• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerima BLM

C. REFLEKSI DAN CERITA DARI LAPANGAN

1. MEREKA TERKUATKAN OLEH PEKKA

Kurniati dari Aceh Besar (NAD) menceritakan bahwa dirinya dipercaya oleh masyarakat di desanya menjadi) ‘petuah-4’(adalah Tuha Peut yaitu Dewan Musyawarah di tingkat desa yang membantu memberikan masukan dan pertimbangan kepada Keuchik atau Geuchik /kepala Desa/ Kepala Gampong/Kampong)untuk mengambil sebuah keputusan yaitu suatu jabatan di desa yang dipercaya untuk memberikan masukan dan nasehat pada masyarakat dan tokohnya. “Saat dicalonkan sebagai salah satu petuah-4 dan diberikan kepercayaan penuh oleh masyarakat, sebenarnya saya belum mengetahui pekerjaaan yang harus dilakukan, namun karena dorongan pekka dan masyarakat saya mau”. Sekarang sebagai ‘petuah-4’ Kurniati sering diundang untuk mengikuti rapat di Kecamatan dan didatangi oleh masyarakat yang meminta nasehat.

Waktu belum ada pekka, kampung saya jauh dari jangkauan. Setelah masuk dalam kelompok pekka, masyarakat mulai percaya pada saya dan bisa mengakses posyandu, taman bermain anak, serta perpustakaan. Masyarakat lain juga bisa terlibat dalam berbagai kegiatan, dan saya melakukan pembagian tugas serta mengajak laki-laki untuk ikut berkelompok. Di kelompok pekka setiap bulan mengumpulkan iuran Rp 1.000 untuk biaya orang sakit. Kalau ada orang sakit uang tersebut dikeluarkan, dan sekarang tidak hanya anggota kelompok pekka yang ikut tapi masyarakat juga. Masyarakat juga mengizinkan kita menggunakan gedung bekas koperasi untuk pertemuan LKM dan kegiatan Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD (Rohayati, Kalimantan Barat).

Hanisa dari Batalawa Sultra bercerita bahwa ada satu SD di desa Bola kecamatan Batauga yang masih meminta pungutan untuk komite. Lewat KPD, kami memfasilitasi untuk menyelesaiakan masalah ini dengan mencoba mengutus seorang pengurus untuk mengecek ke sekolah tentang kebenaran informasi tersebut. Ternyata info tersebut betul dan menurut kepala sekolah serta merupakan teguran ke orang tua murid untuk lebih perhatian ke sekolah. Kader mencoba konsultasi ke LSM lokal yang ada di Buton, pada bulan September berita tersebut telah keluar di koran lokal. Pemunculan berita tersebut, memunculkan konflik baru lagi dimana pihak sekolah berusaha menjelaskan ke orang tua tentang dana komite yang katanya ”walaupun ada dana bos mereka tetap harus melakukan pungutan, karena tidak semua kegiatan terbiayai oleh dana BOS’.

Misalnya persoalan buruh pabrik yang mendapat advokasi untuk perbaikan upah dan tidak di PHK. Kita Pekka tidak punya kekuasaan, tetapi berteman dengan pemangku kebijakan dengan baik maka bisa membantu penyelesaian persoalan pekka yang terjadi di masyarakat (Nining, Cianjur).

Murni dari NTB bercerita ketika ada undangan penyuluhan KB, pihak desa memberikan pengumuman lewat corong, sedangkan di kampung kami tidak diumumkan melalui corong. Tapi karena mengetahui informasi tersebut, maka kami mengajak ibu-ibu untuk datang, dan banyak ibu-ibu yang datang. PMD memberi bantuan Rp. 10 juta untuk 3 kelompok, dan kelompok kami hanya mendapatkan Rp. 2 juta, sedangkan kelompok lain Rp. 4 juta. Kami di suruh menandatangani nilai yang tidak sesuai dengan jumlah diterima. Kami mendiskusikan dengan kader dan pengurus kelompok tentang jumlah yang diterima dan jumlah yang harus ditandatangani. Saya bilang pada kepala desa bahwa “kami takut kalau ada pemeriksaan dana bantuan PMD dan tidak bisa mempertanggungjawabkan”, sehingga kepala desa gagal untuk mengkorupsi dana tersebut.

