• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGGUGAT HAK, KEADILAN DAN MARTABAT Melalui pemberdayaan PEREMPUAN KEPALA KELUARGA (PEKKA) Laporan Tahunan 2007 SINOPSIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENGGUGAT HAK, KEADILAN DAN MARTABAT Melalui pemberdayaan PEREMPUAN KEPALA KELUARGA (PEKKA) Laporan Tahunan 2007 SINOPSIS"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

MENGGUGAT HAK, KEADILAN DAN MARTABAT

Melalui pemberdayaan

PEREMPUAN KEPALA KELUARGA (PEKKA) Laporan Tahunan 2007

SINOPSIS

Tiga perempuan yang duduk di depan podium itu terlihat sangat istimewa. Diapit oleh tokoh-tokoh penting lainnya seperti Kepala PMD Jawa Barat, Kamala Chandra Kirana ketua Komnas Perempuan dan Mira Diarsi salah seorang aktivis perempuan senior yang sangat dikenal, mereka terlihat sedikit gugup. Apalagi, lebih dari 500 pasang mata yang terdiri dari perwakilan perempuan kepala keluarga dari 8 provinsi dan para undangan dari kalangan LSM, pers, lembaga donor dan lembaga pemerintah, tajam menatap mereka dengan penuh rasa ingin tahu. Petronela Peni, Amlia, dan Rukinah, adalah tiga pemimpin PEKKA yang saat itu sedang menjadi nara sumber seminar nasional sebagai salah satu rangkaian kegiatan Forum Nasional PEKKA ke dua yang telah digelar pada tanggal 29 Oktober sampai 1 November 2007 di Jakarta.

Petronella Peni, adalah salah seorang pemimpin kelompok Pekka yang menjadi Kepala Desa Nisa Wulan, Kecamatan Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Posisi “Nela”, demikian dia biasa dipanggil, menjadi istimewa karena merupakan kejadian amat langka perempuan janda seperti dirinya terpilih secara langsung menjadi kepala desa di daerah yang budayanya sangat membelenggu perempuan. Dengan dukungan anggota Pekka di wilayahnya Nela berhasil mengurai belenggu adat dengan menunjukkan bahwa perempuan pun mampu memimpin dengan baik.

Amlia merupakan pemimpin lembaga keuangan Mikro (LKM) yang dimiliki organisasi Pekka Pasar Wajo, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara yang berhasil mengembangkan LKM hingga mampu memberikan pinjaman keanggotanya hingga 4 jt rupiah dari sebelumnya yang hanya sekitar seratus ribu rupiah saja. Dan dari hasil usaha LKM tersebut telah mampu membangun kantor sendiri. Hal ini juga langka mengingat selama ini kelompok Pekka dianggap sangat miskin, rendah statusnya dan tidak mampu berbuat apa-apa di wilayahnya. Melalui LKM nya mereka membuktikan bahwa mereka mampu mengembangkan swadaya dan sumberdaya untuk melawan kemiskinan dan ketidakadilan ekonomi yang selama ini dihadapinya.

Dan Rukinah adalah kader Pekka dari Lingsar, Lombok Barat, NTB yang bersama Pekka memperjuangkan posisi dan status perempuan dalam perkawinan yang selama ini sangat dirugikan dalam struktur adat dan tradisi di wilayah NTB. Melalui kegiatan pemberdayaan hukum, Rukinah dan kawan-kawannya menyebarkan pengetahuan tentang hak dan keadilan bagi perempuan di mata hukum sehingga tumbuh kesadaran baru untuk mulai menghargai posisi perempuan dalam keluarga, serta menyelesaikan banyak persoalan kekerasan dan ketidakadilan yang dihadapi perempuan di wilayahnya.

(2)

Tiga perempuan ini merupakan sebagian kecil tonggak-tonggak buah sebuah proses pemberdayaan perempuan kepala keluarga yang mulai di kembangkan sejak akhir tahun 2001 oleh Sekretariat Nasional Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (Seknas PEKKA). Memang bukanlah jalan yang mulus dan dan bukan pula waktu yang singkat, Pekka sampai ke titik dimana berada saat ini. 379 kelompok simpan pinjam, 28 lembaga keuangan mikro, hampir sepuluh ribu keluarga anggota, 420 kader lokal dan 500 pemimpin perempuan basis yang tersebar di 252 desa, 49 Kecamatan, dan 20 Kabupaten di 8 provinsi; NAD, JABAR, JATENG, KALBAR, NTB, NTT, SULTRA dan MALUT.

Mereka juga menggalang lebih dari 1 milyar rupiah dana swadaya untuk mengembangkan ribuan unit usaha. Ada tidak kurang dari 25 unit fasilitas sosial kemasyarakatan, 17 Pusat belajar masyarakat, lebih seratus unit rumah, dan 20 unit tanah yang menjadi aset Pekka. Secara langsung dan tidak langsung juga telah memberi manfaat pada lebih dari 40,000 orang anggota keluarganya, dan lebih dari 100,000 orang warga masyarakat lainnya, Ini semua merupakan ujud-ujud nyata yang secara kasat mata dapat disaksikan dan dihitung sebagai monumen program ini. Meskipun semua itu sangat penting, namun di batas ini, yang paling penting dan berharga adalah “perubahan sosial mendasar” yang terjadi dalam keseharian kehidupan perempuan kepala keluarga.

Kembalinya kepercayaan dan keyakinan diri akan harkat dan martabat sebagai manusia yang setara dengan manusia lainnya merupakan pencapaian yang tak ternilai harganya di kalangan Pekka. Sekat yang mengucilkan dan mengisolasi mereka karena status-nya yang tanpa suami telah terbuka dan memberikan mereka ruang yang hangat untuk menjadi bagian dalam proses bermasyarakat. Ruang ini telah pula dimanfaatkan oleh Pekka dengan baik untuk berkontribusi dalam menyelesaikan berbagai persoalan masyarakat seperti kemiskinan, pengangguran, kenakalan, pendidikan, dan konflik.

Survey 5 tahun Seknas Pekka menunjukkan beberapa refleksi penting dari lapangan. 65% Pekka merasa telah memiliki keberanian berbicara dimuka umum, 67% merasa lebih percaya diri, 56% mengatakan mereka sekarang lebih dihormati oleh masyarakat, 52% merasa lebih sensitive terhadap persoalan sosial masyarakat, 69% merasa lebih memahami arti kehidupannya, 40% merasa lebih memahami arti politik dan 39% lebih memahami hak nya. Dan yang penting juga 70% mengatakan mereka sekarang merasa lebih memiliki arah yang jelas dalam hidupnya dan 49% merasa posisi sosial nya telah meningkat.

Terlepas dari semua itu, pemberdayaan adalah proses kehidupan yang membutuhkan banyak investasi baik berupa materi maupun sumberdaya manusia. Tidak kurang dari 50 orang-orang yang berkemampuan dan berdedikasi tinggi bahu membahu bekerja sama dengan kelompok-kelompok Pekka mencoba menggapai impian-impian itu. Mereka adalah para pendamping lapang sang ujung tombak, para koordinator program, dan staf pendukung di sekretariat. Empat pilar pemberdayaan PEKKA – Visioning,

(3)

kebijkan dan Kampanye perubahan, diterjemahkan oleh seluruh tim dalam bentuk kerja keras di lapangan. Tidaklah mudah untuk berkomitmen dalam bidang ini. Misalnya, dari 49 orang pendamping lapang yang pernah bekerja di pekka, 20 orang telah mengundurkan diri, sedangkan yang bertahan sejak awal hingga tahun ke enam ini hanya 7 orang saja.

Jika dilihat dari kumulatif dana yang dikeluarkan untuk pemberdayaan ini memang terlihat besar dimana PEKKA menerima bantuan dari pemerintah Jepang rata-rata 3 milyar rupiah per tahunnya. Namun sebenarnya jika di uraikan dalam satuan individu dan waktu, maka apa yang dilakukan Pekka sangat efisien. Berdasarkan hitungan yang ada, hanya dibutuhkan dana 400 ribu rupiah setiap tahunnya atau sekitar 35 ribu rupiah setiap bulannya untuk pemberdayaan tiap individu anggota Pekka, guna membiayai pelatihan - pelatihan dan pendampingan rutin. Selain itu, investasi lain yang harus ada berupa dana berputar yang langsung diterima masyarakat juga tidaklah terlalu besar yaitu rata-rata 1 juta rupiah saja untuk setiap keluarga Pekka dalam satu periode waktu.

Namun kesempurnaan hanyalah milik Tuhan yang Maha Kuasa, Pekka juga menghadapi banyak kegagalan. Paling tidak ada 29 kelompok simpan pinjam Pekka bubar karena berbagai sebab, 13 kelompok tidak aktif, lebih dari 50 kader lokal yang dilatih drop out, 20 pendamping lapang keluar, dan sekitar 4% dana di BLM dikorupsi dan tidak kembali. Selain itu, Pekka juga mengundang kontroversi karena menerima dana dari Pemerintah Jepang yang disalurkan melalui Bank Dunia. Peran-peran Bank Dunia yang berkontribusi besar dalam berbagai persoalan ekonomi, politik dan sosial di negara ini membuat banyak kawan-kawan kelompok masyarakat sipil menganggap bekerjasama dengan Bank Dunia adalah satu kesalahan bahkan penghianatan. Oleh karenanya kritik tajam dan cibiran juga menjadi bagian dari keseharian yang harus kami terima dengan lapang dada dengan tetap terus berusaha untuk konsisten dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan yang sesungguhnya juga kami yakini serta bersikap kritis terhadap semua fihak termasuk Bank Dunia.

Pekka tidak boleh berhenti sampai disini saja, karena Pekka tidak dibatasi oleh proyek saja. Oleh karenanya, persoalan lain yang menghadang di hadapan adalah bagaimana menjawab empat tantangan Pekka selama ini yaitu keberlanjutan, kemandirian, keterbukaan, dan keterlibatan dalam pengambilan dan mengontrol kebijakan. Jawaban terhadap tantangan ini akan membantu Pekka menjadi sebuah gerakan perempuan yang akan berkontribusi pada gerakan masyarakat sipil secara umum untuk meraih keadilan dan martabat dalam kerangka kehidupan berbangsa. Ini semua menjadi tanggung jawab kita semua, kita bersama.

Berikut ini laporan tahunan PEKKA 2007 yang berisi gambaran umum berbagia upaya yang telah dilakukan hingga tahun 2007 dalam proses pemberdayaan Pekka.

(4)

MENGAPA PEKKA?

