• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Cadangan Karbon pada Penggunaan Lahan Tambak, Pemukiman, dan Lahan Kosong di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Cadangan Karbon pada Penggunaan Lahan Tambak, Pemukiman, dan Lahan Kosong di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, Sumatera Utara"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS CADANGAN KARBON PADA PENGGUNAAN

LAHAN TAMBAK, PERMUKIMAN, DAN LAHAN KOSONG

DI SUAKA MARGASATWA KARANG GADING DAN

LANGKAT TIMUR LAUT, SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh :

TETTY LISNAWATI HUTABARAT 091201068 / BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Analisis Cadangan Karbon pada Penggunaan Lahan Tambak, Pemukiman, dan Lahan Kosong di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, Sumatera Utara

Nama : Tetty Lisnawati Hutabarat Nim : 091201068

Menyetujui Komisi Pembimbing

Mohammad Basyuni, S.Hut, M.Si, Ph.D Fitriana Saragih, S.Hut., M.Si. Nip. 19730421 20012 1 001 Nip.19791101 200604 2 002

Mengetahui

Ketua Program Studi Kehutanan

(3)

ABSTRAK

Tetty Lisnawati Hutabarat: Analisis Cadangan Karbon pada Penggunaaan Lahan Tambak, Lahan Pemukiman, dan Lahan Kosong di Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut, Sumatera Utara. Di bawah bimbingan Mohammad Basyuni dan Fitriana Saragih.

Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut merupakan kawasan konservasi berupa hutan mangrove. Telah terjadi alih fungsi lahan pada kawasan ini yang menyebabkan terjadinya kerusakan hutan dan berkurangnya kemampuan mangrove dalam menyimpan karbon.Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung jumlah karbon tersimpan pada lahan tambak, lahan kosong,dan lahan permukiman pada kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut.

Hasil pengukuran cadangan karbon menunjukkan cadangan karbon pada penggunaan lahan kosong, tambak, dan permukiman di Suaka Margasatwa Karang Gading adalah sebesar 36.70 ton/h. hasil tersebut diperoleh dari penggunaan lahan tambak sekitar 20.94 ton/ha, permukiman yaitu 9.13 ton/ha dan lahan kosong yaitu 6.63 ton/ha. Hasil pengukuran cadangan karbon pada Suaka Margasatwa Langkat Timur Laut adalah 9.85 ton/ha. Selisih jumlah karbon tersimpan pada kedua kawasan suaka margasatwa tersebut adalah sebesar 26.85 ton/ha dan nilai total cadangan karbon pada lokasi penelitian, yaitu tambak, lahan kosong, dan lahan permukiman pada kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut adalah sebesar 46.55 ton/ha. Data ini diharapkan dapat memberi kontribusi terkait dengan sistem pengelolaan hutan mangrove yang berkelanjutan pada kawasan konservasi tersebut.

(4)
(5)

ABSTRACT

Tetty Lisnawati Hutabarat:Carbon Stock Analysis on Land Use of Aquaculture, Settlement, and Barren Land in Karang Gading Langka Timur Laut Wildlife Reserve, North Sumatera. Supervised by Mohammad Basyuni and Fitriana Saragih

Karang Gading Langkat Timur Laut Wildlife Reserve is a conservation area of mangrove forest. Land conversion has occurred in area might cause destruction of mangrove forests and a reduced ability to absorb carbon.The purpose of this study is to calculate carbon stock an aquaculture, settlement, and barren land in the Karang Gading and Langkat Timur Laut Wildlife Reserve.

The results of carbon stock showed in Karang Gading Wildlife Reserve is 36.70 ton / ha, Aquaculture was 20.94 ton/ha, settlement was 9.13 ton/ha , and barren land was 6.63 ton/ha. The results of carbon stocks on Langkat Timur Laut Wildlife Reserve was 9.85 ton/ha. Difference of carbon stock in these two wildlife reserves was 26.85 ton / ha and the total carbon stock in the study sites, Aquaculture, Settlement, and Barren Land was 46.55 ton / ha. These data are likely to contributing to the suistanable mangrove management of this conservation area.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Sidikalang, pada tanggal 25 April 1991 dari bapak Pangihutan Hutabarat dan Ibu Tiamsa br. Solin. Penulis merupakan putri pertama dari lima bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SD Negeri 064983 Medan Helvetia, tahun 2006 lulus dari SLTP Negeri 3 Kerajaan, Kab. Pakpak Bharat, tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Salak, Kab. Pakpak Bharat. Pada tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten Praktikum Klimatologi Hutan tahun 2011 dan menjadi asisten praktikum Hidrologi Hutan tahun 2012. Penulis juga aktif dikegiatan organisasi kampus yakni menjadi anggota HIMAS (Himpunan Mahasiswa Sylva) pada tahun 2010 sampai 2012, menjabat sebagai sekretaris di organisasi PERMAPAK (Perpulungan Mahasiswa Pakpak Pertanian) tahun 2012 - 2013. Penulis mengikuti kegiatan Pengenalan Ekosistem Hutan di Taman Hutan Raya dan Hutan Pendidikan Gunung Barus di Berastagi, Kabupaten Karo tahun 2011.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal penelitian yang berjudul “Analisis Cadangan Karbon pada Penggunaaan Lahan Tambak, Lahan Pemukiman, dan Lahan Kosong di Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut, Sumatera Utara” ini.

Dalam penyelesaian penelitian ini banyak pihak yang telah membantu penulis. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orangtua penulis, yakni Bapak Pangihutan Hutabarat dan Ibu Tiamsa br. Solin, keempat saudara serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa dan dukungan materi serta semangat yang tulus kepada penulis.

2. Komisi pembimbing saya Bapak Mohammad Basyuni, S.Hut., M.Si., Ph.D dan Ibu Fitriana Saragih S.Hut., M.Si. yang telah banyak memberikan bantuan serta masukan yang sangat bermanfaat selama penulis menyelesaikan penelitian ini. 3. Seluruh keluarga besar program studi kehutanan khususnya Budidaya Hutan 2009

yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi dari awal penelitian hingga akhir skripsi ini.

4. Bapak Ahmadi beserta seluruh staf pengelola resort I dan II Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut, yang telah membimbing penulis selama berada di lokasi penelitian, dan

(8)

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan penelitian ini masih terdapat kesalahan, maka dari itu diharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Semoga penelitian ini bisa bermanfaat bagi pihak yang membutukan.

Medan , Juni 2013

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karbon dan Perubahan Tutupan Lahan... 4

2.2.Perhitungan Biomassa dan Metode Allometri... .. 7

2.4.Tumbuhan Bawah... ... 10

BAB III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak dan Luas ... 11

3.2. Penetapan Batas ... 12

3.3. Sosial Budaya ... 12

4.3. Flora dan Fauna ... 12

BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 14

4.2. Alat dan Bahan Penelitian ... 14

4.3. Pelaksanaan Penelitian ... 15

a. Analisis Vegetasi ... 15

b. Analisis Perhitungan Biomassa ... 16

c. Analisis Perhitungan Cadangan Karbon ... 17

d. Proses Kegiatan Pendugaan Cadangan Karbon ... 19

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Vegetasi pada Lahan Tambak, Permukiman, dan Lahan kosong ... 20

5.2. INP (Indeks Nilai Penting) ... 23

5.3. Cadangan Karbon ... 27

(10)

6.1.Kesimpulan ... 35

6.2.Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Konstanta Umum Hasil Pengukuran Tanaman Bawah ... 18 2. Potensi Vegetasi Tanaman pada SM Karang Gading dan

SM Langkat Timur Laut ... 20 3. Kelimpahan Jenis Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian

Di Lokasi Lahan Tambak, Permukiman dan Lahan Kosong

Kawasan SM KGLTL ... 22 4. Cadangan Karbon Pada Lahan Tambak, Lahan Kosong dan

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan

Langkat Timur Laut ... 14 2. Desain Penelitian Untuk Pengukuran Karbon ... 16 3. Tahapan Pendugaan Cadangan Karbon ... 19 4. Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian

Pada Lahan Tambak di SM Karang Gading ... 24 5. Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian

Pada Lahan Tambak di SM Langkat Timur Laut ... 24 6. Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian Pada

Lahan Kosong di SM Karang Gading ... 26 7. Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian Pada

