• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2. Tingkat upaya menunjukkan sampai sejauh mana upaya seseorang untuk mencapai suatu hasil. Tingkat upaya ini juga akan menunjukkan ukuran

2.1.3 Teori-Teori Motivasi

Teori motivasi membantu kita memahami keterlibatan dinamis tempat organisasi beroperasi dengan mengambarkan manajer dan pegawai saling terlibat dalam organisasi setiap hari. Teori motivasi juga membantu manajer dan pegawai untuk memecahkan permasalahan yang ada di organisasi. Teori yang pertama adalah teori kebutuhan Maslow yang secara luas dikenal pada tahun 1960-an dan 1970-an, terutama di kalangan manajer praktisi, mungkin karena teori ini logis secara intuitif dan mudah dimengerti. Abraham Maslow telah menyusun teori motivasi dalam hal ini disebut Teori Hierarki Kebutuhan dalam Robbins dan Coulter (2010:110):

1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs)—kebutuhan seseorang akan makanan, minuman, tempat berteduh, seks, dan kebutuhan fisik lainnya

2. Kebutuhan keamanan (safety needs)—kebutuhan seseorang akan keamanan dan perlindungan dari kejahatan fisik dan emosional, serta jaminan bahwa kebutuhan fisik akan terus dipenuhi.

3. Kebutuhan sosial (social needs)—kebutuhan seseorang akan kasih sayang, rasa memiliki, penerimaan dan persahabatan

4. Kebutuhan penghargaan (esteem needs)—kebutuhan seseorang akan faktor-faktor penghargaan internal, seperti harga diri otonomi, dan prestasi serta faktor-faktor penghargaan eksternal, seperti status, pengakuan dan perhatian.

5. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs)—kebutuhan seseorang akan pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri;

dorongan untuk mampu menjadi apa yang diinginkan.

Lebih jelas Sutrisno (2009:122-124) menguraikan hierarki kebutuhan ini:

1. Kebutuhan fisiologis; kebutuhan untuk mempertahankan hidup dari kematian dan merupakan tingkat paling dasar yang diperkenalkan oleh Maslow.

Keinginan untuk memenuhi kebutuhan dasar inilah yang mendorong orang untuk mengerjakan suatu pekerjaan karena dengan bekerja ia mendapat imbalan yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan tadi.

2. Kebutuhan rasa aman; setelah kebutuhan tingkat dasar terpenuhi maka seseorang berusaha memenuhi kebutuhannya lebih tinggi, yaitu kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan. Kebutuhan ini akan dirasakan mendesak setelah kebutuhan pertama terpenuhi.

3. Kebutuhan sosial; kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk hidup bersama dengan orang lain. Kebutuhan ini hanya dapat terpenuhi bersama masyarakat, karena memang orang lainlah yang dapat memenuhinya bukan diri sendiri.

4. Kebutuhan penghargaan; setiap orang yang normal membutuhkan adanya penghargaan diri meliputi kebutuhan terhadap kekuasaan, prestasi, kekuatan dan kemampuan serta penghargaan nama baik yang meliputi status, keberhasilan, pengakuan, dan penghargaan.

5. Kebutuhan aktualisasi diri; ini merupakan tingkat kebutuhan paling tinggi.

Untuk memenuhinya, seseorang bertindak bukan atas dorongan orang lain tetapi karena kesadaran dan keinginan diri sendiri. Dalam kondisi ini seseorang ingin memperlihatkan kemampuan dirinya secara optimal di tempat masing masing.

Teori berikutnya adalah toeri ERG. Teori ini diusulkan oleh Clayton Alderfer. Menurut Alderfer dalam Daft (2006:369), Toeri ERG miliknya mengidentifikasikan tiga kategori kebutuhan:

1. Kebutuhan kehidupan (existence needs). Ini merupakan kebutuhan akan kesejahteraan fisik.

2. Kebutuhan keterhubungan (relatedness needs). Ini menyinggung kebutuhan akan pemenuhan hubungan dengan orang lain.

3. Kebutuhan pertumbuhan (growth needs). Ini berfokus pada perkembangan potensi manusia dan keinginan akan pertumbuhan pribadi serta kompetensi yang meningkat.