PEKKA mulai digagas pada akhir tahun 2000 dari rencana awal KOMNAS PEREMPUAN yang ingin mendokumentasikan kehidupan janda di wilayah konflik dan keinginan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) merespon permintaan janda korban konflik di Aceh untuk memperoleh akses sumberdaya agar dapat mengatasi persoalan ekonomi dan trauma mereka. Semula upaya ini di beri nama “widows project” yang sepenuhnya didukung dana hibah dari Japan Social Development Fund (JSDF) melalui Bank Dunia. KOMNAS PEREMPUAN kemudian meminta Nani Zulminarni, pada saat itu adalah ketua Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW), menjadi Koordinator program ini.

Melalui proses refleksi dan diskusi intensif dengan berbagai fihak, Nani kemudian mengusulkan mengintegrasikan kedua gagasan awal ini kedalam sebuah upaya pemberdayaan yang lebih komprehensif. Untuk itu “Widows Project” atau Proyek untuk Janda” di ubah tema dan judulnya menjadi lebih provokatif dan ideologis, yaitu dengan menempatkan janda lebih pada kedudukan, peran, dan tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga. Selain itu, upaya ini diharapkan mampu pula membuat perubahan sosial dengan mengangkat martabat janda dalam masyarakat yang selama ini terlanjur

mempunyai stereotype negatif. Oleh karena itu Nani mengusulkan judul

Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga atau disingkat Program PEKKA yang disepakati oleh semua fihak. Selanjutnya kata Pekka juga dipergunakan untuk menyingkat Perempuan Kepala Keluarga.

Sebuah kenyataan bahwa tidak kurang dari 6 juta rumah tangga di Indonesia dikepalai oleh perempuan. Lebih dari separuh mereka adalah kelompok masyarakat termiskin di Indonesia. Mereka umumnya berusia antara 20 – 60 tahun, sebagian buta huruf dan tidak pernah duduk dibangku sekolah dasar sekalipun. Mereka menghidupi antara 1-6 orang tanggungan, bekerja sebagai buruh tani dan sektor informal dengan pendapatan rata-rata kurang dari Rp 10,000 per hari. Sebagian mereka mengalami trauma karena tindak kekerasan dalam rumah tangga maupun negara.

PEKKA juga membuka lebih luas komunitas perempuan miskin yang dapat difasilitasi program ini seperti para perempuan yang berstatus mengambang karena suami pergi merantau tak berberita, perempuan hamil dan mempunyai anak setelah di tinggal laki-laki yang tidak bertanggungjawab, lajang yang belum kawin yang menanggung beban keluarga dan para istri yang suaminya cacat atau sakit permanen. Kelompok perempuan ini pun menghadapi stigmatisasi dan persoalan yang mirip dengan para janda pada umumnya.

(5)

CITA CITA BERSAMA PEKKA

Program PEKKA dimulai pada Desember 2001 dengan visi pemberdayaan perempuan kepala keluarga dalam rangka ikut berkontirbusi membangun tatanan masyarakat yang sejahtera, adil gender, dan bermartabat. Adapun misi PEKKA adalah mengorganisir dan memfasilitasi perempuan kepala keluarga agar mampu meningkatkan kesejahteraannya, memiliki akses terhadap berbagai sumberdaya, mampu berpartisipasi aktif pada setiap siklus pembangunan di wilayahnya, memiliki kesadaran kritis akan haknya sebagai manusia dan warga negara, serta mempunyai kontrol terhadap diri dan proses pengambilan keputusan baik di dalam keluarga maupun di dalam masyarakat.

Untuk mencapai visi dan misi ini, PEKKA mengembangkan lima strategi dan pendekatan yaitu:

ƒ Membangun visi dan misi serta perspektif keadilan serta kesetaraan kelas dan gender

ƒ Meningkatkan kapasitas tekhnis, manajerial, kepemimpinan, dan personal pekka dalam menyikapi hidupnya

ƒ Mengembangkan organisasi dan jaringan pekka hingga menjadi sebuah gerakan

ƒ Mengadvokasi kebijakan dan mengkampanyekan perubahan nilai sosial budaya agar lebih adil gender.

ƒ Mendokumentasi dan mempublikasikan kisah kehidupan, perjuangan dan aktivitas perempuan kepala keluarga

(6)
(7)

WILAYAH KERJA PEKKA

Melalui program PEKKA hingga akhir tahun 2007 telah berkembang 399 kelompok Perempuan Kepala keluarga yang tersebar 289 Desa, 51 kecamatan, 21 Kabupaten di 8 provinsi di Indonesia, Nanggro Aceh Darussalam (NAD), Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara.

KERANGKA PEMBERDAYAAN PEKKA

Ada empat pilar strategi pemberdayaan PEKKA. Pertama, membangun

kesadaran kritis terhadap hak sebagai manusia, perempuan dan warga negara, menumbuhkan motivasi untuk memperbaiki kehidupan, dan pada akhirnya memfasilitasi mereka untuk membangun visi dan misi kehidupan, Kedua, meningkatkan kapasitas pekka untuk mengatasi berbagai persoalan kehidupan melalui pendampingan intensif, berbagai pelatihan dan lokakarya terkait

(8)

dengan membangun kepercayaan diri, meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial. Melatih dan mengembangkan pemimpin dan fasilitator masyarakat dari kalangan Pekka. Ketiga, pengembangan organisasi dan jaringan kerja melalui penumbuhan, pengembangan dan penguatan kelompok berbasis di masyarakat yang diberi nama kelompok Pekka di seluruh wilayah program. Kelompok-kelompok ini kemudian difasilitasi untuk berjaringan sesama kelompok pekka dari tingkat kecamatan hingga nasional, serta berjaringan dengan lembaga lain yang dapat mendukung kerja-kerja mereka seperti LSM lokal. Selain itu, kelompok juga difasilitasi untuk membangun kelembagaan keuangan mikro (LKM) dengan pengembangan swadaya mereka sendiri melalui kegiatan simpan pinjam. Melalui kelembagaan simpan pinjam ini, kelompok kemudian difasilitasi untuk mengakses dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang diperuntukkan bagi mereka melalui program ini. Dana BLM secara kolektif dikelola di lembaga keuangan mikro yang dikembangkan di tingkat kecamatan. Keempat, advokasi dan kampanye. Fokus pada akses terhadap informasi, sumberdaya kehidupan dan pengambilan keputusan, akses terhadap keadilan hukum. Perubahan tata nilai negatif terhadap perempuan dan perempuan kepala keluarga melalui kampanye dan pendidikan pada masyarakat luas.

(9)

MENGEMBANGKAN KEGIATAN UNTUK MENGGAPAI CITA BERSAMA

A. PROGRAM

TEMATIK

Empat pilar sebagai kerangka pemberdayaan Pekka di aplikasikan melalui berbagai bentuk kegiatan dalam program-program tematik Pekka dan aktivitas pendukung nya. Meskipun pada awalnya PEKKA memilih kegiatan pemberdayaan ekonomi sebagai pintu masuk proses pemberdayaan, dalam perkembangannya PEKKA juga melakukan berbagai kegiatan sosial lainnya. Kegiatan PEKKA dikembangkan berdasarkan persoalan, kebutuhan, dan perkembangan komunitas perempuan kepala keluarga (pekka) berserta masyarakat sekitarnya. Kegiatan-kegiatan tersebut kemudian dikerangkakan dalam bentuk program-program tematik yang telah dilaksanakan sepanjang tahun 2007. 1. Kelompok Simpan Pinjam dan Lembaga Keuangan Mikro (LKM)

Kelompok-kelompok Pekka difasilitasi untuk mengembangkan kegiatan simpan pinjam dengan dana swadaya dan dilatih mengelolanya secara professional. Kelompok-kelompok simpan pinjam yang telah berkembang kemudian difasilitasi untuk membentuk Lembaga keuangan Mikro (LKM) di tingkat Kecamatan. LKM yang mandiri dan profesional dapat mengakses dana dari berbagai sumber termasuk bantuan langsung masyarakat dari berbagai program pembangunan sehingga dapat melayani masyarakat luas.

Hingga akhir tahun 2007 telah terbentuk dan berkembang 379 kelompok simpan pinjam dengan jumlah anggota mencapai 9.293 orang kepala keluarga di seluruh wilayah PEKKA. Grafik pertumbuhan dan perkembangan kelompok simpan pinjam di seluruh wiyalah cenderung meningkat setiap tahunnnya rata-rata 10%, yang dapat dilihat dari grafik di bawah ini. Pada tahun 2007 pertumbuhan kelompok mencapai 15%. Hal ini menunjukkan kebutuhan dan antusiasme masyarakat khususnya kelompok untuk mengembangkan kelompoknya dalam rangka menjawab persoalan ekonomi dan kemiskinan yang mereka hadapi.

JUMLAH KELOMPOK PEKKA DI 8 PROVINSI

123 208 218 292 330 379 0 50 100 150 200 250 300 350 400 2002 2003 2004 2005 2006 2007

(10)

JUMLAH KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI NAD 24 41 44 51 76 69 0 10 20 30 40 50 60 70 80 2002 2003 2004 2005 2006 2007

JUMLAH KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI JABAR

35 33 42 48 51 66 0 10 20 30 40 50 60 70 2002 2003 2004 2005 2006 2007

JUMLAH KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI JATENG

16 19 26 26 34 0 5 10 15 20 25 30 35 40 2003 2004 2005 2006 2007

JUMLAH KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI KALBAR

11 16 21 28 30 0 5 10 15 20 25 30 35 2003 2004 2005 2006 2007

JUMLAH KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI NTB

17 18 32 37 36 17 18 32 37 36 0 5 10 15 20 25 30 35 40 2003 2004 2005 2006 2007

JUMLAH KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI NTT

37 42 30 48 57 65 37 42 30 48 57 65 0 10 20 30 40 50 60 70 2002 2003 2004 2005 2006 2007

JUMLAH KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI SULTRA

27 27 27 34 30 34 5 10 15 20 25 30 35 40

JUMLAH KELOMPOK PEKKA DI PROVINSI MALUT

21 22 32 32 38 0 5 10 15 20 25 30 35 40

(11)

Melalui kegiatan simpan pinjam, kelompok - kelompok Pekka telah mampu menggalang dana swadaya hingga Rp. 1.117.120.996,-. Perputaran modal simpan pinjam yang terdiri dari dana swadaya dan dana BLM (bantuan langsung masyarakat) pada akhir tahun 2007 mencapai Rp. 24.829.752.450,-

PERKEMBANGAN SIMPANAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI NAD

7,998,700 22,113,100 38,561,400 58,295,200 75,109,650 98,252,900 0 20,000,000 40,000,000 60,000,000 80,000,000 100,000,000 120,000,000 2002 2003 2004 2005 2006 2007

PERKEMBANGAN SIM PANAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI JABAR

7,200,500 84,687,000 50,040,550 100,102,750 61,354,900 92,231,500 0 20000000 40000000 60000000 80000000 100000000 120000000 2002 2003 2004 2005 2006 2007

