• Tidak ada hasil yang ditemukan

DI SULAWESI TENGGARA

TERHADAP KONDISI GENANGAN

Pendahuluan

Genangan air (waterlogging) merupakan salah satu kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan bagi tanaman dan fungi mikoriza (Helgason dan Filter 2009). Karakter genangan air umumnya anaerobik dicirikan dengan gejala hipoksia dan anoksia (Elzenga dan van Veen 2010). Kondisi tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan kemampuan adaptasi jenis (Kreuzwieser dan Gessler 2010; Parolin dan Wittman 2010) serta komposisi jenis dalam tegakan hutan (Kozlowski 1984; 1997). Pengaruh genangan tersebut sangat bervariasi karena tergantung pada jenis dan genetiknya, umur, waktu dan lama genangan (Kozlowski 1984) serta kedalaman genangan (Iwanaga dan Yamamoto 2008). Tanaman memiliki mekanisme adaptasi fisiologi dan morfo-anatomi, sehingga toleran terhadap kondisi genangan. Adaptasi fisiologi dapat dilakukan dengan mengakumulasi cadangan karbohidrat yang banyak ke akar serta fermentasi alkohol sebagai alternatif (Kreuzwieser dan Gessler 2010; Parolin dan Wittman 2010). Adapun adaptasi morfologi-anatomi dilakukan dengan membentuk lentisel, pertumbuhan akar liar (adventitious roots) dan aerenkima (Folzer et al. 2006; Parolin dan Wittman 2010).

Toleransi tanaman terhadap genangan sangat bervariasi dan sangat ditentukan oleh jenis (Kozlowski 1984). Jenis-jenis yang toleran lebih adaptif terhadap genangan (Kogawara et al. 2006). Namun demikian perbedaan habitat dari spesies juga sangat menentukan keberhasilan hidup tanaman pada kondisi genangan (Ferreira et al. 2009; Nielsen et al. 2010). Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa jenis yang tumbuh alami di daerah tergenang lebih toleran terhadap genangan, seperti pada jenis Nyssa sylvatica (Keeley 1980), Populus angustifolia betina (Nielsen et al. 2010) dan Himatanthus sucuba (Ferreira et al. 2009). Informasi respon dan adaptasi jenis toleran dari wilayah tropis terhadap genangan masih perlu dikaji (Parolin 2009). Di Indonesia, penelitian terkait pemilihan jenis toleran genangan berbeda habitat masih sangat terbatas.

Lonkida (Nauclea orientalis L.) merupakan jenis tropis multiguna yang tumbuh alami pada berbagai tipe habitat termasuk lahan basah (Petty dan Douglas 2010; Kartikasari et al. 2012) dan memiliki distribusi alami di Indonesia (Whitmore et al. 1997; Keβler et al. 2002). Jenis ini berpotensi sebagai tanaman untuk agroforestry, fitoremediasi dan rehabilitasi lahan terdegradasi khususnya lahan basah (Marghescu 2001; Amihan-Vega dan Mendoza 2005; Mawaddah 2012) serta tumbuhan obat (Lim 2013). Studi awal respon lonkida terhadap genangan skala rumah kaca telah diteliti dan tampak bahwa jenis ini toleran terhadap cekaman genangan air (Kurniawati 2011). Namun studi terkait respon pertumbuhan dan adaptasi serta kemampuan serapan hara tanaman lonkida dari berbagai habitat pada kondisi genangan belum pernah dilakukan.

Jenis ini juga dilaporkan berasosiasi dengan FMA Glomus mossea di India (Sudha dan Ammani 2010) dan menunjukkan respon pertumbuhan yang baik terhadap aplikasi FMA pada kondisi tergenang (Kurniawati 2011). Jenis yang