Berikutnya, teori dua faktor. Teori ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Herzberg dalam Daft (2006:372) menjelaskan ada dua faktor yang memberikan kontribusi terhadap perilaku pegawai ditempat kerja. Pertama, faktor higiene yaitu faktor yang melibatkan kehadiran atau ketidakhadiran faktor-faktor yang membuat pekerjaan menjadi tidak memuaskan, termasuk kondisi kerja, bayaran, kebijaksanaan perusahaan dan hubungan antarpersonal. Kedua, faktor motivator yaitu faktor-faktor yang memengaruhi kepuasaan pekerjaan berdasarkan pada pemenuhan kebutuhan tingkat tinggi seperti pencapaian, pengakuan, tanggungjawab, dan peluang pertumbuhan.

Berikutnya adalah teori pengharapan (Valance-Intrumentality-Expectancy) yang dikembangkan oleh Victor Vroom. Menurut Vroom dalam Wijono (2010:46-48) teori ini menjelaskan bahwa motivasi merupakan hasil dari tiga faktor yaitu seberapa besar individu mempunyai keinginan memperoleh nilai

(valance) yang diprediksi oleh individu tersebut tentang kemungkinan bahwa usaha yang akan dilakukan akan menimbulkan harapan bahwa hasil kerjanya diwujudkan dalam bentuk prestasi kerja. Selanjutnya prestasi kerja tersebut akan memperoleh imbalan sebagai instrumentalitas. Nilai (valence) merupakan suatu dorongan yang dapat membuat individu menginginkan suatu imbalan pada waktu dirinya melakukan suatu kegiatan dalam pekerjaannya. Nilai yang terkait dengan suatu imbalan amat dipengaruhi oleh faktor demografi diantaranya usia, tingkat pendidikan, sosial-ekonomi, dan jenis pekerjaan individu. Harapan dapat diketahui dari tingkat kuat atau tidaknya usaha yang dilakukan oleh pegawai selama dia melakukan kegiatan dalam pekerjaannya dan dapat juga dinyatakan dalam bentuk kemungkinan melalui prediksi yang dilakukan oleh seorang pegawai melalui tingkat prestasi yang dicapai yang ditrntukan oleh usaha yang dilakukannya. Setiap pegawai yang mempunyai keinginan bahwa usaha untuk mencapai prestasi yang berupa harapan itu akan memperoleh suatu ganjaran (instrumentality).

Robbins dan Coulter (2010:124) menjelaskan bahwa kunci dari teori ekspektasi ini adalah pemahaman tujuan individu dan tautan antara usaha dan kinerja, antara kinerja dan imbalan, serta antara imbalan dan kepuasan tujuan individu. Teori ini menekankan hadiah atau imbalan. Sebagai hasilnya, kita harus percaya bahwa imbalan yang ditawarkan organisasi sejalan dengan apa yang diinginkan individu.

Terakhir adalah Teori Keadilan (equity theory) yang dibuat oleh Stacy Adams. Sutarto Wijono (2010:52) menjelaskan bahwa teori keadilan ini

mengungkapkan tentang bagaimana perasaan dan reaksi pegawai terhadap sistem imbalan yang diberikan oleh suatu organisasi. Teori ini menyatakan bahwa pegawai membandingkan hasil kerja atau prestasi kerja (keluaran-output) yang mereka peroleh dengan kelayakan imbalan yang telah diterima sebagai masukan (input) atas pekerjaan yang telah mereka lakukan.

Dari ketiga teori di atas, Teori Hierarki Kebutuhan adalah teori yang cukup banyak dianut karena atasan lebih berusaha memenuhi kebutuhan pegawai-pegawainya untuk meningkatkan produktivitas kerja.

2.1.4 Kebutuhan Aktualisasi Diri 1. Pengertian Aktualisasi Diri

Robbins dan Coulter (2010: 110) menyebutkan bahwa kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan seseorang untuk mampu menjadi apa yang diinginkan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Misalnya seorang musisi harus bermain musik, seorang profesor harus mengajar, dan sebagainya. Maslow mengatakan bahwa “What a man can be, he must be”. Patioran (2013: 12) menjelaskan bahwa aktualisasi diri merupakan proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan bakat, sifat-sifat dan potensi potensi psikologis yang unik.

