• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker Di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker Di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru Chapter III V"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

KEGIATAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER 3.1 Waktu Pelaksanaan Kegiatan

Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bagi mahasiswa Program Pendidikan Profesi Apoteker Universitas Sumatera Utara (USU) di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru pada tanggal 23 April hingga 26 Mei 2012. Kegiatan PKPA di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru dilaksanakan setiap hari senin-sabtu , pukul 07:30-14:30 wib.

3.2 Pelaksanaan Kegiatan

Kegitan PKPA bagi mahasiswa Program Pendidikan Profesi Apoteker USU di RSUD, Arifin ahmad Pekanbaru dimulai pada tanggal 23 April 2012. Pada hari tersebut dilakukan kegiatan berupa perkenalan ke setiap depo farmasi yang ada di RSUD arifin ahmad. Kegiatan selanjutnya yakni orientasi tentang rumah sakit dan instalasi Farmasi :

1. Pengarahan dari bagian Instalasi Farmasi Rumah sakit Umum Daerah Arifin Ahmad Pekanbaru, penyerahan mahasiswa PKPA kepada seluruh Penanggung jawab Depo rumah Sakit untuk memberi arahan kepada mahasiswa selama berada di RSUD Arifin Ahmad.

2. Mengamati alur Pengelolaan Perbekalan Farmasi RSUD Arifin Ahmad 3. Pengenalan instalasi CSSD dan Penanganan limbah RS

(2)

kegiatan lain yang dilakukan didepo farmasi adalah melakukan stock opname, melakukan penyiapan obat (dispensing) sesuai dengan FIPO yang masuk dan mengamati alur distribusi obat dari depo farmasi ke pasien.

3.3 RSUD Arifin Achmad Pekanbaru

3.3.1 Sejarah RSUD Arifin Achmad Pekanbaru

Rumah sakit umum daerah Arifin Achmad bermula dari tahun 1950 dimana gedung rumah sakit merupakan peninggalan pemerintah Belanda dengan kapasitas 20 tempat tidur berlokasi di jalan kesehatan. Pada awal tahun 1960 Pemerintah Dati I Riau membangun gedung baru dengan kapasitas 50 tempat tidur yang berlokasi di Jalan Melur Pekanbaru, dengan status rumah sakit milik Pemerintah Dati II Kota Madya Pekanbaru.

Pada tahun 1963, kegiatan pelayanan kesehatan dipindahkan ke gedung yang berlokasi di Jalan Melur dan bersamaan dengan itu Pemerintah Pusat (Departemen Kesehatan RI) membangun gedung rumah sakit yang terletak di Jalan Diponegoro diatas lahan seluas 6 Ha. yang dioperasionalkan pada pertengahan tahun 1970, dimana pelayanan rawat jalan dan ruang perawatan umum masih tetap di gedung rumah sakit yang berlokasi di jalan Melur.

Pada tahun 1976, rumah sakit yang berlokasi di jalan Diponegoro diresmikan dengan nama Rumah Sakit Umum Propinsi (RSUP) Pekanbaru berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Daerah Tingkat I Riau No. KPTS-70/V/1976 dengan status Rumah Sakit Type C milik Pemerintah Dati I Riau. Dengan demikian segala kegiatan telah dipindahkan ke gedung RSUP.

(3)

Rumah Sakit Kelas B Non Pendidikan, dengan nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pekanbaru dan sesuai SK Gubernur No. KPTS-22/I/1993 tanggal 14 Januari 1993 ditetapkan Rumah Sakit sebagai Top Refferal untuk provinsi Riau.

Pada tahun 1999, RSUD berubah status dari Kelas B Non Pendidikan menjadi Kelas B Pendidikan berdasarkan Surat Gubernur Kepala Daerah Propinsi Tingkat I Riau No. 440/Binsos/3268 tanggal 16 Desember 1999. Dan pada tanggal 9 Agustus 2005 RSUD Propinsi Riau berganti nama menjadi RSUD Arifin Achmad. Selanjutnya pada tahun 2006, RSUD menyelesaikan pembangunan gedung utama perawata kelas utama dan siap memfungsikan 29 tempat tidur.

Sejak tahun 2008, RSUD Arifin Achmad mempersiapkan diri menuju Rumah Sakit Tipe A dimana seluruh program yang dilakukan, diarahkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

3.3.2 Lokasi

Rumah Sakit Umum Daerah Pekanbaru adalah rumah sakit milik pemerintah Provinsi Riau yang terletak di jalan Diponegoro dengan bangunan yang terletak diatas tanah seluas 7 hektar.

(4)

3.3.3 Instalasi Farmasi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru 3.3.3.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi

Gambar 1. Struktur organisasi rumah sakit

Instalasi farmasi dipimpin oleh Kepala Instalasi Farmasi yang dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh kepala sub-sub instalasi. Adapun uraian tugas dan tanggung jawabnya adalah sebagai berikut.

1) Kepala Instalasi Farmasi

Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab kepada Direktur Penunjang Medik dan Pendidikan atas terselenggaranya pelayanan kefarmasian yang bermutu dan berorientasi pada pasien secara efektif dan efisien menurut standar yang ditetapkan.

Uraian Tugas:

a) Menyediakan informasi, edukasi baik intern maupun ekstern yaitu bagi tenaga kesehatan lain dan pasien di RSUD Arifin Achmad sehingga tercapai penggunaan obat yang rasional.

Direktur Medik dan

KSI Produksi farmasi KSI Pengelolaan

P b k l F i

KSI Pelayananan Farmasi

(5)

b) Berperan serta dalam memberikan informasi, data-data yang diperlukan dalam upaya meningkatkan pharmaceutical research.

c) Merencanakan anggaran pendapatan dan belanja, penambahan tenaga kerja dan pendidikan dan latihan (diklat) tahunan dari Instalasi Farmasi Rumah sakit.

d) Mengatur, mengawasi dan mengkoordinasikan fungsi Instalasi Farmasi RSUD Arifin Achmad sehingga tercapainya pelayanan sesuai dengan visi dan misi RSUD Arifin Achmad.

e) Mengadakan penilaian atas prestasi kerja staf Instalasi Farmasi dan mengusulkan pengangkatan / mutasi staf Instalasi Farmasi.

f) Mengkoordinasikan tugas seluruh staf Instalasi Farmasi. 2) Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi

Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi bertanggung jawab kepada Kepala Instalasi Farmasi atas terselenggaranya penerimaan dan penyimpanan serta distribusi perbekalan farmasi dengan baik.

Uraian tugas :

a) Melakukan perencanaan persediaan berdasarkan metode konsumsi dan ditunjang dengan metode epidemiologi.

(6)

c) Mengevaluasi perencanaan tahun sebelumnya, tahun berjalan, serta tahun yang akan datang.

3)Kepala Sub Instalasi Produksi Farmasi

Kepala Sub Instalasi Produksi Farmasi bertanggung jawab kepada Kepala Instalasi Farmasi atas tersedianya racikan non steril dalam jumlah yang cukup, saat yang tepat, tidak rusak dan tidak kadaluarsa.

Uraian tugas :

a) Melakukan perencanaan persediaan perbekalan farmasi untuk kebutuhan produksi farmasi berdasarkan metode konsumsi dan ditunjang dengan data epidemiologi.

b) Mengatur, mengawasi dan mengkoordinasikan fungsi penyimpanan dan distribusi produk produksi farmasi.

c) Melaksanakan dan melaporkan penerimaan, pemakaian dan stok perbekalan farmasi yang ada di unit Produksi farmasi secara baik, lengkap dan teratur. 4) Kepala Sub Instalasi Pelayanan Farmasi dan Apotik

Kepala Sub Instalasi Pelayanan Farmasi dan Apotik bertanggung jawab kepada Kepala Instalasi Farmasi atas terselenggaranya fungsi pelayanan kefarmasian sesuai dengan standar pelayanan farmasi di rumah sakit dan berorientasi kepada kepuasan pasien.

Uraian tugas :

(7)

b) Bertanggung jawab atas tersedianya perbekalan farmasi di depo dan apotik sesuai dengan kebutuhan dalam keadaan baik.

c) Mengkoordinir semua laporan penerimaan, pemakaian dan stok depo-depo farmasi dan apotik agar terselenggara dengan baik, lengkap dan teratur. d) Mengkoordinasikan jadwal tugas pelayanan kepada pasien.

5) Kepala Sub Instalasi Pengembangan Mutu

Kepala Sub Instalasi Pengembangan Mutu bertanggung jawab kepada kepala Instalasi Farmasi atas penyusunan laporan dan program pendidikan dan latihan, orientasi pegawai baru dan pengawasan/evaluasi mutu di Instalasi Farmasi.

Uraian tugas :

a) Merekapitulasi laporan kegiatan dari semua depo dan apotik di Instalasi farmasi.

b) Menyusun dan menyelenggarakan program peningkatan mutu pelayanan dan program pendidikan dan pelatihan dan program orientasi pegawai baru. c) Membuat evaluasi dan laporan kegiatan pelaksanaan program peningkatan

mutu pelayanan dan program pendidikan dan pelatihan dan program orientasi pegawai baru.

d) Membuat ikatan kerjasama dengan institusi pendidikan kesehatan dan berkoordinasi dengan bidang pendidikan dan pelatihan.