toleran pada kondisi genangan dapat dibantu oleh kehadiran fungi mikoriza arbuskula (FMA). Asosiasi tanaman dengan FMA pada kondisi genangan merupakan strategi tanaman untuk memperbaiki serapan hara dan sirkulasi oksigen (Elzenga dan van Veen 2010). Pada kondisi genangan, FMA dapat meningkatkan pertumbuhan (Osundina 1998; Fougnies et al. 2007), biomassa dan serapan hara, khususnya P (Miller dan Sharitz 2000; Muok dan Ishii 2006; Fougnies et al. 2007), pertumbuhan sistem perakaran (Wu et al. 2013) serta struktur komunitas tanaman (Bauer et al. 2003). Namun kolonisasi, kelimpahan dan manfaat FMA pada kondisi genangan air dapat bervariasi antara spesies tanaman (Bauer et al. 2003), jenis FMA (Secilia dan Bagyaraj 1994; Sah et al. 2006) dan ketersediaan P (Stevens et al. 2002; Garcia et al. 2008) serta jarak FMA dari rhizospher (Keeley 1980). Keeley (1980) melaporkan biomassa bibit Nyssa sylvatica bermikoriza dari sumber benih tergenang lebih tinggi dibandingkan dengan yang berasal dari daerah darat kering.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji adaptasi morfo-anatomi, daya hidup, pertumbuhan, biomassa dan serapan hara lonkida yang berasal dari habitat yang berbeda yang diinokulasi dengan FMA pada kondisi genangan air.

Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Bagian Ekologi Hutan Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Analisis sifat kimia tanah dan analisa kadar hara jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium Tanah dan Tanaman SEAMEO BIOTROP, Bogor. Adapun penyiapan preparat dan pengamatan aerenkima dilakukan di Laboratorium Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI. Penelitian dilaksanakan selama 7 bulan (Mei sampai dengan November 2014).

Bahan dan Alat

Alat utama yang digunakan pada penelitian ini adalah Green leaf area meter model GA-5, Yamato Electro Freezer Mc-802A, mikrotom Yamato RV-240 dan mikroskop Axio Imager A1m/Axiocam MRc5. Bahan yang dipakai pada

penelitian ini adalah bak berbahan mika, media pasir dan tanah, mycofer IPB (Glomus etunicatum, G. manihotis, Acaulospora tuberculata dan Gigaspora margarita), Polybag (15 x 20 cm), benih lonkida, safranin 20%, larutan glyserol, 50% larutan gula, KOH 10%, HCl 2%, H2O2, Trypan Blue (0.1g) dan bahan-

bahan kimia untuk analisis sifat kimia tanah dan analisis hara jaringan tanaman.

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah pertumbuhan (tinggi batang, diameter batang dan jumlah daun), bobot bahan organik tanaman (berat kering akar, pucuk dan total) dan keragaan adaptasi morfologi (jumlah lentisel dan akar liar) dan anatomi (aerenkima), serta struktur FMA di akar dan kepadatan spora FMA.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan percobaan faktorial dengan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 3 faktor. Faktor pertama adalah habitat lonkida (A) yang terdiri atas : a0 = darat kering, a1 = rawa, a2 = rawa temporal dan a3 =

savanna rawa temporal, Faktor kedua adalah Fungi Mikoriza Arbuskula (B) : b0 =

tanpa mikoriza dan b1 = mikoriza, Faktor ketiga adalah genangan air (C) : c0 =

tanpa genangan dan c1 = tergenang air). Masing-masing perlakuan diulang 3 kali,

dan setiap ulangan dari 3 tanaman uji sehingga secara keseluruhan terdapat 144 tanaman uji.

Prosedur Penelitian

Pengecambahan Benih

Benih lonkida dikoleksi dari pohon induk pada kondisi habitat yang berbeda (habitat rawa, rawa temporal, lahan darat kering dan savanna rawa temporal) di Sulawesi Tenggara. Perkecambahan benih lonkida tidak membutuhkan perlakuan awal benih. Benih dikecambahkan pada bak berbahan mika (20 x 20 x 5 cm) yang sudah dilubangi dan berisi media pasir steril.

Penyiapan Inokulum dan Inokulasi FMA

Inokulum FMA yang digunakan adalah mycofer IPB yang berisi 4 (empat) jenis FMA, yakni Glomus etunicatum, G. manihotis, Acaulospora tuberculata dan Gigaspora margarita. Jumlah spora per 5 g inokulum sebanyak ± 83 spora. Sebelum inokulasi FMA, Polybag (15 x 20 cm) diisi media tanah steril sebanyak ± 1.5 kg. Inokulasi FMA diberikan sesuai perlakuan untuk setiap polybag, yang diletakkan dekat akar semai lonkida yang berumur 60 hari. Semai yang tidak diinokulasi dijadikan sebagai kontrol (Lampiran 4). Media tanah memiliki pH 5.2, C organik 0.27%, N Total 0.06%, C/N rasio 5, P tersedia 2.5 ppm, katian-kation dapat ditukar Ca, Mg, K, Na, dan KTK masing-masing 10.32 cmol/kg, 1.49 cmol/kg, 0.66 cmol/kg, 1.76 cmol/kg dan 19.79 cmol/kg.

