• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGAMATAN DAN PENATALAKSANAAN 3.1. Identitas Pasien

3.7. Terapi Pengobatan

PEMBAHASAN

Pasien masuk ke RSUD di rawat di Ruang Rawat Inap, pada tanggal 2 januari 2012.Dengan keluhan keluhan nyeri pada tungkai kanan atas, nyeri hilang timbul dan menjalar sampai ke kaki kanan, keluhan nyeri dirasakan semakin berat jika pasien berjalan. Untuk mengurangi nyeri, pasien duduk atau berhenti berjalan tiap 2 langkah, perlahan tungkai mulai bengkak.Pasien memiliki riwayat Diabetes Mellitus dua tahun yang lalu, tidak pernah control.Riwayat trauma panggul kanan dua tahun yang lalu.Setelah 2 minggu dirawat, bengkak yang awalnya hanya di tungkai kanan, bengkak menjadi merata pada kedua tungkai, pada kemaluan, perut membesar, kedua tangan membengkak, hingga sulit untuk digerakkan. Badan terasa lemas, nafas terasa sesak, nafsu makan menurun. Untuk mengurangi sesak nafasnya, pasien tidur dengan 2 bantal kepala

Pasien dianjurkan untuk pemeriksaan serum pasien di waktu puasa, didapat hasil 140mg/dl, dengan range normal 70-125 mg/dl, status diabetes pasien di kategorikan critical high, Albumin 1,7g/dl, range normal 3,5 -5,0, dari hasil tersebut mengindikasikan pasien mengalami hipoalbumin. Asam urat 9,0mg/dl, range normal 2,3-7,5mg/dl, hasil tersebut mengindikasikan pasien menderita asam urat tinggi. CR-s 1,61 mg/dl nilai normal 0,60-1,3 dan BUN 33 mg/dl, sementara nilai normal 7-18mg/dl, diindikasikan pasien mengalami gangguan ginjal.

Dari hasil foto torax didapat hasil pelebaran torax dan terdapat benjolan dan bendungan pada pulmonar, hal ini disebabkan adanya edema. Dari hasil ekokardiografi dan doppler warna menunjukkan warna merah adanya shunt atau pirai. Warna tersebut mengindikasikan adanya kebocoran katub dari arah ventrikel kiri.

Dari pemeriksaan fisik pasien mengeluh sesak, tubuh yang membengkak karena edema, dan adanya kondisi hipoalbumin dilengkapi dengan ekokardiografi doppler berwarna merah mengindikasikan kebocoran katup antara ventrikel kiri dan kanan, maka dokter mendiagnosa pasien mengalami Cardio Pulmonary Edema. Dari pemeriksaan fisik adanya pembengkakan pada tungkai kanan, menyebabkan volume kaki kanan lebih besar dibanding kaki kiri, maka dokter mendiagnosa pasien mengalami komplikasi dengan Deep Vein Thrombosis. Dari hasil pemeriksaan serum diatas, pasien juga didiagnosa menderita tinggi asam urat, diabetes mellitus dan hipoalbumin. Dari hasil pemeriksaan fisik pasien mengeluh nyeri uluhati dan merasa mual mengindikasikan pasien mengalami ulcuspepticus. Namun hasil BUN dan CR-s yang tinggi mengindikasikan adanya gangguan ginjal. Para medis berharap, dengan pengobatan untuk perbaikan pada fungsi jantung dan aliran darah, hal tersebut akan memperbaiki fungsi ginjal pasien.

Penulis melakukan pemantauan terapi obat mulai tanggal 23 April hingga 26 Mei 2012.Pada awal Pasien masuk RS pasien diberikan terapi insulin dan albumin untuk memperbaiki kondisi gula darah dan albumin. Kadar Albumin dan gula darah pasien membaik. Untuk mengurangi edema Pasien diberikan furosemid (IV) Merupakan diuretic loop, bekerja dengan cara menghambat reabsorpi air dan eletrolit oleh tubuli ginjal, efek diuretiknya lebih baik dibanding golongan tiazid, diuretic ini tidak direkomendasikan pada pasien yang mengalamin gangguan fungsi ginjal dengan kadar CR-S >2,5 mg/dl (Nafrialdi, 2009). Dari hasil pemeriksaan laboratorium kadar CR-S pasien 1,61 mg/dl, sehingga Furosemid aman digunakan bagi pasien. Pasien diberikan Aspirin untuk mengatasi

penggumpalan darah , aspirin bekerja dengan cara menghambat thromboksan A2(TXA2) didalam thrombosis dan prostasiklin(PGI2) di dalam pembuluh darah, dengan menghambat secara irreversible enzim siklooksigenase, akan tetapi enzim siklooksigense akan dibentuk kembali oleh sel endotel (Hedi.R, 2009). Penggunaan furosemid dan aspirin secara bersamaan dapat mengurangi efek diuretic dan venodilatasi furosemid. Sebuah studi pada 11 pasien dengan gagal jantung kronis, menemukan bahwa dosis 75mg aspirin setiap hari dan aspirin 300mg sehari selama 14 hari, mengurangi efek venodilatasi, yang digunakan bersamaan dosis tunggal intravena furosemid 20mg, diukur dengan kapasitansi vena lengan bawah. Pada 6 pasien sirosis dan ascites, efek diuretic furosemid 40 mg IV, bila aspirin 450mg diberikan sebelum injeksisignifikansi dan interaksi ini belum jelas, (Stockley, 2008). Maka disarankan penggunan obat ini diberikan rentang waktu.

