• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.2.4.4 Teori-Teori Kepemimpinan

Teori-teori kepemimpinan menurut Masmuh (2008: 261-265) berikut sebagai berikut:

1. Teori Sifat

Teori mengajarkan bahwa kepemimpinan itu memerlukan serangkaian sifat-sifat, ciri-ciri atau perangai tertentu yang menjamin keberhasilan pada setiap situasi. Seorang pemimpin akan berhasil apabila ia memiliki sifat-sifat, ciri-ciri atau perangai tersebut. Teori ini berkesimpulan bahwa kepemimpinan “orang besar” (great man) didasarkan atas sifat-sifat yang dibawa sejak lahir, jadi merupakan sesuatu yang diwariskan. Itulah sebabnya teori ini juga dikenal dengan “teori genetis”. Artinya, pemimpin-pemimpin adalah dilahirkan dan tidak dibentuk (“leaders are born amd not made”).

2. Teori Lingkungan

Teori ini berasumsi bahwa munculnya pemimpin-pemimpin itu merupakan hasil dari waktu, tempat dan keadaan atau situasi dan kondisi. Situasi dan kondisi tertentu melahirkan tantangan-tantangan tertentu, dan dengan sendirinya diperlukan orang-orang yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri tertentu yang cocok. Kebangkitan dan kejatuhan seorang pemimpin disebabkan oleh situasi dan kondisi, jika seseorang “menguasai” situasi dan kondisi maka ia akan dapat menjadi pemimpin. Itulah sebabnya teori ini juga disebut teori seba situasi. Sejalan dengan teori ini adalah teori sosial, yang menyatakan

bahwa pemimpin-pemimpin dibentuk bukannya dilahirkan. Seseorang akan muncul sebagai pemimpin jika ia berada dalam lingkungan sosial, yaitu suatu kehidupan kelompok, dan memanfaatkan situasi dan kondisi sosial untuk bertindak dan berkarya mengatasi masalah-masalah sosial yang timbul.

3. Teori Pribadi dan Situasi

Teori ini berasumsi bahwa kepemimpinan merupakan produk dari terkaitnya tiga faktor yaitu: perangai (sifat-sifat) pribadi dari pemimpin, sifat dari kelompok dan anggota-anggotanya, dan kejadian-kejadian (atau masalah-masalah) yang dihadapi oleh kelompok. Penganut teori ini ada yang menyatakan bahwa: studi tentang kepemimpinan harus berkenaan dengan status, interaksi, persepsi dan perilaku individu-individu dalam hubungan dengan anggota-anggota lain dari kelompok yang terorganisir. Jadi kepemimpinan harus dipandang sebagai hubungan di antara orang-orang dan bukannya sebagai sifat-sifat atau ciri-ciri seseorang individu yang terisolir. Pemimpin harus mengenal dirinya (dalam arti sifat-sifatnya, mengenal kelompok yang dipimpin, mengenal situasi dan kondisi) untuk selanjutnya mengembangkan sifat-sifatnya sendiri ke arah yang sesuai dengan kelompok yang dipimpinnya dan sesuai pula dengan situasi dan kondisi dimana ia memimpin. Ia harus menciptakan kemudahan-kemudahan untuk merangsang kegiatan-kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan.

4. Teori Interaksi dan Harapan

Teori ini berasumsi bahwa semakin terjadi interaksi dan partisipasi dalam kegiatan bersama semakin meningkat perasaan saling menyukai atau menyenangi satu sama lain dan semakin memperjelas pengertian atas norma-norma kelompok. Demikian pula semakin tinggi seseorang dalam kelompok, semakin luas jangkauan interaksinya dan semakin besar jumlah anggota kelompok yang tergerak. Yang penting harus dijaga agar aksi-aksi pemimpin tidak mengecewakan harapan-harapan.

