• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Lonkida (Nauclea Orientalis L.) Untuk Fitoremediasi Lahan Basah Air Asam Tambang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Lonkida (Nauclea Orientalis L.) Untuk Fitoremediasi Lahan Basah Air Asam Tambang"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI LONKIDA (

Nauclea orientalis

L.)

UNTUK FITOREMEDIASI LAHAN BASAH

AIR ASAM TAMBANG

FAISAL DANU TUHETERU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Potensi Lonkida (Nauclea orientalis L.) untuk Fitoremediasi Lahan Basah Air Asam Tambang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

(4)

RINGKASAN

FAISAL DANU TUHETERU. Potensi Lonkida (Nauclea orientalis L.) untuk Fitoremediasi Lahan Basah Air Asam Tambang. Dibimbing oleh CECEP KUSMANA, IRDIKA MANSUR dan ISKANDAR.

Lonkida (Nauclea orientalis L.) merupakan jenis pohon tropis multiguna yang tumbuh alami di Indonesia. Jenis ini berpotensi dimanfaatkan sebagai salah satu tanaman dalam kegiatan rehabilitasi lahan rusak dan fitoremediasi. Kajian biologi, ekologi dan budidaya jenis ini di Indonesia masih sangat terbatas. Langkah awal yang perlu dilakukan untuk mendukung upaya tersebut adalah pemahaman informasi ekologi lonkida. Informasi ekologi lonkida pada beberapa sebaran alami (berbagai habitat) di Sulawesi Tenggara belum tersedia dengan baik. Eksplorasi lonkida pada berbagai habitat perlu dilakukan. Selain untuk memetakan sebaran alami juga untuk pengumpulan buah demi mendukung kegiatan budidaya jenis lonkida. Belum ada informasi ukuran buah dan benih serta mutu benih lonkida pada berbagai habitat di Sulawesi Tenggara. Jenis ini memiliki kemampuan tumbuh pada kondisi rawa sehingga berpotensi untuk ditanam di lahan basah. Selain itu, lonkida dilaporkan berpotensi sebagai fitoremedian Fe pada kondisi air asam tambang. Dengan demikian, bibit dari berbagai habitat tersebut juga perlu diuji pada kondisi tergenang air dan fitoremediasi air asam tambang (AAT). Toleransi tanaman terhadap genangan sangat bervariasi dan sangat ditentukan oleh jenis dan perbedaan habitat dari spesies tersebut serta simbiosisnya dengan mikroba tanah. Salah satu mikroba tanah yang dapat bersimbiosis dengan tanaman adalah fungi mikoriza arbuskula (FMA). FMA dapat membantu pertumbuhan dan toleransi tanaman terhadap genangan dan toksisitas logam berat. Pemanfaatan FMA dalam fitoremediasi pada kondisi AAT belum pernah dilaporkan.

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji karakter buah dan benih serta mutu benih lonkida yang berasal dari berbagai tipe habitat, mengkaji status dan potensi pemanfaatan FMA dalam budidaya lonkida dan mengkaji adaptasi dan potensi fitoremediasi lonkida pada genangan air asam tambang (AAT). Tahapan penelitian yang telah dilakukan adalah 1) Karakterisasi buah dan mutu benih lonkida dari habitat alami di Sulawesi Tenggara, 2) Morfo-anatomi dan respon pertumbuhan lonkida bermikoriza beda habitat terhadap kondisi genangan serta 3) Potensi lonkida untuk fitoremediasi di lahan basah air asam tambang PT. Bukit Asam Tbk. (Persero).

(5)

kecambah, daya kecambah dan rata-rata benih berkecambah per hari (MDG) yang tinggi. Panjang dan lebar benih berkorelasi positif dengan berat benih (r=0.799 dan r=0.842) dan panjang benih berkorelasi negatif dengan rata-rata waktu untuk berkecambah (MGT) (P>0.011, r=-0.866).

Hasil penelitian “Morfo-anatomi dan respon pertumbuhan lonkida (Nauclea orientalis L.) bermikoriza beda habitat terhadap kondisi genangan” menunjukkan bahwa bibit lonkida membentuk lentisel (100%), akar liar (41%) dan aerenkima pada kondisi genangan. Bibit dari habitat darat lahan kering memiliki rata-rata pertumbuhan tinggi lebih rendah dibanding tipe habitat lainnya baik bermikoriza maupun tanpa mikoriza. Hal yang sama dijumpai pada peubah pertumbuhan relatif pucuk (RGRs), akar (RGRr) dan total (RGRt) serta rasio pucuk akar. Pada peubah RGRt, habitat rawa temporal baik pada genangan dan tanpa genangan dan savanna dengan genangan memiliki RGRt lebih besar dibanding perlakuan lainnya. Secara umum, berat kering akar (BKA), BK pucuk dan BK total dan total N di akar dan pucuk lebih besar pada interaksi habitat rawa temporal tanpa mikoriza pada kondisi genangan. Secara tunggal genangan meningkatkan rata-rata pertambahan tinggi (18%), diameter (46%) serta luas daun (40%), panjang daun (17%) dan lebar daun (21%). Meskipun demikian, perlakuan genangan berpengaruh negatif (menurunkan) peubah jumlah daun (9%) dan kolonisasi FMA (71%). Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa bibit dari habitat rawa temporal memiliki pertumbuhan dan biomassa yang tinggi baik pada kondisi tanpa maupun dengan genangan.

Hasil penelitian “Potensi lonkida (N. orientalis L.) untuk fitoremediasi di lahan basah air asam tambang PT. Bukit Asam Tbk. (Persero)” menunjukkan bahwa bibit lonkida umur 90 hari memiliki adaptasi tinggi (100%). Tanaman dari habitat rawa dan rawa temporal memiliki rata-rata pertambahan tinggi tertinggi pada penambahan bokasi 200 kg per kompartemen (luas 75 m2)dibanding habitat lahan darat kering dan tidak terdapat perbedaan antar habitat pada rataan diameter. FMA meningkatkan diameter tanaman pada kondisi penambahan bokasi 100 kg. Penambahan bokasi 200 kg meningkatkan rata-rata pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman. Kadar N dan P masing-masing terbanyak pada bagian daun (3.16 %) dan akar liar (1 119 mg/kg). Akumulasi N dan P terbanyak pada tanaman dari habitat rawa, perlakuan FMA dan penambahan bokasi 200 kg. Lonkida dapat menyerap dan mengakumulasi Fe>Mn>Zn>Cu>Pb>Cd. Lonkida berpotensi sebagai jenis fitoremediasi AAT melalui mekanisme rhizofiltrasi TF<1. Fungi mikoriza arbuskula diduga berpotensi sebagai agen fitoremedian melalui mekanisme fitostabilisasi (Mn, Zn).

(6)

SUMMARY

FAISAL DANU TUHETERU. Phytoremediation Potential of Lonkida (Nauclea orientalis L.) in an Acid Mine Drainage Artificial Wetland. Supervised by CECEP KUSMANA, IRDIKA MANSUR, ISKANDAR

Lonkida (Nauclea orientalis L.) is a multipurpose tropical tree species that grow naturally in Indonesia. Lonkida is a potential plants species for the rehabilitation of degraded lands and phytoremediation. Studies on biology, ecology and silviculture dimensions in Indonesia are still very limited. The first step is to support these efforts in understanding the ecology of lonkida. Information on the ecology of some natural distribution (various habitats) in Southeast Sulawesi is not well established. Exploration of lonkida in various habitats also needs to be done. In addition to mapping, natural distribution for the collection of fruit to support silviculture of lonkida is also important. Currently, no information on fruit and seed size and seed quality lonkida in various habitats in Southeast Sulawesi is available. This species has the ability to grow in swamps and so, has the potential of growing in the wetlands. Additionally, lonkida has been reported as having potential for phytoremediation for Fe in acid mine drainage conditions. Thus, the seeds of various habitats would also need to be tested in conditions of waterlogg and phytoremediation in acid mine drainage (AMD). Crop tolerance to inundation varies and is determined by the type and habitat diversity of the species and symbiosis with soil microbes. One of soil microbes that can form symbiosis with plant is the arbuscular mycorrhizal fungi (AMF). AMF can assist the growth and crop tolerance to flooding and heavy metal toxicity. AMF utilization in phytoremediation on AMD condition has not been reported.

The objective of this study is to examine characters of fruit, seed and seed quality of lonkida from different types of habitat, to examine the status and potential use of AMF in the silviculture of lonkida and examine adaptation and phytoremediation potential of lonkida in wetlands of acid mine drainage. The stages of this research included; 1) Characteristics of fruit and seed quality of lonkida in natural habitat of Southeast Sulawesi, 2) Morpho-anatomy and growth response of lonkida from different habitat types inoculated with AMF in waterlogged condition and 3) Potential of lonkida for phytoremediation in wetlands of acid mine drainage (PT. Bukit Asam Tbk. Persero).

(7)

germination capacity and mean day germination (MDG) than that of the seeds from lonkida stand growing on other habitats. Seed length is positively correlated with seed width and negatively correlated with means germination time.