PERKEMBANGAN SIMPANAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI JATENG

3,993,400 12,258,300 3,144,550 31,548,250 47,261,550 0 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 30000000 35000000 40000000 45000000 50000000 2003 2004 2005 2006 2007

PERKEMBANGAN SIMPANAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI NTB 3,763,800 10,251,750 1,535,950 27,717,550 38,791,200 0 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 30000000 35000000 40000000 45000000 2003 2004 2005 2006 2007

PERKEMBANGAN SIMPANAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI NTT 23,439,300 61,191,225 379,832,040 656,780,421 120,385,535 105,202,835 0 100000000 200000000 300000000 400000000 500000000 600000000 700000000 2002 2003 2004 2005 2006 2007

PERKEMBANGAN SIMPANAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI SULTRA

7,625,450 19,568,400 51,566,450 29,214,300 87,323,725 110,989,975 0 20000000 40000000 60000000 80000000 100000000 120000000 2002 2003 2004 2005 2006 2007

PERKEM BANGAN SIM PANAN KELOMPOK PEKKA PROPINSI MALUT

5,293,000 23,416,500 20,973,000 34,581,000 35,237,512 0 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 30000000 35000000 40000000 2003 2004 2005 2006 2007 PERKEMBANGAN SIMPANAN KELOMPOK

PEKKA PROVINSI JATENG

1,160,900 19,151,600 14,592,800 51,355,600 38,676,950 0 10000000 20000000 30000000 40000000 50000000 60000000 2003 2004 2005 2006 2007

(12)

PERKEMBANGAN SIMPANAN KELOMPOK PEKKA DI 8 PROVINSI 46,263,950 201,770,825 348,244,085 746,476,227 1,117,120,996 310,449,385 0 200000000 400000000 600000000 800000000 1000000000 1200000000 2002 2003 2004 2005 2006 2007

PERKEMBANGAN PINJAMAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI JATENG 0 132,238,500 359,722,000 698,386,500 293,437,500 0 100000000 200000000 300000000 400000000 500000000 600000000 700000000 800000000 2003 2004 2005 2006 2007

PERKEMBANGAN PINJAMAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI NTB 21,112,500 672,371,250 790,393,350 684,421,750 4,665,500 0 100000000 200000000 300000000 400000000 500000000 600000000 700000000 800000000 900000000 2003 2004 2005 2006 2007

PERKEMBANGAN PINJAMAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI NTT

667,198,400 1,338,880,400 2,351,701,850 4,368,187,550 6,534,893,800 81,414,150 0 1000000000 2000000000 3000000000 4000000000 5000000000 6000000000 7000000000 2002 2003 2004 2005 2006 2007 PERKEMBANGAN PINJAMAN KELOMPOK PEKKA DI

PROVINSI KALBAR 0 45,770,000 94,974,520 235,869,500 209,142,500 0 50000000 100000000 150000000 200000000 250000000 2003 2004 2005 2006 2007

PERKEMBANGAN PINJAMAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI NAD

124,481,750 547,468,000 1,452,374,000 2,475,001,000 2,572,746,000 7,149,400 0 500000000 1000000000 1500000000 2000000000 2500000000 3000000000 2002 2003 2004 2005 2006 2007

PERKEMBANGAN PINJAMAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI JABAR

2,625,000 340,329,000 743,699,000 1,212,173,000 432,547,500 1,793,579,800 0 500000000 1000000000 1500000000 2000000000 2002 2003 2004 2005 2006 2007

(13)

PERKEM BANGAN PINJAM AN KELOM POK PEKKA DI 8 PROPINSI 1,310,063,650 3,145,115,900 6,776,206,020 10,776,961,300 100,618,550 14,683,820,050 0 2000000000 4000000000 6000000000 8000000000 10000000000 12000000000 14000000000 16000000000 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Kelompok-kelompok simpan pinjam tersebut telah pula difasilitasi untuk membentuk Lembaga Keuangan Mikro di tingkat kecamatan. Hingga akhir tahun 2007 telah berkembang 28 LKM di 8 provinsi yang memfokuskan kegiatannya untuk mengelola dana swadaya dari simpanan kelompok dan dana usaha ekonomi produktif dari Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dalam pendanaan PEKKA, yang dapat melayani pekka melalui kelompoknya untuk mengakses kredit secara murah dan mudah. Melalui pelayanan kredit ini, diharapkan kesulitan pekka untuk mengakses modal guna mengembangkan usaha dan kebutuhan lain seperti; pendidikan, kesehatan, perumahan dan lain-lain sedikit teratasi.

Pada tahun 2007 ini LKM telah mendukung munculnya beberapa usaha kelompok di beberapa daerah seperti; gadai sawah, pengepul gabah, pengepul ’rumput laut’, transportasi, dll. Selain memfasilitasi usaha yang berorentasi pada keuntungan, LKM di NTT juga melakukan usaha penjualan beras untuk mengatasi krisis pangan di saat musim kering, kemudian pekka membayarnya beberapa bulan setelah panen.

Jumlah simpanan swadaya yang terkumpul pada tahun ini mengalami peningkatan 21 persen di LKM dan di tingkat kelompok mengalami peningkatan dua kali lipat lebih dari

PERKEMBANGAN PINJAMAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI SULTRA

898,611,800 1,721,097,000 1,158,270,400 606,474,000 170,384,000 9,430,000 0 200000000 400000000 600000000 800000000 1000000000 1200000000 1400000000 1600000000 1800000000 2000000000 2002 2003 2004 2005 2006 2007

PERKEMBANGAN PINJAMAN KELOMPOK PEKKA PROVINSI MALUT 20,625,000 283,316,100 3,005,000 269,036,100 363,581,100 0 50000000 100000000 150000000 200000000 250000000 300000000 350000000 400000000 2003 2004 2005 2006 2007

(14)

sebelumnya. Peningkatan ini menunjukkan tumbuhnya kesadaran pekka akan pentingnya menabung, adanya perbaikan ekonomi sehingga pekka bisa menyisihkan uangnya, dan kepercayaan pekka pada lembaga yang dibentuknya sendiri merupakan tempat yang aman untuk menyimpan uang. Proses transparansi dan akuntbilitas LKM dan kelompok dengan melaporkan kondisi keuangannya melalui pertemuan rutin setiap bulan dan rapat anggota tahunan setiap tahun, tidak hanya menumbuhkan kepercayaan didalam kelompok Pekka, namun juga di luar Pekka. Hal ini dapat dilihat dari keberadaan program pemerintah dan koperasi yang menawarkan dananya untuk dikelola oleh LKM dan kelompok Pekka. Misalnya kelompok-kelompok Pekka di Kalimantan Barat dan Jawa Barat telah mendapatkan alokasi dana dari APBD, dan dana tersebut telah diputar di kelompok untuk mengembangkan usaha pekka.

Selama tahun 2007, pendapatan LKM dari jasa pinjaman mengalami kenaikan sebesar 84,7 persen, sedangkan jasa kelompok hanya naik 23,7 persen. Sebagian besar Pekka lebih senang mengajukan pinjaman ke LKM karena bisa mendapatkan dalam jumlah besar, sehingga dana simpanan kelompok banyak yang mengendap di bank. Keadaan ini terjadi karena kurang pahamnya pengurus dan pendamping akan management keuangan mikro. Sebagai contoh, kelompok Pekka di Karawang rajin menyimpan dananya untuk keperluan Idul Fitri dan lainnya, namun pengurus kelompok tidak berani meminjamkan dana tersebut karena khawatir anggota akan mengambil simpanannya setiap saat. Padahal kebutuhan modal untuk memenuhi pinjaman pekka cukup tinggi di daerah ini.

PERKEMBANGAN JASA KELOMPOK PEKKA PROVINSI NAD

2,178,175 13,721,300 28,619,000 33,184,750 43,266,600 193,100 0 10000000 20000000 30000000 40000000 50000000 2002 2003 2004 2005 2006 2007

PERKEM BANGAN JASA KELOM POK PEKKA PROVINSI JABAR

49,800 3,422,300 39,071,900 35,374,200 30,496,500 46,255,900 -5,000,000 10,000,000 15,000,000 20,000,000 25,000,000 30,000,000 35,000,000 40,000,000 45,000,000 50,000,000 2002 2003 2004 2005 2006 2007

PER KEM B A N GA N JA SA KELO M PO K PEKKA PR OV I N SI JA T EN G 14,051,200 5,824,540 23,564,300 4,908,400 0 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 2004 2005 2006 2007

PERKEMBANGAN JASA KELOMPOK PEKKA POVINSI KALBAR

2,275,000 7,423,350 3,389,300 4,711,650 0 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 7000000 8000000 2004 2005 2006 2007

(15)

PERKEMBANGAN JASA KELOMPOK PEKKA PROVINSI NTB 1,262,850 28,887,800 8,345,600 182,750 3,879,700 0 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 30000000 35000000 2003 2004 2005 2006 2007

PERKEMBANGAN JASA KELOMPOK PEKKA PROVINSI NTT 36,009,375 220,299,925 271,025,515 12,551,100 145,008,600 255,304,950 0 50000000 100000000 150000000 200000000 250000000 300000000 2002 2003 2004 2005 2006 2007

PERKEM BANGAN JASA KELOM POK PEKKA DI 8 PROPINSI 47,933,350 243,311,400 370,256,665 449,094,350 12,827,400 548,319,315 0 100000000 200000000 300000000 400000000 500000000 600000000 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Pendapatan LKM selain berasal dari jasa pinjaman juga dari usaha dan pelayanan untuk mengelola dan BLM yang diberikan melalui program ini. Pendapatan ini selain dibagikan pada anggota juga dipergunakan untuk membangun aset kelompok seperti pusat kegiatan Pekka. Hal ini misalnya telah dilakukan oleh LKM di Sulawesi Tenggara yang setiap tahunnya menyisihkan keuntungan untuk membangun pusat kegiatan yang mereka sebut Balai Pekka untuk sekretariat LKM dan tempat pertemuan Pekka. Di NTT LKM telah mampu membeli sebidang tanah dan menyisihkan dananya untuk pembangunan pusat kegiatan Pekka. Lahan tersebut sekarang dipergunakan untuk ’pasar sore’, dan ibu-ibu pekka yang membuka usaha di tempat tersebut menyarankan agar LKM membeli tanah

PERKEMBANGAN JASA KELOM POK PEKKA PROVINSI SULTRA 6,067,750 35,042,400 45,053,950 79,196,900 61,665,650 33,400 0 10000000 20000000 30000000 40000000 50000000 60000000 70000000 80000000 90000000 2002 2003 2004 2005 2006 2007

PERKEMBANGAN JASA KELOM POK PEKKA PROVINSI M ALUT

2,020,950 21,802,250 73,000 22,339,750 27,731,450 0 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 30000000 2003 2004 2005 2006 2007

(16)

lagi untuk membangun balai Pekka, dan lokasi tersebut tetap bisa dipergunakan untuk tempat usaha mereka.

Selain itu semua, telah pula dikembangkan pelayanan asuransi mikro dengan produk ’santunan kematian’. Hingga akhir tahun ini sudah ada 10 LKM yang mengembangkan pelayanan asuransi ini. Dalam tahun-tahun mendatang direncanakan mengembangkan produk asuransi lainnya sesuai kebutuhan masyarakat seperti asuransi kesehatan yang juga menjangkau masyarakat luas.

Pada tahun ini dilakukan pula berbagai upaya peningkatan kapasitas pengurus LKM yang diarahkan untuk membantu kerja pengurus dalam membuat pembukuan dengan akutansi komputer agar posisi keuangan bisa diketahui setiap saat. Proses ini cukup menantang, karena anggota Pekka yang tidak lancar menulis harus dilatih menggunakan komputer, meskipun mereka cukup antusias untuk belajar.

2. Usaha Kecil Mikro (UKM)

Kegiatan usaha kecil mikro difokuskan pada penumbuhan usaha baru sesuai potensi lokal dan pengembangan usaha yang sudah ada. Kegiatan usaha umumnya dilakukan secara individu oleh anggota. Namun demikian, pada tahun 2007 ini mulai pula dirintis pengembangan usaha secara kolektif atau berkelompok. Pelatihan tekhnis dan manajemen usaha serta pengembangan jaringan usaha merupakan upaya yang dilakukan bersama pekka. Kegiatan yang dilakukan dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori seperti diuraikan berikut ini.

a. Konsultasi Usaha

Pelatihan pertanian sehat kelompok Cianjur - Jabar

Kegiatan ini melibatkan seorang konsultan usaha dari sebuah lembaga pengembangan usaha kecil (PUPUK) dari Bandung. Upaya ini diawali di Aceh dimana konsultan mengunjungi 5 wilayah kelompok Pekka di sana. Pada setiap kunjungan dilakukan pertemuan diskusi bersama untuk memetakan jenis dan kapasitas usaha yang dilakukan anggota pekka (potensi internal) di wilayah tersebut serta potensi dan pendukung eksternal (masyarakat, pemerintah, pasar, lingkungan) yang ada. Dari kondisi yang ada dilakukan prediksi klaster yang potensial

dikembangkan di wilayah tersebut. Untuk mendukung dilakukan pengamatan langsung ke usaha anggota Pekka dan pasar yang ada di seputar wilayah tersebut. Pada akhir kunjungan dilakukan presentasi temuan dan hasil kunjungan kepada seluruh tim pendamping dan rencana bersama yang akan dilakukan untuk menindaklanjuti hasil konsultansi tersebut.

(17)

b. Pelatihan pengembangan usaha

Ibu-ibu Pekka di Kec.Pasarwajo – Sultra, memeras santan kelapa untuk dibuat VCO

Pelatihan pengembangan usaha dilakukan bagi perwakilan kelompok Pekka di 8 wilayah. Pelatihan ini difasilitasi oleh tim Seknas dengan dibantu tim pendamping lapang setempat. Di beberapa wilayah pelatihan juga melibatkan kerjasama dengan lembaga dan fihak lain di luar lingkungan Pekka. Selain itu pelatihan yang terus dilakukan adalah pelatihan motivasi usaha. Pelatihan ini diberikan kepada beberapa kelompok yang baru berminat untuk mengembangkan usaha baik individu ataupun kelompok. Selanjutnya di beberapa wilayah yang

sudah lebih berkembang usahanya mulai dilakukan pelatihan manajemen usaha. Di samping itu untuk mendukung kegiatan pengembangan usaha yang ada dilakukan pelatihan tehnis sesuai dengan kebutuhan kelompok Pekka setempat, misalnya pelatihan ternak itik dan bebek, pertanian sehat, jahit menjahit dan pengolahan makanan.

Seminar dengan mendatangkan nara sumber yang relevan termasuk pelaku usaha dan pengambil kebijakan merupakan bentuk pelatihan motivasi usaha yang juga di fasilitasi oleh Seknas Pekka melalui Forum Nasional Pekka 2007. Informasi dan pengetahuan yang disampaikan dalam seminar tersebut bisa menjadi peluang bagi pekka untuk pengembangan usaha di wilayahnya. Sementara pengalaman dari pelaku usaha bisa membangkitkan semangat peserta untuk berani mengembangkan usahanya.

Pelatihan yang diberikan telah cukup memberikan hasil yang nyata. Misalnya walaupun belum merata namun sudah mulai ada kesadaran untuk mengembangkan usaha dengan memperhitungkan kelayakannya. Kelompok Pekka juga sudah mulai memperhitungkan potensi diri, sumberdaya lingkungan dan permintaan pasar dalam rencana pengembangan usahanya.

Selain itu mulai banyak kesadaran untuk melakukan pengembangan usaha bersama hampir di setiap wilayah. Kesadaran ini tentunya sangat menggembirakan, karena pada awalnya gagasan usaha bersama tidak terlalu diterima. Usaha bersama yang dilakukan juga telah memberikan perubahan status bagi beberapa Pekka. Mereka yang semula berprofesi sebagai buruh dan bekerja di bawah orang lain kini bekerja untuk usaha bersama yang dimiliki oleh kelompoknya. Hal ini misalnya terjadi pada usaha gadai sawah/kebun di NTB & Jawa Barat, serta usaha pecah batu di NTB. Sementara ada juga yang memang berubah menjadi pemilik usaha sendiri seperti pada usaha perikanan di NTB.

Pelatihan pengembangan usaha juga telah memotivasi kelompok Pekka mulai memikirkan pengembangan usaha baru dan tidak terpaku dengan usaha yang ada. Beberapa mengembangkan usaha baru berbasis potensi sumberdaya alam lokal misalnya

(18)

krupuk wortel, krupuk nenas, VCO (virgin cococunt oil), dan abon ikan. Selain itu, kelompok Pekka juga mulai menerobos usaha yang tidak umum bagi perempuan pedesaan seperti usaha sewa mobil.

c. Pendampingan rutin pada kelompok usaha

Di setiap wilayah dampingan selalu dilakukan pendampingan rutin usaha oleh pendamping lapang maupun kader pengembangan usaha yang ada. Pendampingan ini walau mengacu pada arah yang sama, tetapi dilakukan cukup bervariasi tergantung kapasitas, minat dan kesempatan waktu si pendamping lapang dan tim kader. Kegiatan pendampingan umumnya dilakukan bersamaan dengan pertemuan rutin kelompok meskipun tidak tertutup kemungkinan di waktu-waktu lainnya. Untuk memperkaya wawasan, proses pendampingan juga dapat melibatkan narasumber dari luar seperti yang pernah dilakukan oleh kelompok Pekka di Kalimantan Barat.

d. Pengembangan materi pendukung

Secara rutin dilakukan perbaikan materi usaha yang telah ada berdasar masukan tim fasilitator yang melakukan fasilitasi pelatihan usaha ataupun hasil temuan usaha saat di lapang. Untuk tahun 2007 ini telah dibuat materi ringkas untuk manajemen usaha kelompok. Materi ini telah disebarluaskan ke seluruh kelompok dalam berbagai format komunikasi seperti cetakan dan file dalam cakram padat (CD). Selain itu juga telah dikirimkan buku-buku cetak yang dipesan atas permintaan wilayah atau pemberian dari pihak lain.

e. Pengumpulan data usaha

Pengumpulan perkembangan data usaha tetap dilakukan untuk memperbarui data yang ada ataupun menambah informasi data usaha baru. Data yang dikumpulkan berupa data jenis usaha yang dilakukan pekka, masalah dan kebutuhannya. Namun untuk tahun 2007 ini tidak terlalu banyak data baru yang masuk dari lapang.

f. Promosi produk dan jasa

Untuk membantu pengembangan usaha kelompok Pekka, Seknas membantu mempromosikan usaha tersebut. Langkah yang dilakukan adalah menawarkan ke stiap wilayah untuk mempromosikan usaha kelompok Pekka yang potensial melalui buletin Cermin. Namun ide kurang mendapat tanggapan. Hanya Cianjur yang telah mencoba mempromosikan usaha melalui buletin ini. Langkah lain yang telah dilakukan adalah mencoba mempromosikan produk pekka dengan memajang pada etalase di kantor PEKKA. Harapan ini bisa menjadi cikal bakal show room kecil bagi aneka usaha pekka yang potensial.

Penjajagan untuk bisa mengikuti pameran rutin yang dikelola oleh lembaga pemasaran produk usaha kecil seperti Yayasan PEKERTI telah pula dilakukan. Pada dasarnya PEKERTI bisa menerima penitipan produk kelompok Pekka di pamerannya. Tetapi mereka mengisyaratkan bahwa produk tersebut tidak bisa membawa nama PEKKA dan jika ada pemesan setelah mengikuti pameran, maka produk benar - benar bisa tersedia sesuai dengan permintaannya. Syarat yang terakhir ini dirasakan masih sulit untuk bisa

(19)

dipenuhi. Beberapa produk masih belum menjamin ketersediaan barangnya. Hal ini menyebabkan ide ini belum bisa dilanjutkan.

Mengikuti dan mengadakan sendiri pameran produk usaha kelompok Pekka cukup intenisf dilakukan di tahun 2007 ini. Misalnya kelompok Pekka memanfaatkan kegiatan Forum Wilayah untuk mempromosikan hasil usaha mereka pada khalayak ramai. Namun kegiatan ini tampaknya belum optimal pelaksanaannya karena tidak dipersiapkan dengan baik untuk mengikuti tuntutan konsumen baik dari segi kualitas produk maupun dalam penetapan harga. Sebagai akibatnya seringkali kelompok justru mengalami kerugian akibat mengikuti pameran.

Forum Nasional (Fornas) merupakan salah satu arena yang difasilitasi oleh Seknas Pekka untuk membantu kelompok Pekka mempromosikan produknya. Pada tahun 2007, pameran produk di arena Fornas Pekka diikuti oleh seluruh wilayah. Produk yang dipamerkan diseleksi dengan seksama sehingga dapat mengangkat produk khas suatu wilayah. Pada pameran ini seluruh penataan dan perencanaan sistem pameran dilakukan sepenuhnya oleh tim Seknas PEKKA sehingga dapat berjalan dengan baik. Upaya ini cukup memberikan dampak positif bagi pengenalan produk kelompok Pekka pada masyarakat. Produk-produk yang dimaperkan termasuk olahan makanan, hasil pertanian, dan produk kerajinan.

