Kerja Tenaga Input
Total Output
Produktivitas tenaga kerja sering kali disebut sebagai man hour yang berarti
sejumlah pekerjaan yang dikerjakan oleh seorang pekerja dengan kemampuan
rata-rata dalam waktu satu jam. Input yang dimaksud adalah total waktu yang
dibutuhkan oleh pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya tanpa adanya
interupsi apapun. Adapun jenis-jenis interupsi yang dimaksud adalah istirahat,
makan dan kegiatan-kegiatan tubuh lainnya yang tidak dapat dicegah. Oleh
karenanya disini digunakan waktu yang dibutuhkan oleh pekerja untuk
allowance. Keuntungan adanya konsep man-hour adalah dapat digunakan untuk
memperkirakan dampak dari perubahan yang dialami oleh pekerja sehubungan
dengan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Beberapa
contoh produktivitas tenaga kerja antara lain :
Produktivitas Tenaga Kerja =
Kerja
Produktivitas Tenaga Kerja =
Tertentu
Produktivitas Tenaga Kerja =
Kerja
Menurut Kusriyanto (2005:65), “produktivitas tenaga kerja dapat sebagai
faktor penentu dari produktivitas total karena :
1. Besarnya biaya yang dikorbankan untuk tenaga kerja merupakan bagian dari biaya yang terbesar untuk pengadaan produk dan jasa,
2. Masukan sumber daya manusia lebih mudah dihitung daripada masukan dari faktor-faktor lain, dan
3. Kemajuan teknologi yang mempermudah cara pembuatan barang berkembang dan berasal dari kemajuan tenaga kerja.
Produktivitas individu merupakan cerminan dari pribadi yang produktif, yang menggambarkan potensi persepsi dan kreativitas seseorang yang senantiasa ingin menyembangkan kemampuannya agar bermanfaat bagi diri dan lingkungannya”.
b. Produktivitas Modal merupakan ukuran produktivitas parsial bagi input modal
yang diukur berdasarkan :
Produktivitas Modal =
Modal Input
c. Produktivitas Material merupakan ukuran produktivitas parsial bagi input material
yang diukur berdasarkan :
Produktivitas Material =
Material Input
Total Output
d. Produktivitas Energi merupakan ukuran produktivitas parsial bagi input energi
yang diukur berdasarkan :
Produktivitas Energi =
Energi Input
Total Output
e. Efektivitas produksi merupakan ukuran produktivitas parsial kegiatan produksi
berdasarkan output yang dihasilkan dengan target yang telah ditetapkan. Berikut
adalah ukurannya :
Efektivitas produksi =
Produksi Target
Total Output
Keuntungan pengukuran produktivitas parsial adalah :
• Mudah dipahami, data mudah diperoleh, dan mudah dalam menghitung indeks
produktivitas.
• Beberapa indikator data produktivitas parsial (seperti output per jam kerja)
tersedia atau mudah didapat pada perindutrian pada umumnya.
• Alat diagnosa yang baik untuk bagian-bagian yang perlu ditingkatkan
produktivitas, jika digunakan dengan indikator produktivitas total.