• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Kepemimpinan dalam Pondok Pesantren 1.Kepemimpinan

2. Teori-Teori Kepemimpinan

294

Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi Aksara, Cet. Ke-7, 2002), h. 66

295

Yaitu pemimpin sebagai perencana, pemimpin sebagai pembuat kebijakan, pemimpin sebagai ahli, pemimpin sebagai pelaksana, pemimpin sebagai pengendali, pemimpin sebagai pemberi hadiah atau hukuman, pemimpin sebagai teladan dan lambang atau simbol, pemimpin sebagai tempat menimpakan segala kesalahan, dan pemimpin sebagai pengganti peran anggota lain. Pandji Anoraga, Manajemen Bisnis, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, Cet.Ke-3. 2004), h. 17-18

Teori kepemimpinan sering dikembangkan melalui beberapa proses yaitu proses individu, proses gabungan, proses kelompok dan proses

organisasi atau komunitas.296 Secara umum perkembangan survei dan teori

kepemimpinan dikategorikan menjadi tiga tahap penting.297 Pertama, tingkat

awal penelitian tentang kepemimpinan menghasilkan teori-teori sifat

kepemimpinan (trait theories). Kedua, karena muncul kritik terhadap sulitnya

mengelompokkan dan mengkonfirmasi sifat pemimpin, kemudian muncul

teori-teori perilaku kepemimpinan (behavioral theories). Ketiga, berdasarkan

anggapan bahwa baik teori-teori sifat kepemimpinan maupun teori-teori perilaku kepemimpinan memiliki kelemahan yang sama, yaitu mengabaikan peran penting faktor-faktor situasional dalam menentukan efektivitas kepemimpinan, kemudian muncul teori-teori kepemimpinan situasi (situational theories).

Jika ditelusuri lebih lanjut, perkembangan ketiga teori kepemimpinan tersebut tidak dapat dipisahkan dari paradigma penelitian kepemimpinan. House dan Aditya yang menyatakan bahwa secara umum paradigma penelitian kepemimpinan dapat dibagi menjadi tiga kategori. Adapun ketiga kategori paradigma kepemimpinan itu adalah; paradigma sifat kepemimpinan (the leadership trait paradigm), paradigma perilaku pemimpin (the leader behavior paradigm) dan paradigma baru yang disebut juga dengan

paradigma karismatik baru (the neocharismatic paradigm).298

296

G.A. Yulk, Leadership in Organizations, (Upper Saddle River, N.J: Prentice Hall. 2002); lihat juga dalam J. Flora, C., Bastian, S. & Manion, E., Leadership and community bpacity Building: An iventory and aalysis of crricula and tools community-based capacity building, (Iowa: North Central Regional Center for Rural Development, 2003), h.

297 E. Ogbonna, & L.C. Harris, ―Leadership style, Organizational Culture and Performance: Empirical Evidence from UK Companies‖, International Journal of Human Resources Management, 11, h. 766-788.

298 R.J. House, & R.N. Aditya, ―The Social Screntific Study Of Leadership: Quo

Memahami teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Oleh sebab itu, seorang pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai referensi dalam menjalankan

sebuah organisasi. Berkenaan dengan hal tersebut, Siti Fatimah299 cenderung

menyebut teori kepemimpinan dengan teori kompetensi kepemimpinan yang terbagi dalam tiga macam. Sehingga, ketiga macam teori kepemimpinan

tersebut menjadi grand theory kepemimpinan.

Sementara itu berkaitan dengan teori kepemimpinan, Sudarwan

Danim mengklasifikasikan teori kepemimpinan ke dalam delapan jenis,

yaitu:300 Pertama, Teori Genetis (the greatmen Theory). Teori ini berasumsi

bahwa kapasitas kepemimpinan itu bersifat inheren, bahwa pemimpin besar

(great leader) dilahirkan, bukan dibuat (leader are born, not made). Selain itu, teori ini juga menggambarkan tentang pemimpin besar sebagai heroik, mitos dan ditakdirkan untuk naik ke tampuk kepemimpinan ketika diperlukan.