Di penghujung tahun 2007 ini Seknas PEKKA juga mendapat kesempatan untuk mengikuti Pekan Kenduri Perempuan Indonesia 2007 di Jakarta – pameran yang diselenggarakan oleh IBL dalam rangka hari ibu. Pameran ini diselenggarakan selama 2 hari ini (15 – 16 Desember) di Darmawangsa Square. Pada pameran, Seknas menampilkan produk dari hasil usaha kelompok Pekka Jawa Barat dan juga beberapa produk dari wilayah lain sebagai tambahannya. Sayangnya kegiatan ini bersamaan dengan Forwil Jawa Barat yang tengah berlangsung di Cianjur. Sehingga tidak bisa melibatkan pelaku usaha Pekka untuk langsung menjaga stand pameran yang ada.

g. Pengembangan jaringan

Tahun 2007 juga ditandai dengan perintisan dan perluasan pengembangan jaringan untuk mendukung upaya pengembangan usaha. Hal ini dilakukan dengan membangun kerjasama berbagai fihak termasuk lembaga pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan pengusaha, guna mengakses berbagai sumberdaya dari mereka Bentuk kerjasama yang dilakukan berupa bantuan modal usaha, bantuan kegiatan pelatihan, bantuan konsultasi, bantuan sarana peralatan usaha ataupun pengikutsertaan dalam kegiatan pameran. Lembaga - lembaga yang telah mulai menjalin kerjasama dengan PEKKA termasuk Kementerian Pemberdayan Perempuan (KPP) yang memberikan bantuan dana sebesar 50 juta rupiah untuk pelatihan usaha dan tambahan modal usaha kelompok di wilayah NTT dan Sultra. Selain itu ada pula Perkumpulan Untuk Pengembangan Usaha Kecil (PUPUK) yang memberikan konsultansi usaha, Pengembangan Kerajinan Rakyat Indonesia (PEKERTI) untuk pemasaran produk, Formasi memberikan pelatihan E-bisnis, Indonesia Business Link (IBL) untuk promosi produk.

(20)

Pada FORNAS PEKKA 2007 juga dilakukan kunjungan keberbagai fihak terkait untuk berdialog seperti Kementerian Koperasi dan UKM. Kunjungan ini digunakan oleh kelompok pekka untuk melaporkan persoalan sekaligus juga menanyakan berbagai hal dalam pengembangan usaha dan koperasi di wilayahnya.

h. Penghargaan bagi Usaha Kecil Mikro (UKM) Pekka

Untuk memotivasi pengembangan usaha maka Seknas PEKKA pada FORNAS PEKKA 2007 telah memberikan penghargaan bagi UKM yang dianggap inovatif. Ada 11 usulan yang masuk dari 6 wilayah PEKKA yaitu usaha Emping dan Angkutan Mobil dari NAD, usaha Penggemukan Domba, Tanaman Hias dan Kerupuk Wortel dari Jawa Barat, usaha Benang tenun dari NTT, Budidaya Pertanian dari NTB, Agen Beras dari Sultra, serta usaha Tambak Ikan dan Katering Makanan dari Maluku Utara.

Ibu Tasih perwakilan Jabar, menerima penghargaan untuk kategori UKM dengan pengembangan usaha yang inovatif

Ada 2 penghargaan yang diberikan yaitu UKM yang dinilai inovatif dalam pengembangan usaha bersama yang diraih oleh usaha kerupuk wortel kelompok Cianjur dan UKM yang telah melibatkan partisipasi

masyarakat dalam pengembangan usahanya yang diraih oleh usaha tanaman hias LKM Subang. Kegiatan ini tampaknya cukup positif baik bagi mereka yang telah menerima penghargan maupun yang belum. Bagi yang telah menerima penghargaan ini memberikan rasa pengakuan akan apa yang telah mereka lakukan dan memberi semangat untuk berbuat lebih. Sebaliknya bagi yang lain juga mendorong untuk bisa melakukan yang terbaik.

i. Peningkatan kapasitas pendamping

Pada tahun 2007 Seknas Pekka juga memfasilitasi pengembangan kapasitas pendamping baik koordinator maupun pendamping lapang melalui berbagai kegiatan pelatihan seperti kegiatan pelatihan klaster yang diadakan oleh PUPUK, pelatihan e-bisnis oleh FORMASI, dan studi banding Amanah Ikhtiar Malaysia (AIM), yang diharapkan dapat membantu pengembangan usaha di kelompok Pekka dimasa mendatang.

3. Penguatan hukum untuk keadilan

Diperlakukan dengan adil dan memperoleh hak yang sesuai dan setara dengan anggota masyarakat lainnya merupakan dambaan semua anggota Pekka. Oleh karena itu, bekerjasama dengan Justice for the poor, Bank Dunia, pada pertengahan tahun 2005, PEKKA melakukan upaya pemberdayaan hukum bagi anggota kelompok Pekka dan masyarakat sekitarnya.

(21)

dapat memperoleh keadilan guna mengangkat harkat dan martabatnya. Secara khusus, program ini bertujuan untuk:

ƒ Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan hukum bagi perempuan khususnya yang menyangkut hak-hak perempuan

ƒ Meningkatan kapasitas Institusi Penegak Hukum dalam upaya pendidikan hukum berperspektif gender

ƒ Mendukung proses penguatan Ruang Pelayanan Khusus (RPK) di Kepolisian ƒ Mendokumentasikan dan memetakan kasus dan isu hak-hak perempuan

Tujuan program ini dicapai dengan tetap berpatokan pada strategi empat pilar pemberdayaan Pekka dan kegiatan-kegiatan seperti yang diuraikan berikut ini.

a. Membangun kesadaran kritis Pekka terhadap hak dan kewajiban dimata hukum untuk akhirnya melahirkan misi pemberdayaan hukum bagi mereka

Proses ini dilakukan melalui workshop dan pertemuan rutin di kelompok Pekka. Anggota pekka diajak untuk memahami akar persoalan yang menyebabkan berbagai persoalan kehidupan yang mereka hadapi. Melalui proses ini mereka kemudian mengenali berbagai aspek kehidupan termasuk hukum dan kekuasaan yang harus mereka hadapi agar dapat melakukan suatu perubahan. Diakhir proses, mereka bersama merumuskan misi pemberdayaan hukum yang ingin mereka capai nantinya.

Telah dilakukan lebih dari 258 kegiatan diskusi tentang hukum yang terdiri dari 227 kegiatan dilakukan di kalangan kelompok-kelompok Pekka, dan 31 kegiatan dikalangan masyarakat umum (daftar rekap kegiatan diskusi hukum terlampir). Diskusi ini sebagian dipandu langsung oleh pendamping lapang, sebagian lagi oleh kader hukum. Nara sumber dari berbagai unsur penegak hukum seperti kejaksaan, pengadilan agama, kepolisian, dan LSM juga dihadirkan dalam beberapa kegiatan

diskusi dengan masyarakat. Pokok bahasan diskusi menyangkut berbagai aspek persoalan yang dihadapi masyarakat terkait dengan akses keadilan dan penegakan hukum termasuk kekerasan dalam rumah tangga, masalah waris, harta gono-gini, dokumen perkawinan dan perceraian, akte kelahiran, dan sebagainya (daftar materi diskusi terlampir). Dari diskusi-diskusi yang terjadi ini telah mulai terjadi perubahan pandangan masyarakat khususnya kelompok Pekka tentang penegakan hukum dan keadilan. Mereka juga mulai membangun dan memperkuat misi atau impian mereka tenang kehidupan yang bermartabat, bebas dari berbagai bentuk kekerasan dan ketidakadilan.

Ada lebih dari 1000 orang yang terlibat langsung sebagai peserta diskusi sekaligus penerima manfaat diskusi ini. Mereka terdiri dari 76% anggota Pekka dan 24% adalah masyarakat umum.

(22)

b. Meningkatkan kapasitas Pekka untuk mengakses keadilan serta menjadi penyuluh dan pendamping bagi pencari keadilan.

Upaya peningkatan kapasitas dilakukan dengan memberikan pelatihan tentang hukum bagi anggota kelompok Pekka. Pelatihan dilakukan dalam bentuk pelatihan dalam kelas maupun dengan cara non-formal melalui pertemuan kelompok dan kunjungan individu. Pelatihan diberikan secara bertingkat yaitu melatih pendamping lapang dan kader hukum terlebih dahulu. Mereka inilah yang kemudian menjadi ujung tombak untuk melakukan pelatihan di tingkat kelompok. Pendamping lapang dan kader hukum juga dapat mengundang nara sumber dari aparat penegak hukum setempat untuk memberikan pengetahuan berkaitan dengan penegakan hukum dan keadilan. Untuk mendukung proses secara terus menerus di tingkat lapangan, maka dilakukan pula upaya penulisan materi hukum dalam bentuk tulisan praktis yang mudah difahami kelompok perempuan. Materi yang dituiliskan dan diterbitkan dalam bentuk buku saku sangat terkait dengan persoalan aktual yang dihadapi oleh kelompok Pekka.

Selama dua tahun sudah dilatih 57 orang kader hukum dari kalangan Pekka yang akan dikembangkan menjadi paralegal di tingkat wilayahnya. Mereka berasal dari delapan provinsi, wilayah kerja Pekka, yang dipilih dari kalangan pemimpin-pemimpin kelompok Pekka yang potensial serta sebagian kecil dari pemimpin perempuan potensial di wilayah tersebut. Kader hukum ini berusia antara 24-63 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata Sekolah Dasar dan tingkat pendidikan tertinggi SMA. Mereka umumnya bekerja sebagai buruh tani, petani dan pedagang, mereka berstatus sebagai perempuan kepala keluarga karena cerai, suami meninggal, dan single, dengan menanggung 1 – 7 orang anggota keluarga.

Pelatihan yang diberikan pada kader hukum mencakup beberapa aspek penting untuk menjadi seorang kader hukum mencakup perspektif, konten, dan metodologi. Membangun persfektif mereka terhadap arti hukum dan keadilan serat menyadari pentingnya keberadaan mereka sebagai ujung tombak untuk membantu masyarakat meraih keadilan merupakan proses yang harus dibangun diawal pelatihan. Setelah hal ini selesai baru kemudian mereka dibekali dengan berbagai konten atau isi materi hukum seperti UU PKDRT, ketentuan-ketentuan Internasional dan mekanisme dan sistem hukum dan penegakan hukum yang ada. Agar mereka dapat melakukan berbagai aktivitas di tingkat masyarakat, seperti penyuluhan dan fasilitasi diskusi, mereka kemudian dibekali dengan pengetahuan berbagai metodologi dan alat-alat komunikasi popular sesuai dengan konteks mereka masing-masing.

