Pentingnya Perda BG adalah sebagai payung hukum bagi penyelenggaraan bangunan gedung di daerah, karena pengaturan yang berkaitan dengan program-program ke-PBL-an telah diatur dalam Perda BG seperti Aksesibilitas, Pengamanan
Kebakaran, RTBL dan lain-lain. Perda BG berada pada puncak dari berbagai kegiatan PBL, seperti aksesibilitas BG, RISPK, RTBL dalam bentuk revitalisasi, RTH maupun kawasan tradisional. Perda BG berada di puncak karena didalamnya telah diatur berbagai hal yang terkait dengan kegiatan PBL, yang dibutuhkan sebagai landasan hukum pelaksanaan kegiatan PBL di daerah.
Undang-Undang RI Nomort 28 tahun 2002 menyebutkan bahwa bangunan gedung diselenggarakan berdasarkan azas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, serta keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya. Pada Undang-undang ini juga dijelaskan bahwa persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung meliputi syarat peruntukan lokasi kepadatan, ketinggian, jarak bebas bangunan yang ditetapkan untuk lokasi yang bersangkutan dan tidak mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan. Pada bangunan yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan dibutuhkan persyaratan pengendalian dampak lingkungan yang dilakukan berdasarkan hukum yang berlaku.
Mengenai persyaratan teknis bangunan gedung disebutkan dalam Kepmen PU Nomor 441/KPTS/1998, tanggal 10 Nopember 1998 yang menjelaskan bahwa persyaratan teknis bangunan gedung dimaksudkan sebagai acuan persyaratan teknis dalam mengatur dan mengendalikan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk dalam rangka proses perizinan dan pemanfaatan bangunan kelaikan fungsi bangunan gedung.
a. Intensitas Bangunan
Kepadatan dan Ketinggian Bangunan harus memenuhi kepadatan dan ketinggian bangunan berdasarkan rencana tata ruang daerah. Kepadatan bangunan meliputi ketentuan tentang Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang dibedakan dalam tingkatan KDB padat, sedang, dan renggang. Sedangkan, Ketinggian Bangunan meliputi jumlah kententuan Jumlah Lantai Bangunan (JLB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang dibedakan dalam tingkatan KLB tinggi, sedang, dan rendah. Persyaratan kinerja dari ketentuan kepadatan dan ketinggian bangunan ditentukan oleh kemampuan menjaga keseimbangan daya dukung lahan dan optimalnya pembangunan, kemampuannya dalam mencerminkan keserasian
bangunan dengan lingkungan, kemampuannya dalam menjamin kesehatan dan kenyaman pengguna serta masyarakat, untuk kawasan tertentu dapat diberi persetujuan kepala daerah.
Penghitungan KDB dan KLB ditentukan dengan pertimbangan perhitungan luas lantai bangunan adalah jumlah luas lantai yang diperhitungkan sampai batas dinding terluar, luas lantai ruangan beratap yang sisi-sisinya dibatasi oleh dinding-dinding yang tingginya lebih dari 1,20 m diatas lantai ruangan tersebut dihitung penuh 100 persen, luas lantai ruangan beratap yang bersifat terbuka atau yang sisi-sisinya dibatasi oleh dinding tidak lebih dari 1,20 m diatas lantai ruangan dihitung 50 persen, ruangan tidak melebihi 10 persesn dari luas denah yang diperhitungkan sesuai dengan KDB yang ditetapkan. Sementara itu, luas lantai bangunan diperhitungkan untuk parkir tidak diperhitungkan dalam perhitungan KLB asal tidak melebihi 50 persen dari KLB yang ditetapkan, selebihnya diperhitungkan 50 persen terhadap KLB. Beberapa peraturan juga dijelaskan mengenai pengukuran KLB untuk wilayah-wilayah dengan potensi tertentu.
b. Garis Sempadan Bangunan
Garis sempadan (muka) bangunan ditetapkan dalam rencana tata ruang, rencana tata bangunan dan lingkungan serta peraturan bangunan setempat. Dalam rangka mendirikan atau memperbaharui dalam suatu bangunan, GSB tidak boleh dilanggar. Penetapan ini didasarkan untuk keamanan, kesehatan, kenyamanan, dan keserasian dengan lingkungan dan bangunan. Namun, jika pemerintah daerah belum menetapkan GSB, maka Kepala Daerah dapat menetapkan GSB sementara pada setiap permohonan perizinan pendirian bangunan.