Dari beberapa pengertian di atas yang paling sesuai dengan keadaan dan kondisi pada kantor ini ialah Robbins dan Coulter (2010: 110) yang menyebutkan bahwa kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan seseorang untuk mampu menjadi apa yang diinginkan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Dapat disimpulkan aktualisasi diri merupakan penggunaan semua bakat, pemenuhan semua kualitas dan kapasitas dalam diri seorang individu.

2. Indikator-indikator Kebutuhan Aktualisasi Diri

Menurut Robbins dan Coulter (2010: 110) menyebutkan indikator kebutuhan aktualisasi diri adalah sebagai berikut:

1. Kebutuhan pertumbuhan (growth need)

Kebutuhan pertumbuhan adalah kebutuhan untuk mengetahui dan memahami sesuatu, untuk tumbuh dan berkembang dengan dihargai orang lain.

2. Kebutuhan pencapaian potensi seseorang (achieving one’s potential)

Yaitu kebutuhan seseorang untuk mengembangkan potensi, kemampuan, dan bakat yang ada dalam dirinya secara maksimal.

3. Kebutuhan pemenuhan diri (self-fulfillment)

Yaitu kebutuhan untuk memenuhi keberadaan diri dengan memaksimalkan penggunaan kemampuan dan potensi yang ada dalam dirinya.

4. Kebutuhan dorongan

Yaitu dorongan dalam diri individu untuk mempertahankan keberadaan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Maslow dalam Sarwono (2000) menyebutkan terdapat beberapa indikator dalam mencapai aktualisasi diri yang optimal, yaitu:

1. Persepsi yang tepat terhadap realita

2. Menerima diri sendiri, orang lain, dan lingkungan dengan baik 3. Spontanitas

4. Fokus terhadap target pencapaian 5. Otonomi

6. Kedekatan dengan individu yang lain

7. Mendalami hubungan interpersonal 8. Nyaman dan solid

9. Memiliki selera humor dan bisa bergurau.

Penelitian ini menggunakan indikator yang merupakan adaptasi dari indikator Robbins dan Coulter (2010: 110). Indikator-indikator yang dipilih merupakan indikator yang paling sesuai dengan kondisi kantor.

Maslow menyebutkan bahwa untuk mencapai tahap aktualisasi diri merupakan hal yang tidak mudah karena banyak faktor yang menjadi penghambat baik dari diri individu itu sendiri maupun yang berasal dari luar (masyarakat maupun pengaruh negatif).

Teori Maslow mengatakan bahwa sebuah kebutuhan yang pada dasarnya telah terpenuhi tidak lagi akan memotivasi individu tersebut. Jadi jika ingin memotivasi seseorang, menurut Maslow, kita harus memahami tingkat hierarki di mana orang tersebut berada saat ini dan fokus untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di atau di atas tingkat tersebut.

2.1.5 Kebutuhan Penghargaan 1. Pengertian Penghargaan

Mathis dan Jackson (2006: 424) menyebutkan bahwa penghargaan adalah imbalan yang diberikan oleh perusahaan untuk merekrut, memotivasi, dan mempertahankan orang-orang yang cakap.

Penghargaan merupakan suatu objek berwujud ataupun tidak berwujud ataupun peristiwa yang dihadirkan dalam rangka terjadinya suatu tindakan atau hasil yang diinginkan, yang mana diharapkan tindakan atau hasil tersebut dapat

kembali terjadi pada orang yang sama maupun orang yang berbeda. Pemberian penghargaan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas serta mempertahankan pegawai yang berprestasi supaya tetap berada dalam perusahaan.

2. Indikator-indikator Penghargaan

Menurut Kadarisman (2012: 43) indikator-indikator untuk mengukur variabel penghargaan, yaitu:

1. Gaji

Gaji adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima pegawai sebagai konsekuensi yang telah memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan perusahaan. Gaji umumnya berlaku untuk tarif bayaran mingguan, bulanan, atau tahunan (terlepas dari lamanya jam kerja).

