• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2.10 Penatalaksanaan .1 Terapi Obat

2.2.10.2 Terapi bedah

Biasanya terapi bedah diindikasikan pada pasien yang memiliki penyebab Trigeminal neuralgia sekunder yang jelas, tidak responsif, rasa nyeri berat dan tidak berhenti sehingga membatasi kemampuan mereka untuk makan, dan pasien yang kontraindikasi terhadap obat-obatan tersebut.5

Meskipun terapi obat digunakan sebagai pilihan pertama dalam penatalaksanaan Trigeminal neuralgia, akan tetapi memiliki efek samping yang lebih banyak dan tidak dapat ditoleransi oleh tubuh. Sebanyak 50% penderita Trigeminal neuralgia tidak puas dengan terapi obat karena kontrol nyeri yang tidak komplit dan efek samping yang ditimbulkannya. Terapi bedah dilakukan ketika terapi obat gagal

dalam mengatasi nyeri serta memiliki efek samping yang tidak dapat ditoleransi oleh tubuh.6

Terapi bedah yaitu Percutaneous glycerol retrogasserian rhizotomy,

percutaneous ballon compression of the trigeminal nerve, radiofrequency trigeminal

(retrogasserian) rhizotomy, gamma knife radiosurgery, microvascular decompression of the trigeminal nerve (MVD).5

a. Percutaneous glycerol retrogasserian rhizotomy

Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan alkohol absolut atau fenol dan selanjutnya dengan campuran fenol / gliserol disuntikkan ke dalam trigeminal sisterna. Pasien diposisikan terlentang dan sudut ipsilateral mulut dan pipi dipersiapkan dengan betadine kemudian diberikan 1 g Keflex secara intravena. Jarum spinal A 20 ukuran 3,5 inci dimasukkan ke pipi 2 cm ke lateral komisura mulut melalui jaringan lunak bukal. Jarum dimasukkan sepanjang daerah yang di inervasi oleh cabang mandibula saraf trigeminal antara pterigoideus dan ramus mandibula ke foramen ovale menggunakan teknik Hartel. Jari pertama dari tangan yang berlawanan ditempatkan didalam mulut untuk membantu menghindari penetrasi jarum ke mukosa bukal yang dapat menyebabkan infeksi dan meningitis.5

Jika prosedur dilanjutkan dan jarum kemudian masuk ke dalam cairan serebrospinal. Tampilan fluoroskopik lateral dan oblik digunakan untuk melihat lintasan dan kedalaman jarum yang tepat. Ketika jarum sudah menembus foramen ovale dan memasuki trigeminal sisterna biasanya dikarakteristikan oleh adanya kedutan rahang dan cairan serebrospinal akan masuk ke dalam jarum. Adanya cairan serebrospinal yang memasuki jarum mungkin berhubungan dengan posisi yang buruk atau karena jaringan parut di dalam sisterna akibat operasi sebelumnya.5

Larutan saline digunakan untuk menyiram semua kontras yang ada didalam

cistern. Kontras larutan air non-ionik (omnipaque) kemudian disuntikkan untuk memastikan posisi jarum yang sesuai didalam sisterna dan untuk memperkirakan volume injeksi gliserol (sekitar 0,2-0,5 ml) didalam sisterna. Larutan saline digunakan untuk membilas semua kontras yang ada didalam sisterna Larutan kontras

memiliki kerapatan yang lebih besar dari gliserol dan jika dibiarkan didalam cistern akan menyebabkan gliserol yang disuntikkan menjadi melayang di atas kontras. Sebagai alternatif, teknik ini juga dapat digunakan dengan untuk merawat Trigeminal neuralgia yang hanya melibatkan divisi atas dari saraf (teknik floating) dan mengurangi risiko mati rasa pada divisi yang lebih rendah.5

