• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori-teori yang Relevan

Teknologi berkembang sangat pesat di seluruh dunia. Perkembangan teknologi ini mempengaruhi seluruh bidang yang ada didunia tanpa kecuali bidang pendidikan. Sekarang ini, pembelajaran di sekolah tidak hanya mengunakan media yang berbentuk gambar atau teks saja untuk mendukung perkembangan siswa tetapi menggunakan kombinasi gambar, animasi, suara, teks, video, dan lainnya sehingga dapat membuat siswa belajar secara aktif dan dapat berinteraksi langsung sesuai dengan karakteristik siswa pada masa sekolah. Pada dunia pendidikan media gabungan tersebut dinamakan multimedia interaktif.

Kata multimedia interaktif terdiri dari dua kata yang memiliki pengertian masing-masing, yaitu multimedia dan interaktif. Multimedia adalah penyediaan informasi pada komputer yang menggunakan suara, grafik, animasi, dan teks (KBBI, 2008:937). Multimedia identik dengan komputer. Interaktif adalah sesuatu yang bersifat saling melakukan aksi, antarhubungan, dan saling aktif (KBBI, 2008:542).

Menurut Daryanto (2011:49), multimedia interaktif adalah media gabungan yang dilengkapi dengan alat pengontrol yang dioperasikan oleh pengguna sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk proses selanjutnya. Pendapat tersebut didukung oleh pendapat Munir (2009:213) yang juga mengatakan bahwa multimedia interaktif adalah gabungan media yang saling berinteraksi sehingga memberikan kemudahan kepada pembelajar untuk belajar di sekolah dengan interaktif. Kedua pendapat tersebut juga sejalan dengan pendapat Munadi (2010:152), hanya saja Munadi menambahkan bahwa multimedia

7 interaktif dapat menjalankan fungsi guru sebagai sumber belajar yang cukup efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Manfaat multimedia interaktif dalam pembelajaran (Daryanto, 2011:50) yaitu, (1) agar proses pembelajaran lebih menarik dan interaktif, (2) dapat meningkatkan kualitas belajar siswa, (3) mengurangi waktu mengajar, (4) proses belajar mengajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, dan (5) dapat meningkatkan sikap belajar siswa. Multimedia interaktif juga memiliki beberapa kekurangan yaitu, (1) pengembangannya memerlukan tim yang professional dan (2) pengembangannya memerlukan waktu yang cukup lama.

Dari penjelasan tersebut, dapat dikatakan multimedia interaktif adalah multimedia yang dapat menimbulkan komunikasi yang aktif terhadap siswa melalui pengintegrasian teks, grafik, dan suara. Multimedia interaktif cocok digunakan dalam proses pembelajaran pada siswa SD karena dapat menimbulkan minat dan keterampilan siswa serta sesuai dengan karakteristik siswa SD. Walaupun multimedia interaktif memiliki kekurangan, multimedia interaktif tetap dapat meningkatkan motivasi belajar siswa serta mengatasi permasalahan perbedaan kecepatan pemahaman teori oleh siswa.

2.1.1.2 Modul Pembelajaran 1. Pengertian Modul

Modul pembelajaran sering digunakan oleh guru dalam pembelajaran di sekolah. Modul adalah unit kecil dari kegiatan program belajar mengajar yang dapat dipelajari oleh siswa dengan bantuan yang minimal dari guru pembimbing, meliputi perencanaan tujuan yang akan dicapai secara jelas, penyediaan materi, alat pembelajaran, alat untuk menilai, dan pengukur keberhasilan murid dalam belajar (KBBI, 2008:924). Pendapat tersebut juga didukung oleh pendapat Munadi (2010:99) yang mengatakan bahwa modul merupakan bahan ajar yang digunakan siswa secara mandiri dan sedikit mungkin mendapatkan bantuan dari orang lain. Munandi menambahkan bahwa di dalam modul terdapat tujuan pembelajaran, kegiatan, dan evaluasinya.