6) Koordinator Administrasi farmasi

(8)

a). Menyelenggarakan surat menyurat

b). Mengarsipkan surat-surat, memelihara dokumen sebagai pendukung data-data jika sewaktu-waktu dibutuhkan untuk kelancaran tugas.

c). Mengelola alat tulis kantor, blanko kebutuhan depo dan apotik.

d). Membuat dan menyampaikan laporan pemakaian obat narkotik, psikotropik, generik ke Wadir Penunjang Medik dan Pendidikan untuk disampaikan ke dinas/instalasi yang terkait.

e). Membuat rekap disiplin bulanan pegawai instalasi farmasi. 3.3.4 Visi dan Misi Instalasi Farmasi

3.3.4.1 Visi Instalasi Farmasi RSUD Arifin Achmad

Menjadi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pendidikan dengan pelayanan farmasi yang memenuhi standar internasional.

3.3.4.2 Misi Instalasi Farmasi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru

1) Menyelenggarakan fungsi pelayanan farmasi di rumah sakit sesuai standar internasional dan menjadi pusat rujukan bagi rumah sakit lainnya di provinsi Riau.

2) Melaksanakan fungsi pendidikan kefarmasian. 3) Melaksanakan fungsi administrasi secara profesional. 3.3.4.3 Sarana dan Prasarana

1) Bangunan dan Perlengkapan

(9)

Dengan lantai keramik yang kedap air, dinding tembok dicat warna putih, plavon dari triplek di cat putih. Perlengkapan dalam ruang distribusi pelayanan dan peracikan:

1. Rak obat

2. Lemari pendingin

3. Lemari penyimpanan obat sementara (gudang kecil) 4. Lemari narkotika dan psikotropika

5. Lemari administrasi dan buku informasi 6. Meja racik

7. Mortir dan stamper berbagai ukuran 8. Wash bak 1 buah

9. Meja tulis 10.Alat-alat tulis

b) Ruang produksi nonsteril

Dengan lantai keramik yang kedap air, dinding tembok dicat warna putih, plavon dari triplek di cat putih. Perlengkapannya terdiri dari:

1. Meja racik

2. Timbangan gram dan milligram 1 set 3. Dispenser (panas/dingin) 1 buah 4. Blender 1 buah

5. Panci stainless steel 1 set

(10)

9. Gelas takar berbagai ukuran 10.Ayakan stainless steel 1 buah 11.Corong plastik 1 buah

12.Batang pengaduk kaca/kayu/plastic

13.Sendok plastik/porselen/tanduk/stainless steel 14.Alat-alat tulis

c) Ruang perbekalan farmasi dan distribusi

Dengan lantai keramik yang kedap air, dinding tembok dicat warna putih, plavon dari triplek dicat putih dilengkapi dengan Air Conditioner (AC). Fasilitas terdiri dari :

1. Rak obat sesuai dengan jenis obat

2. Lemari pendingin, sesuai dengan jenis perbekalan farmasi 3. Kayu panel alas gudang

4. Lemari narkotika dan psikotropika ukuran besar

5. Lemari Aluminium untuk benang bedah dan alat kesehatan 6. Lemari gantung tempat kunci

7. Ruang sesuai jenis perbekalan farmasi 8. Alat-alat tulis

d) Ruang Arsip

Ruang arsip digunakan untuk menyimpan resep dengan masa penyimpanan minimum 3 tahun, dengan lantai keramik yang kedap air, dinding tembok dicat putih, plavon dari triplek dicat putih

2) Kelengkapan Bangunan

(11)

b. Penerangan dari PLN dan genset c. Pendingin ruangan

3) Sarana Administrasi a. Komputer

b. Blangko resep generic

c. Blangko FIPO (Formulir Instruksi Pemakaian Obat/Alkes) d. putih, untuk pasien umum/pihak ketiga (IKS)

e. biru, untuk pasien ASKES

f. kuning, untuk pasien Jamkesmas/Jamkesda g. Blangko kopi resep

h. Blangko kartu stok apotek/depo dan gudang perbekalan farmasi i. Blangko surat pesanan narkotika

j. Blangko surat pesanan psikotropika

Formulir permintaan perbekalan farmasi ke unit perbekalan farmasi dari unit lain yang membutuhkan

a. Formulir permintaan perbekalan alat tulis ke instalasi logistik umum b. Formulir laporan penggunaan narkotika

c. Formulir laporan penggunaan morfin, pethidin dan fentanyl d. Formulir laporan penggunaan psikotropika

Kemasan meliputi klip plastic, pot plastik, botol plastic, botol kaca coklat, kertas perkamen, dan kapsul kosong berbagai ukuran . Etiket putih dan biru berbagai ukuran serta label kocok dahulu.

4) Sarana Informasi

(12)

b. MIMS dan ISO edisi terbaru

c. Formularium RSUD Arifin Achmad edisi terbaru d. Undang-undang kefarmasian

e. AHFS Drug Information edisi terbaru f. The Extra Pharmacopoeia, Martindale

g. Pedoman penatalaksanaan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin, edisi terbaru.

h. Farmasi klinik, teori dan penerapan i. Himpunan peraturan kesehatan j. Interaksi obat

k. Pedoman nasional terapi anti retroviral l. Mengenal alat-alat kesehatan dan kedokteran m. Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu n. Daftar obat esensial nasional, edisi terbaru o. Daftar obat standar PT Jamsostek edisi terbaru 5) Sarana Produksi dan Keamanan

a. Celemek b. Tutup kepala c. Masker d. Sarung tangan

e. Tabung pemadam kebakaran

3.3.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi

(13)

Farmasi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Tugas apoteker PPF adalah membantu Kepala Instalasi Farmasi dalam hal mengkoordinasikan, membina, melaksanakan perencanaan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi (alat kesehatan habis pakai, instrumen dasar, reagensia, radiofarmasi, obat dan cairan), serta melakukan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi dari setiap pelaksanaan tugas di lingkungan Pengelola Perbekalan Farmasi (PPF).

Adapun tugas Pengelola Perbekalan Farmasi (PPF) adalah :

a. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasinya dan ketentuan yang berlaku,

b. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasinya dan persyaratan kefarmasian,

c. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit untuk kebutuhan pasien rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat.

Pengadaan perbekalan farmasi merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan perbekalan farmasi, yang telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian secara lelang oleh panitia pengadaan. Pengadaan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi yang telah direncanakan dan disetujui serta mencegah kekosongan, penumpukan, dan mencegah penyimpanan perbekalan farmasi melampaui masa kadaluarsa.

3.3.5.1 Pengadaan

Pengadaan obat di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru dibagi menjadi 2 jalur berdasarkan sumber dana yakni :

(14)

Dikhususkan untuk pengadaan obat-obatan bagi pasien Jamkesmas yang tidak termasuk dalam tender. Pengadaannya secara reguler (setiap hari) dengan jalur sebagai berikut.

a. Apabila ada obat habis dibuat surat permintaan (SP) ke PBF.

b. PBF mengirimkan barang sesuai SP. Obat diterima dan dicek oleh petugas c. Barang di simpan ke gudang

Gambar 2. Alur Pengadaan Barang Secara Langsung 2) Pengadaan secara tender (dana APBD)

Kegiatannya dimulai dengan pemilihan rekanan dengan tahapan sebagai berikut. a. Pengumuman,

b. Pendaftaran dan pengambilan dokumen ( rencana kerja dan syarat-syarat), c. Penjelasan pekerjaan,

d. Pemasukan penawaran,

e. Pembukaan dokumen penawaran,

f. Evaluasi dokumen kualifikasi dan penawaran, g. Penilaian dan pembuktian kualifikasi,

Apabila ada obat habis

PBF mengirim barang sesuai SP Dibuat Surat Pesanan (SP) ke PBF

Obat disimpan di gudang Obat di Cek dan diterima oleh

(15)

h. Usulan calon pemenang, i. Penetapan pemenang, j. Pengumuman pemenang, k. Masa sanggah,

l. Penunjukan pemenang, m. Surat perintah kerja (SPK), n. Penandatanganan kontrak.

Pemilihan rekanan berdasarkan pada banyak aspek seperti harga yang kompetitif, barang berkualitas, waktu pengantaran obat sesuai dengan kontrak serta kesediaan untuk melengkapi surat-surat lain yang dibutuhkan.

3.3.5.2 Penerimaan

Penerimaan barang dari rekanan disertai dengan Surat Penyerahan Barang (SPB) dan surat-surat lain yang dinyatakan dalam kontrak seperti MSDS (Material Safety Data Sheet) untuk bahan berbahaya, surat keaslian barang, surat keterangan distributor resmi, dan surat kekosongan barang jika barang yang diminta kosong. Barang yang masuk diperiksa apakah sesuai dengan spesifikasi yang dinyatakan dalam kontrak, no. batch, tanggal kadaluarsa, jumlah barang, dan kondisi barang. Apabila barang telah sesuai, SPB ditandatangani oleh panitia penerima, panitia pengadaan, dan pengantar barang. Lalu dilakukan pencatatan barang masuk pada kartu barang (steling) dan pada buku besar gudang instalasi farmasi. Selanjutnya barang disimpan di gudang.

3.3.5.3 Penyimpanan

(16)

Keluar masuknya perbekalan farmasi dari gudang harus dicatat dalam kartu stok barang dan buku besar barang masuk dan barang keluar. Gudang dilengkapi thermohygrometer untuk mengendalikan suhu gudang yang dipantau setiap hari (biasanya 25⁰ C, tidak boleh lebih 30⁰ C). Ada 4 gudang untuk penyimpanan barang masuk yaitu :

1) Gudang infus (untuk menyimpan infus)

2) Gudang alat kesehatan ( untuk penyimpanan alat kesehatan )

3) Gudang bahan berbahaya ( untuk penyimpanan bahan berbahaya seperti bahan beracun dan mudah terbakar )

4) Gudang obat-obatan ( untuk penyimpanan obat-obatan )

Adapun penyimpanan barang diatas rak dikelompokkan berdasarkan atas :

1) Obat generik dan non generik disimpan di rak obat generik dan non generik, disimpan pada suhu kamar terlindung dari cahaya matahari langsung.