Setiap pertemuan saya sering menekankan pada masyarakat di desa bahwa pekka jangan disebut janda lagi. Melalui program pendidikan, kami mengadakan kegiatan keaksaraan fungsional untuk seluruh masyarakat di desa, dan juga belajar bahasa Inggris untuk anak-anak usia sekolah dengan gratis. Masyarakat merespon kegiatan tersebut dengan sangat baik, sehingga ketika saya lewat dibilang guru bahasa Inggris. Masyarakat merasa anak-anak harus belajar bahasa Inggris, agar jika ada tamu dari luar negeri mereka bisa mengajak berbicara. Melalui kegiatan ini, kelompok pekka menjadi dikenal dan di sayangi oleh masyarakat (Herty, Maluku Utara)

Kita punya usaha catering, dan LKM juga sudah punya usaha jual beli gabah sebanyak 1 ton 4 kwintal dan 85 gr. LKM menampung gabah masyarakat dan akan menjual lagi ketika gabah mahal. Pekka sudah dikenal masyarakat, misalnya pada 17 Agustus-an pekka diundang mengikuti karnaval. Masyarakat juga tidak mengejek lagi dengan kata-kata sinis ‘janda’, bahkan mereka ingin masuk sebagai anggota kelompok pekka (Saimah, Jawa Tengah)

Petronella Peni dari kelubagolit, NTT, mengatakan bahwa patut disyukuri bahwa pekka telah mengantar kita untuk lebih mengenal jati diri yang sebenarnya yang selama ini di rampas. Pekka telah melahirkan pemimpn perempuan seperti 3 orang yang menjadi BPD, 2 orang jadi perangkat Desa, 8 menjadi kader posyandu, 6 orang jadi pengurus PKK serta banyak terlibat dalam pengurusan keagaman. Saya sadar pekka telah melahirkan dan membesarkan saya untuk berani tampil menjadi seorang pemimpin. Sebuah spirit yang dibangun bersama. Sungguh sangat memberdayakan dan memampukan perjuangan kaum perempuan untuk keluar dari belenggu adat dan tradisi yang begitu keras menekan, Maka dari sinilah ada harapan sederhana yang lahir dari jiwa seorang perempuan. Pekka telah menjadi obor yang senantiasa menyala yang menuntun gerak perjalanan saya. Oleh karena itu jangan tinggalkan saya. Jangan biarkan saya berjalan sendirian menuju perjuangan kepemimpinan yang baru dimulai, karena tidak gampang, semuanya penuh resiko. Pemimpin menurut pemahaman saya

adalah sebuah panggilan untuk mengabdi, sehingga pemimpin itu sebenarnya adalah pelayan bukan harus dilayani. Tidak hanya sampai disini, kedepannya saya dan kita semua boleh menyatukan harapan agar pekka tetap melahirkan pemimpin perempuan pada tingkat apa saja .

Wiranti anak SMP I Gerung Kelas 2, NTB adalah anak dari kalangan yang tidak mampu, bahkan dia pernah berhenti sekolah 1 tahun. Wiranti anak yang cerdas dia selalu mendapat juara umum di sekolah dari SD, seperti pengakuan dia, dia sangat senang dan merasa terbantu dengan adanya program pendidikan di Pekka yang melibatkan masyarakat luar pekka yang miskin, dia juga merasa senang bisa membantu dan dipercaya KPD untuk mengajar adik-adik SD. Dengan mengajar kelompok SD dia mendapat pengalaman bagaimana rasanya sebagai guru dan juga dapat menyalurkan ilmu yang didapat selama ini di sekolah.