Tidak berbeda jauh dengan pendapat dari KBBI dan Munandi, Santyasa (2009:9), mengatakan modul adalah cara pengorganisasian materi pelajaran yang

8 memperhatikan fungsi siswa sehingga siswa mendapat informasi verbal, keterampilan intelektual, keterampilan kognitif, sikap dan motorik. Pendapat dari Santyasa sejalan dengan pendapat yang diberikan oleh Prastowo (2011:106) yang juga berpendapat bahwa modul merupakan bahan ajar yang diberikan kepada siswa yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kemampuan siswa sehingga materi mudah dipahami oleh siswa. Selain itu bahasa yang digunakan seharusnya mudah dimengerti siswa.

Jadi, dapat dikatakan modul merupakan bahan ajar keterampilan berbicara memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat yang diberikan kepada siswa agar siswa dapat menggunakannya secara mandiri dan senimal mungkin mendapatkan bantuan dari orang lain. Dengan demikian, siswa mendapat informasi dan keterampilan yang diharapkan berdasarkan penghayatannya secara mandiri melalui modul.

2. Fungsi Modul

Modul merupakan salah satu bentuk dari bahan ajar. Menurut Prastowo (2011:107), modul memiliki lima fungsi. Fungsi modul yang pertama yaitu meningkatkan kemampuan siswa untuk belajar sendiri tanpa tergantung kepada orang lain. Modul memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatannya sendiri dengan sedikit bantuan dari orang lain, sehingga dalam proses pembelajaran siswa tidak lagi tergantung pada orang lain. Fungsi modul yang kedua yaitu sebagai fasilitator maksudnya modul dijadikan sebagai alat bantu dalam pembelajaran sehingga siswa dapat memperoleh pengetahuannya sendiri. Fungsi modul yang ketiga sebagai alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur dan menilai sendiri tingkat penguasaannya terhadap materi.Fungsi modul yang terakhir adalah sebagai bahan belajar untuk peserta didik.

3. Tujuan Modul

Lima tujuan penyusunan atau pembuatan modul, bagi siswa antara lain (Prastowo, 2011:108-109) yaitu (1) siswa dapat belajar secara mandiri tanpa bimbingan atau dengan bimbingan yang minimal dari orang lain, (2) peranan guru tidak dominan dan otoriter dalam kegiatan pembelajaran, (3) siswa berlatih

9 kejujuran, (4) tingkat dan kecepatan belajar siswa dapat terakomodasi, dan (5) siswa dapat mengukur tingkat penguasaan materi yang telah dipelajari.

2.1.1.3 Pembelajaran Bahasa Indonesia SD

Berikut ini akan dijabarkan keterampilan berbicara siswa SD dan tujuan berbicara.

1. Keterampilan Berbicara Siswa SD

Mata pelajaran bahasa Indonesia sangat penting diajarkan di SD karena bahasa merupakan alat komunikasi yang paling mendasar. Di samping itu, dengan adanya mata pelajaran bahasa Indonesia di SD, siswa dapat mengembangkan 4 aspek ruang lingkup bahasa yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Berbicara merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa pada pendidikan di Sekolah Dasar. Ada beberapa pendapat mengenai pengertian berbicara dari para ahli.

Keterampilan adalah ”kecakapan untuk menyelesaikan tugas (KBBI, 2005:1180). Berbicara menurut KBBI (2005:148) adalah berkata bercakap, berbahasa. Berbicara menurut Muammar (2009:21) adalah alat komunikasi antara manusia yang paling umum dan penting

Rofi’uddin (2002:7) mengatakan bahwa “kegiatan berbicara dilakukan untuk mengadakan hubungan sosial dan untuk melaksanakan suatu layanan”. Dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara adalah kegiatan berbicara siswa SD dalam memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.

Dalam proses belajar berbahasa di sekolah, siswa sudah dapat mengungkapkan pesan secara lengkap meskipun belum sempurna. Karena itulah, tampak peranan dari pembelajaran bahasa Indonesia aspek berbicara yang sangat penting bagi siswa SD. Proses pembelajaran berbicara di SD dapat dilakukan dengan berbagai jenis, yaitu percakapan, berbicara estetik, berbicara untuk menyampaikan informasi atau untuk mempengaruhi, dan kegiatan dramatik.

10

2. Tujuan Keterampilan Berbicara

Dengan mulut kita dapat berbicara karena dengan berbicara kita dapat berkomunikasi antara sesama manusia, menyatakan pendapat, menyampaikan maksud dan pesan, mengungkapkan perasaan dalam segala kondisi emosional dan lain sebagainya. Berikut ini tujuan keterampilan berbicara menurut beberapa ahli.

Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi (Tarigan, 2008:16). Tarigan juga menambahkan agar pesan yang disampaikan dapat efektif, sang pembicara harus memahami segala sesuatu yang akan dia komunikasikan. Nurgiyantoro (2010:400) mengatakan tujuan orang melakukan kegiatan berbicara yaitu ingin mengemukakan sesuatu kepada orang lain atau karena ingin memberikan reaksi terhadap sesuatu yang didengarnya. Pendapat tersebut juga didukung oleh Haryadi & Zamzani (1997:54) yang mengatakan bahwa “berbicara merupakan proses berkomunikasi yang bertujuan untuk menyampaikan pesan dari suatu sumber ke tempat lain untuk menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan”.

Iskandarwassid & Sunendar (2011:242) mengungkapkan keterampilan berbicara memiliki lima tujuan yaitu: (1) kemudahan berbicara berguna untuk mengembangkan kepercayaan yang tumbuh melalui latihan, (2) kejelasan berbicara baik artikulasi maupun diksi kalimat-kalimatnya, (3) bertanggung jawab agar berbicara secara tepat, dan dipikirkan dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang menjadi topik pembicaraan, tujuan pembicaraan, siapa yang diajak berbicara, dan bagaimana situasi pembicaraan serta momentumnya, (4) membentuk pendengaran yang kritis, (5) membentuk kebiasaan berinteraksi dalam bahasa yang dipelajari atau bahkan dalam bahasa ibu.

Dapat dikatakan bahwa keterampilan berbicara memiliki tujuan utama yaitu sebagai penyampaian pesan yang dapat berupa perasaan, pikiran, dan gagasan dari orang yang satu ke orang yang lain. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin jelas pula jalan pikirannya.

11

2.1.1.4 Pengembangan Materi Keterampilan Berbicara Bermain Drama Berikut akan dijabarkan keterampilan berbicara yang disajikan dalam materi bermain drama yang dikembangkan dalam produk. Produk yang dikembangkan berupa perangkat pembelajaran yang berbasis pada Paradigma Pedagogik Raflektif (PPR). Materi yang ditekankan di antaranya pengertian drama, unsur dalam drama, langkah-langkah memerankan drama, dan penilaian dalam bermain drama.

1. Paradigma Pedagogik Reflektif (PPR)

Dewasa ini tujuan dari pendidikan hanyalah sekedar kumpulan dari pembelajaran bidang studi dengan menggunakan berbagai metode mengajar. Pendidikan bukan hanya sekedar kumpulan dari pembelajaran bidang studi dengan metode mengajar melainkan suatu sistem untuk menumbuhkembangkan intelektual, bakat, dan perilaku siswa. Salah satu paradigma yang dapat menumbuhkembangkan intelektual, bakat, dan perilaku siswa adalah Paradigma Pedagogik Reflektif (PPR). Berikut ini akan dibahas mengenai pengertian PPR, tata cara pelaksanaan PPR, dan kelebihan dari menggunakan PPR.