2) Bahan baku disimpan di rak bahan baku obat pada suhu kamar terlindung cahaya matahari langsung.

3) Bahan-bahan gigi disimpan di rak bahan gigi pada suhu kamar terlindung cahaya matahari langsung.

4) Bahan-bahan radiologi disimpan di tempat penyimpanan bahan-bahan radiologi pada suhu dingin (ber-AC).

5) Vaksin, serum, bahan-bahan diagnostik / laboratorium disimpan di lemari pendingin.

(17)

7) Cairan infus disimpan di tempat penyimpanan cairan infus pada suhu kamar atau tempat yang sejuk, terlindung cahaya matahari langsung.

8) Bahan-bahan kimia berbahaya disimpan di ruangan khusus yang dindingnya menghadap keluar, pada suhu kamar, terlindung cahaya matahari langsung. 9) Narkotika dan psikotropika disimpan di lemari khusus yang mempunyai kunci

ganda.

3.3.5.4. Distribusi

Pelaksanaan pendistribusian perbekalan farmasi dilaksanakan melalui beberapa tahapan sebagai berikut.

1) Petugas PPF menerima daftar amprahan dari tiap depo farmasi berupa bukti permintaan obat dan alat kesehatan yang di catat di buku amprahan.

2) Petugas PPF menyiapkan dan meletakkan barang-barang yang diminta, di kelompokan tiap depo farmasi.

3) Petugas gudang membuat Bukti Barang Keluar (BBK) dan mengantarkan barang tersebut kepada depo farmasi

4) Petugas PPF bersama-sama dengan petugas depo farmasi memeriksa kembali barang-barang yang diminta. Apabila permintaan sesuai, BBK ditandatangani. 5) Petugas PPF mencatat setiap barang yang dikeluarkan pada kartu barang. 3.3.5.5 Laporan

(18)

3.3.6 Unit Pelayanan Farmasi

Alur kegiatan pelayanan obat/ alkes bagi pasien rawat inap di Unit Pelayanan Farmasi adalah sebagai berikut.

3.3.6.1Unit Pelayanan Farmasi Rawat Jalan

1. Dokter menulis resep di Formulir Instruksi Pemberian Obat (FIPO) dan perawat akan melengkapi FIPO dengan data-data pasien

2. FIPO diantar ke Depo Farmasi yang ada di ruang rawat.

3. Petugas Depo Farmasi memeriksa kelengkapan FIPO yaitu persyaratan farmasi dan administrasi.

Bagi pasien umum dengan FIPO berwarna putih adalah pasien umum, tidak ada persyaratan khusus yang perlu dipenuhi. Pasien Jamkesda dengan FIPO kuning harus menyertakan Surat Jaminan Pelayanan Peserta (SJP) dan fotokopi kartu Jamkesmas. Pasien Askes PNS dengan FIPO biru harus menyertakan SJP dan fotokopi kartu peserta Askes.

4. Petugas farmasi membuat rincian pemakaian obat pada LPO sesuai dengan instruksi dalam FIPO.

5. Semua FIPO yang telah dirinci dicatat dalam Formulir Serah Terima Obat Pasien.

6. Rincian pemakaian obat di input ke computer 7. Penyiapan:

(19)

1. Depo Farmasi Rawat Jalan

Depo Farmasi Rawat Jalan dikelola oleh seorang apoteker dan dibantu oleh 5 asisten apoteker dan 1 juru resep.. Depo farmasi rawat jalan melayani resep dari poliklinik untuk pasien umum dan pasien program pemerintah (HIV-AID dan tubercolosis), Jamkesda, Jamkesmas dan Pihak ketiga. Adapun prosedur pelayanan obat di Depo Farmasi Rawat Jalan adalah:

1) Petugas farmasi menerima resep dari pasien di loket penerimaan resep. 2) Apoteker atau Asisten Apoteker memeriksa:

a) Kelengkapan resep seperti tanggal pembuatan resep, nama pasien, umur pasien, nama dokter, nama obat, signa, nama poli, tanda tangan/ paraf dokter yang menangani.

b) Ketersediaan obat di apotek

3) Apoteker atau Asisten Apoteker memberi nomor yang sama pada resep dan karcis dengan numerator. Karcis yang sudah bernomor diserahkan kembali kepada pasien.

4) Resep dikerjakan berurut sesuai dengan nomor urut resep 5) Obat yang tidak tersedia di apotek dibuatkan salinan resepnya

6) Setelah resep selesai dikerjakan, Apoteker atau Asisten Apoteker kembali memeriksa:

a) Kebenaran obat

b) Kebenaran penulisan etiket

(20)

e) Apoteker atau asisten apoteker memanggil pasien, meminta kembali karcis untuk dicocokkan dengan nomor resep.

f) Apoteker atau Asisten Apoteker menyerahkan obat kepada pasien disertai pemberian informasi obat yang dirasa perlu sesuai dengan ilmu kefarmasian. g) Semua resep yang telah dilayani diinput ke dalam komputer oleh Apoteker atau

Asisten Apoteker.

2. Depo Utama Rawat Jalan

Depo farmasi utama rawat inap dikelola oleh seorang apoteker dan dibantu oleh enam asisten apoteker. Apoteker bertanggung jawab langsung kepada Kepala Instalasi Farmasi. Apoteker bertugas dalam hal melaksanakan pelayanan kefarmasian, mengkoordinasikan, merencanakan, menerima, menyimpan, dan mendistribusikan sediaan farmasi dan alat kesehatan khusus untuk pasien ASKES dan Umum. .

3.3.6.2 Unit Pelayanan Farmasi Rawat Inap

Untuk depo farmasi yang melayani rawat inap. Obat disiapkan untuk tiap pasien dengan One Unit Dose Dispending (OUDD), lalu dikelompokkan berdasarkan ruangan. Alat Kesehatan dan infus di kelompokkan berdasarkan ruang rawat dan diserahkan kepada perawat. Untuk depo OK-IBS dan OK-IRD. Obat, alat kesehatan keperluan tindakan pembedahan, sudah di stok di setiap ruang bedah.

1. Depo Farmasi Cendrawasih 1

(21)

melayani FIPO (Formulir Instruksi Pemberian Obat) untuk pasien bedah urologi, onkologi, bedah umum (digestive, kepala dan leher), dan bedah anak.

2. Depo Pelayanan Farmasi Cendrawasih 2

Pelayanan farmasi di depo Farmasi Cendrawasih 2 dilaksanakan oleh dua orang apoteker, salah satunya sebagai Penanggung jawab. Unit farmasi Cendrawasih 2 melayani FIPO (Formulir Instruksi Pemberian Obat) untuk kebutuhan pasien bedah orthopedi, bedah syaraf, gigi mulut, dan THT. Adapun prosedur pelayanan di Cendrawasih 2 sama dengan cendrawasih 1.

3. Depo Farmasi Medikal Lantai 2

Depo farmasi Medikal Lantai 2 dikelola oleh seorang apoteker dan dibantu oleh dua orang asisten apoteker. Depo farmasi Medikal Lantai 2 berperan dalam hal melaksanakan pelayanan kefarmasian untuk pasien rawat inap di ruang Nuri I, Nuri II, Murai I, dan Murai II. Ruang Nuri I melayani pasien mata dan penyakit jantung. Nuri II khusus melayani pasien paru. Murai I melayani pasien penyakit dalam pria dan Murai II melayani pasien penyakit dalam wanita.

4. Depo Pelayanan Farmasi Medikal Lantai 3

(22)

5. Depo utama rawat inap

Depo farmasi utama rawat inap dikelola oleh seorang apoteker dan dibantu oleh lima asisten apoteker. Apoteker bertugas dalam hal melaksanakan pelayanan kefarmasian untuk pasien rawat inap. depo ini melayani pasien penyakit dalam kategori kelas VIP,depo ini buka 24 jam setiap harinya untuk melayani permintaan obat untuk kebutuhan pasien menyiapkan obat unit dose untuk pasien. 6. Depo Farmasi IRD

Depo Farmasi IRD dikelola oleh seorang dan dibantu oleh 8 asisten apoteker. Depo Farmasi IRD melayani obat atau alat kesehatan habis pakai selama 24 jam untuk pasien yang dirawat di ruangan IRD, VK IRD (kebidanan), ICU (Intensive Care Unit), PICU (Perinatal Intensive Care Unit), ICCU (Intensive Care cardiac Unit)/CVCU (Cardiovascular Care Unit), cath lab, OK IGD dan pasien rawat inap dari ruangan lainnya di luar jam kerja serta pasien umum di luar lingkungan RSUD Arifin Achmad.

Sistem pelayanan farmasi di depo Farmasi IRD menggunakan sistem unit dose dispensing (UDD) untuk pasien rawat inap (ICU, PICU dan ICCU) dan sistem individual untuk pasien IRD dan VK IRD

7. Depo Farmasi IBS

Pelayanan farmasi di kamar operasi adalah pelayanan obat dan alkes habis pakai untuk pasien di Instalasi Bedah. Pelayanan farmasi dilaksanakan oleh petugas dengan pendidikan D3 farmasi atau SMF/SAA.

8. Depo farmasi Camar

(23)

pasien camar 1, camar2, camar 3 dan verina, khusus untuk kelngkapan obat dan alat kesehatan untuk pasien melahirkan dan bayi yang baru dilahirkan

9. Depo Farmasi OK-IRD

Depo ini dikelola oleh seorang asisten apoteker sebagai penenggung jawab, dibantu 3 asisten apoteker lainnya. Prosedur kerja depo ini sama dengan OK-IBS, perbedaannya, depo ini melayani 24 jam. Kegiatan PKPA pada OK-IRD hampir sama dengan kegiatan yang dilakukan di OK-IBS.

3.3.7 Instalasi Central Sterillized Supply Department (CSSD)

Sterilisasi adalah suatu proses pengolahan alat atau bahan yang bertujuan untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospora dan dapat dilakukan dengan proses kimia atau fisika.

CSSD RSUD Arifin Ahmad merupakan instalasi yang berdiri sendiri dipimpin oleh seorang apoteker. Instalasi CSSD ini terdiri dari 5 ruangan yaitu ruang dekontaminasi, ruang pengemasan alat, ruang prosesing linen, ruang sterilisasi dan ruang penyimpanan barang steril. Instalasi in terletak di depan Depo Farmasi IBS, depo yang paling banyak menggunakan peralatan steril. Alur kerja instalasi CSSD (lampiran.14).

3.3.8. Pengelolaan limbah farmasi dan limbah sitotoksik

(24)

limbah sitotoksik mencakup kegiatan pemilihan, pewadahan dan pembuangan/pengembalian ke distributor.

Tujuan prosedur penanganan limbah :

1. Sebagai pedoman dalam penanganan limbah farmasi dan limbah sitotoksik di lingkungan RSUD Arifin Ahmad.

2. Terlaksananya penanganan limbah farmasi sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan lingkungan karena berbagai bahan yang terkandung didalamnya.

Kebijakan a. Acuan

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/Menkes/SK/K/2004. Tentang Persyaratan Kesehatan lingkungan.

b. Tanggung jawab

1. Ka. Instalasi Sanitasi dan Persamaan bertanggung jawab untuk memastikan pelaksanaan operasional incinerator.

2. Koordinator bersama staf sanitasi dan pertamanan bertanggung jawab untuk mengawasi dan memantau kegiatan operasional incinerator yang dilaksanakan di RSUD Arifin Ahmad.

Uraian prosedur : 1. Pewadahan

Limbah farmasi dimasukkan kedalam kantong plastic atau container berwarna coklat

(25)

a. Limbah sediaan farmasi atau bahan kimia dalam jumlah kecil harus disatukan dengan limbah infeksius.

b. Kuantitas besar sediaan farmasi yang sudah kadaluarsa yang disimpan dibangsal atau bagian rumah sakit harus dikembalikan ke bagian farmasi untuk pembuangan.Limbah sediaan farmasi lainnya yang dihasilkan pada tahapan ini, misalnya obat-obatan yang tercecer atau yang terkontaminasi atau kemasan yang mengandung residu oabta jangan dikembalikan karena beresiko mengontaminasi bagian farmasi, limbah ini harus ditambung dalam container yang tepat dilokasi limbah dihasilkan.

c. Kuantitas besar limbah bahan kimia harus dikemas dalam container resisten bahan kimia dan dibawa ke fasilitas pengelolahan khusus (jika tersedia:.

3. Pengumpulan

a. Limbah harus dikumpulkan setiap hari (atau sesuai frekuensi yang ditetapkan) dan diangkat ke pusat lokasi penampungan yang ditentukan.

b. Kantor dan container harus diganti segera dengan kantong dan container baru dari jenis yang sama

4. Pengangkutan

Limbah layanan kesehatan harus diangkut didalam rumah sakit atau fasilitas lain dengan menggunakan troli, container, atau gerobak yang tidak digunakan untuk tujuan lain dan memenuhi persyaratan berikut:

a. Mudah dimuat dan dibonkar muat

b. Tidak ada tepi tajam yang akan dapat merusak kantong atau container limbah selama pemuatan maupun pembongkarmuatan.

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru

RSUD Arifin Achmad adalah rumah sakit umum tipe B yang berada di bawah Pemerintah Provinsi Riau dan merupakan pusat rujukan untuk wilayah provinsi Riau. RSUD Arifin Achmad melayani pasien Jamkesmas, Jamkesda, ASKES, PT (Pihak ketiga), Jamsostek, dan pasien umum. Pelayanan obat untuk pasien Jamkesmas dan Jamkesda mengacu pada daftar obat dalam formularium obat di rumah sakit untuk Jamkesmas tahun 2008 yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang terdapat dalam MANLAK 2008 (Pedoman Pelaksanaan). Manlak merupakan suatu pedoman pelayanan obat untuk pasien Jamkesmas. Pemerintah menanggung semua biaya pengobatan dan perawatan untuk pasien Jamkesmas tanpa dipungut biaya. Pelayanan kesehatan yang diberikan untuk pasien ASKES mengacu kepada Daftar Plafon dan Harga Obat (DPHO) yang diterbitkan oleh PT.ASKES. Pengadaan untuk pasien Jamkesmas dan pasien ASKES dilaksanakan oleh Rumah Sakit melalui instalasi farmasi.

4.2 Instalasi Farmasi

(27)

Dalam menjalankan fungsi pelayanan farmasi, RSUD sedang dalam proses menuju pelayanan farmasi klinis. Dalam pemberian obat kepada pasien RSUD Arifin Ahmad mengacu pada DPHO, DOEN, daftar obat jamsostek dan MANLAK. Belum ada formularium rumah Sakit sebagai pedoman apoteker, dokter, perawat serta petugas administrasi Rumah sakit. Sudah menjalankan Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan Pemantauan Terapi Obat (PTO) dilengkapi lembar PTO pada ruang perawat.

4.3. Pengelolaan Perbekalan Farmasi

Pengelolaan perbekalan farmasi atau system manajemen perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Kegiatannya mencakup perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi.

(28)

IFRS RSUD Arifin Ahmad melakukan produksi sedian farmasi steril dan non steril. Sedian steril yang diproduksi seperti rekonstruksi sediaan sitostatika. Peracikan dilakukan pada lemari pencampuran biological safety cabinet, petugas menggunakan alat pelindung, namun belum menggunakan ruangan khusus yang dilengkapi dengan HEPA filter. Sedian non steril meliputi pembuatan puyer, sirup, salep, pengemasan kembali untuk pasien rawat inap dalam bentuk OUDD.

Penerimaan perbekalan farmasi yang sudah di pesan, dilakukan oleh petugas yang telah terlatih, dengan memperhatikan kecocokan barang yang dipesan dan yang dikirim oleh supplier, kadarluarsa yang di periksa, memperhatikan Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya, certificate of origin untuk alat kesehatan dan sertifikat analisa produk.

Penyimpanan obat pada gudang PPF RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru menggunakan system satu lantai, tidak menggunakan sekat-sekat yang akan membatasi ruang gerak. Arah arus penerimaan dan pengeluaran barang perbekalan farmasi ruang gudang dapat ditata berdasarkan system arus garis lurus, keluar masuk perbekalan farmasi melewati pintu yang sama. Sirkulasi udara gudang baik dilengkapi dengan ventilasi untuk memaksimalkan umur perbekalan farmasi, obat yang memerlukan temperature khusus di kondisikan dengan baik. Narkotika disimpan dalam lemari khusus, bahan mudah terbakar di simpan dalam ruangan khusus, infus disimpan dalam ruang terpisah. Penyusunan perbekalan berdasarkan FEFO dan FIFO, obat-obat sound like dan look like di pisahkan penyusunannya.

(29)

disiapkan oleh apoteker. Sistem ini memberikan keuntungan, karena semua resep dapat di kaji langsung oleh apoteker, yang kemudian memberikan keterangan dan informasi langsung kepada pasien rawat jalan. Distribusi perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap menggunakan sistem dosis unit, keuntungan bagi pasien hanya membayar obat yang dikonsumsi saja. Pendistribusian perbekalan farmasi dari gudang PPF kepada pasien dilakukan oleh 11 depo farmasi sebagai perpanjangan tangan IFRS, system ini disebut juga system desentralisasi. Pada dasarnya sistem distribusi dosis unit desentralisasi ini sama dengan sitem distribusi obat sediaan lengkap ruangan, hanya saja sistem desentralisasi ini dikelola seluruhnya oleh apoteker. Pengelolaan perbekalan farmasi pada tiap depo meliputi perencanaan, penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan tersebut kepada pasien, serta melakukan pencatatan, pelaporan dan evaluasi perbekalan tiap depo setiap sekali dalam sebulan. Permintaan perbekalan farmasi langsung ditujukan ke gudang instalasi farmasi sekali dalam seminggu . Setelah gudang PPF menerima amprahan dari depo setiap minggu, petugas gudang PPF akan menyiapkan permintaan perbekalan tersebut, dan segera di distribusikan ke seluruh depo farmasi .

4.4. Instalasi CSSD

(30)

pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka infeksi nosokomial di rumah sakit tersebut.

Letak gedung Instalasi CSSD sangat strategis, sesuai prosedur, terletak di depan Instalasi Bedah Sentral, instalasi pengguna alat/bahan steril terbesar di rumah sakit. Hal ini memberikan keuntungan pada efisiensi kerja dan meningkatkan pengendalian infeksi, yaitu dengan meminimumkan resiko terjadinya kontaminasi silang serta mengurangi transportasi alat steril.