Lahan Permukiman di SM Karang Gading ... 27 8. Grafik Perbandingan Jumlah Karbon Pada Lahan Permukiman,

Lahan Tambak, dan Lahan Kosong di SM Karang Gading

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Analisis Vegetasi, Biomassa dan Karbon Pada Tumbuhan Bawah

Dan Tanaman Pertanian Karang Gading Langkat Timur Laut ... 39

- Analisis Vegetasi, Biomassa dan Karbon Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian di Lokasi Lahan Kosong SM KG ... 39

- Analisis Vegetasi, Biomassa dan Karbon Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian di Lahan Tambak SM KG ... 40

- Analisis Vegetasi, Biomassa dan Karbon Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian di Pertanian Lahan Permukiman SM KG... 41

- Analisis Vegetasi, Biomassa dan Karbon Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian di Lokasi Lahan Tambak SM LTL... 42

2. Profil Lokasi Penelitian di Kawasan SM KGLTL ... 42

3. Peta Lokasi Penelitian Kawasan SM KGLTL ... 43

(14)

ABSTRAK

Tetty Lisnawati Hutabarat: Analisis Cadangan Karbon pada Penggunaaan Lahan Tambak, Lahan Pemukiman, dan Lahan Kosong di Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut, Sumatera Utara. Di bawah bimbingan Mohammad Basyuni dan Fitriana Saragih.

Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut merupakan kawasan konservasi berupa hutan mangrove. Telah terjadi alih fungsi lahan pada kawasan ini yang menyebabkan terjadinya kerusakan hutan dan berkurangnya kemampuan mangrove dalam menyimpan karbon.Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung jumlah karbon tersimpan pada lahan tambak, lahan kosong,dan lahan permukiman pada kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut.

Hasil pengukuran cadangan karbon menunjukkan cadangan karbon pada penggunaan lahan kosong, tambak, dan permukiman di Suaka Margasatwa Karang Gading adalah sebesar 36.70 ton/h. hasil tersebut diperoleh dari penggunaan lahan tambak sekitar 20.94 ton/ha, permukiman yaitu 9.13 ton/ha dan lahan kosong yaitu 6.63 ton/ha. Hasil pengukuran cadangan karbon pada Suaka Margasatwa Langkat Timur Laut adalah 9.85 ton/ha. Selisih jumlah karbon tersimpan pada kedua kawasan suaka margasatwa tersebut adalah sebesar 26.85 ton/ha dan nilai total cadangan karbon pada lokasi penelitian, yaitu tambak, lahan kosong, dan lahan permukiman pada kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut adalah sebesar 46.55 ton/ha. Data ini diharapkan dapat memberi kontribusi terkait dengan sistem pengelolaan hutan mangrove yang berkelanjutan pada kawasan konservasi tersebut.

(15)

ABSTRACT

Tetty Lisnawati Hutabarat:Carbon Stock Analysis on Land Use of Aquaculture, Settlement, and Barren Land in Karang Gading Langka Timur Laut Wildlife Reserve, North Sumatera. Supervised by Mohammad Basyuni and Fitriana Saragih

Karang Gading Langkat Timur Laut Wildlife Reserve is a conservation area of mangrove forest. Land conversion has occurred in area might cause destruction of mangrove forests and a reduced ability to absorb carbon.The purpose of this study is to calculate carbon stock an aquaculture, settlement, and barren land in the Karang Gading and Langkat Timur Laut Wildlife Reserve.

The results of carbon stock showed in Karang Gading Wildlife Reserve is 36.70 ton / ha, Aquaculture was 20.94 ton/ha, settlement was 9.13 ton/ha , and barren land was 6.63 ton/ha. The results of carbon stocks on Langkat Timur Laut Wildlife Reserve was 9.85 ton/ha. Difference of carbon stock in these two wildlife reserves was 26.85 ton / ha and the total carbon stock in the study sites, Aquaculture, Settlement, and Barren Land was 46.55 ton / ha. These data are likely to contributing to the suistanable mangrove management of this conservation area.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan mangrove memiliki fungsi ekologis yang sangat penting terutama bagi wilayah pesisir. Salah satu fungsi ekologis mangrove yang saat ini menjadi topic global adalah kemampuan mangrove sebagai penyimpan karbon. Donato et al. (2011), meneliti kandungan karbon dari 25 hutan mangrove di wilayah Indo-Pasifik dan menemukan bahwa kawasan mangrove memiliki kemampuan menyimpan lima kali lebih banyak karbon dibandingkan tipe hutan lainnya, sekitar 1.023 ton karbon atau setara 3.750 ton CO2/ha (sekitar 60% berada di dalam tanah/lumpur) di hutan mangrove yang masih utuh di kawasan Indo Pasifik. Propinsi Sumatera Utara memiliki kawasan konservasi bertipe khusus hutan mangrove yakni berada di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut (SM KGLTL) yang telah mengalami kerusakan dan semakin menipis akibat perambahan liar, illegal logging, pengalihfungsian hutan mangrove menjadi lahan pertanian/perkebunan, tambak, dan perumahan (Saragih, 2011). Dampak dari alih fungsi lahan tersebut, mengakibatkan banyaknya pembukaan lahan yang tidak terkendali sehingga sebagian lahan yang dianggap produktif dibiarkan menjadi lahan kosong.

(17)

dan mengurangi keanekaragaman hayati. Kawasan tersebut juga merupakan habitat dari satwa yang dilindungi seperti burung, monyet dan juga merupakan tempat berkembangbiak yang baik bagi udang dan kepiting yang sebagian besar dijadikan mata pencarian bagi warga setempat. Kerusakan kawasan konservasi akan berdampak pada perubahan mata pencarian masyarakat di sekitar kawasan tersebut.

Kawasan hutan mangrove yang berfungsi sebagai kawasan konservasi dan mengalami konversi menjadi peruntukan yang lain selain fungsi sebenarnya, maka akan berdampak pada penurunan kemampuan dalam penyimpanan karbon sehingga tidak lagi maksimal, dibandingkan dengan hutan mangrove yang belum mengalami konversi lahan. Perubahan lahan tersebut dapat berupa pembuatan tambak secara tidak terkendali, permukiman bagi masyarakat pesisir, dan lahan yang produktif dibiarkan menjadi lahan terbuka.

Untuk itu, maka dilaksanakan studi penghitungan kadar karbon pada perubahan tutupan lahan seperti tambak, permukiman, dan tanah kosong pada kawasan hutan mangrove untuk mendapatkan suatu perbandingan dan menjadi acuan untuk melakukan tindakan pengelolaan dan konservasi pada kawasan mangrove di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut.

1.2. Tujuan Penelitian

(18)

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini :

1. Memberikan informasi potensi simpanan karbon pada tutupan lahan seperti tambak, permukiman, dan lahan kosong di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut Sumatera Utara. Informasi ini dapat digunakan oleh stakeholder terkait untuk mengetahui apakah suatu perubahan penutupan lahan merupakan pengemisi (emitter) atau sekuestrasi.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karbon dan Perubahan Tutupan Lahan

Karbon merupakan salah satu unsur alam yang memiliki lambang “C” dengan nilai atom sebesar 12. Karbon juga merupakan salah satu unsur utama pembentuk bahan organik termasuk makhluk hidup. Hampir setengah dari organisme hidup merupakan karbon. Karbon banyak tersimpan di bumi (darat dan laut) daripada di atmosfir. Karbon tersimpan dalam daratan bumi dalam bentuk makhluk hidup (tumbuhan dan hewan), bahan organik mati ataupun sedimen seperti fosil tumbuhan dan hewan. Jumlah karbon yang berasal dari makhluk hidup sebagian besar bersumber dari hutan. Seiring terjadinya kerusakan hutan, maka pelepasan karbon ke atmosfir juga terjadi sebanyak tingkat kerusakan hutan yang terjadi (Manuri dkk., 2011).