Pada daerah dengan intensitas bangunan padat/rapat, maka garis sempadan samping dan belakang tidak boleh melampaui batas pekarangan, struktur dan pondasi luar hendaknya memiliki 10 cm ke arah dalam dari batas pekarangan, untuk perbaikan atau perombakan bangunan disyaratkan untuk membuat dinding batas tersendiri, sementara itu untuk bangunan rumah jarak bebas belakang minimal setengah dari garis sempadan muka bangunan. Selain itu, berikut hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan garis sempadan bangunan, adalah:
1) Fungsi kawasan tempat bangunan berada; 2) Fungsi jalan;
3) Fungsi elemen kegiatan dalam bangunan; 4) Tinggi bangunan (termasuk besaran KDB/KLB).
Sementara itu, lebar garis sempadan jalan diukur dari sisi luar batas jalan ke dinding terluar (pagar) bangunan. Lebar garis sempadan jalan minimal ½ (setengah) ruang milik jalan (rumija). Untuk pertimbangan keselamatan, keamanan dan kenyamanan, selain batas samping kiri-kanan juga terdapat batas belakang bangunan terhadap persil. Sementara untuk bangunan yang digunakan Kabupaten Samosir saat ini sedang dalam penyusunan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung.
5.7. Arahan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM)
Air minum adalah merupakan kebutuhan dasar yang sangat diperlukan bagi kehidupan manusia secara berkelanjutan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Penyediaan air minum merupakan kebutuhan dasar dan hak sosial ekonomi masyarakat yang harus dipenuhi oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Karena itu ketersediaan air minum menjadi salah satu penentu dalam peningkatan kesehatan, kesejahteraan, dan produktivitas masyarakat di bidang ekonomi. Untuk memenuhi kebutuhan dasar tersebut diperlukan sistem penyediaan air minum yang berkualitas, sehat, efisien dan efektif, terintegrasi dengan sektor -sektor lainnya terutama sektor sanitasi sehingga masyarakat dapat hidup sehat dan produktif. Dalam rangka peningkatan pelayanan/penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan sistem penyediaan air minum yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.Melihat kondisi geografi, geologi, topografi dan kemampuan SDM di setiap wilayah di Indonesia yang berbeda-beda, menyebabkan adanya perbedaan dalam ketersediaan air baku dan kondisi pelayanan air minum, yang mengakibatkan mutu penyelenggaraan SPAM di setiap daerah berbeda-beda.
Berdasarkan Permen PU Nomor 18 Tahun 2007, Rencana Induk Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum adalah suatu rencana jangka panjang (15-20 tahun) yang merupakan bagian atau tahap awal dari perencanaan air minum jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan berdasarkan proyeksi kebutuhan air minum pada satu periode yang dibagi dalam beberapa tahapan dan memuat komponen utama sistem beserta dimensi-dimensinya. RISPAM dapat berupa RISPAM dalam satu wilayah administrasi maupun lintas kabupaten/kota/provinsi. Penyusunan rencana induk pengembangan SPAM memperhatikan aspek keterpaduan dengan prasarana dan sarana sanitasi sejak dari sumber air hingga unit pelayanan dalam rangka perlindungan dan pelestarian air. Rencana Induk SPAM merupakan jawaban bagi pengembangan SPAM daerah. Keberadaan RISPAM dapat mendasari penyusunan sejumlah program pengembangan SPAM di daerah secara berkelanjutan, termasuk membangun jaringan distribusinya. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan SPAM dimaksudkan untuk merencanakan pengembangan SPAM secara umum, baik sistem dengan jaringan peripiaan maupun bukan jaringan perpipaan serta menjadi pedoman bagi penyelenggara dan Pemerintah Kabupaten dalam mengembangkan SPAM di daerah masing-masing. Tujuan penyusunan rencana induk pengembangan SPAM adalah untuk memperoleh gambaran terhadap kebutuhan air baku, kelembagaan, rencana pembiayaan, rencana jaringan pipa utama dan rencan aperlindungan terhadap air baku untuk jangka panjang dan untuk mendapatkan ijin prinsip hak guna air oleh pemerintah. Sesuai Millenium Development
Goal’s (MDGs), MDGs bahwa target pelayanan Air Minum hingga tahun 2015 sudah harus mencapai di
perkotaan dan perdesaan sebesar 68,87% dimana untuk distri non perpipaan terlindungi di kota sebesar 78,19% dan di perdesaan sebesar 61,60% sedangkan untuk perpipaan di perkotaan 68,32% dan di
perdesaan 19,76%. Untuk Arahan Presiden R.I. dalam mengatasi krisis air di daerah tandus, dan sulit air adalah untuk akses aman tahun 2020 sudah 85% dan tahun 2025 mencapai 100%.