Gedung CSSD terdiri dari 5 ruangan yakni ruang dekontaminasi, ruang pengemasan alat, ruang prosesing linen, ruang sterilisasi dan ruang penyimpanan barang steril. Namun secara umum, gedung CSSD saat ini masih belum cukup baik. Belum ada ruang antara antara black area dan grey area. Sistem udara (AHU) juga belum terpasang. Alur penerimaan dan penyerahan barang masih terdapat dalam satu lorong. Oleh karena itu, sekarang ini sedang direncanakan pembangunan gedung CSSD baru yang diharapkan akan memenuhi standar. 4.5. Instalasi Pengelolaan Limbah Farmasi

(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

1) RSUD Arifin Achmad Pekanbaru merupakan rumah sakit pemerintah tipe B pendidikan di bawah Pemerintah Provinsi Riau. Rumah Sakit ini dipimpin oleh Direktur utama yaitu seorang apoteker

2) RSUD Arifin Achmad melayani pasien Jamkesmas, Jamkesda, ASKES, PT pihak ketiga, Jamsostek, dan umum.

3)Peredaran perbekalan farmasi di RSUD Arifin Ahmad Sepenuhnya Tanggung jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang dipimpin oleh Seorang apoteker. Intalasi Farmasi Rumah Sakit secara keseluruhan beranggotakan Apoteker, Asisten Apoteker non farmasis.

4) Pengelolaan Perbekalan Farmasi dilakukan oleh Sub Instalasi Perbekalan Farmasi.

a. Dalam merencanakan perbekalan farmasi menggunakan metoda konsumtif b. Pembeliaan perbekalan farmasi menggunakan system tender terbatas dan

pembelian langsung.

c. Penyimpanan perbekalan farmasi pada gudang PPF di dalam gedung IFRS, Gudang bahan mudah terbakar terpisah, sediaan infus disimpan diruang terpisah, narkotik disimpan pada lemari khusus, penyimpanan obat dengan suhu tertentu, Gudang perbekalan ASKES disimpan di runag terpisah, seluruhnya terdapat pada lorong yang sama

(32)

farmasi Rawat jalan dan Depo Utama Rawat Jalan. Depo utama rawat jalan khusu melayani pasien ASKES dan pasien Umum saja.

5) Sistem distribusi perbekalan farmasi kepada pasien sudah disertai Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan Pemantauan Terapi Obat (PTO).

6) Seluruh kegiatan administrasi di Instalasi Farmasi RSUD Arifin Achmad telah menggunakan sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS) yang berbasis komputer.

7) Obat-obatan di RSUD Arifin Achmad diadakan berdasarkan DOEN, Formularium Jamkesmas, DPHO ASKES dan Jamsostek, dan data pemakaian pada periode sebelumnya (metoda konsumsi).

8) Pedoman Pengobatan pasien RSUD Arifin Ahmad menggunakan DOEN Rumah Sakit, Formularium Jamkesmas, DPHO ASKES dan Jamsostek, dan MANLAK. RSUD Arifin ahmad belum memiliki Formularium Rumah Sakit. 10) CSSD di RSUD dikelola oleh instalasi sendiri, diketuai seorang apoteker

berpengalaman. Dari hasil tinjauan khusus RSUD arifin Ahmad Peknbaru, ruangan CSSD belum memenuhi standar sterilisasi, instalasi ini sedang merancang ,merencanakan dan melakukan pembangunan gedung baru untuk pengelolaan CSSD yang sesuai dengan standar.

(33)

5.2 Saran

a) Memaksimalkan pelayanan farmasi klinis di Instalasi Farmasi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru

b) Rekonstruksi sediaan sitotoksik sebaiknya dilakukan pada ruang khusus yang memenuhi standar SOP sitotastika.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2010. Manajemen Rumah Sakit. Tanggal Akses 04 April 2010. Anonimous. 2009. Limbah. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

(online tgl 10 mei 2012)

Arifin.M, 2008, Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan. FKUI Depkes RI. (1992). Peraturan MenKes RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang

Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum.

Depkes RI. (2002). Keputusan Menkes RI No. 228/MENKES/SK/III/2002 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit yang Wajib Dilaksanakan Daerah.

Depkes RI. (2002). SK Menkes No. 1439/Menkes/SK/XI/2002.

Depkes RI. (2004). Keputusan Menkes RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

Depkes RI. (2008). Peraturan Menkes RI No. 244/MENKES/PER/III/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Depkes RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan RI No HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.

Depkes RI. 2002. Pedoman Umum Hygene Sarana dan Bangunan Umum.

(35)

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Hidayat, E.T. (2003). Panduan CSSD Modern. Cetakan Pertama. Jakarta: RS Pusat Pertamina.

ISFI. (2007). Medisina. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.

Koentjoro, T. (2007). Regulasi Kesehatan di Indonesia. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Hal.7.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Kep. 58/Menlh/12/1995 Tentang Baku Mutu Kegiatan Rumah Sakit.

Kusnoputranto, H. 1993. Kualitas Limbah Rumah Sakit dan Dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan dalam Seminar Rumah Sakit. Pusat Penelitian Kedokteran Universitas Indonesia, 1993. Mikrobiologi Kedokteran

Kusnoputranto, H. 1995. Bahan Toksik di Air dalam Toksikologi Lingkungan. Norpatiwi, AM. V. (2009). Aspek Value Added Rumah Sakit Sebagai Badan

Layanan Umum. Tanggal Akses 18 April 2010.

Siregar, J.P.C dan Amalia, L. (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta: EGC. Hal. 7, 13-15, 17-19.

UU RI No 36. (2009). Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.

(36)

Pristiyanto, Djuni. 2000. Limbah Rumah Sakit Mengandung Bahan Beracun Berbahaya.

Sarwanto, Setyo. 2009. Limbah Rumah Sakit Belu Dikelolah Dengan Baik. Jakarta : UI Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1995. Pedoman Teknik Analisa Mengenai dampak Lingkungan Rumah Sakit.

Prasojo, D. 2008. Produk Kreatif Dari Limbah RS Buat Anak-anak Tetapi Mengandung Maut. KARS-FKMUI.

Slamet Riyadi. 2000. Loka Karya Alternatif Ekologi Pengelolaan Sanitasi dan Sampah. Alkatiri, S. 2009. Efektivitas Hasil Pengelolan Air Limbah Rumah Sakit. UnAir.

Sumberdaya Manusia dan Lingkungan, Universitas Indonesia Fakultas

Moersidik, S.S. 1995, Pengelolaan Limbah Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Sakit dalam Sanitasi Rumah Sakit, Pusat Penelitian Kesehatan Lembaga Penelitian Universitas Indonesia. Depok.

(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)

Lampiran 15. Alur Kerja Pelayanan Sterilisasi di Instalasi Sentral Sterilisasi RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru

TIDAK

YA USER

PENERIMAAN ALAT

SELEKSI PENCATATAN

PENCUCIAN

PENGERINGAN

PENGEMASAN

LABELING

STERILISASI

KONTROL INDIKATOR

PENYIMPANAN

(52)

STUDI KASUS CARDIAC PULMONARI EDEMA(CPE) DAN DEEP VEIN THROMBOSIS (DVT)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Farmasi klinik merupakan suatu disiplin ilmu yang lebih berorientasi kepada pasien bukan pada produk. Praktek Kerja Profesi Apoteker merupakan salah cara penerapan farmasi klinik. Kita dituntut untuk menjalankan profesi seorang farmasis secara baik dan benar, serta berkomunikasi dengan pasien yang berada di bangsal atau ruang perawatan. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan Rumah Sakit Umum Daerah Arifin ahmad Pekanbaru, pada tanggal 16 April-26 Mei 2012. Pada PKPA ini, telah dilakukan studi kasus mengenai Cardiac Pulmonary Edema (CPE) dan Deep Vein Thrombosis (DVT). Penyakit ini menjadi masalah karena merupakan penyakit dengan komplikasi dengan terapi menggunakan banyak jenis obat.

Oleh sebab itu diperlukan peran apoteker untuk mengkaji dan memantau penggunaan obat mencegah terjadinya interkasi obat dan efek samping obat yang tidak diinginkan.

1.2. Tujuan

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Ahmad Pekanbaru, antara lain bertujuan untuk :

(53)
(54)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cardiac Pulmonary Edema (CPE) 2.1.1 Definisi

Edema Paru Kardiogenik adalah edema paru yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena meningkatnya tekanan vena pulmonalis. Edema Paru Kardiogenik menunjukkan adanya akumulasi cairan yang rendah protein di interstisial paru dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena di atrium kiri melebihi keluaran ventrikel kiri (Ningrum, 2009)

2.1.2 Mekanisme Cardiac Pulmonary Edema

Edema Paru dapat terjadi oleh karena banyak mekanisme yaitu : I. Ketidak-seimbangan Starling Forces :

1. Peningkatan tekanan kapiler paru :

a. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).

b. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.

c. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).

(55)

Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.

3. Peningkatan tekanan negatif intersisial :

a. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).

b. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).

4. Peningkatan tekanan onkotik intersisial.

Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.

II. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)

a. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).

b. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO2, dsb).

c. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea).

d. Aspirasi asam lambung. e. Pneumonitis radiasi akut .

f. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin). g. G Disseminated Intravascular Coagulation.

h. Imunologi:pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin. i. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.

j. Pankreatitis Perdarahan Akut. III. Insufisiensi Limfatik : a. Post Lung Transplant.

(56)

c. C.Fibrosing Lymphangitis (silicosis). IV. Tak diketahui/tak jelas

a. High Altitude Pulmonary Edema. b. Neurogenic Pulmonary Edema. c. Narcotic overdose.

d. Pulmonary embolism. e. Eclampsia.

f. Post Cardioversion. g. Post Anesthesia.

h. Post Cardiopulmonary Bypass.

Dari klasifikasi di atas edema paru dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Untuk pengobatan yang tepat tentunya harus diketahui penyakit dasarnya

2.1.3 Patofisilogi Cardiac Pulmonary Edema

Secara patofisiologis edema paru kardiogenik ditandai dengan transudasi cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru, akibat terjadinya peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru.Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada permeabilitas atau integritas dari membran alveoli-kapiler, dan hasil akhir yang terjadi adalah penurunan kemampuan difusi, hipoksemia dan sesak nafas.

Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiogenik dibagi menjadi 3 kelompok :

1. Peningkatan Afterload (Pressure overload) :

(57)

2. Peningkatan preload (Volume overload) :

Terjadi beban yang berlebihan saat diastolik.Contohnya ialah Insufisiensi Mitral, Insufisiensi Aorta, dan penyakit jantung dengan left-to-right shunt (Ventricular Septal Defect).

3. Gangguan Kontraksi Miokardium Primer :

Pada Infark Miokard Akut jaringan otot yang sehat berkurang, sedangkan pada Kardiomiopati Kongestif terdapat gangguan kontraksi miokardium secara umum

2.1.4 Patogenesis Cardiac Pulmonary Edema

Seringkali keadaan ini berlangsung dengan derajat berbeda-beda, yaitu A. Dikatakan pada stage 1 distensi dan keterlibatan pembuluh darah kecil di paru

akibat peningkatan tekanan di atrium kiri dapat memperbaiki peningkatan udara di paru dan meningkatkan kemampuan difusi dan gas karbon monoksida. Pada keadaan ini akan terjadi sesak nafas saat melakukan aktiviatas fisik, dan disertai ronki inspirasi aakibat terbukanya saluran pernafasan yang tertutup.

(58)

bronkokontriksi. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi akan mengakibatkan terjadinya hipoksemia yang berhubungan dengan ventilasi yang semakin memburuk. Pada keadaan infark miokard akut misalnya, beratnya hipoksemia berhubungan dengan tingkat peningkatan tekanan baji kapiler paru. Sehingga seringkali ditemukan manifestasi klinis takipnu.

C. Pada proses yang terus berlanjut, atau tingkat menjadi stage 3 edema paru tersebut, proses pertukaran gas sudah menjadi abnormal, dengan epoksimea yang berat dan sering kali mejadi hipokapnea. Alveolar yang sudah terisi cairan ini terjadi akibat sebagian besar aluran nafas yang besar terisi cairan berbusa dan mengandung darah, yang seringkali dibatukkan keluar oleh pasien. Secara keselutuhan kapasitas vital dan volume paru semakin berkurang dibawah normal. Terjadi pirai dari dari kanan ke kiri pad intrapulmonary akibat perfusi dan alveoli yang telah terisi oleh cairan. Walaupun hipokapnea yang terjadi pada awalnya, tetapi akibat pabila keadaan semakin memburuk maka akan terjadi hipokapnea dengan asidosis espiratorik akut apalagi bila pasien sebelumnya telah menderita panyakit paru obstruktif kronik. Dalam hal ini terapi morfin, yang diketahui memiliki efek depresi pada pernafasan, bila akan dipergunakan harus dengan pemantauan ketat.

2.1.5 Pemeriksaan Pemeriksaan fisik

(59)

inspirasi. Pemeriksaan pada paru akan terdengar ronki basah kasar setengah lapangan paru atau lebih, sering disertai wheezing.

Pemeriksaan jantung dapat ditemukan protodiastolik gallop, bunyi jantung II pulmonal mengeras, dan tekanan darah meningkat.

Radiologis

Pada foto toraks menunjukkan hilus yang melebar dan densitas meningkat disertai tanda bendungan paru, akibat edema interstisial dan alveolar.

Laboratorium

Kelainan pemeriksaan laboratorium sesuai dengan penyakit dasar. Uji diagnostic yang dapat dipergunakan untuk membedakan dengan penyakit lain misalnya asma bronkial adalah pemeriksaan kadar BNP (brain natriunetic peptide) plasma. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan dapat menyingkirka penyebab dyspnea lain seperti asma brokial akut. Pada kadar BNP plasma yang menengah atau sedang dan gambaran radiologi yang tidak spesifik, harus dipikirkan penyebab lain yang dapat mengakibatkan terjadinya kegagalan jantung tersebut. Misalnya retriksi pada aliran darah mitral yang harus di evaluasi dengan pemeriksaan menunjang lain seperti ekokardiografi.

EKG

(60)

ini belum diketahui penyebabnya, antara lain : iskemia subendokardial yang berhubungan dengan peningkatantekanan pada dinding, peningkatan akut tonus simpatis kardiak atau peningkatan elektrikal akibat perubahan metabolic atau katekolamin.

2.1.6 Terapi 1. Terapi oksigen

Pasien diposisikan dalam keadaan setengah duduk, untuk mengurangi rasa sesak.Oksigen (40-50%) diberikan sampai dengan 8L/menit, untuk mempertahankan PaO2, kalau perlu dengan masker. Jika kondisi pasienmakin memburuk, timbul sianosis, makin sesak, takipneu, ronki bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan >60mmHg dengan terapi O2, konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat, maka perlu dilakukan intubasi endotracheal, suction dan penggunaan ventilator.

2. Nitrogliserin sublingual atau intravena.

Nitrogliserin diberikan peroral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik cukup baik (>95 mmHg). Nitrogliserin intravena dapat diberikan dimulai dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB. Jika nitroglisern tidak memberi hasil yang memuaskan, maka dapat diberikan nitropusid

3. Morfin sulfat

(61)

4. Diuretic

Diberikan furosemid 40-80mg i.v bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan setelah 4 jam, atau dilanjutkan dengan drip kontiniu sampai dicapai produksi urin 1 ml/kgBB/jam

5. Obat untuk menstabilkan klinis hemodinamik

• Nitroprusid i.v dimulai dosis 0,1 mg/kgBB/menit diberikan pada pasien yang

tidak memberikan respons yang baik dengan terapi nitrat atau pada pasien dengan regugitasi mitral, regugitasi aorta, hipertensi berat. Dosis dinaikkan sampai didapat perbaikan klinis dan haemodinamik, atau sampai tekanan darah sistolik 85-90mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah yang normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.

• Dopamine 2-3 µg/kgBB/menit : atau dobutamin 2-10 mg/kgBB/menit. Dosis

dapat ditingkatkan sesuai respon klinis, dan kedua obat ini bila diperlukandapat diberikan bersama-sama.

• Digitalisasi bila ada fibrilasi atrium (AF) atau kardiomegali.

6. Obat trombolik

Obat trombolik atau revaskularisasi (urgent PTCA.CABG) pada pasien infark miokard akut

7. Intubasi dan ventilator

Pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis atau tidak berhasil dengan terapi oksigen

(62)

2.1.7 Prognosis

Hingga saat ini mortalitas akibat edema paru akut termasuk yang disebabkan kelainan kardiak masih tinggi.Setelah mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat pasien pasien dapat membaik dengan cepat dan kembali pada keadaan seperti sebelum serangan.Kebanyakan dari mereka yang selamat mengatakan sangat kelelahan pada saat serangan tersebut.Diantara beberapa gejala edema paru ini terdapat tanda dan gejala gagal jantung.

Prognosis jangka panjang dari edema paru akut ini sangat tergantung dari penyakit yang mendasarinya, misalnya keadaan infark miokard akut serta keadaan komorbiditas yang menyertai seperti diabetes mellitus atau penyakit ginjal. Sedangkan predictor dari kematian dirumah sakit antara lain adalah : diabetes mellitus, disfungsi ventrikel kiri, hipotensi atau syok dan kebutuhan akan ventilasi mekanik. (Aru, W, dkk, 2009)

2.2 Deep Vein Thrombosis (DVP)

(63)

Deep Vein Trombosis (DVT) atau trombosis vena dalam adalah penggumpalan darahyang terjadi di pembuluh darah balik (vena) sebelah dalam.DVT seringkali diawali dari pahaatau kaki oleh karena adanya perlambatan aliran darah pada pembuluh balik.Hal ini bisa terjadioleh karena ada masalah pada jantung, infeksi, atau akibat imobilisasi lama dari anggota gerak.Gumpalan darah beku yang terjadi disebut emboli yang bisa terbawa ke jantung hinggamenyebabkan komplikasi serius. Proses koagulasi atau penggumpalan darah terjadi melaluimekanisme kompleks yang diakhiri dengan pembentukan fibrin.

Gambar 3 gumpalan darah beku di vena dalam

Vena merupakan pembuluh darah yang dilewati sirkulasi darah kembali menuju jantungsehingga disebut juga pembuluh darah balik.Dibandingkan dengan arteri, dinding vena lebihtipis dan mudah melebar.Kurang lebih 70% volume darah berada dalam sirkuit vena dengan

(64)

1. Subsistem vena permukaan 2. Subsistem vena dalam

3. Subsistem penghubung (saling berhubungan)

Vena permukaan terletak di jaringan subkutan tungkai dan menerima aliran vena dari pembuluh- pembuluh darah yang lebih kecil di dalam kulit, jaringan subkutan dan kaki. Sistem permukaanterdiri dari: Vena Safena Magna dan Vena Safena Parva. Vena Safena Magna merupakan vena terpanjang di tubuh, berjalan dariMalleolus naik ke bagian medial betis dan paha, bermuara keVena Femoralis tepat di bawah selangkangan.Vena Safena Magna mengalirkan darah dari bagian anteromedial betis dan paha. Vena Safena Parva berjalan di sepanjang sisi lateral darimata kaki melalui betis menuju lutut, mendapatkan darah dari bagian posterolateral betis danmengalirkan darah ke Vena Poplitea, titik pertemuan keduanya disebut Safenopoplitea. DiantaraVena Safena Magna dan Parva banyak didapat anastomosis, hal ini merupakan rute alirankolateral yang memiliki peranan penting saat terjadi obstruksi vena.