Selanjutnya, dengan posisi jarum yang tetap, pasien dibawa ke posisi duduk dengan dagu sedikit tertekuk ke bawah. Hal ini akan membuat sisterna ke posisi yang akan menahan gliserol seperti cangkir dan mencegah tumpahan gliserol keluar dari sisterna ke dalam fossa posterior. Anhidrat gliserol 99% dengan volume sudah ditentukan kemudian di injeksikan ke dalam trigeminal sisterna dan jarum ditarik. Pemberian injeksi pada lokasi yang tepat sering ditandai dengan adanya blush pada kulit di daerah ipsilateral malar. Pasien juga mengatakan seperti adanya rasa kesemutan dan kebas ringan pada cabang saraf yang di injeksi. Posisi duduk dipertahankan selama 2 jam di ruang pemulihan dan pasien dipulangkan pada hari yang sama. Jarang, beberapa pasien akan mengalami rasa sakit Trigeminal neuralgia setelah injeksi dan rasa sakit akan berkurang setelah beberapa jam sampai beberapa hari. Sekitar 90% dari pasien kehilangan rasa nyeri neuralgia setelah injeksi gliserol dan sekitar 77% pasien mengalami kontrol nyeri yang sangat baik selama 10 tahun. Hilangnya sensasi fasial dapat terjadi setelah injeksi gliserol sebagai berikut: 32-48% ringan, 13% sedang, 6% berat. Facial Dysesthesia telah dilaporkan pada sekitar 2-22% dan anestesi dolorosa kurang lebih 1%. Wabah Transient perioral herpes terlihat pada 3,8-37% dari pasien sampai 1 minggu setelah operasi. Aseptik meningitis telah dilaporkan pada 0,6-1,5% pasien.5

b. Percutaneous ballon compression of the trigeminal nerve

Prosedur ini dilakukan dengan anestesi umum. Prosedur ini juga memerlukan adanya transcutaneous cardiac pacer pads dan atropin karena respon depressor dari kompresi saraf trigeminal. Teknik ini melibatkan set-up pasien yang sama dan menempatkan jarum spinal ukuran 20 ke dalam cistern saraf trigeminal dengan menggunakan teknik Hartel dan fluoroskopi seperti yang sudah dijelaskan pada Injeksi gliserol.5

Selanjutnya, jarum ukuran 14 dimasukkan sepanjang lintasan jarum spinal ukuran 20 ke foramen ovale dan kemudian jarum spinal ditarik. Sebelum penetrasi ke foramen ovale, stilet tajam pada jarum ukuran 14 diganti dengan stilet tumpul sehingga tidak menimbulkan cedera pada saraf trigeminal atau ganglion. Begitu jarum telah memasuki foramen ovale, stilet tumpul ditarik dan kateter Fogarty nomor #4 masuk ke Meckel’s cave atau trigeminal sisterna sekitar 1,5-2,0 cm di luar foramen. Balon tersebut kemudian mengembang dengan 0,75-1,0 ml kontras (omnipaque) dan jarum suntik tuberkulin atau dengan pompa insufflating. Pompa dapat memungkinkan terjadinya titrasi yang tepat dari tekanan intraluminal balon, yang biasanya berkisar 1200-1500 mmHg.5

Posisi ideal untuk balon adalah di pintu masuk ke Meckel’s cave (porous trigeminus), menghasilkan konfigurasi berbentuk buah pir dimana bagian yang lebih besar berada di trigeminal sisterna dan bagian yang lebih kecil di subarachnoid ruang posterior pada tulang petrosa (prepontine cistern). Posisi ini memungkinkan kompresi yang adekuat dari serabut saraf trigeminal retrogasserian pada batas-batas porous trigeminus, di mana saraf dikelilingi oleh durameter dibagian atas dan tulang kaku di bagian bawah. Balon dibiarkan tetap mengembang selama 1 menit. Sering terjadi respon penekanan pada jantung ketika balon mengembang yang diikuti dengan adanya respon hipertensi. Maka dari itu, dokter anestesi harus mengatur denyut jantung dan tekanan darah dengan cardiac pacer, atropin, atau bahan anestesi yang digunakan. Setelah 1 menit, balon kemudian mengempis dan kateter Fogarty serta jarum ditarik bersama-sama. Jika terjadi perdarahan pada pipi dan lokasi penyisipan jarum, biasanya cukup diberikan kompresi lokal. Betadine dibersihkan dari pipi dan

diaplikasikan perban elastik. Pasien kemudian dibangunkan, diekstubasi, dan diamati di ruang pemulihan selama 2-4 jam sebelum diizinkan pulang.5

Biasanya, rasa sakit ini akan mereda dengan segera (seperti teknik perkutaneus lainnya), tetapi dapat tertunda sampai 1 minggu setelah terapi bedah dilakukan. Rasa kebas di daerah distribusi cabang maksilaris dan mandibularis (sekitar 80% dari pasien), tetapi biasanya ringan. Sebagian besar pasien akan memiliki keterbatasan dalam membuka rahang atau kelemahan pterigoideus, yang biasanya ringan dan sering sembuh dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan.5