The results of the study "Morpho-anatomy and growth response of lonkida from different habitat types inoculated with AMF in waterlogging condition" shows that the lonkida seedlings formed lenticels (100%), adventitious roots (41%) and aerenchym under waterlogging conditions. Seedling from dry land habitats, both mycorrhizal and no-mycorrhizal, have a height growth rate lower than those from other habitat types. Similarly, for relative growth rates of shoot (RGRs), root (RGRr) and total (RGRt) dry weight and the ratio of root shoots. Treatments of temporal swamp habitat without waterlogging and waterlogging in savanna with waterlogging had RGRt greater than other treatments. In general, plant dry weight (root, shoot and total) and total N in roots and shoots were greater in the interaction between temporal swamp habitat with no-mycorrhizal in waterlogged condition. However, lonkida seedlings from dry land habitat required AMF under waterlogged to improve biomass and N acumulation in roots. Independently, waterlogging increases the pool of average height gain of 18%, diameter (46%), leaf area (40%), leaf length (17%) and leaf width (21%). Nonetheless, waterlogging treatment decreased the number of leaves (9%) and AMF colonization (71%). The results of this study indicates that seedlings from the temporal swamp have good growth and high biomass without or with waterlogg conditions.

The results of the study "Potential of lonkida (N. orientalis L.) for phytoremediation in acid mine drainage in wetlands of PT. Bukit Asam Tbk. (Persero)" showed that lonkida seedling aged 90 days have high adaptability (100 %). Plants of permanent swamp and temporary swamp had average hight increments with the addition of 200 kg bokasi per compartement compared to dry land habitats and there is no difference between habitats on the average diameter. AMF increase the diameter in condition following the addition of 100 kg „bokasi‟

compost. Addition of 200 kg „bokasi‟ increased the average height and diameter growth of the plants. Levels of N and P respectively were highest in the leaves (3.16%) and adventitious roots (1 119 mg/kg). The accumulation of N and P in the plant were mostly recorded in permanent swamp with AMF inoculation and the addition of 200 kg „bokasi‟. Lonkida can absorb and accumulate heavy metals in the order; Fe> Mn> Zn> Cu> Pb> Cd. Lonkida potential for phytoremediation of AMD through rhizofiltrasi mechanism was also in the order; TF<1. Arbuscular mycorrhizal fungi also has potential as an agent for the phytoremediation through phytostabilization (Mn, Zn).

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Silvikultur Tropika

POTENSI LONKIDA (

Nauclea orientalis

L.)

UNTUK FITOREMEDIASI LAHAN BASAH

AIR ASAM TAMBANG

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup :

1. Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS

Staf Pengajar pada Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor 2. Dr Ir R.A. Dyah Tjahyandari S

Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Penguji Luar Komisi pada Sidang Promosi Doktor : 1. Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS

Staf Pengajar pada Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor 2. Prof Dr Ir Rudy Sayoga Gautama

(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2012 ini ialah lonkida, dengan judul Potensi Lonkida (Nauclea orientalis L.) untuk Fitoremediasi Lahan Basah Air Asam Tambang.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: Bapak Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Dr Ir Irdika Mansur, MForSc dan Bapak Dr Ir Iskandar masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing, atas kerelaannya dalam membekali penulis dengan ilmu pengetahuan, saran, koreksi dan motivasi sehingga karya tulis dapat terselesaikan. Dalam kesempatan ini, penulis hanya mampu memanjatkan doa kepada Allah SWT, semoga semuanya dapat bernilai ibadah di sisi Allah dan mendapatkan pahala yang setimpal dari-Nya. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, juga disampaikan kepada Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS dan bapak Dr Ir Istomo selaku Penguji pada ujian prelim lisan, bapak Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS dan ibu Dr Ir R.A Dyah Tjahyandari S selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup doktor serta bapak Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS dan Bapak Prof. Dr. Ir. Rudy Sayoga Gautama selaku penguji luar komisi pada sidang promosi doktor yang telah memberikan masukan mendasar pada keseluruhan isi disertasi ini.

Terima kasih kepada Rektor Universitas Halu Oleo (UHO) dan Dekan Fakultas Pertanian serta Dekan Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan UHO serta Rektor dan Dekan SPs IPB yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program Doktor di Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas bantuan BPPS tahun 2011-2014 dan bantuan Penelitian Disertasi Doktor tahun 2015, Pimpinan Yayasan TOYOTA dan ASTRA atas bantuan dana penelitian Disertasi, kepada Ketua Program Studi Silvikultur Tropika SPs IPB beserta staf atas semua bantuan administrasi serta kepada Staf Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB, Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB, Laboratorium Kehutanan UHO, Laboratorium Tanah dan Tanaman SEAMEO BIOTROP, Laboratorium Kriptogam Puslit Biologi LIPI.

Penghargaan penulis sampaikan juga kepada Senior Manajer Pengelolaan Lingkungan dan Penunjang Tambang (Bapak Muhammad Bagir) PT. Bukit Asam Tbk beserta staf yang telah mengizinkan dan membantu pelaksanaan penelitian di PT. Bukit Asam Tbk, Teman-teman seperjuangan Ibu Ir Husna MP, ibu Ir Fadliah Salim, M.Sc, bapak Ir Zainal Muttaqin MSi dan bapak Muhammad Yunan Hakim (Alm.), atas dukungan dan kerjasamanya, rekan-rekan mahasiswa S2 dan S3 di Program Studi Silvikultur Tropika, mahasiswa SPs IPB asal Sulawesi Tenggara, mahasiswa dan alumni jurusan Kehutanan UHO serta pihak lain yang tidak dapat disebut nama satu persatu.

(14)

Tuheteru) dan ibunda (Ibu Rabea Sangadji) yang telah berjasa dalam membesarkan, mendidik dan membentuk karakter penulis. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibu dan bapak mertua (Ibu Bijilam Sangadji dan bapak Bahrudin Sangadji) yang telah banyak memberikan motivasi dan pelajaran hidup yang berharga serta ucapan terima kasih kepada keluarga besar Prof. Dr. H. Faad Maonde MS. Kepada abang (Morad Tuheteru) dan adik (Edy Jamal Tuheteru, ST, MT) serta keluarga besar, penulis mengucapkan terima kasih atas dukungannya.

Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada orang terdekat yaitu istri tercinta, Rika Marwia Sangadji A.Md dan kedua anak tersayang, Sitti Rabia A Tuheteru dan Mukadil Bahrin Tuheteru yang secara utuh memberikan dukungan, doa dan motivasi dalam menyelesaian porgram S3 ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xii

1. PENDAHULUAN 1

Latar belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Kebaruan Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 6

2. KARAKTERISTIK BUAH DAN MUTU BENIH LONKIDA (Nauclea orientalis L.) DARI HABITAT ALAMI DI SULAWESI

TENGGARA 7

Pendahuluan 7

Bahan dan Metode 8

Hasil 10

Pembahasan 18

Simpulan 20

3. MORFO-ANATOMI DAN RESPON PERTUMBUHAN LONKIDA (Nauclea orientalis L.) BERMIKORIZA BEDA HABITAT

TERHADAP KONDISI GENANGAN 21

Pendahuluan 21

Bahan dan Metode 22

Hasil 25

Pembahasan 29

Simpulan 32

4. POTENSI LONKIDA (Nauclea orientalis L.) UNTUK FITOREMEDIASI DI LAHAN BASAH AIR ASAM TAMBANG

PT. BUKIT ASAM Tbk. (Persero) 33

Pendahuluan 33

Bahan dan Metode 34

Hasil 37

Pembahasan 54

Simpulan 59

5. PEMBAHASAN UMUM 61

6. SIMPULAN DAN SARAN 66

Simpulan 66

Saran 66

DAFTAR PUSTAKA 67

LAMPIRAN 79

(16)

DAFTAR TABEL

2.1 Sifat kimia tanah pada empat habitat lonkida di Sulawesi Tenggara 14 2.2 Data tanah pada habitat lonkida berdasarkan peta tanah tingkat tinjau

1:250.000 Provinsi Sulawesi Tenggara 15

2.3 Ukuran buah dan benih lonkida berdasarkan perbedaan habitat 16 2.4 Uji fisik dan fisiologis benih lonkida berdasarkan perbedaan habitat 16

2.5 Korelasi antar peubah pengamatan 17

2.6 Komponen keragaman (Kg, Kf dan Kl) dan koefisien keragaman (KKg, KKf dan KKl) untuk karakter buah dan benih serta mutu benih

lonkida 17

3.1 Pengaruh interaksi habitat, mikoriza dan genangan terhadap peubah

pengamatan 26

3.2 Pengaruh tunggal ganangan terhadap peubah daya hidup,

pertumbuhan, adaptasi dan serapan hara 28

3.3 Pengaruh tunggal mikoriza terhadap peubah pengamatan 28

4.1 Sifat kimia sediment di lokasi penelitian 35

4.2 Hasil uji beda (independent t-tes) rataan tinggi dan diameter antar dua

tipe habitat serta fungi mikoriza 41

4.3 Hasil uji beda (independent t-tes) rataan tinggi dan diameter antar dua

perlakuan bokasi 41

4.4 Transpor faktor unsur logam yang diamati pada penelitian 46 4.5 Rataan nilai efisiensi dari peningkatan pH dan pengurangan (reduksi)