Perlakuan Penggenangan

Bibit bermikoriza dan tanpa mikoriza umur 150 hari selanjutnya diberi perlakuan genangan air. Bibit tersebut diletakkan pada pot genangan berukuran 26,5 cm x 23 cm. Sebanyak 72 bibit diberi genangan air setinggi ± 3 cm dari permukaan media polybag, sedangkan 72 bibit lainnya disiram setiap hari sebagai perlakuan tanpa genangan (kontrol) (Garcia et al. 2008). Pemantauan tinggi genangan dilakukan setiap minggu 3 kali.

Cara Pengumpulan Data

Pertumbuhan dan biomassa

Pengamatan pertambahan tinggi, diameter dan jumlah daun serta daya hidup tanaman dilakukan pada akhir penelitian. Pengukuran luas dan lebar daun dilakukan dengan menggunakan green leaf area meter model GA-5 (Tokyo Photoelectric Co. Ltd). Setelah 90 hari genangan, pemanenan dan pemisahan bagian atas (pucuk dan batang) dan bawah (akar), kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 75 0C selama 48 jam (Garcia et al. 2008). Rata-rata pertumbuhan relatif tanaman untuk berat kering total tanaman (RGTt), pucuk (RGTs) dan akar (RGTr) pada kondisi genangan dan tanpa genangan (kontrol), dihitung

menggunakan rumus Garcia et al. (2008) : RGRi = (ln Wtf-ln Wto)/(tf-to), dimana : RGR = pertumbuhan relatif tanaman dan i = berat kering total, pucuk dan akar; Wtf = berat kering total, pucuk dan akar pada akhir periode penelitian (240 hari); Wto = berat kering pada periode normal (150 hari) dan (tf-to) = perbedaan antara kondisi normal dan total periode pertumbuhan (90 hari).

Serapan Hara

Hara yang diukur adalah kadar dan akumulasi N dan P. Pengukuran kadar P dengan metode HNO3-HClO4 dan N dengan Kjeldahl (Balai Penelitian Tanah

2009).

Adaptasi Morfologi dan Anatomi

Pengamatan dan penghitungan jumlah lentisel dan akar liar dilakukan setiap minggu dengan tanpa merusak tanaman, sedangkan pengamatan aerenkima dilakukan dengan mengikuti metode freezing microtome. Akar ± 3 cm (diameter

< 3mm) dimasukkan ke larutan alkohol 70%, kemudian akar-akar tersebut dipotong menggunakan gunting. Potongan akar 0,5 cm diletakkan di Yamato Electro Freezer Mc-802A selama 2-3 menit pada suhu -15 oC. Akar dipotong menggunakan mikrotom Yamato RV-240 dengan ketebalan 20 µm. Sebelum akar diletakkan di kaca preparat, akar diwarnai dengan safranin 20% dan diberi larutan glyserol. Pengamatan aerenkim menggunakan mikroskop Axio Imager A1m/Axiocam MRc5.

Indeks Kerentanan

Untuk semua variabel tanaman yang diukur, dapat dihitung indeks kerentanannya (Hiler et al. 1972) dengan rumus : SI = 1 – besarnya rasio antara tanaman tergenang dengan tanaman tanpa genangan, dimana : SI = positif ketika perlakuan genangan menurunkan nilai peubah yang diukur dibanding kontrol atau negatif ketika berlaku sebaliknya.

Kepadatan spora dan kolonisasi FMA

Sampel tanah sebesar 30 g dikoleksi dari media tanah polibag pasca panen untuk kebutuhan analisis kepadatan spora. Spora diekstraksi dari tanah dengan metode tuang saring basah (Gerdemann dan Nicolson 1963) dilanjutkan dengan sentrifugasi supernatan yang ditambahkan 50% larutan gula (Walker et al. 1982). Spora FMA hasil ekstraksi diamati dan dihitung di bawah mikroskop dissecting pembesaran 35x. Kolonisasi akar diamati dengan teknik pewarnaan akar dari Brundrett et al. (1996). Sebanyak 20 potong akar segar (panjang ± 1 cm) diambil dari akar tanaman secara acak pasca pemanenan tanaman. Akar segar dibersihkan dalam KOH 10% selama 2 hari, kemudian diberi H2O2 selama 10-20 menit dan

dibilas sampai bersih. Akar selanjutnya diberi HCl 0.2% selama 20 menit dan kemudian diberi larutan Trypan Blue (0.05%). 10 sampel akar dari masing-masing tanaman diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 200x. Penghitungan kolonisasi akar menggunakan rumus : [Σ bid pandang bermikoriza/ Σ total bidang

Analisis Data

Data pengujian dianalis menggunakan analisis ragam (ANOVA). Uji lanjut menggunakan perbandingan rataan menggunakan uji jarak Duncan (DMRT). Analisis data menggunakan progam SAS 9.1.3 portable.