Dari 57 kader hukum yang sudah dilatih, ada 40 orang yang aktif di lapangan, sedangkan 17 orang tidak aktif bahkan drop out karena berbagai sebab. Umumnya kader yang tidak aktif karena sibuk dengan pekerjaan rutin, pindah kerja dan wilayah, atau menjadi TKW. Kader yang aktif melakukan berbagai kegiatan di wilayahnya termasuk penyuluhan tentang hukum, pelatihan, dan hingga pendampingan penanganan kasus-kasus yang muncul di wilayah. Mereka juga pada perkembangannya sering menjadi penasehat bagi kelompok masyarakat terkait persoalan hukum. Arena yang dipilih meraka untuk

(23)

bahkan di atas kendaraan. Seluruh kegiatan ini dilakukan secara suka - rela oleh para kader sebagai bagian dari rasa tanggungjawab dan tingkat kesadaran yang tinggi.

c. Mengembangkan organisasi, kepemimpinan dan jaringan baik antar sesama mereka maupun dengan berbagai lembaga dan instansi penegakan hukum yang dapat membantu mereka.

Kelompok-kelompok Pekka memang sudah tumbuh dan berkembang dengan baik sejak dimulai tahun 2002. Namun demikian jaringan antar kelompok dan dengan kelompok lainnya masih sangat lemah. Oleh karena itu, melalui kegiatan pemberdayaan hukum, kelompok difasilitasi untuk membangun kekuatan bersama melalui forum-forum yang diadakan untuk itu. Selain itu dikembangkan juga jaringan paralegal, yang menjadi forum bagi perempuan di tingkat desa dan kecamatan untuk saling

menguatkan dalam proses mencari keadilan dan melakukan pendidikan dan penyebaran informasi soal hukum pada masyarakat. Memfasilitasi terbentuknya Multistake Holder Forum (MSF) di wilayah Pekka juga merupakan kegiatan yang dilakukan guna mempercepat berkembangnya jaringan kerja penegakan hukum di wilayah Pekka. MSF difasilitasi untuk memahami lebih mendalam persoalan Pekka dan perempuan pada umumnya serta membuat komitmen untuk membantu Pekka menemukan keadilan. Anggota MSF terdiri dari Polisi (Polwan dan Polki), Jaksa Penuntut Umum, Hakim Pengadilan Negeri, Hakim Pengadilan Agama, Pemda, universitas, serta lembaga bantuan hukum.

Ada dua hal penting yang telah dilakukan dalam kerangka ini. Yang pertama adalah memfasilitasi berkembangnya forum kelompok di tingkat wilayah dan yang kedua adalah mengembangkan forum pemangku kepentingan atau multi stake holder forum (MSF) sebagai sistem pendukung. Forum wilayah dilakukan setiap tahun sebagai arena bertukar pengetahuan dan informasi antara sesama kelompok seklaigus sebagai tempat meningkatkan kemampuan masing-masing. Melalui forum ini mereka membangun jaringan komunikasi dan persahatan baik di tingkat individu dan kolektif. Hal ini telah membantu mereka untuk saling menguatkan dan mendukung berbagai upaya yang mereka lakukan di wilayah masing-masing terkait dengan penegakan keadilan bagi mereka. Forum wilayah telah digelar di wilayah-wilayah awal tahun 2007 dan mendapatkan respon yang sangat baik dari kelompok-kelompok Pekka serta masyarakat sekitarnya.

Forum pemangku kepentingan atau MSF merupakan satu strategi yang sangat efektif untuk membangun sistem pendukung bagi kelompok Pekka dan masyarakat miskin mengakses keadilan. Ada dua model yang dilakukan dalam membangun forum MSF. Model pertama lebih top-down, artinya proses pembentukan di inisiasi dan dilakukan oleh Seknas Pekka bekerjasama dengan Justice for the Poor, Komnas Perempuan dan

(24)

Penyuluhan hukum dengan mengundang narasumber dari kepolisian dan pesertanya pengurus, kader juga sebagian KPD dan masyarakat. (Mawasangka-Sultra,

Nasra 25 Juni 2007)

derap Warapsari, dengan cara mengundang berbagai unsur penegak hukum dalam serangkaian kegiatan lokakarya dan diskusi. Hal ini terutama dilakukan di tiga wilayah utama program pemberdayaan hukum Pekka yaitu di Cianjur - Jawa Barat, Brebes-Jawa Tengah, dan NTB. Selain lokakarya dalam kelas, peserta MSF yang aktif dan bersedia, juga diajak untuk turun ke lapangan, berdialog dan memberikan pengetahuan dan informasi tentang aspek hukum terkait dengan instansi mereka masing-masing. Dengan pendekatan ini, telah dilakukan 9 kali workshop MSF di tiga wilayah mencakup

Cianjur-Jawa Barat, Berebes-Jawa Tengah, dan NTB, yang rata-rata diikuti oleh 25 orang peserta dari berbagai unsur penegakan hukum di setiap workshopnya. Workshop ini pada akhirnya juga menjadi ruang peningkatan kemampuan aparat penegak hukum karena sebagian materi yang dibahas sangat terkait dengan aspek pemberdayaan perempuan dimana sebagain besar anggota MSF tersebut masih belum memahaminya dengan baik. Memang tidak selalu kegiatan MSF diikuti secara konsisten oleh seluruh anggota MSF yang terdaftar. Terjadi trend penurunan jumlah peserta MSF, namun demikian secara kualitas dan komitmen semakin baik. Anggota MSF yang tetap konsisten hadir dan berpartisipasi aktif memang akhirnya orang-orang terpilih yang pada akhirnya bisa mengembangkan sistem pendukung bagi masyarakat.

Selain workshop, pertemuan-pertemuan koordinasi antar anggota MSF dilakukan untuk menjaga koordinasi dan komunikasi diantara mereka, juga untuk merencanakan kegiatan bersama di masyarakat seperti diskusi turun lapangan ke wilayah dampingan Pekka. Tercatat 6 kali rapat koordinasi di tiga wilayah tersebut. Anggota yang hadir dalam rapat berkisar 12-18 orang.

Peran Multi-Stakeholder Forum (MSF) yang dikembangkan di 3 wilayah pilot program di Cianjur, Brebes dan NTB pada tahun ketiga ini memperlihatkan kontribusi yang nyata di masyarakat. Keberadaan dan peran mereka sangat membantu kader Pekka dalam memfasilitasi persoalan hukum. Ibu Nining – Kader Hukum Pekka Cianjur mengakui akan pentingnya kerjasama dengan pihak pemerintah dan aparat penegak hukum melalui MSF. ”Kita Pekka memang tidak punya kekuasaan, tetapi berteman dengan pemangku

kebijakan dengan baik maka bisa membantu penyelesaian persoalan pekka yang terjadi di masyarakat.”

Di Cianjur, MSF yang telah dinaungi dengan Surat Keputusan Bupati tahun 2006 ini telah memfasilitasi pelaksanaan Itsbat nikah dan memproses pembuatan akte kelahiran. Pada awal tahun 2007 proses pencatatan ulang pernikahan (Itsbat Nikah) dilaksanakan untuk 19 pasangan atas kerjasama Pemda Cianjur dengan Pengadilan Agama Cianjur. Semua biaya perkara dalam proses itsbat nikah dibiayai oleh Pemda Cianjur. Pada

(25)

Itsbat nikah. Berbeda dengan pelaksanaan sebelumnya, proses itsbat nikah ini diadakan bukan di Pengadilan Agama Cianjur melainkan di Kantor Kecamatan Cipanas. Sehingga masyarakat yang mengajukan permohonan itsbat ini tidak hanya mendapatkan pembebasan biaya perkara namun juga tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi karena pelaksanaanya di sekitar wilayah tempat tinggal mereka (Sidang di tempat / sidang keliling). Lebih dari 70 orang telah mengajukan permohonan pembuatan akte cerai. Berkas dan data-data pengajuan mereka saat ini sedang diperiksa oleh Pengadilan Agama Cianjur sebelum diadakan sidang di tempat pada tahun 2008.

Model kedua adalah membangun MSF dari bawah, artinya dari inisiatif masyarakat. Hal ini dilakukan di lima wilayah Pekka lainnya. Hal ini diawali dengan mengundang calon anggota MSF pada acara Forwil Pekka. Setelah Forwil, pemimpin-pemimpin kelompok Pekka menindak lanjuti secara non-formal dengan kunjungan individu dan pembicaraan sehari-hari. Jika sudah terjalin hubungan dengan baik, kemudian dibikin acara dialog terbatas berkaitan dengan aspek hukum yang dihadapi masyarakat. Dialog digelar secara rutin, dengan penyelenggara dapat dari kedua belah fihak. Anggota MSF juga diajak turun langsung ke tengah masyarakat. Dialog antara kelompok pekka dengan aparat penegak hukum, pemerintah lokal, tokoh masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat dilakukan di tingkat kecamatan.

Di Kalimantan Barat, dialog dilakukan di 3 kecamatan yaitu Kecamatan Sungai Raya, Kecamatan Rasau Jaya dan Kecamatan Pontianak Timur. Dialog di Kecamatan Sungai Raya dihadiri oleh Kapolsek Sungai Raya, Dinas Sosial, tenaga kerja dan transmigrasi, dan LBH API Pontianak. Dialog di Kecamatan Rasau Jaya dihadiri oleh Kapolsek Rasau Jaya, KUA Rasau Jaya, Puskesmas Rasau Jaya, serta LBH APIK. Di Kecamatan Pontianak Timur dialog dihadiri oleh Ketua Pengadilan Agama Kodya Pontianak serta Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polda Kalbar. Persoalan hukum yang banyak dimunculkan oleh ibu-ibu Pekka dan masyarakat yang hadir adalah seputar kekerasan dalam rumah tangga, perdagangan perempuan dan anak, persoalan kekerasan yang dialami oleh TKW, persoalan status perceraian, harta gono gini, warisan, dan persoalan hukum keluarga lainnya.

Dialog hukum di NTT diadakan di Kecamatan Kelubagolit, namun pekka dan masyarakat dari kecamatan Ille Boleng juga hadir dalam dialog ini. Sebagai narasumber yaitu Kepala Kejaksaan Negeri Adonara yang bertempat di Waiwerang, Kapolsek Adonara Timur. Persoalan yang banyak menjadi perhatian dalam diskusi ini adalah maraknya kekerasan dalam rumah tangga, mereka menuntut penyelesaian kasus KDRT tidak hanya secara adat tapi juga secara hukum. Menurut mereka kerapkali penyelesaian kasus KDRT secara adat tidak memberikan rasa adil bagi perempuan. Selain persoalan KDRT, adalah hak asuh anak dan perselingkuhan, serta meminta penjelasan tentang perbedaaan hukum perdata dan pidana.