Fe, Mn dan TSS di outlet selama 12 minggu peneltiian 53

DAFTAR GAMBAR

1.1 Diagram fishbone penelitian 6

2.1 Peta sebaran plot pengambilan contoh pohon lonkida di Sulawesi

Tenggara 9

2.2 Buah lonkida dari habitat berbeda di Sulawesi Tenggara. A=habitat lahan darat kering, B=Rawa, C=rawa temporal dan D= savanna rawa

temporal 12

2.3 Bentuk dan ukuran biji lonkida, A= darat kering, B=rawa, C= rawa

temporal dan D=savanna). Perbesaran 20x 13

2.4 Perkecambahan benih lonkida yang dikoleksi dari habitat berbeda 13 3.1 Pengaruh interaksi habitat dan FMA terhadap rataan pertumbuhan

tinggi bibit N. orientalis L (a) dan pengaruh interaksi habitat dan

genangan terhadap RGRt (b) 27

3.2 Penampang melintang jaringan akar lonkida (x20) yang menunjukkan kehadiran aerenkima, tanpa genangan (A) dan genangan (B) dan formasi lentisel (Le) serta akar liar (Ad) (C) 27 3.3 Jumlah akar liar dan lentisel bibit untuk setiap habitat tanpa dan

(17)

4.1 Desain konstruksi lahan basah AAT 36 4.2 Bentuk mekanisme adaptasi lonkida pada kondisi genangan AAT 37 4.3 Bentuk struktur FMA pada bagian akar tanaman lonkida 38 4.4 Kolonisasi FMA pada bagian akar tanaman lonkida berdasarkan

bahan organik

38 4.5 Pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman lonkida yang dipengaruhi

asal habita 39

4.6 Pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman lonkida yang dipengaruhi

perlakuan fungi mikoriza arbuskula (FMA) 40

4.7 Pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman lonkida berdasarkan penambahan bahan organik (bokasi)

41 4.8 Kadar N tanaman lonkida umur 3 bulan di konstruksi lahan basah

AAT yang dipengaruhi asal habitat 42

4.9 Akumulasi N tanaman lonkida umur 3 bulan di konstruksi lahan basah AAT yang dipengaruhi asal habitat

42 4.10 Kadar dan akumulasi N tanaman lonkida umur 3 bulan di konstruksi

lahan basah AAT yang dipengaruhi FMA

43 4.11 Kadar P tanaman lonkida umur 3 bulan di konstruksi lahan basah

AAT yang dipengaruhi asal habitat 44

4.12 Akumulasi P tanaman lonkida umur 3 bulan di konstruksi lahan basah AAT yang dipengaruhi asal habitat

44 4.13 Kadar dan akumulasi P tanaman lonkida umur 3 bulan di konstruksi

lahan basah AAT yang dipengaruhi FMA 44

4.14 Kadar Fe tanaman lonkida umur 3 bulan di konstruksi lahan basah AAT yang dipengaruhi oleh asal habitat

45 4.15 Akumulasi Fe tanaman lonkida umur 3 bulan di konstruksi lahan

basah AAT yang dipengaruhi oleh asal habitat

46 4.16 Kadar dan akumulasi Fe tanaman lonkida umur 3 bulan di konstruksi

lahan basah AAT yang dipengaruhi FMA 47

4.17 Kadar Mn tanaman lonkida umur 3 bulan di konstruksi lahan basah AAT yang dipengaruhi oleh asal habitat

47 4.18 Akumulasi Mn tanaman lonkida umur 3 bulan di konstruksi lahan

basah AAT yang dipengaruhi oleh asal habitat

48 4.19 Kadar dan akumulasi Mn tanaman lonkida umur 3 bulan di

konstruksi lahan basah AAT yang dipengaruhi FMA

48 4.20 Kadar Cu tanaman lonkida umur 3 bulan di konstruksi lahan basah

AAT yang dipengaruhi oleh asal habitat

49 4.21 Akumulasi Cu tanaman lonkida umur 3 bulan di konstruksi lahan

basah AAT yang dipengaruhi oleh asal habitat 50 4.22 Kadar dan akumulasi Cu tanaman lonkida umur 3 bulan di

konstruksi lahan basah AAT yang dipengaruhi FMA

50 4.23 Kadar Zn tanaman lonkida umur 3 bulan di konstruksi lahan basah

AAT yang dipengaruhi oleh asal habitat

51 4.24 Akumulasi Zn tanaman lonkida umur 3 bulan di konstruksi lahan

basah AAT yang dipengaruhi oleh asal habitat

51 4.25 Kadar dan akumulasi Zn tanaman lonkida umur 3 bulan di

konstruksi lahan basah AAT yang dipengaruhi FMA

(18)

4.26 Kadar dan akumulasi Pb tanaman lonkida umur 3 bulan di konstruksi lahan basah AAT yang dipengaruhi oleh asal habitat

52 4.27 Kadar dan akumulasi Pb tanaman lonkida umur 3 bulan di

konstruksi lahan basah AAT yang dipengaruhi FMA

53

DAFTAR LAMPIRAN

1 Visualisasi pohon induk lonkida berdasarkan habitat 79 2 Jumlah dan kriteria pohon induk lonkida pada habitat berbeda 79 3 Tahapan penelitian karakteristik buah dan mutu benih lonkida 80 4 Tahapan kegiatan penelitian II dan visualisasi perakaran tanaman

setelah pemanenan 81

5 Sumber air asam tambang dan pola pengaliran ke konstruksi lahan

basah (lokasi penelitian) 82

6 Tahapan konstruksi lahan basah dan penanaman lonkida 83

7 Desain penelitian III 84

(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Persoalan lingkungan yang umum dihadapi industri pertambangan di Indonesia adalah munculnya fenomena air asam tambang (AAT). AAT atau acid mine drainage (AMD) merupakan air yang terbentuk akibat oksidasi mineral sulfida yang terpajan atau terdedah di udara dengan kehadiran air (Lottermoser 2010). Salah satu mineral sulfida yang sangat reaktif dalam proses pembentukan AAT adalah pirit (FeS2). AAT memiliki karakteristik pH rendah (bersifat masam)

dan mengandung logam terlarut dalam jumlah (Lottermoser 2010). AAT berpotensi mengkontaminasi air, sehingga dapat berdampak akut terhadap ekosistem aquatik, tumbuhan hidup serta kesehatan dan keselamatan manusia (Lottermoser 2010; Dave dan Tipre 2012; Simate dan Ndlovu 2014). Oleh karena itu, upaya remediasi AAT perlu dilakukan. Sejumlah teknik pengendalian AAT telah lama dikembangkan dan diterapkan di berbagai negara termasuk di Indonesia (Johnson dan Hallberg 2005; Lottermoser 2010; Iskandar et al. 2011). Secara umum teknik pengelolaan AAT dapat dilakukan dengan perlakuan aktif dan pasif. Salah satu bentuk perlakuan secara pasif adalah lahan basah (wetland).

Salah satu faktor penentu fungsi lahan basah dalam fitoremediasi AAT adalah pemilihan jenis tanaman (Kivaisi 2001; Dhir 2013). Pemilihan jenis untuk tujuan remediasi logam dalam AAT pada konstruksi lahan basah yaitu tanaman harus adaptif pada kondisi tergenang, toleran terhadap pH rendah dan toksik logam berat. Selama ini, tumbuhan yang digunakan di lahan basah umumnya didominasi oleh rerumputan dan jenis herba lainnya seperti Eriphorum angustiolium, Eleocharis sp., Juncus inflexus, Phragmites australis, Salvinia sp. dan Typha latifolia. Oleh karena itu, pengkayaan jenis pohon di lahan basah AAT perlu dilakukan. Beberapa jenis yang telah dikembangkan untuk tujuan rehabilitasi hutan rawa dan rawa gambut adalah gelam, pulai rawa, jelutung rawa, prupuk, ramin dan nyatoh (Daryono 2006; Bastoni dan Lukman 2006). Namun, jenis-jenis tanaman hutan rawa di Indoneisa belum banyak dikaji untuk tujuan pengelolaan AAT (Mansur 2014) sehingga belum terdapat laporan tentang potensi jenis-jenis tumbuhan hutan rawa sebagai agen fitoremedian logam berat. Salah satu jenis yang dapat dikembangkan untuk tujuan rehabilitasi lahan basah terdegradasi dan fitoremediasi AAT di Indonesia adalah lonkida.

Lonkida (Nauclea orientalis L. synonyms N. coadunata Roxb. Ex J.E. Smith, Sarcocephalus cordatus Miq., S. undulatus Miq.) termasuk ke dalam famili Rubiaceae (LaFrankie 2010). Jenis ini dikenal dengan nama gempol (Sunda), klepu pasir (Jawa) dan lonkida (Sulawesi) (Sosef et al. 1998; Keßler et al. 2002). Lonkida tumbuh alami di Sri Lanka dan Indo-China sampai Papua New Guenia (PNG) dan Australia (Whitmore et al. 1997; Lim 2013). Di Indonesia tumbuh di Jawa, Sulawesi, Maluku dan Papua (Whitmore et al. 1997; Sosef et al. 1998; Kartikasari et al. 2012). Pohon lonkida dapat tumbuh dengan tinggi mencapai 35-50 m dengan diameternya mencapai 80-100 cm, selalu hijau (evergreen) dan cepat tumbuh (Dayan et al. 2007).