Hasil Serapan Hara

Akumulasi N di akar tertinggi ditemukan pada lonkida dengan perlakuan habitat lahan kering bermikoriza pada kondisi genangan (a0b1c1) dan tidak

berbeda nyata dengan perlakuan habitat lainnya tanpa mikoriza pada kondisi genangan dan bermikoriza tanpa genangan serta pada habitat rawa temporal bermikoriza pada genangan. Akumulasi N di pucuk tertinggi terdapat pada tanaman habitat rawa temporal tanpa mikoriza pada kondisi genangan (a2b0c1) dan

tidak berbeda dengan perlakuan habitat rawa tanpa mikoriza pada kondisi genangan (a1b0c1) dan habitat savanna bermikoriza tanpa genangan (a3b1c0) (Tabel

3.1).

Akumulasi P di akar tertinggi pada habitat rawa temporal (2.67 mg) dan terjadi peningakatan 28% pada perlakuan genangan dibanding tanpa genangan. Peningkatan 55% Akumulasi P di pucuk pada perlakuan genangan dibanding tanpa genangan. Meskipun demikian, kadar N pucuk pada perlakuan genangan lebih rendah (12%) dibanding tanpa genangan (Tabel 3.2).

Pertumbuhan Tanaman

Rata-rata pertambahan tinggi bibit dari habitat rawa temporal dan savanna tanpa mikoriza berbeda nyata dengan perlakuan lain, kecuali terhadap perlakuan habitat rawa baik tanpa maupun bermikoriza (Gambar 3.1). Lonkida tumbuh lebih baik pada kondisi genangan dibandingkan tanpa genangan. Perbedaan pertumbuhan tinggi sebesar 32%, diameter 46%, luas daun 40%, panjang daun 17% dan lebar daun 21% (Tabel 3.3). Meskipun demikian, genangan menurunkan jumlah daun sebesar 9%.

Habitat rawa temporal yang diberi genangan memiliki RGRt tertinggi (0.0125 g/hari) dan terrendah pada lahan darat kering yang diberi perlakuan genangan (0.0047 g/hari) (Gambar 3.2). Perlakuan genangan tidak nyata mempengaruhi RGRr tetapi meningkatkan RGRs sebesar 42% (Tabel 3.2). Perlakuan tanpa mikoriza memiliki RGRs, RGRr dan RGRt lebih tinggi dibanding perlakuan mikoriza (Tabel 3.3).

Biomassa Tanaman

Pada peubah berat kering pucuk (BKP), interaksi habitat rawa temporal tanpa mikoriza pada kondisi genangan (a2b0c1) tidak berbeda nyata dengan habitat

rawa dan savanna tanpa mikoriza pada kondisi genangan (a1b0c1 dan a3b0c1) dan

habitat lahan kering bermikoriza pada kondisi tergenang (a0b1c1) dan habitat

savanna bermikoriza tanpa genangan (a3b1c1). Perlakuan a2b0c1 dan a0b1c1

berbeda nyata dengan semua perlakuan pada peubah berat kering akar (BKA). Pada peubah berat kering total (BKT), a2b0c1 berbeda nyata dengan perlakuan lain,

kecuali a0b1c1, a3b0c1 dan a3b1c0 (Tabel 3.1). RPA tanpa mikoriza (1.95) lebih

Tabel 3.1 Pengaruh interaksi habitat, mikoriza dan genangan terhadap peubah pengamatan bibit lonkida umur 3 bulan

