• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Teori-teori yang Mendukung

2.1.1.1Belajar

1. Pengertian belajar

Teori Kognitivisme berpandangan bahwa belajar merupakan proses

internal manusia yang mencakup beberapa aspek seperti ingatan, pengolahan

informasi, emosi dan aspek kejiwaan lainnya (Suyono dan Hariyanto,

2011:75). Belajar merupakan suatu aktivitas mental ataupun psikis yang

berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan dan dapat

menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengalaman, keterampilan, nilai, dan

sikap yang dimiliki oleh seseorang (Winkle, 2004:59). Belajar merupakan cara

seseorang dalam memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan,

memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian dengan

melakukan aktivitas.

Belajar adalah mengunpulkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk

informasi atau dalam bentuk materi pelajaran (Syah, 2003:64). Belajar

merupakan proses memperoleh pengetahuan, yaitu proses memahami dan

menjadi tahu melalui pengalaman nyata dalam bentuk informasi. Pengetahuan

dilahirkan dari pengalaman yang terjadi berulang kali. Pada dasarnya,

pengetahuan sudah tersedia di alam, siswa berkesempatan untuk

mengeksplorasi, menggali dan menemukan untuk memperoleh pengetahuan.

Melalui belajar seseorang membentuk pola respon yang baru yaitu

keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan.

Belajar merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang dalam

memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman sendiri

dengan lingungan sekitarnya (Slameto, 2010:2). Jadi, belajar tidak terbatas

pada pembelajaran di sekolah, tetapi belajar mengandung arti luas yaitu

sebagai suatu kegiatan manusia dalam usaha memperoleh pengetahuan. Belajar

dapat dilakukan manusia di setiap harinya dalam hidup bersama dengan

manusia lain. Belajar merupakan proses perolehan pengetahuan dan suatu

kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang. Akibat dari pengalaman belajarnya,

seseorang dapat mengubah pola perilakunya ke arah yang positif sesuai dengan

perolehan pengetahuan dari pengalaman belajarnya.

2. Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yaitu faktor internal, faktor

eksternal, dan faktor pendekatan belajar (Syah, 2003:144). Faktor internal

meliputi aspek fisiologis dan aspek psikologis, faktor eksternal meliputi

lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial, sedangkan faktor pendekatan

belajar adalah cara atau strategi yang diterapkan oleh siswa dalam belajar

(Syah, 2003:145). Keberhasilan belajar ternyata dipengaruhi oleh banyak

belajarnya, demikian pula dengan lingkungan sosial maupun lingkungan

nonsosialnya.

Berikut ini adalah tabel yang berisi faktor-faktor pengaruh keberhasilan

belajar menurt Syah (2003:156):

Tabel 2.1 faktor pengaruh keberhasilan belajar

Ragam Faktor dan Unsur-unsurnya

Internal siswa Eksternal siswa Faktor pendekatan

1. Aspek fisiologis - keadaan jasmani - mata dan telinga

2. Aspek Psikologis - inteligensi - sikap - minat - bakat - motivasi 1. Lingkungan sosial - keluarga - guru dan staf - masyarakat - teman 2. Lingkungan nonsosial - rumah - sekolah - peralatan - alam 1. Pendekatan tinggi - speculative - achieving 2. Pendekatan menengah - analitical - deep 3. Pendekatan rendah - reproductive - surface 3. Prinsip-prinsip belajar

Menurut Hanafiah dan Cucu (2012:18) belajar sebagai kegiatan

sistematis dan kontinu memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Belajar berlangsung seumur hidup

b. Proses belajar adalah kompleks namun terorganisir

c. Belajar berlangsung dari yang sederhana menuju yang kompleks

d. Belajar dari yang faktual menuju konseptual

e. Belajar mulai dari yang kongkret menuju abstrak belajar merupakan bagian

dari perkembangan.

f. Keberhasilan belajar dipengarui oleh faktor bawaan, lingkungan,

g. Belajar mencangkup semua aspek kehidupan yang penuh makna, dalam

rangka membangun manusia seutuhnya dan bulat, baik dari sisi agama,

ideologi, politik ekonomi, sosial budaya, dan ketahanan

h. Kegiatan belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu, baik dalam

lingkungan keluarga, sebagai pendidikan awal bagi lingkungan masyarakat,

dan lingkungan sekolahnya.

i. Belajar keberlangsungan dengan guru maupun tanpa guru. Guru bukanlah

satu-satunya sumber belajar, tetapi masih banyak sumber belajar lainnya.

j. Belajar yang berencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi.

k. Dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan lingkungan internal seperti

hambatan psikis dan fisik, dan eksternal, seperti lingkungan yang kurang

emndukung, baik sosial, budaya, ekonomi, keamanan, dsb.

l. Kegiatan belajar tertentu diperlukan adanya bimbingan dari orang lain,

emngingat tidak semua bahan ajar dapat dipelajari sendiri.

4. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar sebagai sesuatu yang bersifat khas dari hasil proses

belajar yang dilakukan oleh siswa secara sebagai alat ukur kemapuan yang

diperoleh siswa selama mengikuti proses belajar (Masidjo, 1995). Prestasi

belajar adalah prestasi yang diperoleh siswa setelah siswa melakukan

kegiatan belajar, prestasi belajar dapat diukur menggunakan nilai yang

diperoleh oleh siswa selama melangsungkan serangkaian kegiatan

belajarnya. Misalnya siswa dikatakan memiliki prestasi belajar apabila

belajar yang baik apabila banyak memperoleh pengetahuan dari proses

belajarnya, prestasi yang baik dapat memberikan rasa puas bagi diri siswa

sekaligus sebagai motivasi belajar untuk mendapatkan prestasi yang lebih

baik lagi.

Prestasi adalah hasil belajar yang meliputi segenap ranah psikologis

yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa (Syah,

2003:216). Jadi, prestasi belajar adalah gambaran hasil belajar siswa yang

meliputi perubahan tingkah laku akibat dari proses belajar yang dialami

siswa dalam waktu tertentu. Prestasi siswa dapat mengalami perubahan

dengan hasil usahanya selama melangsungkan kegiatan belajar baik di kelas

maupun di luar kelas.

b. Indikator Prestasi Belajar

Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data keberhasilan siswa

dalam belajar adalah dengan mengetahui garis-garis besar indikator sebagai

penunjuk bahwa adanya prestasi yang akan diukur (Syah, 2003:216). Untuk

mengetahui sejauh mana prestasi belajar yang diperoleh oleh siswa, maka

yang harus diketahui terlebih dahulu adalah indikator-indikatornya yang

dalam hal ini adalah indikator prestasi belajar.

Indikator prestasi belajar yang digunakan sebagai pedoman

pengukuran merupakan dasar untuk menyusun alat evaluasi (Syah,

2003:216). Jadi indikator prestasi belajar adalah sebagai penunjuk atau

dasar dalam mengukur prestasi. Siswa dikatakan memiliki peningkatan

prestasi dengan pedoman indikator prestasi belajar sebagai ukurannya.

Tabel 2.2 Indikator Prestasi Belajar

Ranah/Jenis Prestasi Indikator Cara Evaluasi

A. Ranah cipta (Kognitif) 1. Pengamatan 2. Ingatan 3. Pemahaman 4. Aplikasi/Penerapan 5. Analsis 6. Sintetis 1. Dapat menunjukkan 2. Dapat membandingkan 3. Dapat menghubungkan 1. Dapat menyebutkan

2. Dapat menunjukkan kembali 1. Dapat menjelaskan

2. Dapat mendefinisikan dengan lisan sendiri 1. Dapat memberikan contoh 2. Dapat menggunakan secara

tepat

1. Dapat menguraikan 2. Dapat mengklasifikasikan 1. Dapat menghubungkan

materi-materi, sehingga menjadi kesatuan baru 2. Dapat menyimpulkan 3. Dapat menggeneralisasikan 1. Tes lisan 2. Tes tertulis 3. Observasi 1. Tes lisan 2. Tes tertulis 1. Tes lisan 2. Tes tertulis 1. Tes tertulis 2. Pemberian tugas 3. Observasi 1. Tes tertulis 2. Pemberian tugas 1. Tes tertulis 2. Pemberian tugas

B. Ranah Rasa (Afektif) 1. Penerimaan 2. Sambutan 3. Apresiasi (sikap menghasrgai) 4. Internalisasi (pendalaman) 5. Karakterisasi (penghayatan) 1. Menunjukkan sikap menerima 2. Menunjukkan sikap menolak 1. Kesediaan berpartisipasi/terlibat 2. Kesediaan memanfaatkan 1. Menganggap penting dan

bermanfaat

2. Menganggap indah dan harmonis

3. Mengaguni

1. Mengakui dan meyakini 2. Mengingkari

1. Melembagakan atau meniadakan

2. Menjelmakan dalam pribadi dan perilaku sehari-hari

1. Tes tertulis 2. Skala sikap 3. Observasi

1. Tes skala sikap 2. Pemberian tugas 3. observasi

1. Tes skala penilaian sikap

2. Pemberian tugas 3. Observasi

1. Tes skala sikap 2. Pemberian tugas ekspresif 1. Pemberian tugas ekspresif dan proyektif 2. Observasi C. Ranah Karsa (Psikomotorik) 1. Keterampilan bergerak dan bertindak Kecakapan mengkoordinasikan gerak mata, tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya.

1. Observasi 2. Tes tindakan

2. Kecakapan ekspresi verbal dan non-verbal

1. Kefasihan

melafalkan/mengucapkan 2. Kecakapan membuat mimik

dan gerakan jasmani

1. Tes lisan 2. Observasi 3. Tes tindakan

c. Tes Prestasi

Tes prestasi bertujuan untuk mengukur hasil yang telah dicapai oleh

siswa dalam belajar (Azwar, 2012:13). Tes prestasi disusun sebagai alat

ukur bagi siswa yang telah melaksanakan kegiatan belajar, yaitu untuk

mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam belajar. Menurut

Gronlund dalam Azwar (2012:18) prinsip dasar dalam pengukuran prestasi

adalah sebagai berikut:

1) Tes prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara jelas

sesuai dengan tujuannya.

2) Tes prestasi harus mengukur suatu sampel dari hasil belajar dan dari

materi yang dicakup oleh materi ajar.

3) Tes prestasi harus berisi butir-butir soal dengan tipe yang paling cocok

guna mengukur hasil belajar yang diinginkan.

4) Tes prestasi harus dirancang sedemikian rupa dengan maksud agar sesuai

dengan tujuan penggunaan hasilnya.

5) Reliabilitas atau keterpercayaan tes prestasi diusahakan setinggi mungkin

dan hasil ukurnyaharus ditafsirkan secara hati-hati.

6) Tes prestasi harus dapat digunakan untuk meningkatkan belajar para

siswa.

Seseorang dapat mencapai prestasi belajar yang baik dari hasil

interaksinya dengan berbagai faktor yang ada, faktor tersebut terdiri dari

faktor eksternal dan faktor internal (Slameto, 2010).

1) Faktor Internal

Faktor yang berasal dari dalam diri siswa disebut faktor intern.

Faktor intern yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa

diantaranya adalah faktor Jasmani, faktor psikologis, Inteligensi siswa,

bakat siswa, minat siswa, dan kematangan (Slameto, 2010).

2) Aspek Fisiologis

Faktor kesehatan dan kondisi tubuh dapat mempengaruhi prestasi

belajar siswa, cacat tubuh pada seorang siswa juga akan berpengaruh

terhadap prestasi yang dicapainya. Kondisi jasmani yang ideal akan

mempengaruhi semangat siswa dalam melangsungkan kegiatan belajar.

Kondisi tubuh yang lemah dan organ-organ tubuh yang tidak ideal, dapat

menurunkan semangat dan kualitas belajar siswa. Kondisi tubuh yang

sehat akan lebih baik untuk melangsungkan proses belajar dan mencapai

prestasi yang baik, untuk itu seorang siswa hendaknya dapat memelihara

kesehatan agar tidak mengganggu belajarnya, dengan demikian siswa

akan mendapat prestasi yang mamuaskan.

3) Aspek Psikologis

Aspek psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar

meliputi banyak hal diantaranya adalah inteligensi siswa, bakat siswa,

minat siswa, dan kematangan siswa, yang masing-masing sangat

a) Inteligensi siswa

Intelegensi merupakan kemampuan psikologi dan fisik untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungan secara tepat (Syah, 2012:131).

Intelegensi juga disebut sebagai kempuan umum dimana seseorang

dapat menyesuaikan diri, belajar, serta berpikir abstrak (Subini, dkk.