Cadangan karbon adalah kandungan karbon tersimpan, baik itu pada permukaan tanah sebagai biomassa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati (nekromassa) maupun dalam tanah sebagai bahan organik tanah. Perubahan wujud karbon ini kemudian menjadi dasar untuk menghitung emisi, dimana sebagian besar

unsur karbon (C) yang terurai ke udara biasanya terikat dengan O2 (oksigen) dan

menjadi CO2 (karbon dioksida). Itulah sebabnya ketika satu hektar hutan menghilang

(pohon-pohonnya mati), maka biomasa pohon-pohon tersebut cepat atau lambat akan

terurai dan unsur karbonnya terikat ke udara menjadi emisi. Ketika satu lahan kosong

ditanami tumbuhan, maka akan terjadi proses pengikatan unsur C dari udara kembali

menjadi biomasa tanaman secara bertahap ketika tanaman tersebut tumbuh besar

(20)

Sementara itu, penelitian terhadap tumbuhan bawah di hutan rakyat oleh Sianturi (2004), mengemukakan bahwa walaupun karbon tumbuhan bawah relatif kecil dibanding dengan simpanan karbon tegakan hutan, namun keberadaannya tidak dapat diabaikan karena berpengaruh terhadap biomassa total dan pembentukan unsur hara tanah. Besar potensi karbon tumbuhan bawah dan serasah dipengaruhi oleh umur tegakan, penutupan tajuk dan cara pengelolaan hutan.

Ukuran volume tanaman penyusun lahan tersebut kemudian menjadi ukuran jumlah karbon yang tersimpan sebagai biomassa (Kauffman dan Donato, 2012). Penggunaan lahan dan perubahan tutupan/penggunaan lahan merupakan salah satu faktor utama penyebab terjadinya emisi karbon di Indonesia. Metode estimasi emisi secara garis besar ada dua yaitu stock difference (selisih cadangan karbon) dan gain and loss (dengan flux dan flow) (IPCC, 2006).

Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomassa yang terdapat dalam bentuk kayu, dahan, daun, akar, dan sampah hutan atau serasah dan jasad renik. Kebakaran hutan, penebangan liar dan konversi hutan telah menyebabkan kerusakan hutan yang berakibat pada karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas ke atmosfer dan kemampuan bumi untuk menyerap CO2 dari udara

melalui fotosintesis hutan ikut berkurang. Hal ini telah memicu tuduhan bahwa kerusakan hutan telah menyebabkan pemanasan global (Soemarwoto, 2001).

(21)

tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah C tersimpan di dalam tanah (bahan organik tanah). Untuk itu pengukuran banyaknya C pada setiap lahan perlu dilakukan (Hairiah dan Rahayu, 2007).

Menurut Wahyunto dkk. (2001), mendefenisikan perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya, diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda. Perubahan penggunaan lahan memiliki dampak potensial besar terhadap lingkungan fisik dan sosial.

Selanjutnya Soemarwoto (2001), menjelaskan bahwa proses perubahan tataguna lahan dapat diikuti dengan membandingkan peta tata guna lahan dari berbagai tahun sehingga diketahui tingkat kerusakan suatu hutan. Pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat, mengakibatkan banyak hutan yang ditebang dan diubah menjadi ladang pertanian, peternakan dan permukiman. Kondisi ini menyebabkan penyusutan luas hutan, sehingga terjadi pemanasan global dan lebih jauh terjadi perubahan iklim.

(22)

Hal ini dapat dipahami karena dengan terbukanya lahan, maka suhu meningkat sehingga laju dekomposisi bahan organik berlangsung lebih cepat.

Prakteknya di lapangan, alih fungsi lahan banyak menimbulkan masalah terutama terjadinya kerusakan hutan. Mulai dari kesuburannya yang menurun, karbon yang tersimpan dalam hutan akan terlepas ke atmosfer. Terlepasnya karbon berarti menambah kandungan gas rumah kaca, antara lain metana dan karbondioksida membuat panas matahari terperangkap di atmosfer yang berakibat suhu bumi meningkat. Kondisi ini menyebabkan terjadinya perubahan iklim (Maladi, 2013).

2. 2. Perhitungan Biomassa dan Metode Allometri.

Stok biomassa dihitung dari penjumlahan biomassa individu-individu pohon dalam suatu areal dengan satuan ton per hektar. Untuk mendapatkan informasi stok biomassa diperlukan data hasil inventarisasi pengukuran dimensi pohon-pohon dalam plot dan persamaan allometri untuk mengkonversi dari nilai dimensi pohon ke dalam biomassa. Data stok biomassa tersebut dikelompokkan ke dalam biomassa di atas permukaan tanah, biomassa di bawah permukaan tanah (akar), dan komponen biomassa lain yang berasal dari tumbuhan bawah, nekromasa dan serasah, dan disajikan menurut tipe hutan, lokasi dan umur tegakan (Masripatin dan Wulandari, 2010).

(23)

estimasi besaran biomassa tersebut, disebut juga persamaan allometri. Persamaan allometri didefinisikan sebagai suatu studi dari suatu hubungan antara pertumbuhan dan ukuran salah satu bagian organisme dengan pertumbuhan atau ukuran dari keseluruhan organisme. Studi biomassa hutan/pohon dalam persamaan allometri digunakan untuk mengetahui hubungan antara ukuran pohon (diameter atau tinggi) dengan berat (kering) pohon secara keseluruhan (Sutaryo,2009).

Persamaan allometri lokal disusun dengan metode destruktif atau dengan cara ditebang dan merupakan kegiatan yang memakan waktu dan biaya. Namun penggunaan persamaan allometri lokal berdasarkan tipe hutan yang sesuai akan meningkatkan keakurasian pendugaan biomasa. Pengukuran biomasa pohon dengan menggunakan allometri, membutuhkan data lapangan yang diukur pada plot utama. Data yang dikumpulkan dari tiap plot adalah : diameter pohon setinggi dada (dbh), tinggi pohon, nama pohon dan berat jenis pohon.

( Tim Perubahan Iklim Badan Litbang Kehutanan. 2010).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keakuratan/ keterandalan persamaan allometri untuk menduga stok biomassa :

(24)

kemudian sub sampling setiap komponen untuk mendapatkan berat kering di laboratorium.

2. Penggunaan persamaan allometrik untuk mengkonversi data inventarisasi. Persamaan allometri seharusnya tidak digunakan untuk menduga biomassa diluar rentang data/ukuran pohon yang digunakan untuk menyusun persamaan. Persamaan allometri seringkali diturunkan dari persamaan logaritmik (untuk memenuhi persyaratan keabsahan kesimpulan secara statistik). Untuk menghitung biomassa pohon, persamaan logaritmik tersebut harus ditransformasi kembali ke unit asal; ekstrapolasi akan menimbulkan bias yang besar.

3. Keterwakilan plot-plot inventarisasi. Dugaan stok biomassa yang representatif dari stuatu tipe hutan di lokasi tertentu memerlukan jumlah dan ukuran plot inventarisasi yang memadai untuk mencakup keragaman spasial. Plot seluas 1 ha cukup memadai untuk mencakup pohon-pohon berukuran besar dan tua yang umumnya tersebar jarang dalam tegakan. Plot seluas 0,1 ha mungkin memadai untuk pohon-pohon muda dalam tegakan seumur. Rancangan plot harus mewakili distribusi kelas ukuran dalam populasi, lokasi plot harus dipilih secara acak, atau dalam rancangan acak bertingkat (Wibowo, 2010).

2.3 Tumbuhan Bawah.

Menurut Indriyanto (2006) komponen tumbuhan penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari :

1. Belukar (Shurb) : Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.

(25)

3. Paku – pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana rhizoma tersebut keluar dari tangkai daun.

4. Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu atau berumput yang tidak berdiri sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau belukar.

5. Terna (Herb) : Tumbuhan yang merambat di tanah, namun tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya meiliki bunga yang mecolok, tinggnya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras.

6. Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.

(26)

BAB III

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1. Sejarah Kawasan

Hutan mangrove di Sumatera Utara terkonsentrasi pada wilayah pantai timur Sumatera Utara, meliputi Kabupaten Batu Bara, Tanjung Balai, Asahan, Serdang Bedagai, hingga kawasan mangrove di Kabupaten Langkat (Spalding et al., 2010). Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut merupakan satu-satunya kawasan suaka margasatwa di Indonesia yang keseluruhan arealnya berupa tipe ekosistem mangrove. Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut merupakan kawasan konservasi yang berupa hutan mangrove. Berdasarkan sejarahnya, sebelum ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa, hutan di Langkat Timur Laut oleh Kerajaan Negeri Deli ditetapkan sebagai Kawasan Hutan dengan Zelfbestuur Besluit (ZB) 6/8/1932 No. 148 seluas 9.520 hektar, sedangkan hutan di Karang Gading ditetapkan sebagai kawasan hutan dengan ZB 8/8/1935 No. 138 seluas 6.245 hektar. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 811/Kpts/Um/11/1980 tanggal 5 Nopember 1980, kedua kawasan tersebut ditunjuk sebagai Suaka Alam Cq. Suaka Margasatwa. 3.2. Letak dan Luas

(27)

Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara. Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut secara geografis terbentang antara 98º30’- 98º42’ BT dan 3º51’30”-3º59’45” LU. Luas kawasan konservasi ini sebesar 15.765 hektar.

3.3. Penetapan batas

Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I telah melaksanakan rekonstruksi batas kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading di Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang sepanjang 29,21 km yang dimulai dari SM.1 s/d SM.287/SM.1 dengan pemasangan pal batas bertulang besi sebanyak 286 (dua ratus delapan puluh enam) buah pada tahun 2006 dan pada tahun 2009 dilaksanakan kegiatan reposisi batas kawasan di Kecamatan Labuhan Deli dan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang sebanyak 4 (empat) buah yaitu SM.1/SM.287, SM.86, SM.174 dan SM.224 9 (Dephut, 2010).

3.4. Sosial Budaya

Berdasarkan data statistik tahun 2010, sarana kesehatan di Kecamatan Hamparan Perak, Kecamatan Labuhan Deli, Kecamatan Tanjung Pura dan Kecamatan Secanggang ada sekitar 11 Puskesmas, 32 Posyandu dan 3 Poliklinik. Mata pencaharian penduduk di sekitar Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut sebagian besar adalah sebagai nelayan, petani tambak, dan sebagian lagi sebagai pedagang, pegawai negeri dan petani sawit.

3.5. Flora dan Fauna

(28)

spesies tumbuhan dari 21 famili. Fauna yang terdapat di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut terdiri dari mamalia (12 jenis), aves (44 jenis) dan 13 diantaranya merupakan burung migran, serta sedikitnya tercatat 13 jenis dari kelas reptil 52 jenis ikan, moluska serta crustaceae.

(29)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, Sumatera Utara, yakni kawasan hutan mangrove di Karang Gading, Kabupaten Deli Serdang dan kawasan hutan mangrove di Langkat Timur Laut, Kabupaten Langkat (gambar 1) pada bulan September 2012 – Maret 2013.

Gambar 1. Peta Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut

4.2. Bahan dan Alat

Bahan penelitian ini berupa penutupan lahan yaitu lahan tambak, permukiman dan lahan kosong.

Alat-alat yang digunakan adalah peta lokasi, peta kerja, GPS, kompas,

(30)

4.3. Pelaksanaan Penelitian

a. Analisis Vegetasi

Penentuan lokasi pengamatan dilakukan dengan metode acak atau random sampling. Analisis vegetasi dilaksanakan pada tumbuhan bawah, sawit dan tanaman pertanian pada lahan tambak, pemukiman dan lahan kosong dengan menggunakan tiga buah garis berpetak dengan lebar 20 m dan panjang garis 360 – 420 m yang berisi 3 plot dengan jarak antar plot 100 m. Data yang telah didapat dari lapangan, lalu dianalisis dengan menghitung (1) kerapatan (ind/ha), (2) frekuensi, (3) dominansi (m2/ha) dan (4) indeks nilai penting (INP) dari masing -masing jenis, serta (5) Indeks keanekaragaman dari tiap ekosistem. Rumus - rumus yang digunakan sebagai berikut :

(31)

7.Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR

8.Indeks keanekaragaman dari Shannon – Wiener H’ = - ln (ni/N)]

Keterangan:

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon – Wiener S = jumlah jenis

ni = jumlah INP jenis ke – i N = total jenis

(Indriyanto, 2006).

b. Analisis Perhitungan Biomassa.

Lokasi penelitian berupa kawasan konservasi dan tidak boleh dilakukan penebangan (metode destruktif), penentuan volume tanaman atau besaran biomassanya dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan yang sudah dikembangkan oleh beberapa orang diantaranya Kettering et al., (2001), Brown et al., (1989), Haririah et al., (2011). Persamaan untuk mendapatkan estimasi besaran biomassa tersebut, disebut juga persamaan allometri. Untuk gambar desain pengukuran dan pengambilan sampel disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Desain penelitian untuk pengukuran karbon

(32)

Pengukuran biomassa pada tumbuhan bawah umumnya dilakukan dengan cara merusak (metode destruktif). Berikut adalah prosedurnya :

1. Semua tumbuhan bawah, herba dan rumput diambil pada beberapa plot, dan dipisahkan antara daun dan batangnya.

2. Semua bagian tadi dimasukkan ke dalam kantong kertas, dan diberi label sesuai dengan kode.

3. Untuk memudahkan penanganan, semua kantong kertas berisi tumbuhan bawah yang diambil dari satu plot diikat, kemudian dimasukkan dalam karung besar untuk mempermudah pengangkutan ke kamp/laboratorium.

4. Penimbangan berat basah daun atau batang, dan pencatatan beratnya dalam blangko.

5. Pengambilan sub-contoh tanaman dari masing-masing biomasa daun dan batang dengan berat sekitar 100-300 g. Bila biomasa contoh yang didapatkan hanya sedikit (< 100 g), maka tetap dilaksanakan di penimbangan semua berat basah biomasssa tadi dan dijadikan sebagai sub-contoh.

6. Kemudian tanaman bawah tersebut dioven selama 2 x 24 jam dengan suhu 80 °C untuk mendapatkan berat keringnya.

7. Penimbangan berat kering dan pencatatan dalam tally sheet.

(Lugina dkk., 2011).

Perhitungan biomassa dengan menggunakan rumus menurut Haririah et al., (2011) :

������(����) =�����������( ����)

����������� (����) × ������� (����)

(33)

c. Analisis Perhitungan Cadangan Karbon

Pendugaan cadangan karbon pada tanaman bawah dilakukan dengan menggunakan Rumus Karbon (Cb) menurut Lugina dkk., (2011) :

Cb = B x % C organik

Keterangan:

- Cb adalah kandungan karbon dari biomasa, dinyatakan dalam kilogram (kg); - B adalah total biomasa, dinyatakan dalam (kg);

- % C organik adalah nilai persentase kandungan karbon, sebesar 0,5. Nilai BK didasarkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Konstanta Umum Hasil Pengukuran Tanaman Bawah

No.

Perhitungan cadangan karbon dilakukan pada perkebunan sawit dengan menggunakan persamaan alometri berdasarkan ICRAF (2009) dalam Hairiah et al., (2011), yaitu:

(AGB)est = [0.0976 H + 0.0706] LPC

Keterangan: 1. AGB (Alometrik biomassa) (ton/ha) 2. H (Tinggi pohon) (meter)

(34)

Kandungan karbon (C) biomassa diperoleh dari 50% biomassa tumbuhan

d. Proses Kegiatan Pendugaan Cadangan Karbon

Diagram proses kegiatan pendugaan cadangan karbon pada lokasi penelitian disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Tahapan Pendugaan Cadangan Karbon Pengecekan Data Lapangan

Pengambilan Sample Skala Plot Di lapangan dengan ukuran 20 x

20 m sebanyak tiga plot

Tanaman

Dihitung berat kering tanaman setelah di oven selama 2 x 24 jam dengan suhu 80 0C

Interpolasi yaitu untuk mengetahui seluruh area sebarannya

Total Cadangan Karbon Pada Lahan Tambak, Permukiman dan Lahan Kosong Di Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut

Tumbuhan Bawah

(35)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Vegetasi pada Lahan Tambak, Lahan Permukiman dan Lahan

Kosong

Penelitian yang telah dilakukan pada kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut, diperoleh hasil vegetasi Suaka Margasatwa Karang Gading pada penggunaan lahan tambak, lahan permukiman, dan lahan kosong seperti disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Potensi Vegetasi Tanaman pada SM Karang Gading dan SM Langkat Timur Laut.