2. Insentif

Insentif adalah bentuk pembayaran langsung yang didasarkan dengan kinerja pegawai dan dimaksudkan sebagai pembagian keuntungan bagi pegawai akibat peningkatan produktivitas. Sedangkan Mathis dan Jackson (2006: 455) menyebutkan bahwa insentif adalah penghasilan tidak tetap pegawai berdasarkan pada kinerja individu, tim, atau organisasional. Tujuan utama dari pemberian insentif adalah untuk mendorong produktivitas pegawai dan efektivitas biaya.

3. Pujian

Pujian merupakan salah satu bentuk penghargaan non materiil. Pujian biasanya diberikan oleh atasan kepada pegawai yang memiliki prestasi kerja sehingga dapat menambah semangat bekerja pegawai tersebut.

4. Cuti

Perusahaan memberikan hari libur kepada pegawai karena alasan-alasan tertentu.

5. Tunjangan

Tunjangan merupakan kompensasi tidak langsung yang diberikan perusahaan kepada pegawai.

Suryo (2007: 28) menyebutkan bahwa indikator penghargaan terdiri dari:

1. Gaji

Bentuk pembayaran yang besarnya tanpa mempertimbangan jam kerja.

2. Insentif

Imbalan yang diberikan perusahaan berdasarkan tingkat penjualan, tingkat keuntungan, atau tingkat produktivitas.

3. Asuransi

Asuransi yang diberikan perusahaan kepada pegawai untuk menjamin kompensasi finansial.

Indikator yang digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari indikator-indikator di atas. Indikator gaji, insentif, pujian, cuti, dan tunjangan merupakan indikator dari Kadarisman (2012: 43). dan indikator pelatihan, pengembangan, dan asuransi merupakan indikator dari Suryo (2007: 28).

Indikator-indikator yang dipilih merupakan indikator yang telah disesuaikan dengan kondisi instansi.

2.1.6 Kebutuhan Sosial 1. Pengertian Kebutuhan Sosial

Kebutuhan sosial adalah hal-hal seperti penerimaan, penghargaan, dan persahabatan. Pada dasarnya, kebutuhan sosial dapat dipenuhi dengan menempa hubungan dengan orang lain. kebutuhan sosial paling sering dibahas dan mengacu dalam kepada hierarki Kebutuhan Maslow

Kebutuhan sosial menunjukkan sifat kebutuhan kita akan orang lain. Ini adalah kebutuhan untuk memiliki, cinta, kasih sayang sama halnya dengan hubungan dengan keluarga dan teman-teman. kebutuhan ini terpenuhi melalui hubungan menyenangkan dan memuaskan dengan orang lain. Hubungan yang menyenangkan dan memuaskan akan mengisyaratkan penerimaan oleh orang lain.

Setelah kebutuhan dasar fisiologis dan keamanan mereka terpenuhi, selanjutnya seseorang mencari kebutuhannya akan cinta dan rasa memiliki agar dapat dipenuhi.

Hirarki Kebutuhan Maslow adalah teori psikologi yang mencoba untuk menjelaskan perilaku manusia. Menurut teori ini, tindakan manusia bergantung pada pemenuhan tujuan. teori Maslow biasanya ditampilkan dalam sebuah piramida dengan lima tingkat. kebutuhan sosial ditempatkan di tingkat ketiga.

kebutuhan sosial ditempatkan sebagai kebutuhan yang tingkat kepentingan nya lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan keamanan dan kebutuhan fisiologis namun lebih tinggi dari harga diri dan aktualisasi diri.

Kebutuhan sosial juga dianggap kebutuhan dasar atau sesuatu yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan. Menurut teori Maslow, kebutuhan sosial penting karena menjalin hubungan emosional sangat penting untuk mencegah kegelisahan, depresi dan rasa kesepian. Maslow juga berpendapat

bahwa manusia membalas emosi dengan tujuan memenuhi kebutuhan sosial mereka sendiri.

Kebutuhan sosial atau sering pula dikatakan dengan affiliation needs Abraham Maslow dalam Sutrisno (2007:131) merupakan kebutuhan tingkat ketiga dimana Maslow menyatakan kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk hidup bersama dengan orang lain. Kebutuhan ini hanya dapat terpenuhi bersama masyarakat, karena memang orang lainlahyang dapat memenuhinya, bukan diri sendiri. Kebutuhan sosial meliputi Kebutuhan untuk di sayangi, di cintai, dan diterima oleh orang lain. Kebutuhan untuk di hormati oleh orang lain, keikutsertaan dalam pergaulan, dan berprestasi.