Perlakuan

Peubah

Jumlah spora Vesikel BKP (g) BKA (g) BKT (g) Akumulasi N di akar (mg) Akumulasi N di pucuk (mg)

a0 b0 c0 c1 0.00±0.00* e** 0.00±0.00 c 1.66±0.25 b 0.91±0.22 b 2.57±0.46 b 9.4±1.93 b 13.5±0,95 b 0.00±0.00 e 0.00±0.00 c 1.55±0.23 b 1.10±0.04 b 2.65±0.21 b 11.4±0.43 b 11.1±1.40 b b1 c0 c1 278.7±15.67 c 9.70±0.33 a 1.31±0.06 b 1.04±0.03 b 2.35±0.05 b 11.5±0.20 b 10.8±1.40 b 168.7±13.17 cd 11.1±0.94 a 2.19 ±0.28ab 1.70±0.14 ab 3.89±0.35 ab 21.5±5.28 a 15.4±1.34 b a1 b0 c0 c1 0.00±0.00 e 0.00±0.00 c 1.76±0.21 b 0.84±0.11 b 2.60±0.31 b 9.4±0.68 b 14.8±1.79 b 0.00±0.00 e 0.00±0.00 c 2.41±0.28 ab 1.12±0.07 b 2.53±0.34 b 11.9±0.73 ab 16.0±2.26 ab b1 c0 346.7±48.31 b 3.30±0.88 b 1.49±0.17 b 1.00±0.13 b 2.49±0.27 b 12.6±0.98 ab 12.4±0.89 b c1 155±36.47 b 4.40±0.73 b 1.82±0.19 b 1.06±0.16 b 2.88±0.34 b 10.9±1.62 b 14.5±1.76 b a2 b0 c0 c1 0.00±0.00 e 0.00±0.00 c 1.64±0.14 b 0.99±0.33 b 2.63±0.48 b 10.7±2.26 b 13.6±1.48 b 0.00±0.00 e 0.00±0.00 c 3.32±0.38 a 1.72±0.16 a 5.04±0.54 a 16.3±1.07 ab 25.0±3.66 a b1 c0 c1 652±31.65 a 3.80±0.77 b 1.43±0.09 b 1.15±0.17 b 2.58±0.18 b 13.4 ±1.84 ab 12.6±0.80 b 128.3±15.96 d 4.60±0.47 b 1.98±0.26 b 1.15±0.13 b 3.13±0.36 b 13.0±1.35 ab 14.1±2.58 b a3 b0 c0 c1 0.00±0.00 e 0.00±0.00 c 1.56±0.16 b 0.81±0.07 b 2.37±0.23 b 10.5±0.84 b 13.5±0.38 b 0.00±0.00 e 0.00±0.00 c 2.34±0.43 ab 1.16±0.18 b 3.49±0.60 ab 14.1±2.49 ab 15.4±1.47 b b1 c0 449.3±56.33 b 1.00±0.74 bc 2.28±0.23 ab 1.18±0.15 b 3.47±0.30 ab 14.2±2.49 ab 16.3±0.80 ab c1 141.7±17.57 d 9.00±0.61 a 1.71±0.24 b 0.72±0.05 b 2.42±0.27 b 7.2±0.77 b 14.2±3.02 b a0 (habitat lahan kering), a1 (rawa), a2 (rawa temporal), a3 (savanna), b0 (tanpa mikoriza), b1 (mikoriza), c0 (tanpa genangan), c1 (genangan), BKP (berat kering pucuk), BKA (berat kering akar), BKT (berat kering total), *rataan±SE (n=3), **Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada selang kepercayaan 95%.

Gambar 3.1 Pengaruh interaksi habitat dan FMA terhadap rataan pertumbuhan tinggi bibit N. orientalis L (a) dan pengaruh interaksi habitat dan genangan terhadap RGRt (b)

Adaptasi Morfo-Anatomi Lonkida

Bibit lonkida memiliki mekanisme adaptasi morfologi dan anatomi pada kondisi genangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lonkida membentuk akar liar, lentisel dan aerenkima (Tabel 3.2 dan Gambar 3.2). Lentisel mulai terbentuk 3-5 hari setelah penggenangan. Pada kondisi genangan semua bibit membentuk lentisel (100%) dan akar liar (41%). Aerenkim dibentuk di korteks akar, baik pada kondisi genangan maupun tanpa genangan. Proporsi jaringan aerenkima di korteks lebih besar pada akar yang diberi perlakuan genangan (Gambar 3.2). Jumlah akar liar dan lentisel disajikan pada Gambar 3.3.