(26)

d. Melakukan advokasi kebijakan untuk perubahan ketentuan yang lebih adil gender serta kampanye untuk perubahan sosial di tingkat masyarakat.

Upaya advokasi dilakukan dengan memfasilitasi dialog anggota Pekka dengan aparat penegak hukum dan pengambil kebijakan di tingkat wilayah. Pengadaan dialog dilakukan dalam dua cara, yaitu Pekka mengundang aparat dan pengambil kebijakan keacara yang diorganisir oleh Pekka dan atau aparat penegak hukum dan pengambil kebijakan yang turun ke wilayah kelompok berada. Kelompok pekka dengan di pimpin oleh para kader hukum juga melakukan upaya pengurusan berbagai dokumen hukum yang mereka butuhkan seperti akte kelahiran, akte cerai, dan sebagainya. Guna membangun kesadaran kritis masyarakat luas akan persoalan hukum yang dihadapi Pekka, maka dilakukan pula pendokumentasian kisah Pekka dan aktivitas hukum mereka dalam bentuk video dan kumpulan kisah. Dokumentasi ini akan dipergunakan untuk bahan pendidikan dan informasi baik di tingkat masyarakat maupun di kalangan pendamping upaya penegakan hukum bagi masyarakat basis.

Kegiatan advokasi masih terbatas pada upaya mendapatkan hak anggota Pekka secara mudah dan murah. Hal ini misalnya yang dilakukan kelompok-kelompok Pekka dalam mengakses dokumen negara seperti akte kelahiran, perceraian dan pernikahan (lihat list contoh penanganan kasus Pekka terlampir). Kontribusi pada advokasi untuk perubahan perundangan dan peratutan yang lebih kompleks belum dilakukan secara sistematis. Sejauh ini Pekka terlibat dan menjadi nara sumber untuk upaya advokasi perubahan undang-undang perkawinan yang dimotori oleh LBH-APIK.

Kampanye dilakukan dengan cara menyebarluaskan informasi tentang hukum melalui penerbitan serie buku saku tentang hukum. Selain itu, telah pula diproduksi video berkaitan dengan pemberdayaan hukum, yang ditayangkan pada berbagai forum di berbagai tingkat mulai dari tingkat wilayah hingga tingkat nasional. Video ini dapat memberikan gambaran persoalan hukum yang dihadapi perempuan kepala keluarga dan strategi melakukan penguatan hukum di tingkat masyarakat. Dengan melihat video dan mendiskusikannya, diharapkan tumbuh kesadaran baru bagi penontonnya terhadap berbagai persoalan keadilan yang dihadapi masyarakat. Video ini juga diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi banyak fihak untuk melakukan hal serupa dalam kerja-kerja di masyarakat.

Pendokumentasian kasus merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan dalam kerangka ini. Kasus yang didokumentasikan terkait dengan persoalan yang dihadapi oleh para kader hukum di lapangan. Ada lebih dari 15 kasus yang telah didokumentasikan. Sebagian 40 % kasus ini telah ditangani namun sebagian lagi belum terselesaikan dengan baik. Sebagian ceirita kasus dapat dilihat pada bab berikut nya di laporan ini.

Pembuatan poster dengan mengusung tema yang aktual juga dilakukan sebagai salah satu strategi dalam kerangka ini. Tema dan gambar poster dilombakan pada kelompok Pekka. Konsep yang terpilih kemudian disempurnakan dan diperbanyak dalam bentuk cetakan untuk disebar luaskan.

(27)

4. Pendidikan sepanjang hayat

Akses Pekka dan keluarganya terhadap pendidikan formal berbagai jenjang serta pendidikan luar sekolah sepanjang hayat menjadi fokus kegiatan pendidikan Pekka. Pembentukan komite pendidikan desa merupakan upaya pekka untuk memperluas kesadaran pentingnya pendidikan di kalangan masyarakat, memberikan masukan pada perbaikan sistem pendidikan nasional, dan mengelola sumberdaya pendidikan seperti beasiswa, pusat belajar masyarakat dan pustaka desa.

Dalam tahun 2007, kegiatan program pendidikan meliputi berbagai hal seperti sosialisasi program pendidikan di setiap desa melalui Musdes (Musyawarah Desa), pembentukan KPD (Komite Pendidikan Desa), penyusunan usulan dana beasiswa bagi anak SD, SMP, dan perempuan Putus Sekolah, realisasi dana pendidikan dari Seknas kepada KPD dan dari KPD kepada penerima dana, pertemuan orangtua murid, pertemuan KPD, pertemuan Forum KPD tingkat kecamatan, kelompok belajar anak, pembentukkan kelompok non pekka, PAUD, belajar baca tulis, pengembangan taman belajar, dialog, pendidikan bagi perempuan putus sekolah, pelatihan dan pengembangan jaringan. Keterangan kegiatan yang telah dilakukan dapat dilihat pada bagian di bawah ini.

a. Sosialisasi Program Pendidikan

Betapa sibuknya ibu – ibu pekka pada saat realisasi dana pendidikan (Sumiati, NTB)

Sosialisasi dilakukan diawal pelaksanaan program pendidikan yaitu melalui Musyawarah Desa (Musdes) dengan difasilitasi oleh kader dan PL. Peserta yang hadir adalah kelompok Pekka dan masyarakat umum, toga, tomas dan aparat desa. Hal yang didiskusikan meliputi penjelasan alasan dimulainya program pendidikan, mengingat permasalahan pendidikan yang ada di wilayah Pekka, kemungkinan kegiatan yang dapat dilakukan bersama, pembentukan KPD.

Sosialisasi telah dilaksanakan disebagian besar

wilayah dapat dikatakan sudah selesai dilakukan, hanya wilayah Malut yang baru saja melakukan sosialisasi ulang, karena sosialisasi yang pernah dilakukan tidak tepat yaitu diinformasikan bahwa alasan dibentuknya KPD untuk menerima beasiswa, dan pemilihan pengurus dilakukan secara penunjukkan bukan pemilihan. Akibatnya KPD tidak paham tujuan dari pembentukan KPD ini.

(28)

Sosialisasi program pendidikan dilakukan berulang-ulang karena masih ada sedikit wilayah yang memiliki pandangan bahwa pembentukan KPD identik dengan pemberian beasiswa. Image bahwa setiap program identik dengan bantuan sulit dihilangkan di masyarakat karena mereka sudah terbiasa seperti itu. Sehingga penjelasan tentang beasiswa sebagai alat untuk mengorganisir masyarakat selalu harus ditekankan disetiap kesempatan tanpa henti-hentinya.

b. Pembentukkan Komite Pendidikan Desa (KPD)

Jumlah KPD yang telah terbentuk hingga saat ini adalah 137 KPD di 7 propinsi. Belum semua wilayah membentuk KPD yaitu desa yang masih dalam taraf sosialisasi. Dari KPD yang terbentuk ternyata dalam perjalanannya ada KPD yang tidak bertahan lama. Di beberapa wilayah seperti di Jawa Tengah atau Sultra, KPD aktif hanya sampai realisasi dana beasiswa dan setelah itu kegiatan KPD menurun. Karena alasan ini pula akhirnya dibuat aturan baru, bahwa dana beasiswa hanya direalisasi bagi KPD yang melaksanakan kegiatan.

c. Pertemuan KPD dan Orangtua Murid

Pertemuan KPD dan orangtua murid dilakukan antara 1-2 kali perbulan. Pertemuan ini diselenggarakan bergabung dengan pertemuan kelompok dengan alasan untuk efektifitas waktu dan tenaga, dan alasan lain karena masyarakat umum ingin mengetahui Pekka lebih jauh dan memahami kegiatan Pekka. Dampak dari pertemuan seperti ini di NTT, NTB dan Kalbar orangtua murid non pekka membentuk kelompok dengan kegiatan simpan pinjam. Dampingan kepada kelompok non pekka ini dilakukan oleh kader dan PL Pekka.

Dalam pertemuan ini biasanya didiskusikan masalah pendidikan yang ada di wilayahnya, sebagai dasar untuk menyusun rencana kerja KPD. Hasil dari pertemuan orangtua murid ini tidak hanya terbatas pada isu pendidikan tapi juga hal lain misal di Sultra ide diadakannya pasar sore Pekka di Pasarwajo tercetus dari pertemuan orangtua murid dan KPD. Pertemuan orangtua murid merupakan inti dari kegiatan KPD karena setiap kegiatan KPD digagas dalam pertemuan ini, namun dalam perjalanannya tidak semua KPD dapat bertahan rutin melaksanakan pertemuan ini. Hal ini terjadi karena masih ada yang berfikir pada bantuan saja dan tidak bersedia terlibat dalam kegiatan lainnya.

d. Pertemuan antar KPD Sekecamatan

Pertemuan antar KPD untuk tingkat kecamatan dilakukan di beberapa wilayah : Kalbar, NTT dan NTB. Wilayah lain yang belum membentuk pertemuan KPD tingkat kecamatan karena ada alasan lokasi yang sangat berjauhan sehingga berat di biaya transport. Selain itu juga karena KPD tingkat desa belum aktif, sehingga sulit mengajak mereka untuk mengadakan pertemuan KPD tingkat kecamatan. Pertemuan KPD sekecamatan ini dimaksudkan agar gaung kegiatan KPD semakin dikenal dan penting untuk advokasi perbaikan kondisi pendidikan di wilayahnya.

e. Kelompok Belajar Anak dan PAUD

(29)

Anakanak kelompok bermain AtTaqwa -Kalbar sedang belajar mewarnai perahu layar

sekolah, dan melalui PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) dapat mempersiapkan anak masuk SD. Kegiatan PAUD bagi anak balita ini sangat membantu orangtua karena mereka tidak sanggup membayar kursus tambahan dan menyekolahkan anak ke TK. Selain dari itu melalui PAUD orangtua dapat lebih diaktifkan terlibat dalam kegiatan KPD. PAUD di Kalbar khususnya di desa Sungai Asam dijadikan PAUD payung bagi PAUD yang ada disekitarnya.