Kedua orangtua Marhamah Penerima Beasiswa Pendidikan Pekka di NTB bercerai dan sudah menikah lagi. Marhamah tinggal bersama bibinya. Kedua orangtua Marhamah sudah tidak memperhatikannya apalagi untuk membiayainya melanjutkan sekolah. Keinginannya untuk sekolah sangat kuat, namun apa daya bibinya juga tidak mampu untuk membiayai sekolah, sehingga sempat membuat Marhamah jatuh sakit karena mendambakan untuk sekolah lagi. Dengan rasa syukur tak terhingga akhirnya Marhamah mendapatkan beasiswa pendidikan yang diberikan melalui Pekka. Saat ini Marhamah bisa sekolah lagi.

“Dulu tidak ada tempat meminjam uang untuk modal, apalagi pinjam diatas Rp.500.000,-. Jadi hanya bisa jadi buruh atau ambil upah menjualkan tauge kepunyaan orang di pasar. Atau bikin tauge sendiri tapi kacang hijau dan kedelenya hutang ke orang dengan harga yang tinggi karena mau tidak mau diambil karena tidak punya modal. Tapi sekarang setelah berkelompok, merasa senang, tenang ada tempat meminjam uang untuk modal bikin tauge, jual minyak tanah, jual beras, dan buah-buahan. Dan tidak lagi menjadi buruh.” (Kelompok Pade Angen, Gerung, NTB)

Inaq Udi dan inaq Mayi, dari Gerung, NTB“ setelah berkelompok dan dapat pinjam uang, uang tersebut digunakan untuk modal jual dagang warungan dan saat ini sudah bisa beli motor untuk diojekan anaknya,juga sudah dapat beli gadai sawah dan memperbaiki rumah”

Kelompok Berjuang, Gerung bercerita pada saat pemilik kebun menggadaikan kebunnya ke kelompok Pekka, di kebun tersebut terdapat 4 kolam ikan yang berisi ikan-ikan yang siap panen, serta kurang lebih 150 pohon kelapa, dan sekitar 50 pohon pisang yang sudah berbuah siap dipanen. Hasil dari panen ikan, kelapa dan pisang mereka tabung ke LKM, Sebagian mereka bagi ke anggota yang ikut memanen hasil kebun tersebut. Selain itu kelompok dan masyarakat baik laki dan perempuan sangat tertarik dengan buku saku hukum. Saking tertariknya dengan isi buku tersebut mereka sampai antri menunggu giliran membaca. Bahkan saat ini dibuat peraturan buku tersebut disewakan Rp. 1.000 per 2 hari. Uang sewa buku mereka masukan menjadi pendapatan kelompok”.

Hatriah dan Nurul dari Gerung NTB telah melakukan mediasi kasus harta gono gini diluar pengadilan. Proses mediasi memakan waktu 4 bulan. Pihak laki-laki bersedia membayar ke pihak perempuan dengan cara mencicil karena tidak punya uang tunai. Kader dibantu PL membuat surat perjanjian dengan ditandatangani oleh kedua belah pihak dengan diketahui oleh kepala desa Sukamakmur. Dengan menyelesaikan kasus tanpa proses pengadilan, masyarakat sekitar mulai mengakui hak seorang permepuan dalam harta gono-gini. Masyarakat khususnya perempuan tidak takut lagi menghadapi mantan suami mereka apabila mereka tidak mendapatkan haknya atas harta bersama. Menurut Bp H. Tamjid kepala desa Suka Makmur, NTB, menganggap pengurus dan anggota kelompok Pekka sangat solid, sudah ada program yang tertata jadwalnya. Keaktifan pengurus dan semua anggota juga dikarenakan adanya aturan yang disepakati bersama. Kesadaran berorganisasi dari anggota Pekka memberikan inspirasi untuk masyarakat dan pemerintah desa. Pak Kades juga melihat bahwa kelompok sudah melibatkan masyarakat dan aparat desa dalam setiap kegiatannya, dan sudah mampu melakukan advokasi di bidang hukum. Kades akan memperjuangkan hak perempuan agar mendapatkan haknya dalam harta gono goni, dana akan berusaha mengurangi angka perceraian di desanya dengan cara berkerjasama dengan kelompok pekka dan toga untuk mensosialisasikan UU PKDRT. Kades merencanakan kedepan akan membuat pusat mediasi tingkat desa untuk menyelesaikan segala permasalahan yang terjadi di desa, dan akan melibatkan pekka.