2. Indikator Kebutuhan Sosial

Terdapat empat golongan kebutuhan sosial (Hasibuan, 2002:155), yaitu:

1. Kebutuhan akan perasaan diterima orang lain di lingkungan tempat tinggal dan bekerja (sense of belonging).

2. Kebutuhan akan perasaan dihormati karena setiap manusia merasa dirinnya penting (sense of performance).

3. Kebutuhan akan kemajuan dan tidak gagal (sense of achievement).

4. Kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation).

2.1.7 Prestasi Kerja 1. Pengertian Prestasi Kerja

Organisasi adalah kumpulan orang yang memiliki kompetensi yang berbeda-beda, yang saling tergantungan satu dengan yang lainnya, yang berusaha untuk mewujudkan kepentingan bersama mereka,dengan memanfaatkan berbagai

sumber daya. Pada dasarnya tujuan bersama yang ingin diwujudkan oleh organisasi adalah mencari keuntungan. Oleh karena itu, diperlukan pegawai-pegawai yan mempunyai prestasi kerja yang tinggi.

Byars dan Rue dalam Sutrisno (2009:150) mengartikan prestasi sebagai tingkat kecakapan seseorang pada tugas-tugas yang mencakup pada pekerjaannya.

Porter dan Lawler dalam Wijono (2010:59) mengatakan bahwa prestasi kerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang individu untuk ukuran yang telah ditetapkan dalam suatu pekerjaan. Lebih jelas Guion (1965) dalam Wijono (2010:60) mengatakan bahwa prestasi kerja mempunyai dua hal, yaitu pertama, secara kuantitas mengacu pada “hasil”,dari suatu kerja yang dilakukan seperti sejumlah pengeluaran barang oleh individu per jam. Kedua, dari sudut kualitas, juga prestasi kerja mengacu pada “bagaimana sempurna” seseorang itu melakukan pekerjaannya. Misalnya, barang yang dikerjakannya harusnya berkualitas. Jadi, prestasi kerja bisa dinilai dari kualitas kerja,kuantitas kerja, keterikatan, keahlian merencanakan, daya usaha dalam pekerjaan, dan prestasi secara keseluruhan serta ditentukan juga oleh faktor keahlian, minat, motivasi, dan situasi pekerjaan.

2. Penilaian Prestasi Kerja

Dalam sebuah organisasi atau perusahaan, para pegawai, supervisor, manajer dan sebagainya juga dilakukan penelitian. Namun dalam hal ini penilaian diarahkan kepada prestasi kerja. Sehingga fokus penilaiannya asalah sejauh mana seorang pegawai, supervisor, manajer tersebut telah melaksanakan pekerjaannya untuk mengetahui pegawai tersebut sudah bekerja sesuai dengan apa yang diharapkan oleh organisasi atau belum.

Sutrisno (2009:153) memberikan defenisi penilaian prestasi sebagai berikut. Penilaian prestasi merupakan sebuah proses formal untuk melakukan peninjauan kembali dan evaluasi prestasi kerja secara priodik. Kegiatan-kegiatan itu terdiri dari identifikasi, observasi, pengukuran, dan pengembangan hasil kerja pegawai dalam sebuah organisasi. Panggabean (2002:66) menjelaskan bahwa tahap identifikasi merupakan tahap awal dari proses yang terdiri atas penentuan unsur-unsur yang akan diamati. Kegiatan ini diawali dengan melakukan analisis pekerjaan agar dapat mengenal unsur-unsur yang akan dinilai dan dapat mengembangkan skala penilaian. Observasi berarti ada pengamatan secara seksama dan periodik. Semua unsur yang dinilai harus diamati secara seksama agar dapat dibuat penilaian yang wajar dan tepat.