Penggunaan Lahan

SM Karang Gading SM Langkat Timur Laut

∑ Tanaman

(36)

persawahan. Luas areal pada lahan tambak di lokasi Suaka Margasatwa Karang Gading lebih sedikit dibanding dengan lokasi SM Langkat Timur Laut. Hal tersebut dikarenakan faktor aksesibilitas masyarakat ke dalam kawasan lebih sulit dibanding karang gading. Konversi lahan yang telah terjadi pada Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut sebagian besar disebabkan oleh adanya aktivitas manusia di kawasan tersebut. Pernyataan tersebut juga didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Purwoko (2009) yang menyebutkan bahwa besarnya perubahan penggunaan lahan ini diakibatkan oleh adanya kegiatan manusia pada kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut. Kawasan tersebut sebagian dikonversi menjadi areal untuk tambak, lahan kosong maupun pemukiman. Perubahan penggunaan lahan menjadi permukiman maupun tambak diakibatkan oleh masyarakat sekitar hutan membuka hutan mangrove primer atau sekunder menjadi permukiman maupun tambak. Pertambahan luas areal kosong disebabkan adanya areal pertambakan yang tidak diusahakan lagi. Kebanyakan masyarakat sekitar pantai membuka lahan tambak dengan cara menebang pohon bakau, sehingga mengurangi jumlah vegetasi yang ada di lokasi tersebut. Berdasarkan pengamatan di lapangan ditemukan lahan tambak yang sudah tidak di pergunakan lagi dan dibiarkan begitu saja tanpa adanya tindakan reboisasi atau penanaman kembali.

(37)

Tabel 3. Kelimpahan Jenis Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian di Lokasi Lahan Tambak. Permukiman dan Lahan Kosong Kawasan SM KGLTL

No Nama Jenis Nama Lokal

(38)

(SM LTL). Kondisi tersebut dipengaruhi oleh faktor iklim seperti kondisi pasang surut yang dapat membantu penyebaran biji dari tumbuhan tersebut dan juga tidak terlepas dari akitivitas manusia yang melakukan kegiatan olah tanah dan pertanian pasang surut di kawasan SM KGLTL. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Onrizal dan Oeliem (2002), menyebutkan bahwa sebelum ditetapkan menjadi Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, penduduk secara perorangan sudah mengambil kayu secara tidak sah dan memanfaatkan lahan kawasan Suaka Margasatwa sebagai lahan tambak. Walaupun sejak tahun 1980 hutan mangrove di Karang Gading dan Langkat Timur Laut ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa, tetapi pengambilan kayu dan pemanfaatan lahan di Suaka Margasatwa ini secara tidak sah masih terus berlangsung hingga saat ini.

Tabel 3 juga menginformasikan beberapa jenis tanaman pertanian yang terdapat pada kedua kawasan mangrove. Jenis tanaman pertanian yang ditemukan sebanyak tiga jenis, dan ketiganya ditemukan dalam kawasan SM Karang Gading. Wahyunto dkk., (2001) menyebutkan bahwa adanya aktivitas manusia dalam pembukaan kawasan mangrove tidak hanya menyebabkan kerusakan pada kawasan tersebut, juga menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan fisik dan sosial. perubahan lingkungan fisik terkait dengan perubahan struktur vegetasi, sedangkan sosial terkait dengan perubahan pendapatan dan strata sosial masyarakat.

5.2. INP (Indeks Nilai Penting)

(39)

tumbuhan yang dilakukan pada lokasi SM KG dan SM LTL disajikan pada Gambar 3 dan 4.

a. Lahan Tambak.

Gambar 4 menginformasikan indeks nilai penting tumbuhan bawah dan tanaman pertanian yang terdapat pada lahan tambak di kawasan SM Karang Gading dengan SM Langkat Timur Laut.

Gambar 4. Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian pada Lahan Tambak di SM Karang Gading

(40)

Berdasarkan hasil pada Gambar 4 dan 5 terdapat perbandingan lahan tambak dari kedua lokasi tersebut, terdapat perbedaan nilai INP dari keduanya. nilai INP tertinggi di SM Karang Gading adalah jenis C. iria sebesar 57.66% sedangkan nilai INP tertinggi dari lahan tambak pada kawasan SM Langkat Timur Laut adalah jenis A. spesiosum sebesar 20.83%. Tumbuhan A. spesiosum merupakan jenis yang tumbuh pada areal mangrove yang lebih sering tergenang

oleh pasang surut dan merupakan jenis mangrove sejati sedangkan jenis C. iria

adalah jenis gulma.

Penyebaran tumbuhan bawah maupun tanaman pertanian lebih banyak ditemukan pada kawasan mangrove SM LTL daripada kawasan mangrove SM KG. Hasil ini dapat menjadi acuan apabila dibandingkan dari tingkat pembukaan lahan, kawasan SM Karang Gading lebih besar dibanding dengan kawasan SM Langkat Timur Laut. Berdasarkan survei lapangan yang dilakukan pada kawasan mangrove SM Karang Gading, lahan permukiman yang terdapat pada kawasan tersebut salah satunya adalah Dusun Kuranda yang sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai peternak sapi dan kambing serta memiliki profesi sebagai petani tambak udang dan kepiting bakau serta nelayan.

b. Lahan Kosong

(41)

Gambar 6. Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah dan tanaman pertanian pada Lahan Kosong di SM Karang Gading.

Gambar 6 menginformasikan bahwa jenis tumbuhan bawah dengan INP tertinggi yaitu jenis C. iria sebesar 57.66%. Ini menunjukan bahwa kawasan lahan kosong pada kawasan SM Karang Gading lebih didominasi oleh jenis rumput rumputan yaitu C. iria. Karakteristik tanaman ini sebagai gulma adalah sebagai berikut.:

• pertumbuhannya cepat dan mempunyai daya saing yang kuat dalam

memperebutkan faktor-faktor kebutuhan hidupnya.

• mempunyai toleransi yang besar terhadap kondisi lingkungan yang ekstrem.

• mempunyai daya berkembang biak yang besar secara vegetatif dan atau generatif.

• alat perkembangbiakannya mudah tersebar melalui angin, air, maupun binatang.

• bijinya mempunyai sifat dormansi yang memungkinkannya untuk bertahan hidup dalam kondisi yang kurang menguntungkan

(Nasution,1986).

c. Lahan permukiman

Hasil analisis vegetasi tumbuhan bawah dan tanaman pertanian pada permukiman SM Karang Gading disajikan pada Gambar 7.

(42)

Gambar 7. Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian pada Lahan Pemukiman di SM Karang Gading.

Analisis vegetasi tanaman pertanian dalam Gambar 7 menunjukkan, tanaman yang mendominasi pada lokasi tersebut adalah jenis P. vaginatum. Jenis tersebut ditemukan di semua sampel plot analisis vegetasi. Nilai INP jenis tersebut sebesar 39.20%. P. vaginatum merupakan jenis rerumputan yang menjadi salah satu pakan dari ternak masyarakat setempat sehingga jumlah populasi tanaman ini banyak ditemukan. Monde dkk. (2008) menyebutkan bahwa alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian menunjukkan adanya penurunan kadar C organik tanah. Lahan hutan memiliki kandungan bahan organik tinggi karena adanya suplai bahan organik yang terus-menerus dari vegetasi hutan sehingga terjadi penumpukan.

5. 3. Cadangan Karbon

Berdasarkan model allometri pendugaan karbon pada tambak, lahan kosong, dan permukiman yang dilakukan pada dua tempat yaitu dalam kawasan

(43)

tersimpan merupakan akumulasi dari karbon tersimpan tegakan dan karbon tersimpan tumbuhan bawah pada masing-masing penutupan lahan. Cadangan karbon tersimpan di kawasan tersebut, disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Cadangan Karbon Pada Lahan tambak, lahan kosong dan lahan pemukiman Kawasan SM KGLTL

(44)

pada hutan mangrove akan menyebabkan berkurangnya kemampuan hutan mangrove dalam menyerap karbon.

Perlunya perhitungan simpanan karbon akibat terjadinya konversi hutan menjadi peruntukan lain sangat diperlukan sebagai usaha mitigasi perubahan iklim saat ini. Mitigasi merupakan upaya mengurangi laju emisi gas rumah kaca dari berbagai sumber (sources) dan meningkatkan laju penyerapannya oleh berbagai rosot, sehingga generasi yang akan datang tidak terbebani oleh dampak perubahan iklim secara lebih berat. Hairiah dan Rahayu (2007), menyebutkan

bahwa hutan alam dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan seresah yang banyak merupakan gudang penyimpan C tertinggi (baik di atas maupun di dalam tanah). Apabila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau ladang penggembalaan maka jumlah C tersimpan akan merosot. Berkenaan dengan upaya pengembangan lingkungan bersih, maka jumlah CO2 di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah

serapan CO2 oleh tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan (emisi)

CO2 ke udara serendah mungkin. Jadi, mempertahankan keutuhan hutan alami,

menanam pepohonan pada lahan-lahan pertanian dan melindungi lahan gambut sangat penting untuk mengurangi jumlah CO2 yang berlebihan di udara.

Lugina dkk., (2011) menyebutkan bahwa gas CO2 merupakan salah satu

(45)

kosong juga menyebabkan berkurangnya luas penutupan lahan dan hutan sebagai penyerap dan penyimpan GRK. Hasil ini juga didukung oleh Soemarwoto (2001) yang menyebutkan bahwa dengan menyusutnya luas hutan menyebabkan dampak pemanasan global yaitu berubahnya iklim.

Data simpanan karbon tersebut dapat dijadikan acuan bahwa kegiatan manusia dalam melakukan konversi hutan menjadi lahan pertanian akan sangat berdampak terhadap berkurangnya penyerapan karbon yang ada di bumi. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan kawasan konservasi yang baik terutama aspek perlindungan kawasan. Onrizal dan Oeliem (2002), menyebutkan metode untuk memperbaiki kawasan SM KGLTL, sesuai dengan klasifikasi kondisi kawasan, ada tiga bentuk kegiatan untuk mengembalikan kawasan tersebut, yaitu: (a) mempertahankan dan memantapkan areal yang masih baik, yaitu pada areal yang belum terganggu dengan kondisi mangrove masih baik, (b) merehabilitasi areal yang rusak, yaitu areal yang rusak akibat penebangan liar dan kondisi mangrovenya sudah rusak, namun lahannya belum dikonversi untuk penggunaan lain (misal: tambak, kebun dan Lainnya), dan (c) melaksanakan revitalisasi areal yang rusak berat, yaitu areal yang telah dikonversi untuk penggunaan lain. Berdasarkan PP Nomor 36 tahun 2010, disebutkan bahwa di kawasan SM dapat dilakukan kegiatan pemulihan ekosistem, melalui kegiatan mekanisme alam, rehabilitasi dan restorasi.

(46)

potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistem mangrove, yaitu flora, fauna, tanah, iklim, salinitas dan kualitas perairan; dan (b) sosial-ekonomi dan budaya masyarakat, baik yang berada di dalam kawasan maupun yang berada di luar kawasan (Onrizal dan Oeliem, 2002; Wahyunto dkk., 2001). Selain itu, pelaksanaan berbagai upaya tersebut harus didukung oleh koordinasi yang baik dari berbagai instansi yang terkait dan penegakan hukum, sehingga pengelolaan yang dilakukan merupakan pengelolaan yang didasarkan atas potensi kawasan dan kebutuhan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan (community base- management).

Perbandingan jumlah karbon pada lahan kosong, permukiman dan tambak di kawasan SM Langkat Timur Laut disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Perbandingan Jumlah Karbon pada Lahan Pemukiman, Lahan Tambak, dan Lahan Kosong di SM Karang Gading Langkat dan Timur Laut

Berdasarkan Gambar 8, terlihat bahwa simpanan karbon terbanyak terdapat lahan tambak pada kawasan SM Karang Gading. Total simpanan karbon pada lahan tambak pada kawasan SM Karang Gading sebesar 20.94% sedangkan

0

(47)

simpanan karbon pada lahan tambak SM Langkat Timur Laut adalah 9.85 ton/ha. Perbedaan cadangan karbon tersimpan pada masing-masing lokasi dipengaruhi beberapa faktor yaitu jumlah spesies dan perbedaan biomassa dari masing-masing tegakan dan tanaman pada kedua kawasan.

(48)

lebih rendah (Wibowo,2010). Perbandingan biomassa dengan simpanan karbon pada masing- masing lahan disajikan pada Lampiran 1.

Berdasarkan hasil perhitungan karbon yang telah dilakukan, diketahui bahwa alih fungsi hutan mangrove menjadi peruntukkan lain seperti lahan tambak, lahan kosong, dan lahan permukiman merupakan salah satu pengemisi atau emitter karbon. Terjadi perubahan kemampuan hutan dalam menyerap karbon, sehingga dengan adanya perubahan tersebut jumlah simpanan karbon pada lahan konversi akan berbeda dengan hutan yang tidak mengalami perubahan fungsi lahan. Hal tersebut didukung oleh penelitian Hairiah dan Rahayu (2007) yang menyebutkan bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau ladang penggembalaan maka jumlah C tersimpan akan merosot. Berkenaan dengan upaya pengembangan lingkungan bersih, maka jumlah CO2 di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah

serapan CO2 oleh tanaman sebanyak mungkin dan menekan pelepasan (emisi)

CO2 ke udara serendah mungkin.

(49)
(50)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

a) Simpanan karbon yang paling besar terdapat pada tambak pada kawasan SM Karang gading yakni 20.94 ton/ha. Simpanan karbon untuk lahan permukiman adalah sebesar 9.13 ton/ha dan pada lahan kosong memiliki simpanan karbon sebesar 6.63 ton/ha.

b)Nilai total cadangan karbon pada lokasi penelitian, yaitu lokasi tambak, lahan kosong, dan lahan pemukiman dalam kawasan SM Karang Gading Langkat Timur Laut adalah sebesar 46.55 ton/ha.

c) Tumbuhan bawah yang mendominasi pada kawasan SM karang Gading adalah jenis rumput-rumputan yakni C. iria (jekeng), sedangkan pada kawasan SM Langkat Timur Laut yakni jenis A. spesiosum (piai lasa).

d) Perubahan tutupan lahan mangrove menjadi peruntukkan lain seperti lahan tambak, lahan kosong, dan permukiman merupakan sumber pengemisi (emitter).

6.2. Saran

(51)

DAFTAR PUSTAKA

As-syakur, A.R.,2011. “ Perubahan Penggunaan Lahan di Provinsi Bali”. Jurnal Ecotrophic, 6 (1);1 -14 .

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA). 2012. Suaka Margasatwa Karang Gading. Sumatera Utara.

Brown, S., Gillespie, A., Lugo, A.E., 1989. Biomass estimation methods for tropical forests with applications to forest inventory data. Forest Sci 35, 881-902.

Dephut.2010 http://www.dephut.go.id/INFORMASI/PROPINSI/SUMUT/SM Karang Gading_LT.html. [Diakses 19 Mei 2013].

Donato, D.C, Kauffman, J.B., Murdiyarso, D., Kurnianto, S., Stidham, M., Kanninen, M., 2011. Mangroves among the most carbon-rich forests in the tropics. Nature Geosci. 4, 293-297.

Hairiah K, dan Rahayu S. 2007. Pengukuran ‘karbon tersimpan’ di berbagai macam penggunaan lahan. Bogor. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77 p

Hairiah, K., Ekadinata, A., Sari, R.R., Rahayu, S., 2011. Pengukuran Cadangan Karbon: dari tingkat lahan ke bentang lahan. Petunjuk praktis. Edisi kedua. Bogor, World Agroforestry Center, ICRAF SEA Regional Office.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta : Bumi Aksara.

IPCC., 2006. IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. IPCC National Greenhouse Gas Inventories Programme. IGES, Japan.

Kauffman, J.B., Donato, D.C., 2012. Protocols for the measurement, monitoring and reporting of structure, biomass and carbon stocks in mangrove forests. Working Paper 86. CIFOR, Bogor, Indonesia.

Ketterings, Q.M., Coe, R., van Noordwijk, M., Ambagau, Y., Palm, C.A., 2001.

Reducing uncertainty in the use of allometric biomass equations for predicting above-ground tree biomass in mixed secondary forests. Forest Ecol. Manag. 146, 199-209.

Krisnawati, 2010. Status Data Stok Karbon dalam Biomassa Hutan Indonesia. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Bogor.

(52)

Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Maladi,Y.C. 2013. Kajian Hukum Kritis Alih Fungsi Lahan Hutan Berorientasi Kapitalis. Jurnal Dinamika Hutan. 13 (1);109 -123.

Manuri, S., C.A.S. Putra dan A.D. Saputra. 2011. Tehnik Pendugaan Cadangan Karbon Hutan. Merang REDD Pilot Project, German International Cooperation – GIZ. Palembang.

Masripatin, N dan C. Wulandari (ed) .2010. REDD+ and Forest Governance. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Bogor.

Monde, N. Sinukaban, K. Murtilaksono, dan N. Pandjaitan. 2008. Dinamika Karbon (C) Akibat Alih Guna Lahan Hutan Menjadi Lahan Pertanian. Jurnal Agroland 15 (1) : 22 – 26.

Nasution, U. 1986. Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatera Utara dan Aceh.

Onrizal dan Oeliem, 2002. Studi Pengelolaan Hutan Mangrove Sebagai Suaka Margasatwa: Studi Kasus di Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut. USU digital Library. Medan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam Di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.

Purwoko,A. 2009. Analisis Perubahan Fungsi Lahan di Kawasan Pesisir dengan Menggunakan Citra Satelit Berbasis Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut).WAHANA HIJAU, Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah,.4 (3), 111 -116.

Saragih, F., 2011. Persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, Provinsi Sumatera Utara. Tesis. Universitas Diponegoro.

Sianturi, R., 2004. Potensi Karbon di Atas Permukaan Tanah pada Hutan Rakyat Sengon (Studi Kasus di Desa Pacekelan , Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah) [skripsi]. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(53)

Spalding, M., Kainuma, M., Collins, L., 2010. World Atlas of Mangroves . Earthscan. London.

Sugirahayu, L dan Rusdiana, O. 2011. Perbandingan Simpanan Karbon pada Beberapa Penutupan Lahan di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur Berdasarkan Sifat Fisik dan Sifat Kimia Tanahnya. Departemen Silvikultur. Fakultas Kehutanan IPB. Jurnal Silvikultur Tropika. 02 : 2011, 149 – 155.

Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa, Sebuah pengantar untuk studi karbon dan perdagangan karbon. Wetlands International Indonesia Programme. Bogor

Tim Perubahan Iklim Badan Litbang Kehutanan. 2010. Pedoman Pengukuran Karbon untuk mendukung Penerapan REDD+ di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan . Bogor.

Wahyunto, M.Z. Abidin, A. Priyono, dan Sunaryo. 2001. “Studi Perubahan Penggunaan Lahan Di Sub DAS Citarik, Jawa Barat dan DAS Kaligarang, Jawa Tengah”. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah. Balai Penelitian Tanah. Bogor.

(54)
(55)

Lampiran 1. Analisis Vegetasi, Biomassa dan Karbon Pada Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian di Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut

A. Suaka Margasatwa Karang Gading

1. Analisis Vegetasi, Biomassa dan Karbon Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian di Lokasi Lahan kosong SM KG

LPC = 2 x 2 x 9 / 10000 LPC = 0,0036 ha

No Nama Jenis Nama Lokal Σind K (ind/ha) KR (%) F FR (%) INP (%)

T / P(m)

Biomassa

(Ton/0.0036ha)

B

(Ton/ ha) C (Ton/ ha)

1 P. indica Beluntas 32 8888.9 9.30233 0.444 9.091 18.3932 0.18 0.003356 0.932266 0.466133

2 E. sonchifolia Temu wiyang 69 19167 20.0581 0.778 15.91 35.9672 0.24 0.009649 2.680265 1.340132

3 C. iria Jekeng 128 35556 37.2093 1 20.45 57.6638 0.22 0.016408 4.557745 2.278873

4 S. diander Brambangan 13 3611.1 3.77907 0.222 4.545 8.32452 0.28 0.002121 0.58914 0.29457

5 C. diffusa Aur – aur 35 9722.2 10.1744 0.556 11.36 21.5381 0.23 0.00469 1.302907 0.651453

6 S.sumatrensis Rumput krisen 28 7777.8 8.13953 0.667 13.64 21.7759 0.31 0.005058 1.404873 0.702437

7 M. micantha Sembung rambat 6 1666.7 1.74419 0.222 4.545 6.28964 0.32 0.001119 0.310755 0.155378

8 P. vaginatum Rumput asinan 13 3611.1 3.77907 0.222 4.545 8.32452 0.29 0.002197 0.610181 0.305091

(56)
(57)

2. Analisis Vegetasi, Biomassa dan Karbon Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian di Lahan Tambak SM KG

(58)

No Nama Jenis Nama Lokal Σind K

(ind/ha) KR (%) F

FR

(%) INP (%) T / P(m)

B

(Ton/0.0036ha) B (Ton/ ha) C (Ton/ ha)

1 S. melongena Terung 8 2500 6.95652 0.25 10 16.9565 0.55 0.006817 2.13025 1.065125

2 P. indica Beluntas 15 4687.5 13.0435 0.5 20 33.0435 0.5775 0.013421 4.193931 2.096965

3 P. foetida Markisa hutan 9 2812.5 7.82609 0.5 20 27.8261 1.7275 0.024087 7.527288 3.763644

4 M. micantha Sembung rambat 3 937.5 2.6087 0.25 10 12.6087 0.305 0.001418 0.442995 0.221498

5 C. rotundus Rumput teki 38 11875 33.0435 0.25 10 43.0435 0.1345 0.007918 2.47448 1.23724

6 P.vaginatum Rumput asinan 23 7187.5 20 0.125 5 25 0.15 0.005345 1.67031 0.835155

7 C. difformis Jukut 5 1562.5 4.34783 0.125 5 9.34783 0.25 0.001937 0.605185 0.302592

8 I. cylindrical Alang - alang 11 3437.5 9.56522 0.125 5 14.5652 0.087 0.001483 0.463329 0.231665

9 S. ningrum Ranti 1 312.5 0.86957 0.125 5 5.86957 0.03 4.65E-05 0.014524 0.007262

10 E. prostrata Urang - aring 1 312.5 0.86957 0.125 5 5.86957 0.13 0.000201 0.062939 0.03147

11 M. candidum senduduk 1 312.5 0.86957 0.125 5 5.86957 0.25 0.000387 0.121037 0.060518

(59)
(60)

8 P. vaginatum Rumput asinan 73 20278 24.9147 0.25 14.29 39.2004 0.275 0.013733 3.81473 1.907365

9 A. conyzoides Babandotan 4 1111.1 1.36519 0.125 7.143 8.50804 0.45 0.001231 0.342043 0.171021

10 E. hirta Patikan Kebo 15 4166.7 5.11945 0.125 7.143 12.2623 0.12 0.001231 0.342043 0.171021

11 M. micantha Sembung rambat 12 3333.3 4.09556 0.125 7.143 11.2384 2 0.016418 4.560573 2.280287

12 C. dactylom Rumput grinting 45 12500 15.3584 0.125 7.143 22.5012 0.3 0.009235 2.565322 1.282661

13 S.nigrum Ranti 4 1111.1 1.36519 0.125 7.143 8.50804 0.4 0.001095 0.304038 0.152019

Jumlah 293 81389 100 1.75 100 200 0.065744 18.26225 9.131123

B. Suaka Margasatwa Langkat Timur Laut

1. Analisis Vegetasi, Biomassa dan Karbon Tumbuhan Bawah dan Tanaman Pertanian di Lokasi Lahan Tambak SM LTL

LPC = 2 x 2 x 8 / 10000 LPC = 0,0032 ha

No Nama Latin Nama Lokal Σind K KR F FR INP H' T (m)

B (Ton/0,0032ha)

B (Ton/ha)

C (Ton/ha)

1 C. difformis Jukut 3 937.5 1.5625 0.125 4.1667 5.7291 2.635 0.15 0.0004 0.1305 0.07

2 B. riutic Rumput malela 2 625 1.04167 0.125 4.1667 5.208 0.1 0.0002 0.058 0.03

(61)

4 S.hydrophyilaceae Chengam 1 312.5 0.52083 0.125 4.1667 4.6875 0.03 0.0020 0.0087 0.02

6 M. candidum Senduduk 12 3750 6.25 0.25 8.3333 14.583 0.55 0.0061 1.9139 0.96

7 P. foetida Markisa hutan 6 1875 3.125 0.125 4.1667 7.291 2 0.0111 3.4798 1.74

8 A. aureum Paku laut 21 6562.5 10.9375 0.25 8.3333 19.270 0.75 0.0146 4.5673 2.28

10 W. biflora Serunai laut 13 4062.5 6.77083 0.125 4.1667 10.9375 0.5 0.006 1.8849 0.94

11 E. prostrata Urang - aring 4 1250 2.08333 0.125 4.1667 6.25 1 0.0037 1.1599 0.58

12 P. indica Beluntas 6 1875 3.125 0.25 8.3333 11.4583 0.75 0.0042 1.3049 0.65

13 N. bisserata Paku tarupat 7 2187.5 3.64583 0.125 4.1667 7.8125 0.25 0.0016 0.5075 0.25

14 P.commersonii Rumput gegenjuran 1 312.5 0.52083 0.125 4.1667 4.6875 0.15 0.0001 0.0435 0.02

15 W. trilobota Tusuk konde 3 937.5 1.5625 0.125 4.1667 5.729 0.35 0.001 0.3045 0.15

16 O. nodosa Rumput pait 1 312.5 0.52083 0.125 4.1667 4.6875 0.12 0.0001 0.0348 0.02

17 C. kyllinga Jukut pendul 8 2500 4.16667 0.125 4.1667 8.33 0.26 0.0019 0.6032 0.3

18 C. iria Jekeng 30 9375 15.625 0.125 4.1667 19.79 1 0.0278 8.6995 4.35

19 P. vaginatum Rumput asinan 2 625 1.04167 0.125 4.1667 5.208 0.35 0.0006 0.203 0.1

20 S. portulacostum Gelang laut 5 1562.5 2.60417 0.125 4.1667 6.770 0.2 0.0009 0.29 0.14

(62)

22 S. jamaicensis Krokot 18 5625 9.375 0.125 4.1667 13.5 1.3 0.0217 6.7856 3.39

23 A. spesiosum Piai Lasa 32 10000 16.6667 0.125 4.1667 20.83 1 0.0297 9.2795 4.64

Jumlah 192 60000 100 3 100 200 11.03 0.1339 41.852 20.9

2. Analisis Vegetasi , Biomassa dan Karbon Sawit di Lokasi Lahan Tambak SM LTL LPC = 20 X 20 X 8

/ 10000

LPC = 0,32 ha

Jalur Plot No. Nama Latin T (m) B

(Kg/3200m2) B (Ton/ ha) C (Ton/ha)

I 1 1 Elaesis guineensis 1.15 0.18284 0.0006 0.000285688

2 Elaesis guineensis 1.3 0.19748 0.0006 0.000308563

3 Elaesis guineensis 1.4 0.20724 0.0006 0.000323813

2 1 Elaesis guineensis 1.4 0.20724 0.0006 0.000323813

2 Elaesis guineensis 1.4 0.20724 0.0006 0.000323813

3 Elaesis guineensis 2.2 0.28532 0.0009 0.000445813

(63)

II 1 1 Elaesis guineensis 2.1 0.27556 0.0009 0.000430563

2 Elaesis guineensis 0.8 0.14868 0.0005 0.000232313

3 Elaesis guineensis 2.1 0.27556 0.0009 0.000430563

4 Elaesis guineensis 2.1 0.27556 0.0009 0.000430563

2 1 Elaesis guineensis 2.2 0.28532 0.0009 0.000445813

2 Elaesis guineensis 1.4 0.20724 0.0006 0.000323813

3 Elaesis guineensis 1.4 0.20724 0.0006 0.000323813

4 Elaesis guineensis 1.7 0.23652 0.0007 0.000369563

III 1 1 Elaesis guineensis 2.1 0.27556 0.0009 0.000430563

2 Elaesis guineensis 1.3 0.19748 0.0006 0.000308563

3 Elaesis guineensis 1.2 0.18772 0.0006 0.000293313

4 Elaesis guineensis 1.2 0.18772 0.0006 0.000293313

2 1 Elaesis guineensis 1.6 0.22676 0.0007 0.000354313

2 Elaesis guineensis 1.4 0.20724 0.0006 0.000323813

3 Elaesis guineensis 1.4 0.20724 0.0006 0.000323813

(64)

2 Elaesis guineensis 1.4 0.20724 0.0006 0.000323813

3 Elaesis guineensis 1.2 0.18772 0.0006 0.000293313

2 1 Elaesis guineensis 1.6 0.22676 0.0007 0.000354313

2 Elaesis guineensis 2.1 0.27556 0.0009 0.000430563

3 Elaesis guineensis 1.2 0.18772 0.0006 0.000293313

Jumlah 28 Elaesis guineensis 6.32488 0.0198 0.009882625

Rumus Alometrik Biomassa Sawit [ ICRAF, 2009 ] Kelapa Sawit (AGB)est = [0.0976 H + 0.0706]

LPC AGB (Alometrik biomasssa) ; H ( tinggi pohon ) Rumus Karbon (C)

C = B x 0.5

(65)

Lampiran 2. Profil Lokasi Penelitian di Kawasan SM KGLTL

Kawasan SM Karang Gading

a.

a b

1. Profil lahan Permukiman ; (a) akses jalan menuju Dusun Kuranda dan (b) Dusun Kuranda

(66)

Kawasan SM Langkat Timur Laut

Profil lahan tambak yang disekelilingnya terdapat tanaman sawit ( anak panah)

(67)

JENIS TUMBUHAN BAWAH YANG DITEMUKAN DI LOKASI PERMUKIMAN, TAMBAK DAN LAHAN KOSONG SUAKA MARGASATWA KARANG GADING LANGKAT TIMUR LAUT

Kingdom : Plantae

No. Nama Jenis Nama Lokal Gambar

1 Commelina diffusa Aur - aur

2 Emilia sonchifolia Gedawang -

gedawang

3 Shyphiphora hydrphyilaceae

(68)

4 Brachiaria mutica Rumput malela

5 Pasiflora foetida Markisa hutan

6 Mimusa pudica Putri malu

(69)

8 Cyperus kyllinga Jukut pendul

9 Cynodren dactilon Rumput grinting

(70)

11 Ageratum conyzoides Babandotan

12 Melastoma candidum Senduduk

(71)

14 Oryza sativa Padi

15 Echinochloa crussgali Rumput gejawan

16 Cyperus iria jekeng

(72)

18 Wedelia biflora

19 Ottochola nodosa Rumput Pait

20 Wedelia trilobota Tusuk konde

(73)

22 Toddalisa asiatica Akar kucing

23 Paspalum vaginatum Rumput asinan

24 Scleria sumatrensis Rumput krisen

(74)

26 Nephrolepsis bisserata Paku harupat

27 Acrosticum aureum Paku laut

28 Paspalum Commersinii Rumput gegenjuran

29 Ecliptica prostata Urang – aring

(75)

31 Ludwiga octovalvis Tapak doro

32 Mikania micantha Sembung rambat

Gambar

Gambar 2. Desain penelitian untuk pengukuran karbon
Tabel 1. Konstanta Umum Hasil Pengukuran Tanaman Bawah
Gambar 3. Tahapan Pendugaan Cadangan Karbon
Tabel 2. Potensi Vegetasi Tanaman pada SM Karang Gading dan SM Langkat Timur Laut.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kedatangan para pekerja dari Jawa ke perkebunan Deli sangat erat kaitannya dengan kondisi penyempitan lahan pertanian Jawa akibat penguasaan oleh perusahaan-perusahaan

Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan penelitian yang dilakukan yaitu (1) mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran menggunakan strategi socio-scientific

Ia juga menambah maklumat sejarah terutama mengenai Mat Kilau yang selama ini kebanyakan para penulis tidak menyebut peranan guru dan ayah angkatnya Haji Uthman bin Haji Senik

a. Mulai dengan satu konsep diantaranya sebarkan pokok-pokok yangterkait dengan menghubungkan dan memberikan garis-garis berwarna supaya siswa mudah untuk

Hasil temuan dari penelitian ini yaitu tidak terdapat perbedaan kinerja keuangan pada ROE, EPS, Current Ratio, Ebit Margin, dan Net Profit Margin sebelum dan sesudah merger

Secara garis besar Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian (SIMPEG) ini adalah Program yang bisa memberikan kemudahan-kemudahan bagi para Pengelola Kepegawaian

Permasalahan yang di angkat pada penelitian ini adalah bagaimana kelayakan instalasi listrik rumah tinggal di atas umur 15 tahun di Desa Berok Kecamatan Koba Kabupaten

materi pembelajaran dari seorang tenaga pendidik kepada para peserta didik yang dimilikinya. Karenanya kegiatan pembelajaran ini sangat bergantung pada komponen- dimilikinya.