(20)

gigi (Boland et al. 2006), sakit perut (Damayanti 1999), kencing darah/nanah (Susiarti et al. 2009) dan obat perdarahan (Collins et al. 2006; Collins et al. 2007). Kayu dari jenis ini dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan industri perkayuan seperti flooring, mebel, moulding, venir dan kayu lapis (Dayan et al. 2007; Van Sanh 2009) serta bahan baku pulp dan kertas(Muslich et al. 2013). Di Sulawesi Tenggara, kayu lonkida digunakan untuk papan cor dan bahan konstruksi rumah. Pohon lonkida juga direkomendasikan sebagai tanaman pionir dalam program aforestasi dan reforestasi serta pengelolaan lahan basah (Marghescu 2001; Amihan-Vega dan Mendoza 2005).

Rekomendasi lonkida sebagai salah jenis tanaman dalam program rehabilitasi lahan basah didukung oleh fakta bahwa jenis ini mampu tumbuh dan adaptif di ekosistem lahan basah. Ekosistem lahan basah tersebut, diantaranya ekosistem rawa (Ruxton et al. 1967), rawa gambut (Kartikasari et al. 2012) dan hutan sepanjang aliran sungai dan daerah tergenang air (Petty dan Douglas 2010; Pattarakulpisutti dan Sridith 2011). Selain berpotensi untuk rehabilitasi lahan, jenis ini juga berpotensi sebagai tanaman fitoremediasi. Jenis ini memiliki kemampuan mengakumulasi Fe di akar pada kondisi genangan AAT (Mawaddah 2012) serta Hg (Ekamawanti et al. 2014) dan memiliki sistem perakaran yang masif dan cepat tumbuh serta biomassa tinggi.

Pemanfaatan lonkida sebagai jenis rehabilitasi lahan basah dan fitoremediasi AAT harus didukung oleh penguasaan teknik budidaya jenis dan manipulasi lingkungan. Jenis ini dilaporkan berbunga dan berbuah setiap tahun, ukuran buah dan benih yang dikoleksi dari pohon-pohon induk di Banten dan Majalengka masing-masing 4-5 cm dan 1-1.5 mm (Danu et al. 2011). Metode ekstraksi benih mengkombinasikan cara basah dan kering dan tidak ada informasi kemurnian benih. Jumlah benih sebanyak 5.5 juta butir per kg dengan kecambah sekitar 1 500 per 5 g benih (BPTH Jawa dan Madura 2011). Pada skala rumah kaca, lonkida termasuk jenis toleran terhadap kondisi genangan (Kurniawati 2012; Mawaddah 2012). Di Indonesia, belum ada laporan ilmiah terkait penelitian lonkida pada skala lapangan termasuk di lahan basah AAT. Selain itu, informasi jenis dan karakteristik tanah pada berbagai tempat tumbuh lonkida serta karakter buah dan benih serta mutu benih dari berbagai tempat tumbuh di Indonesia, khususnya di Sulawesi Tenggara juga belum dilaporkan.

Ketersediaan dan mutu benih sangat penting dalam rangka mendukung produksi bibit di persemaian dan penanaman di lapangan. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah eksplorasi buah dan benih dari tempat tumbuh alami serta penanganan benihnya. Perbedaan tempat tumbuh diduga akan berpengaruh terhadap produksi dan karakter buah dan benih serta mutu benih lonkida juga kemampuan adaptasi terhadap cekaman lingkungan. Studi tentang pengaruh perbedaan habitat terhadap karakter buah dan biji serta mutu benih tanaman hutan di wilayah tropis masih terbatas (Ganatsas et al. 2008; Mataruga et al. 2010). Perbedaan karakter buah dan benih tersebut juga akan berpengaruh terhadap perkecambahan, pertumbuhan dan daya hidup (Cicek dan Tilki 2007; Loha et al. 2009). Pertumbuhan dan adaptasi bibit dari sumber benih berbeda habitat pada kondisi genangan air dan lahan basah AAT perlu dikaji.

(21)

mikoriza) (Takács 2012). Fungi mikoriza arbuskula (FMA) merupakan fungi obligat dari filum Glomeromycota yang bersimbiosis dengan 97% tumbuhan darat (Smith dan Read 2008) dan ditemukan pada berbagai habitat termasuk lahan basah (wetland) (de Marins et al. 2009). Pada kondisi genangan, FMA dapat meningkatkan pertumbuhan (Osundina 1998; Fougnies et al. 2007), biomassa dan serapan hara, khusus P (Muok dan Ishii 2006; Fougnies et al. 2007) serta pertumbuhan sistem perakaran (Wu et al. 2012). Adapun pada kondisi kontaminasi logam berat, FMA dapat memainkan peran dalam dua bentuk yakni, fitoekstraksi (serap logam dan transfer akar ke pucuk) dan fitostabilisasi (immobilisasi logam) (Gohre dan Pazkowski 2006; Takács 2012)

Kolonisasi, kelimpahan dan manfaat FMA pada kondisi genangan air dapat bervariasi antara spesies tanaman (Cornwell et al. 2001; Bauer et al. 2003), jenis FMA (Secilia dan Bagyaraj 1994; Sah et al. 2006) dan ketersediaan P (Stevens et al. 2002; Garcia et al. 2008). Adapun faktor yang membatasi peran FMA pada kondisi kontaminasi logam adalah strain dan ekotipe FMA serta jenis dan ekotipe tanaman inang (Giasson et al. 2008; Muleta dan Woyessa 2012), meskipun masih banyak faktor lain yang turut berkontribusi. Terkait dengan penjelasan tersebut diduga studi tentang aplikasi FMA dengan lonkida pada kondisi tergenang dan pada air asam tambang masih terbatas. Dengan demikian perlu dilakukan uji coba simbiosis FMA dengan lonkida baik pada kondisi genangan maupun terkontaminasi logam berat pada AAT.

Penguasaan teknik budidaya lonkida dan dukungan manipulasi lingkungan diharapkan dapat mendukung lonkida sebagai salah satu jenis dalam solusi penanganan AAT di Indonesia. Penanaman lonkida diharapkan selain menetralkan air asam tambang, mengurangi kontaminasi logam berat, suplai oksigen dan eksudat akar di zona perakaran tanaman juga dapat memperkaya jenis (tidak hanya rumput) sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan dan nilai ekonomi lahan basah AAT. Dengan demikian, pengelolaan AAT di Indonesia dapat berlangsung secara berkelanjutan. Penanaman jenis pohon lonkida sebagai agen fitoremedian di lahan basah AAT pertambangan batubara pada penelitian ini merupakan pertama kali di Indonesia.

Perumusan Masalah

Lonkida berpotensi sebagai salah satu tanaman dalam kegiatan rehabilitasi lahan rusak dan tanaman fitoremediasi. Langkah awal yang perlu dilakukan untuk mendukung upaya tersebut adalah pemahaman informasi ekologi lonkida. Hasil telaah literatur menunjukkan bahwa jenis ini tumbuh alami di ekosistem rawa, rawa gambut, daerah sekitar sungai dan savanna dan tersebar di wilayah Indonesia. Lonkida merupakan salah satu penyusun vegetasi hutan dataran rendah di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Sulawesi Tenggara (Rais et al. 2006). Namun, informasi ekologi pada beberapa sebaran alami (berbagai habitat) di Sulawesi Tenggara belum tersedia dengan baik.

(22)

(2011) melaporkan buah lonkida yang berasal dari Banten dan Majalengka Provinsi Jawa Barat memiliki ukuran 4-5 cm dengan ukuran benih 1-1.5 mm. Jumlah benih sebanyak 5.5 juta butir per kg dengan kecambah sekitar 1 500 per 5 g benih (BPTH Jawa dan Madura 2011). Meskipun demikian, belum ada informasi ukuran buah dan benih serta mutu benih lonkida pada berbagai habitat di Sulawesi Tenggara.

Pengembangan tanaman lonkida dalam rehabilitasi lahan basah dan pembersihan lahan dari kontaminasi, khusus pada kondisi AAT, seyogyanya memperhatikan kondisi lahan yang akan direhabilitasi. Persoalan utama rehabilitasi lahan basah adalah kondisi genangan yang membatasi keberhasilan. Toleransi tanaman terhadap genangan sangat bervariasi dan sangat ditentukan oleh jenis (Kozlowski 1997). Informasi respon dan adaptasi jenis toleran dari wilayah tropis terhadap genangan masih perlu dikaji (Parolin 2009). Namun demikian perbedaan habitat dari spesies juga sangat menentukan keberhasilan hidup tanaman pada kondisi genangan (Ferreira et al. 2009; Nielsen et al. 2010). Studi respon lonkida terhadap genangan telah diteliti dan tampak bahwa jenis ini toleran terhadap cekaman genangan air (Kurniawati 2011; Handayani 2011). Namun studi terkait respon pertumbuhan dan adaptasi tanaman lonkida dari berbagai habitat pada kondisi genangan belum dilakukan.