299

Ketiga teori tersebut meliputi: Pertama, teori sifat (trait theory). Teori ini menjelaskan bahwa eksistensi seorang pemimpin dapat dilihat dan dinilai berdasarkan sifat-sifat sejak lahir sebagai sesuatu yang diwariskan. Berdasarkan teori kepemimpinan ini, asumsi dasar yang dimunculkan adalah kepemimpinan memerlukan serangkaian sifat, ciri, atau perangai tertentu yang menjamin keberhasilan setiap situasi. Keberhasilan seorang pemimpin diletakkan pada kepribadian (personality) pemimpin itu sendiri. Kedua, teori prilaku (behavior theory). Teori ini mengutarakan bahwa kepemimpinan harus dipandang sebagai hubungan di antara orang-orang, bukan sebagai sifat-sifat atau ciri-ciri seorang individu. Oleh karena itu, keberhasilan seorang pemimpin sangat ditentukan oleh kemampuan pemimpin dalam berhubungan dan berinteraksi dengan segenap anggotanya. Ketiga, teori lingkungan. Teori ini beranggapan bahwa munculnya pemimpin-pemimpin itu merupakan hasil dari waktu, tempat dan keadaan. Berdasarkan teori lingkungan, seorang harus mampu mengubah model gaya kepemimpinannya sesuai dengan tuntutan dan situasi zaman. Oleh karena itu, situasi dan kondisi yang berubah menghendaki gaya dan model kepemimpinan yang berubah. Sebab jika pemimpin tidak melakukan perubahan yang sesuai dengan kebutuhan zaman, kepemimpinannya tidak akan berhasil secara maksimal. Lebih lengkap lihat Siti Patimah, Manajemen Kepemimpinan Islam: Aplikasinya dalam Organisasi Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2015), h. 115-116.

Kedua, Teori Sifat. Serupa dengan teori ‗great men” teori sifat mengasumsikan bahwa manusia yang mewarisi sifat tertentu dan sifat-sifat yang membuat mereka lebih cocok untuk menjalankan fungsi kepemimpinan. Teori sifat tertentu sering mengidentifikasi karakteristik kepribadian atau perilaku yang dimiliki oleh pemimpin.

Ketiga, Teori Kontingensi. Teori kepemimpinan kontingensi (contingency theory of leadership) memfokuskan pada variabel tertentu yang berhubungan dengan lingkungan yang bisa menentukan gaya kepemimpinan yang paling cocok untuk situasi yang cocok pula. Menurut teori ini tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik dalam segala situasi. Sukses kerja pemimpin dengan kepemimpinannya itu sendiri tergantung pada sejumlah variabel, termasuk gaya kepemimpinan, kualitas pengikut, dan situasi yang mengitarinya.

Keempat, Teori Situasional. Teori kepemimpinan situasional (situasional theory of leadership) mengusulkan bahwa pemimpin memilih tindakan terbaik berdasarkan variabel situasional. Gaya kepemimpinan yang berbeda mungkin lebih cocok untuk membuat keputusan jenis tertentu pada situasi yang tertentu pula.

Kelima, Teori Perilaku (behavioral theory of leadership). Teori behavioral theory of leadership didasari pada keyakinan bahwa pemimpin yang hebat merupakan hasil bentukan atau dapat dibentuk, bukan dilahirkan (leader are made, not born). Berakar pada teori behaviorisme, teori kepemimpinan ini berfokus pada tindakan pemimpin, bukan pada kualitas mental internal. Menurut teori ini, orang bisa belajar untuk menjadi pemimpin, misalnya melalui pelatihan atau observasi.

Keenam, Teori partisipatif (participative teori of leadership).

Teori-teori kepemimpinan partisipatif (participative teori of leadership)

menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang ideal adalah mengambil prakarsa bagi pelibatan orang lain, sehingga pada setiap pembuatan keputusan, senantiasa melibatkan partisipasi antara pemimpin dan pengikutnya.

Ketujuh, Teori transaksional. Teori ini sering disebut juga sebagai

teori-teori manajemen (management theory). Teori transaksional

(transactional theory of leadership) berfokus pada peran pengawasan, organisasi, dan kinerja kelompok. Dasar teori-teori kepemimpinan ini pada sistem ganjaran dan hukuman. Teori-teori manajerial pun sering digunakan dalam bisnis; ketika karyawan sukses, mereka dihargai; dan ketika mereka gagal, mereka ditegur atau dihukum. Karena teori transaksional dipandang

identik dengan teori manajemen.

Kedelapan, Teori transformasional. Teori ini sering disebut dengan

teori-teori relasional kepemimpinan (relational theories of leadership). Teori

ini berfokus pada hubungan yang terbentuk antara pemimpin dan pengikutnya. Pemimpin memotivasi dan mengilhami atau menginspirasi orang dengan membantu anggota-anggotanya dalam memahami potensinya untuk kemudian ditransformasikan menjadi perilaku nyata dalam rangka penyelesaian tugas pokok dan fungsi dalam kebersamaan. Pemimpin transformasional biasanya memiliki etika yang tinggi dan standar moral yang jelas.

Pada dasarnya kesemua teori kepemimpinan yang telah diuraikan di atas dapat disesuaikan dengan kondisi dan situasi, serta bakat yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Oleh karena itu, tentu diperlukan pencermatan bagi seorang pemimpin dalam menyikapi perubahan, lebih-lebih pada era

gloablisasi dan dimensi perubahan lingkungan saat ini, yang tidak mudah diprediksi.