Pada kasus yang jarang, gejala kelemahan pergerakan rahang unilateral dapat bersifat permanen. Kemungkinan kelemahan pergerakan rahang tetap membuat prosedur bedah ini menjadi kontraindikasi untuk setiap pasien dengan kelemahan rahang kontralateral yang sudah ada karena akan menyebabkan jatuhnya rahang (drop jaw). Secara teori, hal ini juga bisa menjadi masalah saat melakukan prosedur ini secara bilateral seperti pada beberapa pasien yang mengalami multipel sklerosis. Komplikasi lain yang jarang namun dapat terjadi, yaitu diplopia akibat adanya penekanan pada saraf kranial keempat dan keenam.5

Rasa nyeri yang berkurang dengan segera terjadi pada 92-100% pasien dan yang mengalami kekambuhan sebanyak 19-32% pada usia 5-20 tahun. Hilangnya sensasi berat atau disestesia terjadi 3-20% pasien

.

Sebanyak 3-16% dari pasien mengalami kelemahan rahang dan otot masetter, walaupun dapat sembuh setelah 1 tahun. Diplopia yang bersifat sementara telah dilaporkan terjadi pada 1,6% pasien.5

c. Radiofrequency trigeminal (retrogasserian) rhizotomy

Prosedur ini terdiri dari rangsangan rendah untuk menentukan posisi yang tepat dari elektroda pada serat saraf trigeminal, diikuti oleh pembentukan lesi permanen menggunakan arus yang lebih tinggi untuk menghasilkan temperatur yang cukup dalam menghancurkan serat saraf yang dipilih.5

Pada awalnya pasien diberi efek sedasi ringan dan jarum elektroda melewati foramen ovale menggunakan fluroskopi dan lintasan standar Hartel. Setelah memasuki foramen ovale, pasien harus bangun untuk pemberian rangsangan arus rendah dan memposisikan elektroda pada daerah distribusi nyeri wajah. Pengaturan untuk rangsangan arus yang adekuat biasanya berkisar 0.1-0.5 V pada 50 Hz dengan durasi pulsa 1 milidetik. Posisi akhir elektroda tergantung pada respon pasien terhadap rangsangan. Stimulasi harus menghasilkan parestesia kesemutan ringan dan sensasi nyeri seperti jarum yang menusuk berkurang pada daerah distribusi terjadinya neuralgia.5

Dengan memutar ujung elektroda, seorang ahli bedah yang berpengalaman dapat memilih cabang opthalmikus, mandibularis, dan maksilaris dari saraf trigeminal retrogasserian. Setelah mencapai posisi jarum yang tepat, lesi permanen pada saraf

trigeminal retrogasserian telah terbentuk yang dimulai pada 10 V dan sekitar 60 mA untuk jangka waktu 30-40 detik kemudian meningkat menjadi sekitar 20 V dan 100 mA. Lesi radiofrekuensi adalah cedera panas dan tergantung waktu dan keadaan saat ini. Sebuah sensor thermocouple dapat digunakan untuk mentitrasi suhu di ujung elektroda dengan hati-hati untuk menciptakan lesi dan secara berurutan meningkatkan suhu 5 ° C serta durasi selama 10-20 detik.5

Suatu parestesia ringan di distribusi nyeri wajah adalah tujuan perawatan terapi dengan radiofrekuensi pada Trigeminal neuralgia. Disestesia yang signifikan atau hilangnya sensasi dilaporkan terjadi pada sekitar 6-28% pasien dan hilangnya refleks kornea mata dapat terjadi pada 3-8% pasien, tergantung pada teknik yang digunakan. Tentu saja, ketika merawat daerah distribusi cabang optalmikus saraf trigeminal neuralgia memiliki risiko terjadinya anestesia kornea mata dan keratitis yang lebih besar.5

Adanya kelemahan saraf trigeminal motorik setelah perawatan dengan radiofrekuensi telah dilaporkan terjadi pada 14% pasien. Namun, hal ini biasanya ringan dan sementara. Komplikasi yang jarang telah dilaporkan juga dapat terjadi, misalnya seperti cedera arteri karotis, stroke, diplopia, meningitis, kejang, dan kematian.5