5. Teori Humanistik

Teori ini berasumsi bahwa seorang pemimpin bisa dikatakan berhasil dalam mengelola suatu organisasi jika ia mampu memperdayakan orang-orang yang ada di dalamnya. Dengan kata lain, ia mampu membuat organisasi sedemikian rupa sehingga memberikan sedikit kebebasan dan kelonggaran kepada individu untuk mewujudkan motivasinya sendiri yang potensial untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan pada saat yang bersamaan memberikan sumbangan bagi pencapaian tujuan organisasi. Dalam kaitannya dengan ini nampaknya teori X dan teori Y yang dikemukakan oleh McGregor masih relevan. Karena kedua teori ini sesungguhnya berbicara tentang bagaimana manusia dimotivasi untuk mau terlibat aktif dalam kegiatan organisasi. Melakukan motivasi berarti juga melakukan

humanistik juga bisa dikatakan sebagai teori hubungan antar manusia yang artinya mengusahakan keseimbangan antara kebutuhan atau kepentingan umum organisasi.

6. Teori Tukar-menukar

Teori ini berasumsi bahwa interaksi sosial menggambarkan suatu bentuk tukar-menukar dimana anggota-anggota kelompok memberikan kontribusi dengan pengorbanan-pengorbanan kelompok atau anggota-anggota yang lain. Proses ini sesungguhnya menekankan adanya “give and take” antara pemimpin dan yang dipimpin. Itulah sebabnya teori ini juga dinamai sebagai teori beri-memberi atau bisa dikatakan saling memberi dan menerima.

7. Teori Kepemimpinan Psikoanalisis

Menurut Sigmund Freud, seseorang berperilaku karena ingin memenuhi kebutuhan bawah sadarnya. Kebutuhan tersebut bahkan tidak disadari oleh yang bersangkutan. Seorang pemimpin berperilaku tertentu barangkali bukan karena untuk memenuhi kepentingan bawahannya, tetapi barangkali untuk mengkompensasi kepribadiannya yang frustrasi. Misalnya, Napoleon Bonaparte, Jenderal Perancis yang mahir perang, barangkali bukan karena tujuan nasionalisme, tetapi karena ingin memenuhi kebutuhan bawah sadar, misal karena beliau dilarang bermain perang-perang di masa kecil. Jadi dengan demikian, teori ini mengatakan bahwa manusia sangat kompleks. Penampilan luar tidak dapat dijadikan pegangan. Analisis

perlu kembali pada teori alam/manusia yang paling dasar untuk memahami perilaku manusia atau pemim pin yang sangat kompleks. 8. Teori Kepemimpinan Romantis

Teori ini mengatakan bahwa pemimpin ada karena ada pengikutnya. Para pengikut ini mengembangkan pandangan “romantis” (ideal) mengenai adanya seorang pemimpin yang dapat membantu mereka mencapai tujuannya atau memperbaiki hidup mereka. Pemimpin dibutuhkan untuk membantu mereka menyederhanakan permasalahan dunia yang sangat kompleks. Jika bawahan sudah tidak mempercayai pemimpinnya, efektivitas kepemimpinan akan hilang, tidak peduli dengan tindakan pemimpin tersebut. Jika bawahan sudah mampu mengorganisir mereka sendiri, maka pemimpin tidak akan diperlukan lagi.

9. Kepemimpinan Transformasional atau Karismatik

Bernard M. Bass membedakan kepemimpinan transaksional (transactional leadership) dengan kepemimpinan transformasional (transformasional leadership). Pemimpin transaksional adalah seseorang yang menentukan apa yang harus dikerjakan oleh karyawan agar mereka dapat mencapai tujuan mereka sendiri atau organisasi, dan membantu karyawan agar memperoleh kepercayaan dalam mengerjakan tugas tersebut. Sebaliknya, pemimpin transformasional adalah seseorang yang memotivasi bawahan untuk mengerjakan lebih

dari yang diharapkan semula dengan meningkatkan rasa pentingnya bawahan dan nilai pentingnya pekerjaan.

Dokumen terkait