Gambar 4 Pembuluh vena tungkai bawah

(65)

berjalan sejajar dengan pembuluh arteritungkai bawah dan diberi nama yang sama dengan arteri tersebut. Sebagai akibatnya, termasuk dalam sistem vena ini adalah Vena Tibialis Anterior dan Posterior, Peroneus, Poplitea,Femoralis, Femoralis Profunda dan pembuluh-pembuluh darah betis yang tidak diberi nama.Vena Iliaka juga dimasukkan ke dalam sistem vena dalam ekstremitas bawah karena aliran venadari tungkai ke vena cava tergantung pada patensi dan integritas dari pembuluh-pembuluh ini.

Subsistem vena-vena dalam dan permukaan dihubungkan oleh saluran-saluran pembuluhdarah yang disebut vena penghubung yang membentuk subsistem penghubung ekstremitas bawah.Aliran biasanya dari vena permukaan ke vena dalam dan selanjutnya ke vena kavainferiorPada struktur anatomi vena didapatkan katup-katup semilunaris satu arah yang tersebar diseluruh sistem vena.Katup-katup tersebut adalah lipatan dari lapisan intima yang terdiri dariendotel dan kolagen, berfungsi untuk mencegah terjadinya aliran balik, mengarahkan alirankearah proksimal dan dari sistem permukaan ke sistem dalam

(66)

melalui penghubung. Kemampuankatup untuk menjalankan fungsinya merupakan faktor yang sangat penting sebab aliran darahdari ekstremitas menuju jantung berjalan melawan gravitasi

Gambar 5 .katup vena

(67)

PatofisiologiTrombosis adalah pembentukan bekuan darah di dalam pembuluh darah, dalam hal DVT bekuan darah terjadi di pembuluh darah balik (vena) sebelah dalam, bisa terjadi terbatas padasistem vena kecil saja namun juga bisa melibatkan pembuluh vena besar seperti Vena Iliaka atauVena Kava

2.2.2 patofisiologis

Mekanisme yang mengawali terjadinya trombosis berdasar ³trias Vircow´ ada 3 faktor pendukung yakni:

1.Adanya stasis dari aliran darah

2.Timbulnya cedera pada endotel pembuluh darah 3.Pengaruh kiperkoagulabilitas darah

(68)

jaringan lunak,tindakan infus intra vena atau substansi yang mengiritasi seperti kalium klorida, Hiperkoagulabilitas darah tergantung pada interaksi kompleks antara berbagai variable termasuk endotel pembuluh darah, faktor-faktor pembekuan dan trombosit, komposisi dan sifat-sifat aliran darah, sistem fibrininolitik intrinsik pada sistem pembekuan darah. Keadaan hiperkoagulasi bisa terjadi jika terjadi perubahan pada salah satu dari variabel-variabel tersebu kemoterapiataupun antibiotik dosis tinggi

(69)

Hiperkoagulabilitas darah tergantung pada interaksi kompleks antara berbagai variable termasuk endotel pembuluh darah, faktor-faktor pembekuan dan trombosit, komposisi dan sifat-sifat aliran darah, sistem fibrininolitik intrinsik pada sistem pembekuan darah.Keadaan hiperkoagulasi bisa terjadi jika terjadi perubahan pada salah satu dari variabel-variabel tersebut.

(70)

2.2.3 Faktor resiko

• Pasien dengan faktor risiko tinggi untuk menderita trombosis vena dalam

yaitu:

• Riwayat trombosis (stroke)

• Paska tindakan bedah terutama bedah ortopedi

• Imobilisasi lama terutama paska trauma penyakit berat

• Luka bakar

• Gagal jantung akut atau kronik

• Penyakit keganasan baik tumor solid maupun keganasan hematologi

• Infeksi baik jamur, bakteri maupun virus terutama yang disertai syok

• Penggunaan obat-obatan yang mengandung hormon esterogen

• Kelainan darah bawaan atau didapat yang menjadi predisposisi untuk

terjadinya trombosis 2.2.4Gambaran Klinis

Trombosis Vena DalamTrombosis vena dalam (DVT) menyerang pada pembuluh-pembuluh darah sistem venadalam .Serangan awalnya disebut trombosis vena dalam akut, adanya riwayat trombosis venadalam akut merupakan predisposisi terjadinya trombosis vena dalam berulang.Episode DVTdapat menimbulkan kecacatan untuk waktu yang lama karena kerusakan katup-katup venadalam.Emboli paru adalah resiko yang cukup bermakna pada trombosis vena dalam.

(71)

daerah betis adalah vena-vena yang paling seringterserang.Trombosis pada vena poplitea, femoralis superfisialis dan segmen-segmen venailiofemoralis juga sering terjadi.

Trombosis vena dalam (DVT) secara khas merupakan masalah yang tidak terlihat karena biasanya tidak bergejala, terjadinya emboli paru dapat menjadi petunjuk klinis pertama daritrombosis.Pembentukan trombus pada sistem vena dalam dapat tidak terlihat secara kliniskarena kapasitas system vena yang besar dan terbentuknya sirkulasi kolateral yang mengitari obstruksi.Diagnosisnya sulit karena tanda dan gejala klinis DVT tidak spesifik dan beratnykeadaan tidak berhubungan langsung dengan luasnya penyakit.

Gejala-gejala dari trombosis vena dalam berhubungan dengan rintangan dari darah yang kembali ke jantung dan aliran balik pada kaki. Secara klasik, gejala-gejala termasuk:

o nyeri, o bengkak,

o hangat dan kemerahan.

(72)

Nyeri merupakan gejala yang paling umum, biasanya dikeluhkan sebagai rasa sakit atau berdenyut dan bisa terasa berat.Ketika berjalan bisa menimbulkan rasa nyeri yang bertambah.Nyeri tekan pada ekstremitas yang terserang bisa dijumpai saat pemeriksaan fisik.Ada duateknik untuk menimbulkan nyeri tekan yakni dengan mendorsofleksikan kaki dan dengan mengembungkan manset udara di sekitar ekstremitas yang dimaksud. Tanda lain adalah adanya peningkatan turgor jaringan dengan pembengkakan, kenaikan suhu kulit dengan dilatasi venasuperficial, bintik-bintik dan sianosis karena stagnasi aliran, peningkatan ekstraksi oksigen dan penurunan hemoglobin. Gangguan sekunder pada arteri dapat terjadi pada trombosis vena luasakibat kompresi atau spasme vaskuler, denyut arteri menghilang dan timbul warna pucat hangat dan kemerahan.Tanda yang paling dapat dipercaya adalah bengkak/edema dari ekstremitas yang bersangkutan.Pembengkakan disebabkan oleh peningkatan volume intravaskuler akibat bendungan darah vena, edema menunjukkan adanya perembesan darah disepanjang membranekapiler memasuki jaringan interstisial yang terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik.Vena permukaan dapat pula berdilatasi karena obstruksi aliran ke sistem dalam atau sebaliknya alirandarah dari sistem dalam ke permukaan.Meski biasanya hanya unilateral, tetapi obstruksi padailiofemoral dapat mengakibatkan pembengkakan bilateral.

2.2.5 Diagnosa

(73)

Namun karena keluhan dan gejala klinis penyakit vena tidak spesifik dan sensitif untuk menegakkan diagnosa sebagai DVT maka perlu ditambah dengan metode-metode evaluasinoninvasif maupun invasif.Tujuan dari hal tersebut adalah untuk mendeteksi dan mengevaluasiobstruksi atau refluks vena melalui katup-katup yang tidak berfungsi baik.Scarvelis dan Wells tahun 2006 mengemukakan nilai probabilitas untuk penderita DVTyang dikenal dengan Wells score, guna menunjang arah diagnosa. Adapun skor yang dimaksudadalah sebagai berikut: Interpretasi skor dari Wells adalah jika didapat minimal 2 point maka mengarah DVT dandisarankan dengan pemeriksaan penunjang radiologis. Apabila skornya kurang dari 2 belumtentu DVT, dipertimbangkan dengan pemeriksaan

D-dimer untuk meniadakan diagnosa DVT.

Selanjutnya ada pemeriksaan fisik yang bisa dilakukan untuk membantu menegakkandiagnosa trombosis vena dalam antara lain:

1. Tes dari Homan ( Homans test ) yakni dengan melakukan dorsofleksi pada kaki makaakan didapatkan peningkatan rasa nyeri pada betis belakang. Nilai diagnostik pemeriksaan ini rendah dan harus hati-hati karena bisa menjadi pemicu terlepasnyatrombus.

2. Tanda dari Pratt (Pratt’s sign), dilakukan squeezing pada otot betis maka akan timbul peningkatan rasa nyeri.

(74)

1. Pemeriksaan D-Dimer

D-dimer merupakan tes darah yang digunakan sebagai tes penyaringan (screening)untuk menentukan apakah ada bekuan darah.D-dimer adalah kimia yang dihasilkanketika bekuan darah dalam tubuh secara berangsur-angsur larut/terurai. Tesdigunakan sebagai indikator positif atau negatif.Jika hasilnya negatif, maka tidak ada bekuan darah. Jika tes D-dimer

positif, bukan berarti bahwa terjadi trombosis venadalam, karena banyak kasus-kasus lain mempunyai hasil positif (kehamilan, infeksi,malignansi). Oleh sebab itu, pengujian D- dimer harus digunakan sebagai saranaskrening.