Gambar 7. Radiofrequency Rhizotomy33 d. Gamma knife radiosurgery

Gamma knife radiosurgery (GKRS) merupakan satu-satunya perawatan bedah noninvasif pada neuralgia trigeminal Prosedur ini dilakukan selama satu hari saja, kemudian setelah perawatan pasien diperbolehkan untuk pulang. Pasien dirawat di pusat radiosurgery pada pagi hari dan memperoleh suntikan secara intravena. Efek sedasi ringan secara intravena hanya digunakan selama penempatan Leksell headframe stereotactic. Empat pin diletakkan pada kepala, dua didaerah frontal dan dua lagi didaerah oksipital dan dipersiapkan dengan betadyne dan disuntik dengan bupivacaine / bikarbonat untuk anastesi lokal. Setelah penempatan headframe Leksell, pengukuran standar dari kepala pasien dalam bingkai diperoleh, kemudian dilakukan stereotactic magnetic resonance imaging (MRI) otak.5

Data MRI kemudian dimuat ke dalam bentuk perencanaan komputer Gamma Knife dan bagian sisterna dari saraf trigeminal dikenali. Perangkat lunak ini digunakan untuk membuat rencana perawatan dan tidak pernah ada rencana perawatan yang sama. Kelemahannya adalah biayanya mahal dan pemeliharaan

perangkat radiosurgery serta masa laten antara perawatan dan adanya nyeri wajah kembali. Penurunan rasa nyeri biasanya akan terjadi setelah periode laten 4-12 minggu setelah perawatan, yang dilaporkan 1 hari sampai 13 bulan setelah perawatan.5

Gambar 8. Gamma knife radiosurgery34

e. Microvascular decompression of the trigeminal nerve (MVD)

Dekompresi mikrovaskuler (MVD) adalah satu-satunya intervensi medis atau bedah yang secara langsung mengatasi patologi yang mendasari dugaan terjadinya Trigeminal neuralgia klasik, yaitu fokal kompresi vaskular pada saraf trigeminal didekat zona masuk akar didaerah batang otak. Prosedur ini memerlukan anestesi umum. Sebuah kateter subarachnoid lumbal dapat digunakan untuk mengalirkan cairan serebrospinal dan mempermudah relaksasi otak untuk meminimalkan retraksi selama prosedur dibagian intradural.5

Pasien diposisikan pada posisi lateral atau terlentang dengan kepala tetap berada didalam Mayfield head holder. Wilayah retroaurikular dicukur dan daerah tersebut diasepsiskan dengan betadine. Daerah retroaurikular diinsisi sedikit melengkung yang dibuat untuk memperlihatkan daerah Asterion dan suboksipital retrosigmoid.5

Bor dengan kecepatan tinggi digunakan untuk membuat kranioektomi retrosigmoid. Duramater dibuka dengan selebaran dural ke arah sigmoid dan sinus transversal. Belahan cerebellar ditarik pelan, sehingga memperlihatkan saraf trigeminal dan daerah sekitar membran arachnoid. Dengan menggunakan mikroskop

intraoperatif, membran arakhnoid sekitar saraf trigeminal dibuka dan terlihat saraf trigeminal mulai dari batang otak ke pintu saraf sampai ke Meckel’s cave dimana terletak ganglion saraf trigeminal (ganglion gasserian). Microdissection dilakukan di bawah visualisasi mikroskopis dan endoskopi untuk menggerakkan setiap arteri atau vena yang menekan saraf trigeminal.5

Satu atau lebih Teflon spons kemudian ditempatkan diantara pembuluh darah dan saraf trigeminal yang dibedah untuk mencegah terjadinya kompresi vaskuler yang berlanjut pada saraf trigeminal. Pembuluh darah vena yang menekan saraf trigeminal terkadang dapat menjadi terbagi. Penting untuk dicatat bahwa penekanan biasanya disebabkan oleh pembuluh darah arteri, paling sering cabang dari arteri cerebellar superior. Namun, penekanan oleh vena saja atau kombinasi dari arteri dan vena juga dapat terjadi. Duramater ditutup secara langsung atau dengan mengikis

pericranium secara lokal untuk menambal dura.5

Gambar 9. Microvascular Decompression35

2.3Pengetahuan

Dokumen terkait