Pengembangan lonkida untuk tujuan fitoremediasi logam di Indonesia khususnya di wilayah terkontaminasi air asam tambang perlu dilakukan. Selama ini, studi penggunaan pohon untuk fitoremediasi masih terbatas pada jenis willow (Salix spp.) dan poplar (Populus spp.) di wilayah temperate (Pulford dan Watson 2003) serta jenis pohon Nysa sylvatica dan Liquidambar styraciflora yang mampu menghilangkan kontaminasi Uranium dan Thorium di lahan basah (Hinton et al. 2005). Selain itu, umumnya tanaman yang digunakan untuk fitoremediasi AAT adalah rerumputan seperti Bidens aristosa, Scripus validus dan Typha latifolia (Karathanasis dan Johson 2003) dan Phragmites australis (Guo et al. 2014), sehingga studi potensi lonkida sebagai tanaman fitoremediasi AAT perlu dilakukan di wilayah tropis khususnya Indonesia. Untuk mendukung efektivitas tanaman lonkida pada fitoremediasi AAT maka perlu dibekali dengan fungi mikoriza arbuskula (FMA). Berbagai literatur menunjukkan bahwa FMA dapat membantu pertumbuhan dan toleransi tanaman terhadap toksisitas logam berat. Namun informasi pemanfaatan FMA dalam fitoremediasi pada kondisi AAT belum pernah dilaporkan (Regvar dan Vogel-Mikuš 2008; Giasson et al. 2008; González-Guerrero et al. 2009).

Berdasarkan uraian diatas maka pemasalahan utama terkait dengan pengembangan lonkida adalah :

1) Bagaimanakah pengaruh perbedaan habitat lonkida di Sulawesi Tenggara terhadap karakter buah dan benih serta mutu benih lonkida?

2) Bagaimanakah pengaruh cekaman genangan air terhadap pertumbuhan dan biomassa tanaman lonkida yang berasal dari habitat yang berbeda yang diinokulasi FMA serta bagaimana mekanisme adaptasi morfologi dan anatomi lonkida terhadap genangan?

(23)

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan paket teknologi pengkayaan lahan basah, khususnya tergenang oleh air asam tambang (AAT) di Indonesia dengan jenis pohon lokal lonkida (N. orientalis L.). Sehubungan dengan itu, untuk mendapatkan tujuan umum tersebut ada tiga tujuan antara yang ingin diperoleh dari penelitian ini, yaitu :

1. Mengkaji karakter buah dan benih serta mutu benih lonkida yang berasal dari berbagai tipe habitat

2. Mengkaji status dan potensi pemanfaatan FMA dalam budidaya lonkida. 3. Mengkaji adaptasi dan potensi fitoremediasi lonkida pada genangan air asam

tambang (AAT)

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang :

- Kondisi tempat tumbuh dan budidaya lonkida di Sulawesi Tenggara - Peran FMA dalam mendukung pertumbuhan dan toleransi tanaman

lonkida di lahan tergenang untuk tujuan budidaya maupun bioremediasi - Potensi lonkida sebagai tanaman yang adaptif dan toleran pada kondisi

tergenang dan tercemari logam berat (seperti AAT) 2. Pengembangan teknologi bagi pengambil kebijakan

Penelitian ini akan memberikan pertimbangan penting bagi kebijakan pemerintah terkait upaya rehabilitasi lahan basah di Indonesia

3. Pengembangan teknologi bagi praktisi.

Penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi pelaku industri pertambangan di Indonesia dalam usaha membersihkan cemaran logam berat di AAT serta pelaku usaha kehutanan terkait pemilihan jenis dalam pembangunan hutan tanaman di lahan tergenang.

Kebaruan Penelitian

Kebaruan dari hasil penelitian ini adalah :

1) Pengayaan informasi yang meliputi karakter buah dan benih, penanganan benih, produksi bibit di persemaian, dan penanaman bibit di lapangan dari berbagai habitat alami pohon lonkida.

2) Mendapatkan informasi bahwa lonkida yang tumbuh di habitat tergenang (lahan basah) merupakan sumber benih yang berkualitas (daya kecambah 87-92%), baik untuk produksi bibit di persemaian maupun untuk bibit yang akan ditanam di lapangan

(24)

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini disusun berdasarkan pola rangkaian tahapan penelitian yang terdiri atas tiga topik penelitian (Gambar 1.1). Topik penelitian pertama berjudul

“Karakteristik buah dan mutu benih lonkida (Nauclea orientalis L.) dari habitat

alami di Sulawesi Tenggara” yang bertujuan mengkaji habitat lonkida di daerah sebaran alaminya di Sulawesi Tenggara dan keterkaitan antara perbedaan habitat dengan ukuran buah dan mutu benih lonkida. Semai lonkida berbeda habitat hasil penelitian pertama selanjutnya dijadikan sebagai bahan utama pada penelitian kedua dan ketiga. Penelitian kedua dan ketiga disusun secara paralel. Penelitian kedua berjudul “Morfo-anatomi dan respon pertumbuhan lonkida (Nauclea orientalis L.) bermikoriza beda habitat terhadap kondisi genangan” dengan tujuan untuk mengkaji daya hidup, pertumbuhan, biomassa dan serapan hara lonkida yang berasal dari habitat yang berbeda yang diinokulasi dengan FMA pada kondisi genangan air. Penelitian ketiga dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji adaptasi dan performa pertumbuhan dan potensi fitoremediasi lonkida pada konstruksi lahan basah air asam tambang. Penelitian ketiga berjudul “Potensi lonkida (Nauclea orientalis L.) untuk fitoremediasi di lahan basah air asam tambang PT. Bukit Asam Tbk. (Persero)”. Hasil akhir dari ketiga rangkaian penelitian di atas ialah diperolehnya informasi mengenai : 1) karakteristik lonkida yang tumbuh di beberapa habitat berbeda di Sulawesi Tenggara dan pengaruhnya terhadap ukuran buah dan mutu benih lonkida, 2) status dan peran FMA dalam budidaya lonkida dan 3) adaptasi dan potensi fitoremediasi lonkida terhadap genangan air asam tambang (AAT). Secara garis besar tahapan penelitian disajikan pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Diagram fishbone penelitian Karakteristik habitat Penelitian II Peneltiian III

Penelitian I Penelitian II Penelitian III

(25)

2

KARAKTERISTIK BUAH DAN MUTU BENIH LONKIDA

(

Nauclea orientalis

L.) DARI HABITAT ALAMI

DI SULAWESI TENGGARA

Pendahuluan

Lonkida (Nauclea orientalis L.) merupakan salah satu jenis pohon tropis yang multiguna, yaitu sebagai penghasil kayu untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan (Dayan et al. 2007), bahan obat (Lim 2013) serta sebagai tanaman untuk agroforestry, fitoremediasi dan rehabilitasi lahan terdegradasi khususnya lahan basah (Marghescu 2001; Amihan-Vega dan Mendoza 2005; Mawaddah 2012). Jenis ini memiliki kisaran habitat yang luas, baik di ekosistem lahan basah diantaranya rawa (Ruxton et al. 1967), gambut (Kartikasari et al. 2012) dan hutan sepanjang aliran sungai dan daerah tergenang air (Lamontagne et al. 2005; Johansen et al. 2007; Petty dan Douglas 2010), maupun di lahan kering seperti savanna dan padang rumput (Ruxton et al. 1967). Selain itu jenis ini juga ditemukan mulai dari wilayah pantai sampai pada ketinggian 1 400 m dpl (Ochse dan Van Den brink 1977; Keβler et al. 2002).

Kisaran ekologi tersebut diduga akan berpengaruh terhadap produksi dan karakter buah dan biji serta mutu benih lonkida. Penelitian tentang karakter buah dan biji serta mutu benih tanaman hutan yang dipengaruhi oleh habitat masih terbatas (Ganatsas et al. 2008; Mataruga et al. 2010). Schmidt (2002) menyebutkan bahwa produksi dan karakter buah dan biji sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan genetik. Beberapa aspek penting dari kedua faktor tersebut yang berkontribusi terhadap karakter buah dan benih (ukuran dan berat) diantaranya tegakan/pohon sumber benih (Mukassabi et al. 2012; Pollice et al. 2012), provenans/geografis (Abasse 2011; Assogbadjo et al. 2011), variasi genetik (Bilir et al. 2008; Rao et al. 2011) serta ketinggian tempat (Tewari et al. 2011; Wahid dan Bounoua 2012).

Perbedaan karakter buah dan biji tersebut juga akan berpengaruh terhadap perkecambahan, pertumbuhan dan survival bibit. Ukuran dan berat biji merupakan faktor utama yang mempengaruhi komponen penting perkecambahan (Kidson dan Westoby 2000; Shankar 2006; Loha et al. 2006; Loha et al. 2009), pertumbuhan (Parker et al. 2006; Cicek dan Tilki 2007) dan daya hidup bibit (Cicek dan Tilki 2007). Terdapat kecenderungan bahwa benih dengan ukuran besar dan berat yang cukup cenderung memiliki daya kecambah serta pertumbuhan dan daya hidup yang tinggi (Mandal et al. 2008; Sage et al. 2011).

(26)

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji : 1) pengaruh perbedaan habitat terhadap karakter buah dan biji lonkida, 2) pengaruh perbedaan habitat terhadap mutu fisik dan fisiologis benih lonkida, dan 3) hubungan antar karakter buah dan benih serta mutu benih lonkida.

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan (Oktober 2012 sampai dengan Januari 2013). Buah lonkida diperoleh dari pohon-pohon induk berdasarkan perbedaan habitat yaitu rawa, rawa temporal, lahan darat kering dan savanna rawa temporal di 3 (tiga) Kabupaten dan Kota di Sulawesi Tenggara (Kota Kendari, Kab. Konawe Selatan dan Kab. Konawe) (Gambar 2.1). Pengamatan bentuk dan pengukuran buah dan ekstraksi benih dilakukan di Laboratorium Kehutanan Universitas Halu Oleo, Kendari dan Pengukuran benih dilakukan di Laboratorium Anatomi Kayu, Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Kementerian Kehutanan, Bogor. Uji mutu fisiologis benih dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Contoh tanah dianalisis di Laboratorium Tanah dan Tanaman SEAMEO BIOTROP, Bogor.