Gambar 3.2 Penampang melintang jaringan akar lonkida (x20) yang menunjukkan kehadiran aerenkima, tanpa genangan (A) dan genangan (B) dan formasi lentisel (Le) serta akar liar (Ad) (C).

b b ab ab a b a b 0 2 4 6 8 10 12 14 16 Ko ntr ol FMA Ko ntr ol FMA Ko ntr ol FMA Ko ntr ol FMA Lahan darat kering Rawa Rawa temporal Savanna R ataa n per tam bah an tin gg i (cm ) a b b b b ab a b ab 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 Ko ntr ol Gen an gan Ko ntr ol Gen an gan Ko ntr ol Gen an gan Ko ntr ol Gen an gan Lahan darat kering Rawa Rawa temporal Savanna R GR t ( day -1 x1 0 -3) b A B C Ad Le Ae Ae

Tabel 3.2 Pengaruh tunggal ganangan terhadap peubah daya hidup, pertumbuhan, adaptasi dan serapan hara bibit lonkida umur 3 bulan

Peubah Genangan Tanpa

genangan Indeks kerentanan (SI) Penga- ruh Daya hidup 100±0.00* a** 100±0.00 a tn tn***

Pertumbuhan

Tinggi (cm) 8.13±2.45 a 6.18±1.177 b -0.32 +

Diameter (mm) 1.81±0.31 a 1.24±0.25 b -0.46 +

Jumlah daun (helai) 13.1±0.838 b 14.3±1.183 a 0.09 -

Luas daun (cm2) 9.8±3.045 a 7.0±0.659 b -0.40 + Panjang daun (cm) 8.2±0.878 a 7.0±0.363 b -0.17 + Lebar daun (cm) 2.9±0.431 a 2.4±0.132 b -0.21 + RGRs (g/hari) 0.0084±0.0032 a 0.0060±0.0015 b -0.42 + RGRr (g/hari) 0.0075±0.0035 a 0.0069±0.0020 a tn tn PAR 1.89±0.25 a 1.77±0.32 a tn tn Simbiosis FMA Kol. FMA (%) 22.9±2.64 b 58.2±6.25 a 0.61 - Adaptasi morfologi

Jumlah akar liar 48.6±17.01 a 0.0±0.000 b - -

Jumlah lentisel 30.9±2.91 a 1.3±0.35 b -22.7 + Serapan hara Kadar N akar (%) 1.091±0.13 a 1.185±0.10 a tn tn Kadar N pucuk (%) 0.73±0.059 b 0.83±0.061 a 0.12 - Kadar P di akar (%) 0.208±0.14 a 0.203±0.016 a tn tn Akumulasi P di akar (mg) 0.255±0.05 a 0.199±0.033 b -0.28 + Kadar P pucuk (%) 0.124±0.02 a 0.108±0.013 a tn tn Akumulasi P di pucuk (%) 0.276±0.11 a 0.178±0.029 b -0.55 +

*rataan±SE (n=3), **Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang berbeda tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada selang kepercayaan 95%, tn=tidak nyata.

Tabel 3.3 Pengaruh tunggal mikoriza terhadap peubah pengamatan bibit lonkida umur 3 bulan

Peubah Mikoriza Tanpa Mikoriza

Diameter (mm) 1.31±0.24* b 1.74±0.30 a** RPA 1.65±0.27 b 1.95±0.28 a Pertumbuhan relatif Pucuk (g/hari) 0.0052±0.0015 b 0.0092±0.0029 a Akar (g/hari) 0.0052±0.0013 b 0.0092±0.0034 a Total (g/hari) 0.0052±0.0012 b 0.0091±0.0028 a Kons. P di akar (%) 0.196±0.011 b 0.215±0.017 a *rataan±SE (n=3), **Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang berbeda tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada selang kepercayaan 95%.

Gambar 3.3 Jumlah akar liar dan lentisel bibit untuk setiap habitat tanpa dan dengan FMA pada perlakuan genangan

Simbiosis Fungi Mikoriza

Perlakuan genangan menurunkan kolonisasi FMA sebesar 61% (Tabel 3.2). Struktur FMA yang ditemukan di akar diantaranya hifa internal, hifa eksternal, hifa coil, vesikula dan arbuskula. Hifa internal merupakan struktur FMA yang umum dijumpai baik pada kondisi tanpa dan dengan genangan. Jumlah vesikel per 1 cm akar, ditemukan lebih banyak pada kondisi genangan. Pada peubah jumlah spora, rawa temporal bermikoriza tanpa genangan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 3.1).