a. Rencana Sistem Pelayanan di Kabupaten Samosir
Sesuai dengan kebijakan pemerintah saat ini, daerah pelayanan prioritas Air Bersih adalah kawasan-kawasan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), desa-desa tertinggal, desa-desa rawan air, kawasan pantai, kawasan-kawasan pelabuhan ikan, kawasan ekonomi terpadu dan kota-kota pusat pertumbuhan baik ekonomi, pemerintahan dan perdagangan. Berdasarkan kebijakan diatas, maka rencana Daerah Pelayanan SPAM Kabupaten Samosir adalah:
1. Kota Pangururan; sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan ekonomi. 2. Kota-kota IKK seperti:
Kota Sagala : IKK Sianjur mulamula Kota Harian Baho : IKK Harian
Kota Sabulan : IKK Sitio-tio Kota Onan Runggu : IKK Onan Runggu Kota Nainggolan : IKK Nainggolan Kota Mogang : IKK Palipi
Kota Ronggur Nihuta : IKK Ronggur Nihuta Kota Pangururan : IKK Pangururan Kota Ambarita : IKK Simanindo
3. Desa-desa/Kawasan rawan air, tertinggal dan miskin. Dari hasil survei tahun 2011, jumlah desa yang masih rawan air sebanyak 49 desa sekira 40% dari total desa di Kabupaten Samosir, yakni desa di kecamatan: a. Onan Runggu (80%); b. Ronggur Nihuta (80%); c. Palipi (80%); d. Simanindo (30%); e. Pangururan 7 Desa (25%).
b. Rencana Pengembangan SPAM di Kabupaten Samosir
Kabupaten Samosir dengan Luas 1.444,25 km² dengan jumlah penduduk 121.924 tahun 2013 mempunyai kepadatan penduduk yang relatif rendah sekitar 84,42 Jiwa/km². Dari pengamatan kondisi tandus, dimana kawasan terbesar adalah hutan sedangkan wilayah terbuka masih sedikit. Kondisi Topografi yang terdiri dari bergelombang sehingga curam. Maka sistem pelayanan kabupaten samosir tidak dapat dilayani dengan satu sistem melainkan secara terpisah untuk Ibukota Kabupaten, Ibukota Kecamatan dan Perdesaan. Potensi sumber air yang mungkin dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku air minum SPAM Kabupaten Samosir adalah:
1. Air Danau Toba yang mengelilingi Pulau Samosir; 2. Air Sungai;
3. Mata Air, dan 4. Air Hujan.
Alternatif Utama yang menjadi pilihan adalah mata air dengan gravitasi yang tidak memerlukan Biaya beban operasi dan memerlukan untuk lebih rinci dapat diuraikan lebih lanjut.
a. Kawasan Pusat Pemerintahan dan Perdagangan Kota Pangururan dan sekitarnya Kebutuhan Air (rumah tangga tahun 2026).