Prosedur Penelitian

Eksplorasi buah lonkida dan pengambilan contoh tanah.

Buah lonkida dikoleksi dari pohon-pohon induk hasil eksplorasi di Kota Kendari, Kab. Konawe dan Kab. Konawe Selatan Propinsi Sulawesi Tenggara (Visualisasi pohon induk disajikan pada Lampiran 1 dan kriteria dan jumlah pohon induk disajikan pada Lampiran 2). Berdasarkan penelitian pendahuluan diperoleh 4 (empat) habitat lonkida yaitu rawa, rawa temporal, lahan darat kering dan savanna rawa temporal. Pengumpulan buah lonkida dilakukan dengan cara dipungut di lantai hutan dan dipanjat (Lampiran 3a). Ciri buah yang dikumpul diantaranya buah masak berwarna coklat kekuningan dan tidak rusak dan busuk. Buah dikoleksi dari 23 pohon induk yang sedang berbuah diakhir musim berbuah. Pengambilan contoh tanah ditentukan secara sengaja (purposive), dimana setiap lokasi yang mewakili tipe habitat tersebut diambil contoh tanahnya pada dua selang kedalaman yaitu 0-30 cm dan 30-60 cm, dicampur merata tiap kedalaman dan kemudian contoh tanah diambil secara komposit seberat 500-1 000 g untuk analisis sifat kimia dan fisik tanah (tekstur tanah).

Ekstraksi dan penyiapan benih.

(27)

Gambar 2.1 Peta sebaran plot pengambilan contoh pohon lonkida di Sulawesi Tenggara

Penyiapan media perkecambahan.

Media yang digunakan untuk perkecambahan adalah pasir dan arang sekam (1:1). Media disterilkan dengan cara disangrai selama ± 2 jam, kemudian diletakkan di dalam kotak berbahan mika (20 x 20 x 5 cm) yang sudah dilubangi. Sebanyak 100 butir benih dengan 3 ulangan ditabur pada media kecambah, kemudian disungkup dengan penutup kotak untuk mempertahankan kelembaban media.

Rancangan Penelitian

Pengamatan ukuran buah dan benih dan mutu fisiologis digunakan rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan perbedaan habitat. Terdapat 4 (empat) habitat yaitu rawa, rawa temporal, lahan darat kering dan savanna rawa temporal. Khusus pengujian mutu fisiologis setiap perlakuan diulang 3 kali dengan setiap satuan percobaan digunakan 5 bak kecambah, dimana masing-masing terdiri atas 100 benih, maka jumlah keseluruhannya adalah 1 500 benih.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap beberapa peubah diantaranya :

(28)

dilakukan dengan mengamati 30 benih secara acak dari masing-masing habitat dengan mikrosokop cahaya (Zeiss discovery V.8 stereo) perbesaran 20 x. Contoh benih dimasukkan ke cawan petri kemudian diletakkan di bawah lensa mikroskop.

2. Berat 1 000 butir benih. Menimbang 100 butir benih dengan timbangan digital sebanyak 8 ulangan secara acak. Kemudian menghitung koefisien keragaman dari berat 100 butir benih antara 8 ulangan tersebut. Jika koefisien keragaman (CV) lebih kecil dari 4,0 maka analisis diterima (Peraturan Dirjen RLPS No. P.13/V-PTH/2007)

3. Daya berkecambah (G) adalah banyaknya benih yang mampu berkecambah normal hingga akhir pengamatan perkecambahan yang telah ditentukan (Hartman et al. 2002).

4. Rata-rata waktu untuk berkecambah (MGT) diukur berdasarkan rata-rata hari yang diperlukan untuk berkecambah, dengan persamaan : MGT = {( ∑ dimana t adalah hari yang diperlukan untuk berkecambah (0) dan n = jumlah benih berkecambah pada akhir pengamatan (Hartman et al. 2002) 5. Rata-rata benih berkecambah per hari (MDG) diukur berdasarkan persamaan :

MDG = N/t, dimana N adalah total jumlah benih yang berkecambah pada akhir pengamatan dan t adalah jumlah hari pengamatan(Hartman et al. 2002).

6. Data keragaman dan koefisien keragaman (fenotipe, genetik dan lingkungan). Keragaman fenotipe (KF) adalah total keragaman antar fenotipe ketika ditumbuhkan pada suatu kisaran lingkungan, keragaman genetik (KG) adalah bagian dari keragaman fenotipe yang dapat dijadikan atribut untuk keragaman genetik antar populasi, sedangkan keragaman galat (KL) merupakan bagian dari keragaman fenotipe yang disebabkan oleh lingkungan. Untuk membandingkan besarnya keragaman yang disebabkan oleh populasi dan lingkungan dan bukan genetik lainnya, koefisien keragaman populasi (KKG), KKF dan KKL dihitung berdasarkan KF, KG dan KL. Rumus masing-masing keragaman dan koefisien keragaman sebagai berikut :

KP = KT perl./n; KG = (KT perl.-KT galat)/n; KL = KT error/n; KVG = [(KG)1/2/rata-rata data) x 100] dan KVL = [(KL)1/2/rata-rata data) x 100] (Johanson et al. 1955). Keterangan : KT perl. = kuadrat tengah perlakuan, KT galat = kuadrat tengah galat, n = jumlah data.

Analisis Data

Data pengujian dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) yang jika nyata dilanjutkan dengan perbandingan rataan menggunakan uji Tukey. Data hubungan antara peubah dianalisis menggunakan analisis korelasi Pearson‟s. Data dianalisis menggunakan software SAS Portabel 9.1.3.

Hasil

Sifat Kimia dan Fisik Tanah

Hasil analisis sifat kimia dan fisik tanah menunjukkan bahwa lonkida tumbuh pada kondisi lahan dengan pH (H2O) berkisar 4.8-6.5 (masam-agak

(29)

pada kedalaman 0-30 cm di habitat rawa, rawa temporal dan lahan kering. Kisaran C berkisar 0.20-1.71% dan N total <0.5%. C/N rasio termasuk rendah dan sangat rendah dengan kisaran 3.6-8. Habitat rawa dan rawa temporal termasuk memiliki P tersedia yang rendah dan habitat lainnya termasuk sangat rendah.

Habitat lahan kering dengan bahan induk batuan ultramafik termasuk habitat dengan kandungan Mg, Na, KTK dan KB yang sangat tinggi. Kandungan Ca berkisar antara 1.98-29.48 cmol/kg termasuk rendah sampai sedang (Balai Penelitian Tanah 2009). Kandungan K termasuk tinggi pada habitat savanna dengan kedalaman 0-30 cm (0.82 cmol/kg). Kandungan Mn pada tanah di semua habitat termasuk sangat tinggi dan menurun seiring dengan kedalaman tanah, kecuali pada habitat lahan kering dengan bahan induk batuan ultramafik. Rawa, rawa temporal dan savanna rawa temporal cenderung memiliki kandungan Fe total yang rendah pada kedalaman 30-60 cm.

Tumbuhan lonkida banyak berkembang pada tiga jenis tanah yaitu Inceptisols, Alfisols dan Oxisols (Tabel 2.2). Inceptisols termasuk jenis tanah yang umum ditumbuhi lonkida. Alfisols ditemukan pada habitat lahan kering dengan bentuk lahan dataran tektonik dan bahan induk batupasir dan batuliat. Lonkida yang tumbuh di lahan kering dengan bantuk lahan intrusi volkan dan bahan induk berupa batuan ultramafik memiliki jenis tanah Oxisols. Habitat rawa, rawa temporal dan savanna memiliki bahan induk aluvium dengan bentuk lahan dataran aluvial.

Karakteristik buah dan benih lonkida

Buah lonkida umumnya berbentuk bulat, baik beraturan maupun tidak beraturan. Buah yang masak dicirikan dengan warna buah coklat kekuningan sampai coklat. Tipe buah lonkida termasuk buah berdaging dengan berisikan banyak biji (Gambar 2.2). Biji berbentuk bulat telur sampai ellips (Gambar 2.3). Perbedaan habitat berpengaruh nyata terhadap ukuran buah dan benih lonkida (P=0.001). Habitat rawa dan rawa temporal memiliki rata-rata ukuran buah yang lebih besar dibandingkan dua habitat lainnya (Tabel 2.3). Rata-rata panjang 4.99±0.17 dan lebar buah 6.66±0.19 cm. Koefisien keragaman ukuran buah adalah 19% dan 22% masing-masing untuk panjang dan lebar buah. Buah dengan ukuran besar umumnya memiliki jumlah benih yang banyak dan sebaliknya (Tabel 2.4). Tampak pada Tabel 2.3 bahwa terdapat variasi jumlah benih per buah (P=0.001) dimana habitat savanna dan darat kering memiliki rata-rata jumlah benih lebih rendah dibanding habitat rawa dan rawa temporal. Rata-rata jumlah benih per buah berkisar antara 3 899±355 sampai dengan 13 984±1 912 benih/buah dan

(30)

Gambar 2.2 Buah lonkida dari habitat berbeda di Sulawesi Tenggara. A=habitat lahan darat kering, B=Rawa, C=rawa temporal dan D= savanna rawa temporal

Mutu fisik-fisiologis benih lonkida

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa habitat berpengaruh signifikan terhadap mutu benih lonkida (P=0.001) (Tabel 2.4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa habitat rawa temporal memiliki berat 1000 butir lebih besar (0.267±0.011 g) diikuti oleh darat kering dan savanna. Panjang benih dan lebar benih berkorelasi positif dengan berat benih 1000 butir dan berkorelasi negatif dengan peubah MGT (Tabel 2.5). Perkecambahan terjadi mulai lima hari setelah penaburan (Gambar 2.4) dan tingkat perkecambahan diatas 50% terjadi pada hari ke-8. Perkecambahan ditandai dengan munculnya plumula. Habitat memberikan pengaruh signifikan terhadap daya kecambah (P=0.0001). Daya kecambah tertinggi pada habitat savanna (91.73±1.33%), rawa (90.33±0.33%) dan rawa temporal (86.67±0.99) serta habitat darat kering lebih rendah (74.27±2.16%). Pada peubah MGT, rata-rata hari tercepat pada habitat savanna (8.02±0.1 hari) dan tertinggi pada habitat rawa (8.97±0.12 hari). Pada peubah MDG tertinggi dijumpai pada habitat savanna dan rawa dan terendah pada habitat darat kering (4.12±0.12 benih). Secara umum koefisien keragaman (CV) semua peubah mutu benih berkisar 2-8%.

D C

(31)

Gambar 2.3 Bentuk dan ukuran benih lonkida, A= darat kering, B=rawa, C= rawa temporal dan D=savanna). Perbesaran 20x

Gambar 2.4 Perkecambahan benih lonkida yang dikoleksi dari habitat berbeda. 0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

6 8 10 12 14 16

P

er

sen

Kec

am

bah

(

%)

Waktu (Hari)

Lahan Darat Kering Rawa

Rawa Temporal

Savanna Rawa Temporal

A B

(32)

Tabel 2.1 Sifat kimia tanah pada empat habitat lonkida di Sulawesi Tenggara

Tipe

Habitat Kedalaman (cm) pH C-Org

N-Total

C/N

Rasio tersediaP Ca Mg K Na KTK KB

Al Hdd

Fe

Tot Mn Tot Kelas tekstur

Al3+ H+

H2O CaCl2 % % - ppm ... cmol/kg ... % .. me/100g ... % ppm

RW 0-30 5.3 4.7 1.10 0.24 4.6 6.2 7.81 1.36 0.17 0.35 12.75 76 0.41 0.06 1.96 102.9

Liat

30-60 5.2 4.6 0.61 0.16 3.8 6.0 6.21 1.11 0.17 0.32 10.78 72.45 0.62 0.08 1.32 53.6 Liat

RT

0-30 5.3 4.7 1.71 0.31 5.5 5.2 8.24 0.64 0.20 0.34 14.88 63.31 1.04 0.14 2.26 64.2 Liat

30-60 5.0 4.0 0.41 0.07 5.9 4.7 2.21 0.43 0.08 0.28 4.67 64.24 0.86 0.06 0.86 11.9 Lempung berliat

K 01* 0-30 6.4 5.0 1.58 0.20 8 3.5 13.38 26.06 0.64 0.43 25.87 55.24 0.00 0.11 6.17 39 Liat

30-60 6.5 5.1 0.24 0.03 8 4.8 6.08 29.48 0.39 0.40 28.46 26.63 0.00 0.09 0.57 9 Liat

K 02 0-30 5.3 4.2 0.50 0.08 6.3 1.7 2.46 0.60 0.13 0.29 4.98 69.88 1.02 0.02 1.94 105.1

Lempung

30-60 5.2 4.0 0.30 0.07 4.3 2.0 1.98 0.47 0.12 0.29 4.58 62.45 1.53 0.09 2.03 69.6 Lempung

SV 0-30 4.8 4.1 0.65 0.16 4.1 0.8 4.94 6.50 0.82 0.30 18.63 67.42 3.03 0.06 7.50 301.7

Liat

30-60 5.1 4.0 0.40 0.11 3.6 1.1 3.98 9.24 0.17 0.26 17.66 77.29 2.36 0.50 5.26 222.2 Liat

(33)

Tabel 2.2 Data tanah pada habitat lonkida berdasarkan peta tanah tingkat tinjau 1:250.000 Provinsi Sulawesi Tenggara Bentuk

Lahan Bahan Induk Relief

Lereng

Aluvium Datar 0-1 Typic Endoaquepts

Vertic Endoaquepts

Berombak 3-8 Typic Haplustalfs Typic Eutrudepts

tektonik Batupasir, batuliat Bergelombang 8-15 Typic Haplustalfs Ultic Haplustalfs Typic Haplustepts

volkan ultramafik Batuan Agak datar 1-3 Typic Acrudox Typic Hapludox Typic Eutrudepts

(34)

Tabel 2.3 Ukuran buah dan benih lonkida berdasarkan perbedaan habitat Perlakuan Panjang buah (cm) Lebar buah (cm) Jumlah benih/buah ln Panjang benih

(µm)

Lebar benih

(µm) P/L rasio

Lahan kering 5.59±0.25 b* 5.72±0.23 b 3812±519.6 c 1063.3±22.9 b 597.2±11.08 b 1,80±0.004 Rawa 6.66±0.19 a 6.81±0.14 a 13.984±1912.0 a 995.1±15.6 c 591.9±2.68 b 1,70±0.009 Rawa

temporal 6.19±0.23 a 6.14±0.21 a 6618±814.5 b 1340.4±19.9 a 654.5±8.55 a 2,07±0.061 Savanna 4.99±0.17 c 5.01±0.11 c 3899±355.7 c 1347.2±21.5 a 598.1±17.07 b 2,23±0.008

Pr>F <.0001 <.0001 0.0006 <.0001 0.0013 <.0001

CV (%) 19 22 96 3 2 4

ln =transformasi log

*Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada selang kepercayaan 95%.

Tabel 2.4 Uji fisik dan fisiologis benih lonkida berdasarkan perbedaan habitat

Perlakuan Berat benih (g) MDG MGT G

Lahan kering 0.214±0.011 b* 4.12±0.12 b 8.39±0.08 b 74.26±2.16 b

Rawa 0.159±0.007 c 5.01±0.96 a 8.97±0.12 a 90.33±0.33 a

Rawa temporal 0.267±0.011 a 4.80±0.05 a 8.18±0.08 b 86.67±0.99 a

Savanna 0.219±0.006 b 5.09±0.07 a 8.02±0.10 b 91.73±1.33 a

Pr>F 0.0002 <.0001 0.0005 <.0001

CV (%) 8 3 2 3

MDG (Rata-rata benih berkecambah per hari), MGT(Rata-rata waktu untuk berkecambah), G (daya kecambah)

(35)

Tabel 2.5 Korelasi antar peubah pengamatan

Pb Lb Jbi Pbi Lbi G MDG MGT BB

Pb - 0.993 0.874 -0.522 0.218 0.108 0.103 0.792 -0.321 Lb - 0.885 -0.620 0.106 0.063 0.059 0.858 -0.428 Jbi - -0.569 -0.155 0.436 0.435 0.885 -0.662

Pbi - 0.613 0.374 0.371 -.0.889 0.799

Lbi - 0.048 0.039 -0.419 0.842

G - 0.999 0.025 -0.165

MDG - 0.026 -0.171

MGT - -0.815

BB -

Pb (panjang buah), Lb (lebar buah), Jbi (jumlah benih/buah), Pbi (panjang benih), Lbi (lebar benih), MDG (Rata-rata benih berkecambah per hari), MGT(Rata-rata waktu untuk berkecambah),

G (daya kecambah) dan BB (berat benih).

Keragaman dan koefisien keragaman

Keragaman genetik beragam dari nilai tertinggi 5 785 361 (jumlah benih per buah) hingga nilai terendah 0.00048 (berat benih). Koefisien keragaman fenotipe (KKF), KK genetik (KKG) serta KK lingkungan (KKL) memberikan nilai tertinggi pada karakter jumlah benih per buah (masing-masing 35, 34 dan 8), serta terendah pada peubah MGT masing-masing sebesar 2.46, 2.40 dan 0.57 (Tabel 2.6). Koefisien keragaman genetik (KKG) untuk semua karakter buah dan benih serta mutu benih lonkida ditemukan lebih tinggi daripada KK lingkungan. KK fenotipe dan genetik sangat dekat satu dengan lainnya untuk semua peubah (Tabel 2.6).