Berawal dari kelompok belajar anak-anak ini, anak-anak di NTT khususnya Kecamatan Kelubagolit membuka kegiatan arisan dan menyimpan uang sebesar 500-1000/bulan Arisan dan kegiatan simpanan ini akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sekolah mereka. Sebagai fund raising kelompok anak ini memiliki kegiatan ketrampilan bersama yaitu membuat piring lidi dan kemudia hasil penjualannya mereka kumpulkan untuk membiayai kegiatan bersama. Berdasarkan diskusi selama pertemuan, anak-anak melihat bahwa penggunaan dana BOS tidak transparan, sehingga mereka mengajukan usul kepada PL untuk melakukan penelitian kecil tentang dana BOS ini dan mereka ingin menggunakannya untuk melakukan advokasi kepada pemerintah setempat.

f. Belajar Baca Tulis

Tak mengenal usia untuk belajar baca – tulis (NTB)

Kegiatan belajar baca tulis dilaksanakan disebagian besar wilayah Pekka. Masyarakat sangat antusias dalam belajar. Praktek membaca dilakukan dalam pertemuan rutin, secara bergantian membacakan Cermin (buletin Pekka) atau membaca manual hukum. Tutor belajar baca tulis berasal dari pengurus KPD, kader atau pengurus kelompok, atau anggota masyarakat lainnya. Mereka bekerja sukarela tidak diberi honor, hanya diberikan transport riil selama mengajar bagi mereka yang rumahnya jauh dari tempat belajar.

Masalah yang dihadapi adalah masih terbatasnya kemampuan pengajar khususnya yang berasal dari anggota KPD karena pendidikan merekapun terbatas. Kader Pekka yang mengajar baca tulis hanya lulusan SD sehingga tidak percaya diri mengajar warga belajar lulusan SMP atau bahkan SMA. Untuk itu, kembali lagi tugas tutor jatuh kepada PL terutama bila tidak dapat menemukan tenaga dari masyarakat umum. Hal lain, sebagian besar para tutor ini belum paham betul metode KF, karena KF ini merupakan metode baru yaitu belajar baca tulis dengan cara membahas materi yang ditentukan sendiri. Metode baca tulis sistem lama kurang menarik bagi warga belajar karena monoton. Metoda KF cocok bagi warga belajar yang berusia tua. Dengan metode KF ini warga

(30)

belajar mendapatkan dua keuntungan sekaligus yaitu belajar baca tulis dan materi tertentu yang bermanfaat bagi mereka.

g. Taman Bacaan Desa

Taman bacaan memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengakses informasi. Saat ini kegiatan masih mengumpulkan buku-buku, karena keterbatasan dana dan mahalnya harga buku maka mereka mengumpulkan buku bekas pelajaran sekolah atau bacaan. Taman bacaan dimanfaatkan anak-anak untuk menambah pelajaran sekolah, sedangkan bagi orangtua sebagai tempat untuk belajar membaca. Kebanyakan buku bekas yang terkumpul saat ini adalah buku pelajaran sekolah, sedang buku bacaan ringan atau majalah masih sangat kurang. Upaya mendapatkan buku dan majalah juga dilakukan Seknas dengan cara mengontak penerbit yang ada di Jakarta, namun belum ada hasilnya. h. Pengembangan Jaringan

KPD membangun jaringan dengan berbagai pihak, baik pemerintah, organisasi masyarakat seperti LSM, sekolah, universitas ataupun masyarakat. Melalui jaringan ini KPD dapat mengakses berbagai program misalnya dalam isu pertanian mendapat pelatihan pertanian sehat yang ramah lingkungan, mengikuti pameran produk Deperindag, mendapat informasi tentang mengakses askes, raskin, informasi pilkada, mendapat pinjaman tempat untuk sekretariat KPD dan dapat mengakses program PNPM. Ada 4 orang KPD terpilih menjadi pemantau dan pengawas program PNPM.

i. Usulan dan Realisasi Dana Beasiswa

Hingga saat ini usulan beasiswa yang masuk mencapai 85 % dari 7 wilayah Pekka yang ada yaitu sebesar Rp. 2.517.409.600. Usulan yang diajukan terdiri dari beasiswa untuk SD, SMP, perempuan putus sekolah, dan kegiatan KPD lainnya. Usulan kegiatan KPD masih tetap berjalan hingga saat ini tergantung pada kebutuhan dan kegiatan di lapangan. Usulan yang masuk meliputi biaya operasional KPD dan kegiatan KPD lainnya misalnya taman bacaan, belajar baca tulis, transportasi, dll. Usulan dari Maluku Utara sudah diterima Seknas, tetapi baru dari dua desa dari kecamatan Galela itupun belum lengkap administrasinya sehingga belum dapat direalisasi. Sebagian besar KPD Maluku Utara masih belum dapat mengajukan usulan karena belum aktif dan masih sosialisasi ulang. Hingga bulan Desember 2007 pencairan beasiswa ke KPD sebesar Rp. 2.288.335.600 yaitu sekitar 91 % dari total usulan yang masuk ke Seknas. Jumlah penerima beasiswa 7.937 dari 9.026 orang yang diusulkan. Dana beasiswa yang ada terbatas dan hanya dapat diturunkan satu kali. Berdasarkan usulan awal dari wilayah, Seknas menghitung dana beasiswa dapat diberikan dua kali. Namun setelah usulan masuk dan dihitung kembali ternyata tidak cukup diberikan dua kali. Sebagai upaya untuk kelanjutan beasiswa ini, ada wilayah yang melakukan fund raising untuk meringankan beban orangtua yaitu membuat produk bersama dan dijual, atau orang yang mendapat beasiswa iuran.

(31)

JUMLAH PENERIMA BEASISWA SD PER WILAYAH NTT, 722 JABAR, 639 NTB, 1,785 MALUKU UTARA, - KALBAR, 397 SULTRA, 706 JATENG, 1,530

Jumlah Orang Penerima Beasiswa Pts Sekolah,

618

SD, 5,779 SMP , 2,010

JUMLAH PENERIMA BEASISWA PENERIMA PEREMPUAN PUTUS SEKOLAH

PER WILAYAH NTB, 104 NTT, 185 JATENG, 52 JABAR, 226 KALBAR, 19 SULTRA, 32

JUMLAH PENERIMA BEASISWA SMP PER WILAYAH

JABAR, 270 NTB, 540 NTT, 240 SULTRA, 302 JATENG, 511 MALUKU UTARA, - KALBAR, 147

Jumlah Biaya Beasiswa SD Per Wilayah

JABAR, 156,092,000 NTB, 228,710,000 NTT, 198,950,000 MALUKU UTARA, -KALBAR, 91,744,500 SULTRA, 187,729,400 JATENG, 231,277,000 Jumlah Dana Beasiswa

SD, Rp.1,094,50 2,900 Putus Sekolah, Rp.262,039, 000 SMP , Rp.708,380, 200

Jumlah Biaya Beasiswa Putus Sekolah

NTB, 62,400,000 JABAR, 104,360,000 JATENG, 2,584,000 MALUKU UTARA, - SULTRA, 19,200,000 KALBAR, 3,295,000 NTT, 70,200,000

Jumlah Biaya Beasiswa SM P Per Wilayah

NTT, 110,200,000 SULTRA, 129,157,000 JABAR, 114,484,000 NTB, 128,665,000 MALUKU UTARA, -KALBAR, 52,631,200 JATENG, 173,243,000

(32)

5. Hak dan Penguatan posisi politik

Hak dan penguatan posisi politik Pekka dikembangkan melalui berbagai kegiatan yang tefokus pada membangun kesadaran politik terutama hak dan kewajiban sebagai warga negara. Selain itu Pekka juga ditingkatkan kemampuannya untuk berpartisipasi aktif dalam proses politik yang terjadi. Pada tahun 2007 kegiatan ini difokuskan pada membangun kesadaran kritis Pekka terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara melalui kegiatan pelatihan dan lokakarya. Dengan kesadaran kritis dan pengeatahuna tentang budget, Pekka kemudian melakukan kegiatan - kegiatan advokasi di wilayahnya masing-masing misalnya di Lingsar - NTB, Brebes - Jateng, Subang - Jabar, yang melibatkan ibu pekka dalam musrenbang.

6. Rehabilitasi wilayah paska bencana

Program ini khusus dilakukan di wilayah Nanggro Aceh Darussalam (NAD) sebagai wilayah paska bencana Tsunami 2004. Pekka di wilayah ini mendapatkan alokasi dana khusus untuk kegiatan rehabilitasi kelompok Pekka dan masyarakat sekitar wilayah Pekka yang terkena dampak Tsunami baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu “grant” dari Japan Social Development Funds (JSDF) TF 55794-IND. Dalam tahun 2007 kegiatan yang dilakukan terkait dengan program ini adalah pembangunan dan renovasi rumah yang rusak, pemberian makanan dan bantuan pendanaan kesehatan, serta dana bergulir untuk kegiatan ekonomi. Selain itu beasiswa untuk pendidikan anak dan kelompok Pekka di NAD juga diberikan melalui pendanaan khusus ini.

Hingga akhir tahun 2007, ada 236 unit rumah yang direnovasi dan dibangun di seluruh wilayah Pekka di NAD dengan menghabiskan dana sebesar Rp. 1.485.717.500,-. Untuk biaya makanan sehat dan kesehatan dana yang terserap mencapai Rp. 352.402.000,- dengan jumlah penerima manfaat sebanyak 1.601 orang. Sementara untuk pendidikan telah diberikan bea siswa sejumlah Rp. 970.450.000,- untuk 1.762 siswa sekolah berbagai jenjang. Beasiswa untuk anggota Pekka juga telah dikeluarkan sejumlah

Rp.272.057.720,- dengan penerima manfaat 166 orang untuk berbagai kegiatan pelatihan. Untuk menghidupkan kembali roda perekonomian kelompok Pekka di wilayah ini, melalui pendanaan khusus ini telah pula disalurkan dana bergulir melalui LKM di wilayah ini. Hingga akhir tahun 2007, telah di gulirkan dana sebesar Rp. 603.884.000,- dengan jumlah penerima manfaat sebanyak 229 orang.

(33)

Grafik untuk Rehabilitasi wilayah Pasca Bencana

Prosentase BLM yang telah disalurkan

41% 1% 16% 9% 26% 7% UEP Makanan sehat Perumahan Beasiswa anak Beasiswa Perempuan Fasilitas umum

Grafik 1. Alokasi BLM di NAD

Penerima BLM

Pekka 37% (1.492 orang) Masyarakat umum 63% (2.503 orang) Grafik 2. Penerima BLM

Gambar

Grafik 1. Alokasi BLM di NAD

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yang akan diperoleh dari sistem informasi pendataan absensi peserta ini antara lain: Menghemat waktu dalam pengolahan data absensi, memperoleh keakuratan

PPN Impor yang tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) merupakan Pajak

[r]

[r]

Universitas

Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa kepada Bupati/Wali Kota setiap akhir tahun anggaran. Laporan pertanggungjawaban

Menimbang  a.  bahwa  dalam  rangka  pemberian  kuasa  dari  Direktur  Jenderal  Perbendaharaan  kepada  para  pejabat  lingkup  Direktorat  Jenderal  Perbendaharaan 

Kuisioner post-test terdiri dari enam soal: (A) Ketertarikan peserta dalam mengetahui tanaman buah naga lebih banyak lagi setelah mengikuti penyuluhan (B) Ketertarikan