Pembahasan

Secara umum, interaksi perlakuan habitat, mikoriza dan genangan tidak berpengaruh terhadap daya hidup bibit lonkida. Bibit lonkida berbeda habitat memiliki daya hidup tinggi (100%) sampai akhir pengamatan (90 hari). Namun, variasi habitat lonkida berpengaruh terhadap pertumbuhan dan berat kering tanaman. Bibit dari habitat rawa temporal baik pada genangan dan tanpa genangan dan savanna dengan genangan memiliki RGRt lebih besar dibanding perlakuan lainnya. Pertumbuhan rata-rata relatif total bibit yang tinggi dari kedua habitat menunjukkan bahwa kedua habitat toleran pada kondisi genangan. Selain itu, bibit dari habitat rawa temporal memiliki kemampuan tumbuh yang tinggi baik pada kondisi kering maupun genangan. Pertumbuhan bibit dari habitat rawa temporal dan savanna menunjukkan bahwa kemungkinan mekanisme adaptasi fisiologi tidak terganggu dan morfo-anatominya terbentuk dengan baik pada kondisi genangan. Parolin (2009) menjelaskan bahwa perbedaan toleransi jenis terhadap genangan sangat dikaitkan dengan diferensiasi ekotipe antara jenis berbeda habitat karena seleksi alam. Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa lonkida termasuk jenis yang memiliki sebaran ekologi yang relatif luas, dibanding kebanyakan jenis dari lahan tergenang yang umumnya memiliki amplitudo ekologi yang relatif kecil (Parolin 2009).

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 a0 a1 a2 a3 a0 a1 a2 a3

Tanpa FMA FMA

Ju m lah len tis el 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 a0 a1 a2 a3 a0 a1 a2 a3

Tanpa FMA FMA

Ju m lah ak ar liar

Secara umum, bibit dari habitat rawa, rawa temporal dan savanna memiliki berat kering tertinggi pada kondisi genangan tanpa mikoriza. Berbeda dengan bibit dari habitat lahan kering membutuhkan mikoriza pada kondisi genangan untuk meningkatkan berat kering tanaman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bibit beda habitat memiliki variasi strategi dalam menghadapi cekaman lingkungan. Beberapa kemungkinan alasan peningkatan berat kering tanaman diantaranya bibit dapat tumbuh baik dan fungi mikoriza tidak berfungsi normal pada kondisi genangan dan FMA dapat menjadi parasit bagi tanaman (Neto et al. 2006). Berbeda dengan habitat lainnya, bibit dari habitat kering membutuhkan fungi mikoriza pada kondisi genangan. Beberapa studi juga menunjukkan bahwa FMA meningkatkan toleransi tanaman pada kondisi genangan (Osundina 1998; Neto et al. 2006; Fougnies et al. 2007).

Peningkatan berat kering bibit bermikoriza dari habitat kering pada kondisi genangan diduga karena peningkatan total N baik pada akar maupun pucuk (Tabel 3.1). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa FMA sangat dibutuhkan oleh bibit dari habitat lahan kering pada kondisi genangan. Serapan N oleh fungi MA pada kondisi genangan juga telah dilaporkan pada Aster tripolium (Neto et al. 2006). Berbeda dengan habitat kering, bibit dari habitat rawa temporal tidak membutuhkan mikoriza pada kondisi genangan. Bibit rawa temporal tanpa bermikoriza pada kondisi genangan lebih tinggi mengakumulasi N pada daun dan akar. Selain itu, secara mandiri bibit habitat rawa temporal memiliki P total tinggi di akar. Secara mandiri, perlakuan genangan dapat meningkatkan P total di akar dan pucuk masing-masing 28% dan 55%. Peningkatan P total di tanaman sejalan dengan penelitian pada tanaman Lotus glaber Mill. (Mendoza et al. 2005) dan Lotus tenuis (Garcia et al. 2008). Meskipun demikian, genangan menurunkan konsentrasi N di pucuk.