Berbagai penelitian menunjukkan efek menguntungkan pada kombinasi CPG dan asprin dosis rendah, pada pasien jantung koroner, penggunaan clopidogrel 75mg dan aspirin 80mg, terdapat peningkatan efektifitas antiplatelet hingga 37%, dibanding dengan penggunaan aspirin saja hanya 24% (Stockley, 2008).Sehingga penggunaan CPG dan Aspirin pada pasien ini untuk mengurangi penggumpalan darah, merupakan pemilihan obat yang tepat.

Penggunaan Allopurinol dan warfarin secara bersamaan dilakukan dengan pemantauan ketat pada efek warfarin, karena pada sebuah penelitian memaparkan bahwa allopurinol menghambat metabolisme warfarin di hati, hal ini menyebabkan perpanjangan efek dari warfarin (Stockley, 2008).Pada pasien,

alopurinol diminum pagi hari dan warfarin di siang hari, hal tersebut mencegah interaksi obat antara keduanya.

Ada resiko hyperkalemia pada kombinasi pengobatan antagonis reseptor angiotensin II yaitu telmisartan dengan diuretic hemat kalium spironolakton, antagonis reseptor angiotensin II mengurangi kadar aldosterone, sehingga terjadi keadaan retensi kalium, sementara spironolkton merupakan diuretic loop yang menahan kalium agar tidak terbuang lewat eksresi, hal ini yang menyebabkan kondisi hyperkalemia. Penelitian pada pasien gagal jantung kongesif, kombinasi kedua obat ini, memperburuk kondisi 6 pasien dengan keadaan hyperkalemia tersebut.Spironolakton bukanlah obat pilihan pada pasien diabetes mellitus ataupun dengan riwayat diabetes mellitus.Oleh karena itu spironolakon dan telmisartan tidak boleh diberikan secara bersamaan, diperlukan juga pemantauan kadar kalium serum. Penggunaan spironolakton pada pasien ini juga di anjurkan tidak melebihi 25mg perhari.Pada psien ini tidak terjadi interkasi obat karena tidak diberikan dalam waktu bersamaan.

Aspirin dosis rendah 75-325 mg perhari dan warfarin dalam terapi, meningkatkan resiko perdarahan hingga dua kali lipat.Perlu pemntau ketat penggunaan pada pasien ini, mengingat pasien juga menderitai ulcus pepticus. Asam mefenamat dapat meningkatkan efek warfarin.Penggunaan asam mefenamat juga meningkatkan resiko perdarahan pada gastrointestinal.Dan peningkatan jelas terjadi ketika asam mefenamat diberikan bersamaan dengan warfarin. Sebuah studi menyatakan, pemakaian asam mefenamat 500mg dengan dosis empat kali sehari selama empat minggu bersamaan dengan warfarin. Asam mefenamat menggantikan tempat terikatnya warfarin dengan protein plasma, studi

invitro menunjukkan konsentrasi warfarin meningkat hingga 140-340%.Oleh karena itu perlu pemantauan ketat tehadap pengguanaan kedua obat ini, bila perlu dosis warfarin diturunkan.Pada pasien ini telah terjadi interaksi obat antara warfarin dan asam mefenamat karena digunakan bersamaan.

Sama halnya dengan hal diatas, penggunaan clopedogrel besamaan dengan warfarin dapat meningkatkan resiko perdarahan. Di Inggris, kombinasi kedua obat ini tidak direkomendasikan lagi (stockley, 2008).

Pada tahun 1998, dilaporkan kasus seorang pasien lanjut usia menggunakan warfarin, lalu ditambahkan dengan Lansoprazol Pasien mengalami perdarahan gastrointestinal, infark miokard dan ,meninggal setelah 3 minggu. Kasus lainnya, seorang pria mengguanakan warfarin lisinopril, furosemid dan lansoprazol, pria tersebut berhalusinasi dan bingung, setelah 4 hari lansoprazol dihentikan, pria tersebut menjadi sembuh.Namun interaksi obat nya tidak dapat dipastikan, ataukan pria tersebut telah salah mengambil warfarin, karena kebingungannya.Pada pasien ini penggunaan warfarin dan lansoprazol tidak pada waktu yang sama, hal tersebut dapat mencegah terjadinya interaksi antara keduanya.

Asam mefenamat, allopurinol dan miniaspi memiliki efek samping dapat memperparah keadaan penyakit gangguan pada Gastro Intestinal. Penggunaan pada pasien yang menderita ulcus pepticus perlu pemantauan khusus yaitu digunakan setelah makan. Dan jika nyeri sudah hilang dan asam urat pada serum telah normal, pemakaian dapat segera dihentikan. Penggunaan lansoprazol untuk mengobati ulcus, diharapkan dapat meminimalisir resiko tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait