BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA
2. Terbimbing
a. Jumini
Beliau lahir di Indramayu pada tanggal 21 juni 1942, beliau sudah 2 tahun 6 bulan berada dipanti anak dan suaminya telah meninggal dunia, merantau ke Jakarta demi mencari kehidupan dan akhirnya beliau diberi rujukan sama camat setempat agar tinggal dipanti jompo saja karena mengingat usianya sudah tua, dan tidak mempunyai sanak saudara di Jakarta, beliau sangat bersyukur tinggal dipanti daripada hidupnya tidak jelas dijalanan, beliau rajin mengikuti
kegiatan-kegiatan yang ada dipanti terutama kegiatan bimbingan agamanya,karena dengan agama beliau bisa tahu mana yang benar dan mana yang salah dan bisa menjalankan ibadah dengan baik agar kelak jika beliau mati bisa pulang dengan membawa bekal yang
cukup untuk kehidupan yang kekal disana.3
Ibu Jumini merupakan lansia yang taat ibadahnya, ia tidak pernah melewatkan shalat 5 waktu setiap harinya, juga dalam kegiatan lain iapun cukup aktif mengikutinya seperti kegiatan qasidah, keterampilan, dan lain sebagainya. Ketika penulis bertanya tentang kematian seperti apa rasanya ketika ia mengingatnya ia menjawab sambil menundukan kepalanya sambil menjawab bahwasanya ia sedih ketika memikirkan kematian karena ia tinggal dipanti dan punya pengalaman pribadi yang kurang mengenakan dibenaknya yang ia lihat ketika ada lansia yang meninggal dipanti seperti nanti kuburannya tidak ada yang merawatnya karena jauh dari keluarga, takut kuburannya nanti dapat beberapa tahun digali lagi terus ditumpuk oleh jenazah yang lain, terus bagaimana nanti keadaan di dalam kuburnya karena ia ditumpuk-tumpuk seperti itu, itu yang membuat ibu jumini sedih ketika ingat kematian, akan tetapi setelah dibimbing diberi arahan yang benar oleh penanggung jawab panti dan juga pembimbing agama Alhamdulillah sekarang ia menjadi lebih 3
Wawancara dengan nene Jumini ( Lansia RPLU Jelambar), Jakarta, 22 September 2014
tenang dan lebih berpikir positif lagi ke depannya, dan fokus untuk terus meningkatkan amal ibadahnya kepada Allah agar kelak bisa menolongnya nanti diakhirat.
b. Yuli
Beliau lahir di Bandung pada tanggal 17 Juni 1943 sudah 2 tahun beliau tinggal dipanti tidak mempunyai anak karena suaminya meninggal, seluruh hartanya dirampas oleh mertuanya sendiri akhirnya beliau tidak punya apa-apa lagi dan setelah berpikir panjang memutuskan untuk tinggal dipanti jompo saja daripada hidup dijalanan, selanjutnya beliau meminta surat rekomendasi dari polisi agar bisa bisa ditempatkan atau tinggal dipanti jompo, kini di sisa-sisa hidupnya beliau memasrahkan dirinya kepada Allah sambil terus berusaha beridah semaksimal mungkin agar kelak bisa meninggal dalam keadaan khusnul khatimah.
Ibu yuli termasuk lansia yang ceria yang sangat aktif mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada dipanti setiap harinya walaupun sekarang umurnya sudah menginjak diusia 71 tahun, termasuk juga dikegiatan bimbingan agamanya yang selalu ia tunggu, bahkan ketika hari bimbingan agama tiba ia selalu datang duluan ke mushola sebelum pembimbing agama datang, rasa semangat untuk beribadah kepada Allah menjadi penggerak hatinya untuk selalu
belajar agama, ketika penulis bertanya tentang perasaannya akan kematian yang pasti datang ia menjawab rasa takut pasti ada, perasaan takut itu didasari karena ia memikirkan bagaimana nanti suasana didalam kuburnya, hal seperti apa yang akan menimpanya nanti juga karena ia merasa bekal yang ada sekarang belum cukup masih sedikit, tetapi Alhamdulillah setelah ustadz Agus makhsum bimbing dengan metode ceramah dan juga melalui pendekatan-pendekatan ia merasa lebih tenang dan harus terus berbuat baik dibarengi dengan ibadah yang maksimal kepada Allah.
c. Emiyati
Beliau lahir pada tanggal 19 Mei 1939 di kampung halamannya yaitu Sragen, Jawa Tengah. Beliau sudah enam tahun berada di panti, nenek emi tidak mempunyai dan ditinggal suaminya di usia pernikahannya yang baru sembilan tahun untuk merantau ke Jakarta dan setelah itu tidak ada lagi kabar suaminya sampai sekarang, selang beberapa tahun karena sudah tidak ada yang manafkahi lagi, akhirnya beliau memutuskan untuk ke Jakarta dengan niat untuk mencari pekerjaan, akan tetapi sesampainya di Jakarta karena beliau tidak mempunyai skill untuk menempati suatu pekerjaan, beliaupun tidak kunjung mendapatkan pekerjaan. Akhirnya beliau memutuskan untuk menjadi seorang pengemis.
Cukup lama beliau menjadi pengemis di Jakarta tepatnya yaitu dikawasan Grogol, Jakarta barat. Karena peraturan di DKI Jakarta yang sedang gencarnya memberantas pengemis akhirnya ketika sedang mengemis beliaupun di tangkap oleh petugas Satpol PP didata dan selanjutnya dimasukan ke PSBDI Cengkareng dan dipindahkan di RPLU Jelambar, dan karena tidak mempunyai sanak saudara di Jakarta beliaupun pasrah untuk tinggal di panti sampai sekarang.
Sama seperti lansia yang lain, nenek emi juga termasuk lansia yang selalu mengikuti kegiatan yang ada dipanti. Nenek emi mempunyai teman yang sangat akrab di panti yaitu nenek yanti, beliau sudah menganggap nenek yanti sebagai saudaranya sendiri, suatu ketika nenek yanti jatuh sakit dan tidak kunjung sembuh, beliaupun selau menemaninya hingga pada saat nenek yanti sakaratul maut dan meninggal beliau menyaksikannya. Nenek emi sangat sedih dan seperti orang ketakutan mengurung diri terus dikamar hingga berhari-hari, tidak mau mengikuti kegiatan seperti biasanya. Melihat permasalahan itu pada akhirnya ustadz Agus makhsum mendatanginya mengajak nenek emi untuk berbagi cerita akan permasalahan yang dialamainya selanjutnya bertukar pikiran dan mencari solusinya. Setelah digali permasalahannya lalu ditemukanlah mengapa nenek emi bersikap seperti itu, yaitu ternyata nenek emi menyimpan trauma yang mendalam ketika melihat temannya sakaratul maut lalu meninggal dunia. Selanjutnya ustadz Agus
makhsum memberikan pengertian yang lebih akan hakikat sebuah