Saat ini kota Pangururan yang berpenduduk 29.970 jiwa dengan luas wilayah 121,43 km² mempunyai kepadatan 246,81jiwa/ km². Diperkirakan pada tahun 2026 (15 tahun yang akan datang) menjadi 43,071 jiwa dengan kepadatan 354,70 jiwa/km². Pada saat ini kebutuhan air akan Kota Pangururan sebesar 60 l/detik. Saat ini kapasitas existing sebesar dengan jumlah rumah tangga dan instansi serta industri kecil dan besar 3,090 sambungan (tahun 2013).
b. Alternatif Sumber Air
Alternatif Sumber Air yang direncanakan adalah sungai/ binanga sitapi gagan dengan kapasitas ±300 ltr/det yang memiliki beda tinggi dari titik rencana lokasi Bion Captering ke lokasi Desa Bonan Dolok kecamatan sianjur mulamula. Daerah pelayanan pangururan sebesar 772 m, sehingga sistimnya dapat dialirkan secara gravitasi oleh karena sumber ini adalah sungai, maka dibutuhkan Integrasi Pengolahan Air (IPA), yang direncanakan di desa huta tinggi kecamatan Pangururan. Dapat di tambahkan beda tinggi dari lokasi bangunan penangkap ke IPA sebesar 567 m dan dari IPA ke kota pangururan sebesar 205 m. Sistim dengan kapasitas yang besar ini dapat melayani desa-desa di sekitar kota pangururan seperti sagala, limbong, dan parbaba (lokasi komplek perkantoran).
c. Rencana Penurunan Kebocoran Air Minum
PDAM Tirtanadi Cabang Kabupaten Samosir dalam tahun 2013 diasumsikan penurunan kebocaoran air standart sebesar 20% per tahun, sedangkan volume kehilangan air standart pada tahun 2013 sebesar 177,900 m3/tahun.
5.8. Arahan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
Untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, suatu rencana tata ruang perlu ditindaklanjuti dengan pengaturan bangunan dan lingkungan yang memadai melalui Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Pengaturan ini tidak hanya untuk mengendalikan pertumbuhan fisik sejak dini, tetapi juga melengkapi peraturan bangunan setempat yang sudah ada. RTBL berfungsi memberikan arahan secara lebih spesifik untuk menata bangunan dan lingkungan agar tertib, serasi, lebih manusiawi.
Berdasarkan Permen PU Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, RTBL didefinisikan sebagai panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan
pengembangan lingkungan/kawasan. Peran Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan adalah sebagai pedoman untuk:
1. Dasar bagi pemberian ijn mendirikan bangunan dan pemanfatan bangunan secara lebih jelas dan tegas;
2. Penertiban letak, ukuran bangunan gedung dan bukan gedung serta bukan bangunan; 3. Penyusunan rancang bangun bangunan gedung dan bukan gedung;
4. Pengaturan elemen-elemen private agar dapat terpadu dengan kawasan kota melalui “urban design guidenlines”.
5. Jaminan kepastian hukum dalam pelaksanan pembangunan, termasuk kepastian untuk mendapatkan pelayanan, kondisi yang selaras dan serasi dalam melakukan kegiatan.
Kawasan perencanan RTBL mencakup suatu lingkungan/kawasan dengan luas 5-60 hektar, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Kota metropolitan dengan luasan minimal 5 ha; b. Kota besar/sedang dengan luasan 15-60 ha; c. Kota kecil dengan luasan 30-60 ha.
5.9. Arahan Strategi Sanitasi Kota (SSK)
5.9.1 Kerangka Kerja Strategi Sanitasi Kota (SSK)
Visi Sanitasi Kabupaten Samosir
“
Terwujudnya Sanitasi Yang Berwawasan Lingkungan, Sehat Untuk Mencapai Daerah Wisata Yang Inovatif, Asri Dan Nyaman”Misi Sanitasi Kabupaten Samosir 1. Misi air limbah domestik
Mewujudkan sistem pengelolaan air limbah yang berkelanjutan; Meningkatkan kualitas layanan air limbah domestik;
Mengembangkan cakupan pelayanan air limbah domestik;
Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan air limbah domestik. 2. Misi Persampahan
Mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang handal untuk meningkatkan kinerja pengelolaan sampah;
Memberdayakan masyarakat dan meningkatkan peran aktif dunia usaha/swasta sebagai mitra dalam pelayanan pengelolaan persampahan.