2012:86). Siswa yang memiliki tingkat intelensi tinggi lebih memiliki

potensi untuk mencapai prestasi yang tinggi daripada yang memiliki

tingkat intelegensi yang rendah. Intelegensi memiliki pengaruh yang

besar terhadap pencapaian prestasi belajar.

b) Sikap siswa

Sikap siswa merupakan dimensi afektif sebagai gejala internal

yang memiliki kecenderungan untuk merespon objek tertentu secara

relatif tetap (Syah, 2012:132). Sikap memiliki kecenderungan

bagaimana seorang individu merespon atau memberi reaksi terhadap

situasi, sikap juga menentukan apa yang dicari oleh seorang individu

dalam hidupnya (Syah, 2012:132). Dalam proses belajar sikap siswa

menentukan bagaimana prestasi belajar yang diperolehnya, guru dapat

mengetahui hal itu melalui perilaku siswa dalah kesehariannya.

c) Bakat siswa

Bakat merupakan unsur penting yang dimiliki oleh seseorang

dalam pencapaian keberhasilannya di masa depan (Syah, 2012:133).

Siswa akan mendapatkan prestasi yang tinggi ketika materi pelajaran

atau bidang ilmu yang dipelajari sesuai dengan bakat dan

ilmu yang tidak sesuai dengan bakatnya. Siswa akan dengan mudah

mengolah pengetahuannya terhadap materi pelajaran tertentu ketika ia

sudah memiliki bakat terhadap bidang ilmu tersebut.

d) Minat siswa

Pada dasarnya minat merupakan suatu rasa ketertarikan atau

rasa lebih suka terhadap suatu hal atau aktifitas tertentu tanpa adanya

dorongan dari orang lain (Slameto, 2002:180). Pengaruh yang besar

terhadap prestasi belajar siswa salah satunya adalah minat siswa

dalam belajar. Ketika siswa mempelajari suatu bidang ilmu

disukainya, prestasi belajar yang diperolehnya akan lebih tinggi

dibandingkan siswa yang mempelajari suatu bidang ilmu yang tidak

disukainya.

e) Motivasi siswa

Motivasi dibedakan menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan

motivasi ekstrinsik, motivasi intrinsik merupakan dorongan yang

berasaol dari dalam diri seseorang sedangkan motivasi ekstrinsik

adalah dorongan dari luar diri seseorang (Syah, 2012:89). Motivasi

berperan penting dalam usaha manusia mencapai keberhasilan pada

suatu bidang, baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu.

Faktor ekstern yang mampu mempengarui belajar dibagi emnjadi tiga

kelompok, yakni faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat

a) Faktor Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan yang paling menentukan

bagaimana pola kehidupan anak dan berpengaruh pada kehidupan

anak (Subini, dkk., 2012:92). Orang tua yang mendidik anak dengan

cara yang baik, akan berbengaruh terhadap pencapaian prestasi belajar

siswa, demikian juga dengan relasi yang baik antar anggota keluarga

dan suasana rumah yang menyenangkan. Dalam hal tertentu, ekonomi

yang cukup dlam suatu keluarga juga dapat berpengaruh terhadap

pencapaian prestasi belajar siswa terkait dengan pemenuhan

kebutuhan dalam pendidikan.

b) Faktor Sekolah

Kurikulum merupakan cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

pendidikan tertentu (Subini,dkk., 2012:96). Sekolah yang menerapkan

kurikulum yang baik dan sesuai akan mendukung siswa dalam meraih

prestasi belajar secara optimal.

Sekolah yang menggunakan metode belajar baik, menarik, dan

sesuai tentu akan mempengaruhi pencapaian prestasi para siswanya.

Sarana dan prasarana yang memadai akan sangat membantu proses

belajar para siswa hingga mencapai prestasi baik. Tenaga pendidik

yang berkompeten tentu juga turut mempengaruhi perolehan prestasi

siswa selama melangsungkan kegiatan belajar. Model pembelajaran

memahami setiap pokok materi yang dipelajari, sehingga model

pembelajaran yang sesuai dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Kurikulum merupakan cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

pendidikan tertentu (Subini, dkk., 2012:96). Sekolah yang

menerapkan kurikulum yang baik dan sesuai akan mendukung siswa

dalam meraih prestasi belajar secara optimal.

c) Faktor Masyarakat

Pergaulan siswa di lingkungan masyarakat dapat mempengaruhi

pencapaian prestasi belajar siswa. Masyarakat yang baik dan peduli

terhadap pendidikan akan memotivasi siswa untuk belajar lebih giat

hingga dapat mencapai prestasi yang baik, tetapi masyarakat yang

tidak mempedulikan pendidikan tidaka akan memotivasi siswa untuk

belajar seshingga tidak mendapat prestasi belajar yang memuaskan

2.1.1.2Model Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang

mengutamakan adanya kelompok-kelompok (Rahardjo, 2012:241). Setiap

kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi,

karena dengan bertatap muka dan berdiskusi dapat memberikan sinergi yang

menguntungkan bagi setiap anggota kelompok (Lie, 2010:33). Pembelajaran

kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem

pengelompokan kecil yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai

berbeda (Sanjaya, 2011:242). Model pembelajaran kooperatif merupakan

suatu model pembelajaran yang mementingkan kerja sama dalam kelompok.