Rukinah – kader dari NTB bercerita “Kami telah membantu menyelesaikan kasus

perceraian dan pembagian harta gono gini. Ada anggota masyarakat yang meminta tolong untuk mendapatkan harta gono gini dan saya bilang “coba ajak bicara mantan suami secara baik-baik kalau tidak selesai nanti saya pergi ke kadus”, dan ternyata masalah tidak selesai. Akhirnya saya dan dia pulang pergi ke rumah pak kadus dan menjelaskan bahwa kedatangan saya bukan untuk ikut campur tapi menemani. Mantan suaminya marah dan bilang ”...oh ibu mendukung”, saya bilang “tidak mendukung siapa-siapa dan hanya ingin membantu menyelesaikan masalah”. Akhirnya masalah bisa diselesaikan.

Agusniwati – kader Kalbar menceritakan tentang upayanya memfasilitasi pembuatan akte lahir : “Di kampung banyak masyarakat yang tidak peduli dengan akte kelahiran.

Saya berusaha menjelaskan akan pentingnya akte dan akhirnya banyak yang ingin membuat akte. Pekka bekerja sama dengan dinas kependudukan kabupaten Pontianak membantu ibu-ibu Pekka dan masyarakat yang kurang mampu untuk membuat akte, dan lebih dari 200 orang yang telah membuat akte dengan bantuan pekka.”

Komite Pendidikan Desa (KPD) Bungi, Mawasangka, Sultra, telah melakukan Dialog dengan pihak SD sehubungan dengan penggunaan dana BOS oleh sekolah. Dialog ini diikuti oleh semua anggota KPD dan dilaksanakan di gedung LKM. Sekalipun hasilnya kurang memuaskan karena yang diutus adalah guru yang sama sekali tidak paham dan mengerti tentang dana Bos namun dengan adanya dialog tersebut maka pihak SD langsung memberikan dan mengundang komite SD untuk mensosialisasikan tentang dana Bos. Beberapa orangtua dan murid mengucapkan terima kasih kepada KPD karena

pihak SD mau terbuka dan transparan kepada masyarakat. Selain itu 3 orang kader Pekka wilayah ini – Musria, Maiya, Dania telah diberikan kepercayaan oleh masyarakat dan pemerintah untuk menjadi motivator desa (MD) dan pengurus pada program COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Management Program)--program jangka panjang

yang diprakarsai oleh Pemerintah Indonesia dengan tujuan untuk melindungi, merehabilitasi, dan mengelola pemanfaatan secara lestari terumbu karang serta ekosistem terkait di Indonesia,

yang pada gilirannya akan menunjang kesejahteraan masyarakat pesisir.,. Terpilihnya mereka

karena masyarakat menganggap program Pekka telah berhasil selama ini dalam membina masyarakat dan perempuan dari tidak tahu menjadi tahu dari diam menjadi bisa berbicara dan mengeluarkan pendapat, dari takut menjadi berani. Alhamdulillah untuk desa Bungi dan pihak kecamatan Mawasangka Timur sendiri sudah mengakui akan keberadaan Pekka dan juga kader-kader yang telah dilatih selama ini. (Yusni, PL Mawasangka)

Sementara itu KPD Wolowa, Pasar Wajo, Sultra, telah mengembangkan berbagai kegiatan seperti Kegiatan kursus menjahit; belajar membuat pola, menggunting, mengukur, belajar jahit baju dan rok, dan belajar mengobras. Untuk gelombang pertama sebanyak delapan orang sudah selesai. Hasilnya sudah bisa membuat satu stel baju, sudah bisa membuat tas dan souvenir lain dan dipasarkan menjadi usaha LKM, dan suadah ada satu orang ibu yang sudah mulai mengajar anak-anak untuk menjalankan/ mengoperasikan mesin jahit”

Dokumen terkait