Murphy dan Cleveland dalam Sutrisno (2009:154) menegaskan arti penting dari penilaian dari prestasi kerja yaitu: untuk memperoleh informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kegiatan sumber daya manusia yang lain seperti perencanaan dan pengembangan karier, program kompensasi dan pemberhentian pegawai. Mathis dan Jackson dalam Sri Budi (2005:95) menetapkan lima standar utama dalam melakukan penilaian terhadap prestasi/kinerja pegawai yaitu:

1. Jumlah keluaran (quantity of output). Standar ini lebih banyak digunakan untuk menilai prestasi pegawai dibagian produksi/teknis. Standar ini dilakukan dengan cara membandingkan antara besarnya jumlah keluaran yang seharusnya (standar normal) dengan kemampuan sebenarnya.

2. Kualitas keluaran (quality of output). Standar kualitas menekankan pada kualitas produk yang dihasilkan daripada jumlah keluaran. Artinya, semakin sedikit jumlah produk yang cacat maka semakin tinggi prestasinya.

3. Waktu keluaran (timeliness of output). Apabila pegawai dapat mempersingkat waktu proses sesuai dengan standar, maka pegawai itu dapat dikatakan memiliki prestasi yang baik.

4. Tingkat kehadiran (presences at work). Sebagian organisasi mengukur prestasi kerja dengan melihat daftar hadir. Asumsi yang digunakan adalah jika kehadiran pegawai dibawah standar, maka pegawai tersebut tidak akan mampu memberikan kontribusi yang optimal terhadap organisasi.

5. Kerja sama. Standar ini biasanya digunakan untuk menilai kinerja pegawai pada tingkat supervisor dan manajer. Keterlibatan seluruh pegawai dalam mencapai target yang ditetapkan akan memengaruhi keberhasilan bagian yang diawasi.

Lebih lanjut, Budi (2005:97) menjelaskan ada beberapa metode dalam penilaian kerja :

1. Graphic Rating Scales ( Skala Rating)

2. Critical Incidents Methods ( Inseden-insiden kritis) 3. Descriptive Essays

4. Work Standards (Standar Kerja) 5. Ranking Methods

6. Forced Distribution ( Distribusi yang dipaksa)

7. Forced-choice and Weighted Checklist Performance Report ( Pemilihan yang Dipaksakan dan Laporan Pemeriksaan Kinerja Tertimbang)

8. Behaviorally Anchored Scales

9. Metode Pendekatan Management by Objective (MBO)

Landy dan rekan-rekannya (1978;1980) dalam Panggabean (2002:71) mengemukakan bahwa penilaian prestasi akan terasa wajar dan tepat apabila:

1. Penilaian prestasi dilaksankan secara priodik

2. Penilai memahami betul tingkat kinerja dari mereka yang dinilai tentang tugas-tugas yang akan dilakukan

3. Penilai terlibat dengan pegawai dalam penentuan rencana yang dapat digunakan untuk mengurangi kelemahan.

Hasil dari penilaian prestasi dapat digunakan untuk menentukan kenaikan gaji dan promosi.

2.1.7.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Prestasi Kerja

Menurut Byar dan Rue dalam Sutrisno (2009: 165) terdapat dua faktor yang mempengaruhi Prestasi Kerja , yaitu faktor individu dan faktor lingkungan. Faktor –faktor individu yang di maksud adalah :

1. Usaha (effort) yang menunjukkan sejumlah sinergi fisik dan mental yang digunakan dalam menyelenggarakan gerakan tugas

2. Abilities yaitu sifat-sifat personal yang di perlukan untuk melaksanakan tugas 3. Role/Task perception yaitu segala perilaku dan aktivitas yang dirasa perlu

oleh individu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan

Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi prestasi kerja adalah, Kondisi fisik, peralatan, waktu, material, pendidikan, supervisi, desain organisasi, pelatihan dan keberuntungan.Faktor-faktor lingkungan, tidak secara langsung menentukan prestasi kerja melainkan mempengaruhi faktor-faktor individu.

Sofyandi (2008:124) lebih ringkas menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi penilaian prestasi kerja:

1. Karakteristik situasi, 2. Diskripsi pekerjaan,

3. Tujuan-tujuan penilaian kinerja,

4. Sikap para pegawai dan manajer terhadap evaluasi.

Dokumen terkait