Guru menyajikan beberapa informasi kepada siswa terkait dengan materi

yang akan dipelajari secara spesifik. Selanjutnya guru mengorganisasikan

siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil yaitu kelompok belajar. Siswa

masuk ke dalam masing-masing kelompoknya dan guru membimbing siswa

dalam belajar di dalam kelompok, guru juga memfasilitasi siswa dalam

kelompok belajar menggunakan media pembelajaran yang telah disiapkan oleh

guru. Pembelajaran berlangsung dengan interaksi yang positif dalam kelompok

dan guru menjadi pendamping siswa selama menjalani proses pembelajaran.

Setelah kegiatan pembelajaran selesai, guru mengevaluasi hasil belajar siswa

tentang materi pembelajaran yang telah dipelajari dalam kelompok. Evaluasi

diberikan kepada masing-masing indivisu untuk mengukur kempuan siswa

dalam memahami materi pelajaran.

Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif diawali dengan

penyampaian tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan menjelaskan materi

pelajaran yang akan dipelajari serta memotivasi siswa agar semangat dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran (Rahardjo, 2012). Pembelajaran kooperatif

dilaksanakan dengan langkah-langkah jelas dan sangat nampak dalam

pelaksanaannya. Jadi dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif harus

menggunakan langkah-langkah yang telah ditetapkan agar kegiatan

pembelajaran dapat berlangsung seacara efektif.

Jadi, model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang

kelompok-kelompok kecil dalam proses kegiatan belajarnya. Setiap siswa yang ada

dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda, dan tidak

menutup kemungkinan adanya perbedaan ras, budaya, dan suku (Sanjaya,

2011:248). Dalam proses pembelajaran yang mengguanakan model

pembelajaran kooperatif, siswa didorong untuk bekerja sama dan berkoordinasi

dengan kelompoknya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.

Kerja sama dalam model pembelajaran kooperatif sangat penting dalam

menyelesaikan permasalahan dalam memproses pengetahuan yang dalam

rangka mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif telah

dibuktikan dapat diterapkan dalam berbagai mata pelajaran dan untuk semua

usia (Isjoni, 2012:23).

2. Unsur-unsur Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Lie (2010:30-35) terdapat lima unsur model pembelajaran

kooperatif, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan,

tatap muka atau interaksi promotif, komunikasi antar anggota, dan pemrosesan

kelompok, yang akan diuraikan sebagai berikut:

a. Saling ketergantungan positif

Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif menunjukkan dua

pertanggungjawaban kelompok, yaitu mempelajari bahan yang ditugaskan

kepada kelompok dan menjamin semua anggota kelompok secara individu

mempelajari bahan yang ditugaskan kepada anggota kelompok (Suprijono,

2009:58). Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, seorang guru

harus menyelesaikan tugasnya masing-masing dan anggota kelompok yang

lain juga dapat mencapai tujuannya (Lie, 2010:32).

Ada beberapa cara membangun sikap saling ketergantungan positif

antar anggota kelompok yaitu dengan menumbuhkan keyakinan bahwa

dengan bekerja sama maka tujuan akan tercapai, saling mendukung, saling

melengkapi, dan saling percaya (Suprijono, 2009:59).

b. Tanggung jawab perseorangan

Tanggung jawab perseorangan merupakan akibat langsung dari adanya

unsur ketergantungan positif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab

untuk melakukan yang terbaik demi tercapainya tujuan di dalam kelompok

(Lie, 2010:33).

Tanggung jawab perseorangan di dalam kelompok dapat ditumbuhkan,

diantaranya dengan cara meminimalisir anggota kelompok, melakukan

penilaian terhadap siswa, mengamati siswa di dalam kelompok dan

mencatat frekuensinya dalam berpartisipasi aktif, menugasi salah satu

anggota kelompok untuk memeriksa pekerjaan kelompoknya (Suprijono,

2009:60)

c. Tatap muka atau interaksi promotif

Tatap muka atau interaksi promotif dapat menghasilkan saling

ketergantungan positif, ciri-ciri interaksi promotif menurut Suprijono

(2009:60) adalah sebagai berikut:

1) Saling membantu secara efektif dan efisien.

2) Saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan.

4) Saling mengingatkan.

5) Saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan

argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap

masalah yang dihadapi.

6) Saling percaya.

7) Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama di dalam

kelompok.

d. Komunikasi antar anggota

Tidak semua siswa di dalam kelompok memiliki keahlian dalam hal

mendengarkan dan berbicara, untuk itu guru perlu mengajarkan teknik

berkomunikasi mengingat keberhasilan suatu kelompok dalam

pembelajaran kooperatif juga bergantung pada kesediaan para anggotanya

untuk saling mendengarkan dan menyampaikan pendapat (Lie, 2010:34).

Keterampilan yang perlu dikembangkan dalam komunikasi antar

anggota yaitu dengan saling mengenal dan mempercayai, saling

berkomunikasi, saling menerima dan memberi dukungan, serta mampu

menyelesaikan konflik kelompok dengan baik (Suprijono, 2009:61)

e. Pemrosesan kelompok

Pemorosesan kelompok berarti pengambilan nilai, agar dapat

diidentifikasi apakah pembelajaran kooperatif berlangsung sesuai dengan

tahapan yang benar, serta dapat diketahui kontribusi dari masing-masing

siswa sebagai anggota kelompok (Suprijono, 2009:61). Pemrosesan

dilakukan setiap pembelajaran selesai atau bisa dilakukan beberapa waktu

kemudian setelah beberapa kali diadakan pembelajaran (Lie, 2010:35).

3. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif dilaksanakan dengan tujuan untuk

mencapai hasil belajar yang berupa prestasi akademik, toleransi, menerima

keragaman, dan mengembangkan keterampilan sosial (Suprijono, 2009:61).

Peneapan model pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa dalam

mencapai hasil belajar yang maksimal. Hasil belajar yang dicapai tidak hanya

terbatas pada prestasi akademis, tetapi meliputi banyak hal termasuk

keterampilan sosial.

Tujuan utama model pembelajaran kooperatif adalah agar siswa dapat

belajar di dalam kelompok bersama dengan teman-temannya dan saling

menghargai pendapat orang lain serta membeerikan kesempatan kepada orang

lain untuk menyampaikan gagasannya (Isjoni, 2012:9). Tujuan pembelajaran

kooperatif adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang

bertanggung jawab dalam kegiatan belajar bersama (Suprijono, 2009:60).

4. Model-model Pembelajaran Kooperatif

Semua tipe dari model pembelajaran kooperatif sangat baik untuk

meningkatkan prestasi belajar dan keaktifan siswa (Rahardjo, 2012). Dalam

penerapannya tipe-tipe model pembelajaran kooperatif akan terlihat sesuai dan

berjalan secara maksimal apabila penggunaanya disesuaikan dengan mata

pelajarannya. Keefektifan pembelajaran kooperatif dapat terlihat jelas apabila

Model pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa tipe, yaitu model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, model pembelajaran kooperatif tipe

Number Heads Together (NHT), model pembelajaran kooperatif tipe Student

Team Achievement Divisions (STAD), model pembelajaran kooperatif tipe

Team Assited Individualization (TAI), model pembelajaran kooperatif tipe

Team Games Tournament (TGT), model pembelajaran kooperatif tipe

Learning Together, model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation

(GI) (Rahardjo, 2012:243).

5. Jigsaw I

Penelitian ini lebih dominan membahas model pembelajaran kooperatif

tipe Jigsaw I, karena penelitian ini dilakukan untuk menguji perbedaan prestasi

belajar IPS siswa kelas V semester 2 antara kelas yang menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan kelas yang tidak menggunakannya.

Jigsaw I mengembangkan kegiatan membaca menulis, mendengarkan, dan

berbicara, serta cocok untuk diterapkan di semua kelas dan tingkatan (Lie,

2010:69). Jigsaw I dapat digunakan secara efektif di setiap tingkatan kelas

dimana siswa telah memiliki pemahaman pemahaman yang baik, dapat

membaca, serta memiliki keterampilan bekerja sama di dalam kelompok

(Isjoni, 2012:83). Jadi model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw I dapat

Dokumen terkait