2. Doppler ultrasound

(75)

3. Duplex ultrasonic scanning

Pemakaian alat ini untuk mendapatkan gambaran vena dengan teknik penggabungan informasi aliran darah Doppler intravaskuler dengan gambaran ultrasonic morfologivena.Dengan teknik ini obstruksi vena dan refluks katup dapat dideteksi dan dilokalisasi.

4. Pletismografi vena

Teknik ini mendeteksi perubahan dalam volume darah vena di tungkai.Teknik pletismograf yang umum mencakup:

1. Impedance plethysmography

yakni arus listrik lemah ditransmisikan melalui ekstremitas dan tahanan atau resistensi dari arus diukur. Karena darah adalah penghantar listrik yang baik tahanan akan turun bila volume darah di ekstremitas meningkat sewaktu pengisian vena. Tahanan atau impedansi diukur melalui elektroda-elektroda pada suatu sabuk yang dipasang keliling pada anggota tubuh.

2. Strain gauge plethysmography (SGP)yakni mendeteksi perubahan dalam ketegangan mekanik pada elektroda yang menunjukkan adanya perubahan volumedarah.

3. Air plethysmography

Adalah dengan mendeteksi perubahan volume melalui perubahan tekanan di dalam suatu manset berisi udara yang melingkari anggota gerak, saat volume vena bertambah maka tekanan di dalam manset akan bertambah pula.

4. Photoplethysmography (PPG)

(76)

yang akan terpantulkembali ke transduser tergantung pada volume darah vena dalam

(77)

BAB III

3.2 Ringkasan Pasien Sewaktu Masuk RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru

(78)

digerakkan. Badan terasa lemah, nafas terasa sesak, nafsu makan menurun, pasien berbaring dengan 2 tumpukan bantal kepala untuk mengurangi sesak.

3.3Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium 3.3.1 Pemeriksaan Fisik Pasien

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan fisik

3.3.2 Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan Radiologi

•Rongen Torax

Berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi didapati diafragma melebar, segmen pulmonar menonjol dan terdapat bendungan.

•Pemeriksaan ECHO

Dilakukan ekokardiografi tranesofageal dan doppler warna didapat foto dengan shunt atau pirau satu arah, berwarna merah.

b. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan meliputi pemeriksaan Kadar Gula Darah, hematologi, faal ginjal. (lampiran)

Pemeriksaan Unit Hasil

Sensorium CM

Denyut Nadi x/menit 100

Pernafasan x/menit 36

Suhu Tubuh ⁰C 35

(79)

3.5 Riwayat Penyakit dan Penggunaan Obat Pasien Terdahulu

Pasien memiliki riwayat Diabetes Mellitus 2 tahun yang lalu, namun tidak diobati secara teratur.Pasien pernah mengalami cedera panggul pada 2 tahun yang lalu, namun hanya dibawa ke tukang urut.

3.6 Diagnosis Penyakit

Berdasarkan hasillaboratoriumdan EKG pasien di diagnose menderita komplikasi penyakit Cardiac Pulmonary Edema (CPE), DVT (Deep Vein Thrombosis), disertai asam urat, ulkus pepticus dan Diabetes Mellitus yang terkontrol.

3.7.Terapi Pengobatan

(80)

PEMBAHASAN

Pasien masuk ke RSUD di rawat di Ruang Rawat Inap, pada tanggal 2 januari 2012.Dengan keluhan keluhan nyeri pada tungkai kanan atas, nyeri hilang timbul dan menjalar sampai ke kaki kanan, keluhan nyeri dirasakan semakin berat jika pasien berjalan. Untuk mengurangi nyeri, pasien duduk atau berhenti berjalan tiap 2 langkah, perlahan tungkai mulai bengkak.Pasien memiliki riwayat Diabetes Mellitus dua tahun yang lalu, tidak pernah control.Riwayat trauma panggul kanan dua tahun yang lalu.Setelah 2 minggu dirawat, bengkak yang awalnya hanya di tungkai kanan, bengkak menjadi merata pada kedua tungkai, pada kemaluan, perut membesar, kedua tangan membengkak, hingga sulit untuk digerakkan. Badan terasa lemas, nafas terasa sesak, nafsu makan menurun. Untuk mengurangi sesak nafasnya, pasien tidur dengan 2 bantal kepala

Pasien dianjurkan untuk pemeriksaan serum pasien di waktu puasa, didapat hasil 140mg/dl, dengan range normal 70-125 mg/dl, status diabetes pasien di kategorikan critical high, Albumin 1,7g/dl, range normal 3,5 -5,0, dari hasil tersebut mengindikasikan pasien mengalami hipoalbumin. Asam urat 9,0mg/dl, range normal 2,3-7,5mg/dl, hasil tersebut mengindikasikan pasien menderita asam urat tinggi. CR-s 1,61 mg/dl nilai normal 0,60-1,3 dan BUN 33 mg/dl, sementara nilai normal 7-18mg/dl, diindikasikan pasien mengalami gangguan ginjal.

(81)

Dari pemeriksaan fisik pasien mengeluh sesak, tubuh yang membengkak karena edema, dan adanya kondisi hipoalbumin dilengkapi dengan ekokardiografi doppler berwarna merah mengindikasikan kebocoran katup antara ventrikel kiri dan kanan, maka dokter mendiagnosa pasien mengalami Cardio Pulmonary Edema. Dari pemeriksaan fisik adanya pembengkakan pada tungkai kanan, menyebabkan volume kaki kanan lebih besar dibanding kaki kiri, maka dokter mendiagnosa pasien mengalami komplikasi dengan Deep Vein Thrombosis. Dari hasil pemeriksaan serum diatas, pasien juga didiagnosa menderita tinggi asam urat, diabetes mellitus dan hipoalbumin. Dari hasil pemeriksaan fisik pasien mengeluh nyeri uluhati dan merasa mual mengindikasikan pasien mengalami ulcuspepticus. Namun hasil BUN dan CR-s yang tinggi mengindikasikan adanya gangguan ginjal. Para medis berharap, dengan pengobatan untuk perbaikan pada fungsi jantung dan aliran darah, hal tersebut akan memperbaiki fungsi ginjal pasien.

(82)

penggumpalan darah , aspirin bekerja dengan cara menghambat thromboksan A2(TXA2) didalam thrombosis dan prostasiklin(PGI2) di dalam pembuluh darah, dengan menghambat secara irreversible enzim siklooksigenase, akan tetapi enzim siklooksigense akan dibentuk kembali oleh sel endotel (Hedi.R, 2009). Penggunaan furosemid dan aspirin secara bersamaan dapat mengurangi efek diuretic dan venodilatasi furosemid. Sebuah studi pada 11 pasien dengan gagal jantung kronis, menemukan bahwa dosis 75mg aspirin setiap hari dan aspirin 300mg sehari selama 14 hari, mengurangi efek venodilatasi, yang digunakan bersamaan dosis tunggal intravena furosemid 20mg, diukur dengan kapasitansi vena lengan bawah. Pada 6 pasien sirosis dan ascites, efek diuretic furosemid 40 mg IV, bila aspirin 450mg diberikan sebelum injeksisignifikansi dan interaksi ini belum jelas, (Stockley, 2008). Maka disarankan penggunan obat ini diberikan rentang waktu.

Berbagai penelitian menunjukkan efek menguntungkan pada kombinasi CPG dan asprin dosis rendah, pada pasien jantung koroner, penggunaan clopidogrel 75mg dan aspirin 80mg, terdapat peningkatan efektifitas antiplatelet hingga 37%, dibanding dengan penggunaan aspirin saja hanya 24% (Stockley, 2008).Sehingga penggunaan CPG dan Aspirin pada pasien ini untuk mengurangi penggumpalan darah, merupakan pemilihan obat yang tepat.

Gambar

Gambar 1.  Struktur organisasi rumah sakit
Gambar 2. Alur Pengadaan Barang Secara Langsung
Gambar 3 gumpalan darah beku di vena dalam
Gambar 4 Pembuluh vena tungkai bawah
+3

Referensi

Dokumen terkait

Aktifitas insulin yang meningkat akibat pemberian ekstrak kulit semangka, menyebabkan peningkatan pengikatan antara insulin dengan reseptor insulin yang selanjutnya

KS Responden 2 : Praktisi dari Dinas PU Kabupaten Sebenarnya pemerintah telah memberitahukan mengenai pembangunan secara lebih luas, namun memang tidak spesifik hanya

Pada kondisi awal siswa peneliti melakukan wawancara dengan guru pembimbing sekaligus wali kelas VII A SMP N Gebog Kudus, berdasarkan hasil wawancara ditemukan 8 dari

Sebelum dilakukan proses kalsinasi, cangkang telur bebek terlebih dahulu diuji dengan DTA. Pengujian ini bertujuan menentukan hubungan suhu dengan komposisi kimia yang terkandung

Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm.. 1) Adanya keterlibatan peserta didik dalam menyusun atau membuat perencanaan

Invertebrata adalah jenis hewan yang tidak memiliki tulang belakang atau tulang punggung. Struktur morfologi, sistem pernafasan, sistem pencernaan dan sistem

Rencana Penarikan Dana dan Perkiraan Penerimaan yang tercantum dalam Halaman III DIPA Induk merupakan akumulasi rencana Penarikan Dana dan Perkiraan Penerimaan dari seluruh Satker

mg/dL) b) Gangguan kesehatan masyarakat khususnya pekerja dengan indikator kadar Pb dalam darah telah melebihi nilai ambang batas normal (40,87 mg/dL, Nilai ambang batas Normal