Bibit dari habitat darat lahan kering memiliki rata-rata pertumbuhan tinggi lebih rendah dibanding tipe habitat lainnya baik bermikoriza maupun tanpa mikoriza. Hal yang sama dijumpai pada peubah RGRs, RGRr dan RGRt serta rasio pucuk akar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bibit dari habitat kering tidak cocok pada kondisi cekaman abiotik berupa genangan. Beberapa hasil penelitian melaporkan hal yang sama, seperti pada jenis jenis P. angustifolia perempuan yang tumbuh alami di daerah tergenang lebih toleran terhadap genangan air 15 minggu dibandingkan dengan P. angustifolia jantan yang berasal dari lahan darat kering (Nielsen et al. 2010). Hal yang sama dilaporkan Ferreira et al. (2009) bahwa H. sucuba yang berasal dari daerah tidak tergenang (terra-firme) tidak toleran pada kondisi genangan dibandingkan dengan yang berasal dari daerah tergenang (Varzea) di dataran banjir Amazonian. Meskipun demikian, rasio pucuk akar (RPA) bibit dari habitat kering lebih kecil dari habitat lainnya. Rendahnya RPA tersebut diduga sebagai mekanisme perlindungan tanaman dari dehidrasi (transpirasi) (van Splunder et al. 1996). Strategi lain yang mungkin dilakukan bibit habitat kering adalah translokasi C lebih banyak ke organ akar dibanding pucuk (Martinez et al. 2012).

Secara tunggal genangan meningkatkan rata-rata pertambahan tinggi (18%) dan diameter batang (46%) serta luas daun (40%), panjang daun (17%) dan lebar daun (21%). Meskipun demikian, perlakuan genangan berpengaruh menurunkan peubah jumlah daun (9%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa genangan air tidak menghambat pertumbuhan vertikal (akar dan pucuk) dan

horizontal (diameter) tanaman. Selain pertumbuhan daun, akar bibit lonkida juga tumbuh dengan baik ditandai dengan keluarnya akar ke permukaan media dan berkembang melalui lubang polibag. Pembentukan daun dan akar pada kondisi genangan diduga mendukung pertumbuhan melalui aktivitas serapan oksigen, air dan hara serta peningkatan fotosintesis lonkida (Kozlowski 1997). Pertumbuhan yang tinggi juga diikuti dengan peningkatan berat kering tanaman lonkida pada kondisi genangan air. Peningkatan pertumbuhan bibit pada kondisi genangan mengindikasikan bahwa bibit lonkida memiliki efisiensi tinggi dalam peningkatan biomassa per setiap hara yang diserap serta memilihara respirasi aerobik (Kozlowski 1997; Tanaka et al. 2011).

Pertumbuhan dan biomassa bibit yang tinggi pada kondisi genangan didukung oleh mekanisme adaptasi lonkida. Bibit lonkida beradaptasi dengan memodifikasi morfologi dan anatomi tubuh dengan membentuk lentisel, akar liar dan aerenkima. Pada penelitian ini, bibit dari semua habitat membentuk lentisel di bagian batang tanaman pada kondisi genangan (100%) dan akar liar (41%). Pada perlakuan tanpa genangan juga ditemukan lentisel dimana habitat selain rawa memiliki persentase lentisel dibawah 100%. Hal yang sama juga ditemukan pada jaringan aerenkima di akar. Namun berbeda pada pembentukan akar liar, dimana pada perlakuan tanpa genangan akar liar tidak terbentuk.

Mekanisme adapatasi tersebut berperan memperbaiki kemampuan serapan oksigen dan transfernya ke jaringan tanaman yang tergenang (Yin et al. 2012). Dengan demikian, adapatasi morfologi dan anatomi dapat mengurangi kondisi hipoksia dan memberikan kontribusi bagi pemulihan dan pemeliharaan respirasi aerobik bibit pada kondisi tergenang (Ashraf 2012). Rata-rata daya hidup tanaman juga dapat meningkat dengan kehadiran mekanisme adaptasi morfologi dan anatomi (Medina et al. 2010). Lentisel berperan dalam difusi oksigen dan tempat keluar produk metabolisme anaerobik (etanol, CO2 dan CH4) serta berperan dalam

homoestatis air tanaman (Ashraf 2012). Rendahnya jumlah struktur lentisel pada habitat selain rawa diduga karena sumber benih diperoleh dari habitat lahan rawa temporal dan kering. de Oliveira dan Joly (2010) menyatakan bahwa ditemukan sedikit struktur lentisel Callophyllum brasiliensis berdasarkan perbedaan populasi. Akar liar dibentuk pada tanaman toleran genangan yang berperan sebagai pengganti akar utama, memelihara suplai air dan mineral ketika akar utama tidak berfungsi normal, menjaga respirasi aerobik bibit serta memacuh pembukaan stomata (Kozlowski 1997; Ashraf 2012). Jaringan aerenkim berkontribusi terhadap daya hidup dan pertumbuhan tanaman dalam jangka waktu lama pada

Dokumen terkait