PPR merupakan pola pikir dalam menumbuhkembangkan pribadi siswa menjadi pribadi kristiani atau kemanusiaan (Kanisius, 2011:39). Pola pikir dilakukan dengan cara siswa diberi pengalaman akan suatu nilai kemanusiaan yang difasilitasi oleh pertanyaan sebagai refleksi dari pengalaman yang mereka dapatkan. Dengan demikian, siswa diharapkan dapat mengalami sendiri, mendapatkan informasinya sendiri berdasarkan refleksi yang mereka lakukan, dan melakukan kegiatan dari kemauannya sendiri. Pembelajaran berpola PPR adalah pembelajaran yang menggabungkan pembelajaran bidang studi dengan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan. Disesuaikan dengan konteks siswa, pengembangan nilai-nilai kemanusiaannya dikembangkan melalui pengalaman, refleksi, dan aksi dan dikawal dengan evaluasi.

Pendekatan PPR bertujuan untuk mengembangkan pribadi manusia secara utuh yang akan menjadi manusia unbtuk dan bersama orang lain (P3MP-LPM, 2012:6). PPR juga memiliki tujuan untuk meningkatkan 3C (Competence, Concience, dan Compassion). Competence merupakan kemampuan kompetensi

12 secara utuh yang berkenaan dengan kemampuan kognitif dan psikomotorik. Concience merupakan kemampuan afektif yang mengasah kepekaan dan hati nurani yang berupa kesadaran diri seperti kedisiplinan, ketelitian, dan kejujuran. Compassion merupakan kemampuan efektif yang berupa tindakan nyata dan batin yang disertai dengan bela rasa berupa kepedulian terhadap sesama.

Paradigma Pedagogik Reflektif memiliki lima unsur utama dalam pelaksanaannya yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi.

Bagan 1. Gambaran Pembinaan Siswa melalui PPR (Kanisius, 2008:41)

a. Konteks

Konteks berupa wacana tentang nilai-nilai yang ingin dikembangkan dalam diri siswa. Nilai-nilai tersebut dapat berupa nilai tanggung jawab, kerja keras, kerjasama, dan lain sebagainya.

b. Pengalaman

Pengalaman digunakan untuk menumbuhkan sikap persaudaraan, solidaritas, dan saling memuji. Sikap-sikap tersebut dapat ditumbuhkan dengan melakukan kerjasama dalam proses pembelajaran. Sikap-sikap tersebut juga dapat diperoleh siswa secara tidak langsung dengan membaca atau membayangkan tentang suatu kejadian yang dipelajari. c. Refleksi

Kegiatan refleksi digunakan untuk membentuk pribadi siswa sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pengalaman yang mereka

13 dapatkan selama proses pembelajaran berlangsung. Guru biasanya memberikan refleksi berupa pertanyaan yang berbeda sehingga siswa dapat memahami, mendalami, dan meyakini apa yang dia temukan dari pengalamannya.

d. Aksi

Kegiatan ini membimbing siswa untuk dapat membangun niat dan tindakan sesuai dengan hasil yang siswa refleksikan sehingga siswa mampu membentuk pribadi sesuai dengan nilai-nilai yang direfleksikannya.

e. Evaluasi

Kegiatan ini digunakan untuk mengetahui perkembangan siswa di bidang akademik dan perkembangan pribadi siswa.

Tiga kelebihan dari PPR adalah tidak memerlukan sarana dan prasarana yang khusus dalam penerapannya, dapat diterapkan pada segala kurikulum, dan dapat menumbuhkembangkan siswa menjadi pribadi yang dewasa (Kanisius, 2008:57-58).

2. Bermain Drama

Bermain peran merupakan salah satu penerapan pengajaran berdasarkan pengalaman. Di dalam bermain peran, pelaku harus sanggup malakukan dengan tepat apa yang mungkin dilakukan orang lain, berperasaan atau menggungkapkan perasaan tertentu seperti sedih, gembira, jengkel, marah dengan ungkapan kata yang tepat.

Menurut Wiyanto (2002:1), drama memiliki dua pengertian yaitu drama dalam arti sempit dan drama dalam arti luas. Drama dalam arti sempit adalah kisah kehidupan dalam masyarakat yang ditampilkan di atas pentas atau panggung, disajikan dalam bentuk dialog dan gerakannya berdasarkan naskah, yang didukung dengan peralatan-peralatan panggung. Drama dalam arti luas adalah segala macam bentuk pertunjukkan yang mengandung cerita dan di pertunjukkan di depan orang banyak.

KBBI (2008:342) mendefinisikan drama sebagai “komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui

14

tingkah laku (peran) atau dialog yang dipentaskan”. Drama adalah menyaksikan kehidupan manusia yang diekspresikan secara langsung (Dewojati, 2010:7). Drama dapat melukiskan situasi yang mirip dengan situasi yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan masyarakat. Percakapan yang terjadi dalam suatu drama dapat berupa monolog, dialog atau polilog (percakapan antar banyak pihak). Musik atau suara belaka dalam drama biasanya digunakan untuk menimbulkan suatu kesan tertentu pada amanat yang disampaikan. Jadi, drama adalah cerita yang menggambarkan kehidupan dan watak setiap tokohnya melalui tingkah laku dan dialog atau percakapan yang dipentaskan.

3. Unsur-unsur Drama

Menurut Wiyanto (2002: 23-30) dan Dewojati (2011: 161-178), terdapat delapan unsur lakon dalam drama, yaitu tema, amanat, plot, karakter, dialog, setting, bahasa, dan interpretasi. Namun, peneliti hanya membahas empat unsur drama dalam kompetensi dasar memerankan tokoh drama yaitu tema, amanat, plot, dan tokoh.

a. Tema

Tema adalah “pikiran pokok yang mendasari lakon drama. Pikiran pokok ini dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi cerita yang menarik”.

b. Amanat

Amanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca naskah atau penonton drama.Pesan dapat disimpulkan setelah seseorang menyaksikan suatu pementasan.

c. Plot

Plot berkembang secara bertahap, dari konflik yang sederhana ke konflik yang kompleks dan penyelesaian konflik. Penyelesaian konflik bermacam-macam, ada yang berakhir bahagia dan ada yang berakhir mengharukan. Plot drama memiliki enam tahap, tahap pertama eksposisi atau tahap perkenalan. Tahap kedua yaitu konflik, kejadian atau inseden yang membuat masalah mulai muncul. Tahap ketiga komplikasi, konflik sudah semakin banyak dan semain ruwet namun masih menimbulkan tanda tanya. Tahap keempat krisis atau puncak konflik. Tahap kelima resolusi, tahap ini tokoh sudah menemukan

15 jalan keluar dari masalah. Tahap yang terakhir yaitu keputusan, di mana konflik cerita berakhir.

d. Karakter

Karakter adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam lakon drama. Karakter diciptakan untuk diwujudkan oleh pemain yang memerankan tokoh itu agar para pemain dapat memahami benar watak, intonasi, dan ekspresi yang tepat.

4. Langkah-langkah Mementaskan Drama

Sebelum mementaskan drama kita harus mengerti langkah-langkah apa yang harus kita laksanakan. Ada tiga langkah dalam mementaskan drama (Dewojati, 2010:156-158). Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencari atau membuat naskah drama. Sebuah drama tidak akan berlangsung tanpa adanya naskah drama. Naskah drama dibuat untuk dijadikan suatu acuan para pemain drama dalam mengetahui karakter, ekspresi dan tingkah laku yang akan mereka lakukan.

Langkah yang kedua mencari atau menentukan pemainnya. Setelah mendapatkan naskah yang ingin ditampilkan, kita harus mencari dan menentukan para pemain drama. Para pemain drama tidak boleh ditentukan dengan asal. Pemain drama harus disesuaikan dengan karakter yang ada pada teks drama.

Langkah yang ketiga adalah mencari seseorang yang mampu memantau dan memahami apa yang akan disampaikan penulis. Setelah itu, langkah selanjutnya adalah mempersiapkan kostum dan perlengkapan panggung yang dapat menggambarkan dengan baik suatu keadaan atau suasana sehingga tersampaikan pada penonton. Selanjutnya, kita dapat mulai berlatih drama sehingga pada saat mementaskan dapat berjalan dengan baik.

Dokumen terkait