Tabel 2.6 Komponen keragaman (KG, KF dan KL) dan koefisien keragaman (KKG, KKF dan KKL) untuk karakter buah dan benih serta mutu benih lonkida

Peubah KG KF KL KKG KKF KKL

Lebar buah (cm) 0.13 0.14 0.01 6.14 6.33 1.52 Panjang buah (cm) 0.15 0.16 0.01 6.62 6.86 1.80 Jumlah benih/buah 5 785 361 6 100 371 315 009 34.0 35.0 8.0 Panjang benih (µm) 8 307 8 433 126 7.68 7.74 0.95 Lebar benih (µm) 243.5 295.1 52.6 2.49 2.75 1.16

P/L rasio 0.0231 0.0239 0.008 7.87 8.00 1.45

Berat benih (g) 0.00048 0.00049 0.00016 10.27 10.44 1.89 Daya kecambah (%) 17.0 17.5 0.49 4.94 5.02 0.85

MDG 0.047 0.048 0.014 4.58 4.64 0.79

MGT (hari) 0.040 0.043 0.002 2.40 2.46 0.57

(36)

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat variasi karakter buah, benih dan mutu benih dari pohon lonkida yang tumbuh pada habitat yang berbeda. Secara umum, panjang buah dan lebar buah lebih besar dijumpai pada habitat rawa dan rawa temporal. Hal yang sama juga ditemukan pada peubah jumlah benih per buah. Namun demikian, ukuran buah lonkida yang ditemukan di habitat rawa memiliki panjang dan lebar benih yang rendah. Selain faktor habitat, faktor genetik juga berkontribusi terhadap semua karakter buah dan benih serta mutu benih. Hal ini dibuktikan dengan KK genetik lebih tinggi daripada KK lingkungan (Tabel 2.6).

Perbedaan ukuran buah dan benih pada penelitian ini nampaknya diduga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan genetik. Variasi buah dan benih yang terjadi pada pohon lonkida diduga disebabkan perbedaan habitat yang berinteraksi dengan elemen-elemen genetik. Mkonda et al. (2003) melaporkan bahwa variasi morfologi dan bobot benih selain dipengaruhi oleh faktor lingkungan juga dikontrol oleh faktor genetik. Loha et al. (2006) menjelaskan perbedaan ukuran benih tidak hanya diwariskan tetapi juga sangat dipengaruhi oleh variasi lingkungan.

Variasi morfologi buah dan benih umumnya menjadi fenomena umum pada jenis-jenis pohon. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan morfologi buah ditemukan pada jenis Adansonia digitata L. (Assogbadjo et al. 2011; Munthali et al. 2012), Strychnos cocculoides (Mkonda et al. 2003), Balanites aegyptiaca (Abasse et al. 2011), Leucaena leococephala (Lam.) (Alam et al. 2005) asal provenansi berbeda. Hal yang sama dijumpai pada peubah panjang dan lebar benih Faidherbia albida (Del.) (Dangasuk et al. 1997), Manilkara kauki (L.) Dubard (Sudrajat dan Megawati 2010) dan B. aegyptiaca (Abasse et al. 2011) serta berat benih pada jenis Celtis australis (Singh et al. 2006), Pinus pinaster (Wahid dan Bounoua 2012) dan S. cocculoides (Mkonda et al. 2003).

Kemungkinan faktor habitat yang berkontribusi terhadap variasi buah dan jumlah benih per buah adalah ketersediaan air selama proses perkembangan buah (Loha et al. 2006). Selain itu, pembentukan buah sangat dikaitkan dengan alokasi karbon hasil fotosintesis (Bazzaz et al. 2000) dimana bahan utama fotosintesis adalah air. Kozlowski dan Pallardy (1997) menjelaskan bahwa perkembangan buah sangat tergantung pada mobilisasi karbohidrat hasil fotosintesis dan ketersediaan air. Lebih lanjut, ukuran buah berkurang seiring dengan defisit air tanaman sebelum dan sesudah periode pembuahan. Pengambilan buah pada penelitian ini dilakukan pada musim kemarau, sehingga diduga terjadi ketidakcukupan air pada habitat lahan kering. Pengaruh ketersediaan air juga dilaporkan pada jenis M. kauki (L.) (Sudrajat dan Megawati 2010). Pada penelitian ini, jumlah benih terbanyak ditemukan pada buah yang besar. Penelitian ini sejalan dengan penelitian pada F. albida (Dangasuk et al. 1997), B.aegyptiaca (Abbase et al. 2011) dan S. cocculoides (Mkonda et al. 2003).

(37)

antara memproduksi benih kecil dalam jumlah banyak dibandingkan sedikit benih dengan ukuran besar. Strategi jenis tersebut sangat dikaitkan dengan alokasi fotosintat untuk tujuan reproduksi dan seleksi terhadap cekaman (Leishmen et al. 2000). Menurut Loha et al. (2008) dan Assogbadjo et al. (2011) bahwa ukuran benih sangat dipengaruhi oleh pohon induk. Selain pohon induk, posisi benih dalam buah atau pohon dan umur tanaman juga diduga memberikan kontribusi (faktor ini tidak diamati). Wahid dan Bounoua (2012) menjelaskan pengaruh lingkungan selama perkembangan biji dan kombinasinya dengan variabilitas genetik juga dapat berpengaruh terhadap ukuran benih.

Menurut Leishmen et al. (2000), ukuran dan bentuk benih sebagai dasar adaptasi dan strategi jenis. Benih berat cenderung lebih adaptasi terhadap kondisi kering (Leishmen et al. 2000; Wahid dan Bounoua 2012). Hasil telaah Leishmen et al. (2000), terdapat hubungan antara benih besar dengan daerah kering dan tanah dengan kesuburan tanah rendah. Lebih lanjut, benih ukuran kecil cenderung dihasilkan pada kondisi tergenang, sedangkan pada daerah kering tumbuhan menghasilkan benih ukuran besar pada jenis yang sama. Hasil penelitian Munthali et al. (2012) menunjukkan bahwa benih A. digitata L. lebih kecil di daerah dengan curah hujan tinggi dibanding daerah dengan curah hujan rendah. Terkait dengan sifat tanah, Leishmen et al. (2000) menyimpulkan bahwa tidak ditemukan hubungan antara ukuran benih dengan kesuburan tanah.

Ukuran buah pada penelitian ini berkisar 4.99-6.66 x 5.01-6.81cm dan ukuran benih 0.995-1.347 x 0.59-0.65 mm. Ukuran buah dan benih hampir sama dengan ukuran buah dan benih lonkida yang dilaporkan di Australia (Boland et al. 2006) dan Banten dan Majalengka (Danu et al. 2011) serta di Taman Nasional Wasur, Papua (La Hisa et al. 2012). Kesamaan ukuran benih lonkida pada sebaran alaminya menunjukkan bahwa ukuran benih lebih dipengaruhi oleh genetik tanaman lonkida.

Berat 1000 butir benih lonkida pada penelitian ini berkisar 0.16 sampai dengan 0.27 g atau sebanyak 3.70-6.25 juta benih per kg. Jumlah benih tersebut memiliki kisaran yang lebar dibanding jumlah benih yang dilaporkan BPTH Jawa dan Madura (2011) yakni 5.5 juta benih per kg. Benih dengan ukuran lebih panjang memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan berat 1000 butir benih (r=0.799). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berat benih sangat dipengaruhi oleh panjang benih. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian pada jenis Cordia africana (Loha et al. 2006) dan Trigonobalanus doichangensis (Zheng et al. 2009). Namun demikian, panjang benih dan berat benih berkorelasi negatif terhadap peubah MGT dan tidak ditemukan korelasi kuat antara kedua peubah itu terhadap persentase kecambah dan daya berkecambah benih lonkida. Tidak ada korelasi ukuran benih dan berat benih dengan persentase kecambah juga dilaporkan pada benih Eucalyptus delegatensis (Close dan Wilsan 2002) dan P. pinaster (Wahid dan Bounoua 2012). Meskipun hasil penelitian lain melaporkan korelasi positif antara ukuran benih dengan perkecambahan pada Prunus cerasoides (Tewari et al. 2011).

(38)

dibanding habitat lainnya (87-92%). Perbedaan tersebut diduga karena benih dari lahan darat kering memiliki kadar air yang tidak cukup dan memiliki dormansi fisik sehingga dapat menghambat perkecambahan benih. Assogbadjo et al. (2011) melaporkan benih A. digitata L. dari zona yang relatif kering dan panas memiliki daya kecambah yang rendah. Hal yang sama dilaporkan pada jenis Pinus nigra dari habitat berbatu dan kering dibandingkan habitat suboptimal (Mataruga et al. 2010). Benih Pinus nigra dari populasi Maroko Selatan (wilayah kering) memiliki daya kecambah rendah dibanding habitat lainnya.

Uji mutu fisiologis benih lonkida di Indonesia masih terbatas. Daya kecambah benih lonkida pernah dilaporkan oleh BPTH Jawa dan Madura (2011) sekitar 1 500 kecambah per 5 g benih atau DK sekitar 6%. Meskipun demikian, Lim (2013) dalam komentarnya menyebutkan bahwa benih segar akan cepat berkecambah dan benih lonkida termasuk rekalsitran sehingga tidak dapat disimpan lama karena akan kehilangan viabilitasnya. Pada penelitian ini, daya kecambah lonkida dari tiga habitat tergenang masih lebih baik dari DK jabon (35-84%) dari berbagai populasi alami di Indonesia (Sudrajat 2015).

Simpulan

Gambar

Gambar 2.2 Buah lonkida dari habitat berbeda di Sulawesi Tenggara. A=habitat
Gambar 2.3  Bentuk dan ukuran benih lonkida, A= darat kering, B=rawa, C= rawa
Tabel 2.1  Sifat kimia tanah pada empat habitat lonkida di Sulawesi Tenggara
Tabel 2.2  Data tanah pada habitat lonkida berdasarkan peta tanah tingkat tinjau 1:250.000 Provinsi Sulawesi Tenggara
+7

Referensi

Dokumen terkait